Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ANALISIS ANGGARAN BERBASIS KINERJA

DI SUSUN OLEH :
PUTRI MEILANDA
3APB
061940512061

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


TAHUN AJARAN 2020/2021

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini pemerintah telah menerapkan sistem penganggaran dengan sistem
anggaran berbasis kinerja. Sebelum sistem anggaran berbasis kinerja diberlakukan,
pemerintah menggunakan sistem anggaran tradisional, yang mana sistem ini lebih
menekankan pada biaya bukan pada hasil/kinerja. Sistem anggaran tradisional ini
dengan penyusunan anggaran yang bersifat line item budget, yang mana proses
penyusunan anggarannya berdasarkan pada realisasi anggaran tahun sebelumnya,
dengan demikian tidak ada perubahan yang signifikan atas anggaran tahun berikutnya.
Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang ingin dicapai
selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial.Dengan
demikian, anggaran merupakan hal yang sangat penting bagi pemerintah untuk
mengestimasi kinerja yang ingin dicapai nantinya. Dengan dikeluarkannya Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Keuangan Negara Pasal 19 ayat (1) dan (2)
yang berbunyi dalam rangka penyusunan RAPBD (Rencana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah), SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) selakupengguna
anggaran menyusun RKA (Rencana Kerja dan Anggaran) dengan pendekatan
berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai (Nanda, 2016:327).
Anggaran sering digunakan untuk menilai kinerja dari pimpinan pusat
pertanggungjawaban. Dalam proses perencanaan atau anggaran biaya dan pelaksaan
atau realisasi biaya, pimpinan organisasi dapat menilai kinerja dari pimpinan suatu
pusat pertanggungjawaban apakah mendapatkan penghargaan atauhukuman sesuai
dengan prestasi (Mandak, 2013:466). Berdasarkan anggaran berbasis kinerja,
pemerintah daerah terlebih dahulu harus memiliki renstra (perencanaan strategis)
yang disusun dengan objektif dan juga melibatkan seluruh komponen yang ada
didalam pemerintahan. Dengan adanya sistem tersebut pemerintah daerah diyakini
akan dapat mengkur kinerja keuangannya yang tergambar dalam anggaran pendapatan
dan belanja daerahnya. Aspek yang diukur didalam penilaian kinerja pemerintah
daerah salah satunya adalah aspek keuangan yang berupa ABK (Anggaran Berbasis
Kinerja).
Anggaran berbasis kinerja merupakan anggaran yang menekankan pada
prestasi kerja atau hasil. Anggaran berbasis kinerja adalah sistem penganggaran yang
berorientasi pada output organisasi yang berkaitan sangat erat dengan visi dan misi
serta perencanaan strategis organisasi. Sistem penganggaran ini mengaitkan langsung
antara output dengan outcome yang ingin dicapai yang disertai dengan penekanan
terhadap efektivitas dan efisiensi anggaran yang dialokasikan. Anggaran berbasis
kinerjadianggappenting,karenaanggaran berbasis kinerja diharapkan dapat
memperbaiki taraf hidup masyarakat, meningkatkan efektivitas pembangunan dan
memperbaiki tata kelola keuangan dan pemerintahan yang lebih baik(Nanda,
2016:327-328).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dan melihat pentingnya
pertanggungjawaban anggaran, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Analisis Anggaran Kinerja”

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anggaran berbasis kinerja?
2. Apa saja prinsip anggaran kinerja sektor publik ?
3. Bagaimana model penyusunan anggaran kinerja sektor publik ?
4. Apa yang dimaksud pengukuran kinerja ?
5. Apa saja tujuan sistem pengukuran kinerja ?
6. Apa saja manfaat pengukuran kinerja ?
7. Apa saja informasi yang digunakan untuk pengukuran kinerja ?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengertian anggaran berbasis kinerja.
2. Mengetahui prinsip anggaran kinerja sektor publik.
3. Mengetahui model penyusunan anggaran kinerja sektor publik.
4. Mengetahui pengertian pengukuran kinerja.
5. Mengetahui tujuan sistem pengukuran kinerja.
6. Mengetahui manfaat dari pengukuran kinerja.
7. Mengetahui informasi yang digunakan pada saat pengukuran kinerja.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja

Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based


Budgeting) merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi
dan berkaitan sangat erat dengan visi,misi dan rencana strategis organisasi (Bastian,
2006). Performance Based Budgeting (Penganggaran Berbasis Kinerja)
adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada ‘output’ organisasi dan berkaitan
sangat erat dengan Visi, Misi dan Rencana Strategis organisasi. Ciri
utama Performance Based Budgeting adalah anggaran yang disusun dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input) dan hasil yang diharapkan
(outcomes), sehingga dapat memberikan informasi tentang efektivitas dan efisiensi
kegiatan. (Haryanto, Sahmuddin, Arifuddin, 2007).

