Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MANDIRI

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

Oleh :
Frits Semuel Mamesah
18014101008
Masa KKM 3 Februari 2020 – 12 April 2020

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO
PATOFISIOLOGI
Proteinuria
Proteinuria umunya diterima kelainan utama pada SN, sedangkan gejala
klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria dinyatakan
“berat” untuk membedakan dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang
bukan sindrom nefrotik. Eksresi protein sama atau lebih besar dari 40 mg/jam/m 2
luas permukaan badan, dianggap proteinuria berat.

Selektivitas protein
Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung
pada kelainan dasar glomerulus. Pada SNKM protein yang keluar hampir
seluruhnya terdiri atas albimin dan disebut sebagai proteinuria selektif. Derajat
selektivitas proteinuria dapat ditetapkan secara sederhana dengan membagi rasio
IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin plasma transferin (BM
88.000). Rasio yang kurang dari 0.2 menunjukkan adanya proteinuria selektif.
Pasien SN dengan rasio rendah umumnya berkaitan dengan KM dan responsif
terhadap steroid. Namun karena selektivitas protein pada SN sangat bervariasi
maka agak sulit untuk membedakan jenis KM dan BKM (Bukan kelainan minimal)
dengan pemeriksaan ini dianggap tidak efisien.

Perubahan pada filter kapiler glomerulus


Umumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal
bergantung pada tipe kelainan glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat
penurunan klirens protein netral dengan semua berat molekul, namun terdapat
peningkatan klirens protein bermuatan negatif seperti albumin. Keadaan ini

2
menunjukkan bahwa di samping hilangnya sawar muatan negatif juga terdapat
perubahan pada sawar ukuran celah pori atau kelainan pada kedua-duanya.
Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada
lamina rara interna dan eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya
molekul muatan negatif, seperti albumin. Dihilangkannya proteoglikan sulfat
heparan dengan hepartinase mengakibatkan timbulnya albuminaria.
Di samping itu sialoprotein glomerulus yaitu polianion yang terdapat pada
tonjolan kaki sel epitel, tampaknya berperan sebagai muatan negatif di daerah ini
yang penting untuk mengatur sel viseral epitel dan pemisahan tonjolan-tonjolan
kaki sel epitel. Suatu protein dengan berat molekul 140.000 dalton, yang disebut
podocalyxin rupanya mengandung asam sialat ditemukan terbanyak kelainan pada
model eksperimenal nefrosisis aminonkleosid. Pada SNKM, kandungan
sialoprotein kembali normal sebagai respons pengobatan steroid yang
menyebabkan hilangnya proteinuria.

Hipoalbuminemia
Jumlah albumin di dalam ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan
pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. Dalam
keadaan seimbang, laju sintesis albumin, degradasi ini hilangnya dari badan adalah
seimbang. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju sekresi
protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Namun keadaan ini tidak responsif
steroid, albumin serumnya dapat kembali normal atau hampri normal dengan atau
tanpa perubahan pada laju ekskresi protein. Laju sintesis albumin pada SN dalam
keadaan seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat atau normal.
Jumlah albumin absolut yagn didegradasi masih normal atau di bawah
normal, walaupun apabila dinyatakan terhadap pool albumin intravaskular secara
relatif, maka katabolisme pool fraksional yagn menurun ini sebetulnya meningkat.
Meningkatnya katabolisme albumin di tubulus renal dan menurunnya katabolisme
ekstrarenal dapat menyebabkan keadaan laju katabolisme absolut yagn normal

3
albumin plasma yang rendah tampaknya disebabkan oleh meningkatnya eksresi
albumin dalam urin dan meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama
disebabkan karena meningkatnya degradasi di dalam tubulus renal) yang
melampaui daya sintesis hati. Gangguan protein lainnya di dalam plasma adalah
menurunnya  - 1 globulin, (normal atau rendah), dan  - 2-globulin, B globulin
dna figrinogen meningkat secara relatif atau absolut. Meningkatnya  - 2 globulin
disebabkan oleh retensi selektif protein berberat molekul tinggi oleh ginjal dengan
adanya laju sintesis yang normal. Pada beberapa pasien, terutama mereka dengan
SNKM, IgM dapat meningkat dan IgG menurun.

Kelainan metabolisme lipid


Pada pasien SN primer timbul hiperkolesterolemia dan kenaikan ini
tampak lebih nyata pada pasien dengan KM. Umumnya terdapat korelasi tebalik
antara konsentrasi albumin serum dan kolesterol. Kadar trigliserid lebih bervariasi
dan bahkan dapat normal pada pasien dengan hipoalbuminemia ringan. Pada
pasien dengan analbuminemia kongenital dapat juga timbul hiperlipidemia yang
menunjukkan bahwa kelainan lipid ini tidak hanya disebabkan oleh penyakti
ginjalnya sendiri. Pada pasien SN konsentrasi lipoprotein densitas sangat rendah
(VLDL) dan lipoprotien densitas rendah (LDL) meningkat, dan kadang-kadang
sangat mencolok. Lipoprotein densitas tinggi (HDL) umumnya normal atau
meningkat pada anak-anak dengan SN walaupun rasio kolesterol-HDL terhadap
kolesterol total tetap rendah. Seperti pada hipoalbuminemia, hiperlipidemia dapat
disebabkan oleh sintesis yang meningkat atau karena degradasi yang menurun.
Bukti menunjukkan bahwa keduanya abnormal. Meningkatnya produksi
lipoprotein di hati, diikuti dengan meningkatnya sintesis albumin dan sekudner
terhadap lipoprotein, melalui jalur yang berdekatan. Namun meningkatnya kadar
lipid dapat pula terjadi pada laju sintesis albumin yang normal. Menurunnya
aktivitas ini mungkin sekunder akibat hilangnya -glikoprotein asam sebagai

