Dea Nofia S. - 201141065 - PI 2B - Resume TTP2
Dea Nofia S. - 201141065 - PI 2B - Resume TTP2
Analisa Psikologi
Kata nafsu berasal dari bahasa Arab atau an-nafsu yang memiliki banyak definisi yaitu
dengan makna jiwa, ruh, mata yang jahat, darah, jasad, diri, orang, hasrat, dan kehendak. Bagi
Al-Farabi, jiwa manusia mempunyai daya-daya sebagai berikut :
1. Daya al-Muharrikat (gerak), daya ini yang mendorong untuk makan, memelihara dan
berkembang.
2. Daya al-Mudrikat (mengetahui), daya ini yang mendorong untuk merasa dan berimajinasi.
3. Daya al-Nathiqat (berfikir), daya ini yang mendorong untuk berfikir secara teoritis dan
praktis.
Kepribadian ini selalu berada dalam kebimbangan antara kepribadian amanah dan
muthmainnah. Kepribadian lawwanah adalah kepribadian yang didominasi oleh daya akal
(40%) yang di bantu oleh daya kalbu (30%) dan daya nafsu (30%). Kepribadian ini telah
memperoleh cahaya kalbu, lalu ia bangkit untuk memperbaiki kebimbangannya antara dua hal.
Dalam upayanya itu kadang-kadang tumbuh perbuatan yang buruk yang disebabkan oleh watak
zhulmaniah (gelap)-nya namun dia diingatkan oleh nur ilahi, sehinggga ia mencela
perbuatannya dan selanjutnya bertaubat dan istighfar.
Nafsu Ammarah
Nafsu Ammarah adalah kepribadian yang cenderung kepada tabiat dan mengejar
prinsip-prinsip kenikmatan.
Tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap sifat amarah yang berlebihan
diantaranya sebagai berikut :
1. Tetap konsisten atau (istiqomah) dalam kebenaran (al-haqq) permohonan yang selalu
disampaikan kepada Allah tetap berada pada Shirat al-mustaqim (QS Al Fatihah ayat 6),
tidak mengikuti langkah – langkah setan dan orang – orang yang disesatkan, karena hal
itu selalu membawa pada kemungkaran.
2. Berpikir positif sikap realistis dalam menerima apapun yang datang dari Allah sebagai
bagian dari perjalanan hidup.
3. Mengatasi masalah agar tidak berkembang menjadi lebih buruk. Ada banyak hal yang
dapat dilakukan untuk mengurangi ketegangan emosional misalnya menarik nafas
penjang, berteriak, dan katarsis.
Nafsu lawwamah
Nafsu lawwamah menurut Imam al-ghazali yaitu jiwa yang masih mau mengalahkan
dirinya ketika lari dalam mengingat dan beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman Allah
SWT : “Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)” (QS. Al-
Qiyamah : 2)
Hal ini adalah jiwa yang memiliki tingkat kesadaran awal melawan nafsu al-ammarah
bissu’. Dengan adanya bisikan hatinya, jiwa menyadari kelemahannya dan kembali kepada
keduniaannya. Jika ini berhasil, maka ia akan dapat meningkatkan kepada tingkatan di atasnya
(nafsu Muthmainnah). Jiwa ini selalu menyesali keadaan dirinya yang sulit terlepas dari dosa
dan kesalahan. Ia selalu mengakui kebesaran Allah, menyadari bahwa ia telah melakukan
kesalahan dan ia mencela dirinya karena selalu mengikuti kata-kata syaitan dan hawa nafsunya.
Imam Ibnu Qayyimah berkata nafsu lawwamah dibedakan menjadi dua jenis, lawwamah yang
tercela dan lawwamah yang terpuji. Lawwamah yang tercela ialah nafsu yang bodoh dan zalim,
semuanya itu tercela oleh Allah. Lawwamah yang terpuji ialah nafsu yang senantiasa berfungsi
sebagai peneliti atas tindakan seseorang.
Diantara sifat-sifat tercela dari nafsu lawwamah ialah ;
1. Menyadari kesalahan diri / menyesali perbuatan kejahatan
2. Timbul perasaan takut ketika bersalah
3. Kritis terhadapapa saja yang dinamakan kejahatan
4. Heran kepada diri sendiri, mengira dirinya lebih baim dari orang lain(ujub)
5. Membuat suatu kebaikan agar dilihat dan dikagumi orang (riya’)
6. Menceritakan kebaikan yang telah diperbuatnya supaya mendapatkan pujian orang
(sum’ah).
7. Sifat tercela (madzumamah) di dalam hati
Nafs Muthmainah
Nafs Muthmainah adalah ketenangan dan ketentraman dalam mengemban amanat Allah
dan tidak keguncangan disebabkan tantangan yang timbul oleh hawa nafsu. Jiwa ini mantap
imannya dan tidak mendorong perilaku buruk. Jiwa yang tenang telah menomorduakan nikmat
materi. Jiwa ini adalah jiwa yang telah mampu menundukkan kekuatan hawa nafsunya, mampu
mengalahkan kekuatan syaitan, stabil dan selalu meratapi kebaikan dan tidak mudah
terpengaruh dalam kondisi apapun dan dimanapun.
Kesimpulan
Nafsu Lawwamah yaitu jiwa yang masih cacat atau tercela. Nafsu Lawwamah telah
memperoleh cahaya kalbu, lalu ia bangkit untuk memperbaiki kebimbangannya antara dua hal.
Dalam upayanya itu kadang-kadang tumbuh perbuatan yang buruk yang disebabkan oleh watak
zhulmaniah (gelapnya) namun dia diingatkan oleh nur ilahi, sehingga ia mencela perbuatannya
dan selanjutnya bertaubat dan istighfar.
Bagaimana cara membedakan mana itu ujian untuk kita dan itu adalah karma untuk kita, pak?
Saya tau kalo dalam Islam, tidak ada istilah karma, adanya dosa. Dan dosa tersebut bisa dibalas
didunia maupun akhirat.
Nah, jadi maksud saya adalah "Dosa" yang masyarakat umum biasa sebutnya "karma"