4
perangsang lipase. Apabila albumin serum kembali normal, baik secara spontan
ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kelainan lipid ini
menjadi normal kembali. Gejala ini mungkin akibat tekanan onkotik albumin
serumnya, karena ofek yang sama dapat ditimbulkan dengan pemberian infus
pilivinilpirolidon tanpa mengubah keadaan hipoalbuminemianya. Pada beberapa
pasien, HDL tetap meningkat walaupun terjadi remisi pada SN-nya pada pasien
lain VLDL dan LDL tetap meningkat pada SN relaps frekuensi yang menetap
bahkan selama remisi. Lipid dapt juga ditemukan di dalam urin dalam bentuk titik
lemak oval dan maltase cross. Titik lemak itu merupakan tetesan lipid di dalam sel
tubulus yang berdegenerasi. Maltese cross tersebut adalah ester kolesterol yang
berbentuk bulat dengan palang di tengah apbila dilihat dengan cahaya polarisal.

Edema
Keterangan klinik pembentukan edema pada sidnrom nefrotik sudah
dianggap jelas dan secara fisiologik memuaskan, namun beberapa data
menunjukkan bahwa mekanisme hipotesis ini tidak memberikan penjelasan yang
lengkap. Teori klasik mengenai pembentukan edema ini (underfilled theory) adalah
menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes
keruang interstisial. Dengan meningkatnya permealiblitas kapiler glomerulus,
albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia menyebabkan menurunya tekanan onkitik koloid
plasma intravaskular. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat
melewati dinding kapiler dari ruagn intravaskular ke ruang interstial yang
menyebabkan terbentuknya edema.
Sebagai akibat pergeseran cairan volume plasma total dan volume darah
arteri dalam peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif.
Menurunnya volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi
timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai
usaha badan untuk menjaga volume dan tekanan intravaskular agar tetap normal

5
dan dapat dianggap sebagai peristiwa kompensasi sekunder. Retensi cairan, yang
secara terus-menerus menjaga volume plasma, selanjutnya akan mengencerkan
protein plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma dan
akhirnya mempercepat gerak cairan masuk ke ruang interstisial. Keadaan ini jelas
memperberat edema sampai terdapat keseimbangan hingga edema stabil.
Dengan teori underfilled ini diduga terjadi terjadi kenaikan kadar renin
plasma dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia. Hal ini tidak
ditemukan pada semua pasien dengan SN. Beberapa pasien SN menunjukkan
meningkatnya volume plasma dengan tertekannya aktivitas renin plasma dan kadar
aldosteron, sehingga timbul konsep teori overfilled. Menurut teori ini retensi
natrium renal dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak
bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer
mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan
edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam ruang interstiasial. Teori
overfilled ini dapat menerangkan adanya volume plasma yang tinggi dengan kadar
renin plasma dan aldosteron menurun seukunder terhadap hipervolemia.
Melzer dkk mengusulkan 2 bentuk patofisologi SN, yaitu tipe nefrotik dan
tipe nefritik. Tipe nefrotik ditandai dengan volume plasma rendah dan
vasokonstriksi perifer denan kadar renin plasma dan aldosteron yang tinggi. Laju
filtrasi glomerulus (LFG) masih baik dengan kadar albumin yang rendah dan
biasanya terdapat pada SNKM. Karakteristik patofisiologi kelompok ini sesuai
dengan teori tradisional underfilled yaitu retensi natrium dan air merupakan
fenomena sekunder. Di pihak lain, kelompok kedua atau tipe nefritik, ditandai
dengan volume plasma tinggi, tekanan darah tinggi dan kadar renin plasma dan
aldosteron rendah yang meningkat sesudah persediaan natrium habis. kelompok
kedua ini dijumpai pada glomerulonefritis kronik dengan LFG yang relatif lebih
rendah dan albumin plasma lebih tinggi dari kelompok petama. Karakteristik
patofisiologi kelompok keduaini sesuai dengan teori overfilled pada SN dengan
retensi air dan natrium yang merupakan fenomena primer intrarenal.

6
Pembentukan edema pada SN merupakan suatu proses yang dinamis dan
mungkin saja kedua proses underfilled berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus
mungkin suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu dan ini dapat
menimbulkan gambaran nefrotik dan nefritis. Akibat mengecilnya volume
intravaskular akan merangsang kelarnya renin dan menimbulkan rangsangan non
osmotik untuk keluarnya hormon volume urin yang sedikit dan pekat dengan
sedikit natrium.
Karena pasien dengan hipovolemia disertai renin dan aldosteron yang
tinggi umumnya menderita penyakit SNKM dan responsif steroid, sedangkan
mereka dengan volume darah normal atau meningkat disertai renin dan aldosteron
rendah umumnya menderita kelainan BKM dan tidak responsif steroid, maka
pemeriksaan renin dapat merupakan petanda yang berguna untuk menilai seorang
anak dengan SN responsif terhadap steroid atau tidak disamping adanya SNKM.
Namun derajat tumpang tindihya terlalu besar, sehingga sukar untuk membedakan
pasien antara kedua kelompok histologis tersebut atas dasar pemeriksaan renin.
Peran peptida natriuretik atrial (ANP) dalam pembentukan edema dan diuresis
masih belum pasti.

Anda mungkin juga menyukai