Selain itu Anggaran Berbasis Kinerja juga merupakan suatu metode


penganggaran yang mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam target kinerja
dari setiap SKPD di lingkungan pemerintahan kabupaten/ kota terkait. ABK yang
efektif akan dapat mengidentifikasikan keterkaitan antara nilai uang dan hasil yang
dicapai, serta dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan tersebut dapat terjadi.

Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja dalam Pedoman


Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009), prinsip-prinsip yang digunakan
dalam penganggaran berbasis kinerja meliputi:

1. Alokasi anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented)


Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran
dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar- besarnya dengan
menggunakan sumberdaya yang efisien. Dalam hal ini program dan kegiatan
harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan dalam
rencana.
2. Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga
prinsip akuntabilitas (let the manager manages)
Prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan manager unit kerja (dalam hal ini
Kuasa Pengguna Anggaran) dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai
keluaran sesuai rencana. Keleluasaan tersebut meliputi penentuan cara dan
tahapan suatu kegiatan untuk mencapai keluaran dan hasilnya pada saat
pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda dengan rencana kegiatan.
Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi anggaran pada
saat perencanaan merupakan dasar dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam
rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara seorang manager unit kerja
bertanggungjawab atas penggunaan dana dan pencapaian kinerja yang telah
ditetapkan (outcome).
3. Money Follow Function, Function Followed by Structure
Money Follow Function merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa
pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan
fungsi unit kerja sesuai maksud pendiriannya (biasanya dinyatakan dalam
peraturan perundangan yang berlaku). Selanjutnya prinsip tersebut dikaitkan
dengan prinsip Function Followed by Structure, yaitu suatu prinsip yang
menggambarkan bahwa struktur organisasi yang dibentuk sesuai dengan fungsi
yang diemban. Tugas dan fungsi suatu organisasi dibagi habis dalam unit-unit
kerja yang ada dalam struktur organisasi dimaksud, sehingga dapat dipastikan
tidak terjadi duplikasi fungsifungsi.

Dalam menyusun anggaran berdasarkan kinerja, organisasi ataupun unit


organisasi tidak hanya diwajibkan menyusun anggaran atas dasar fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja tetapi juga menetapkan kinerja yang ingin dicapai. Kinerja
tersebut antara lain dalam bentuk keluaran (output) dari kegiatan yang akan
dilaksanakan dan hasil (outcome) dari program yang telah ditetapkan. Apabila telah
ditetapkan prestasi (kinerja) yang hendak dicapai, baru kemudian dihitung pendanaan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran atau hasil yang ditargetkan sesuai
rencana kinerja.

Robinson dan Last (2009) menyatakan persyaratan mendasar dalam penerapan


bentuk sederhana penganggaran berbasis kinerja (performance- based budgeting),
adalah:

1. Informasi mengenai sasaran dan hasil dari pengeluaran pemerintah dalam bentuk
indikator kinerja dan evaluasi program sederhana, dan
2. Proses penyusunan anggaran yang dirangcang untuk menfasilitasi penggunaan
informasi tersebut.

Hal ini, seperti yang dinyatakan Hou (2010), menunjukkan bahwa desain
dari performance-based budgeting didasarkan pada pemikiran bahwa memasukan
ukuran kinerja dalam anggaran akan mempermudah pemantauan terhadap program
untuk melihat seberapa baik pemerintah telah mencapai outcome yang dijanjikan dan
diinginkan.

Lebih lanjut Robinson dan Last (2009) menyatakan penganggaran


berbasis kinerja (performance-based budgeting) hanya dapat berhasil jika setiap
satuan kerja yang melakukan pengeluaran anggaran (spending agency) diharuskan
untuk:

1. Secara eksplisit mendefinisikan outcome yang pelayanannya diberikan


kepada masyarakat, dan
2. Menyediakan indikator kinerja kunci untuk mengukur efektifitas dan efisiensi
pelayanannya untuk menteri keuangan dan pembuat keputusan politik kunci
selama proses penyusunan anggaran.

B. Prinsip Anggaran Kinerja Sektor Publik

Anggaran kinerja sektor publik adalah sistem penganggaran bagi manajemen


untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan
ouput dan outcome yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapain outcome dari
output tersebut (Halim, 2017: 177). Output dan outcome tersebut dituangkan didalam
target kinerja yang telah dibuat pada setiap unit kinerja. Dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2011, anggaran berbasis kinerja adalah sistem penyusunan anggaran
berdasarkan pada kinerja atau prestasi kerja yang akan dicapai.

Berdasarkan penganggaran berbasis kinerja, perlu diperhatikan prinsip


anggaran berbasis kinerja. Prinsip anggaran berbasis kinerja (Halim, 2017: 178)
adalah sebagai berikut:

1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran Anggaran harus menyajikan informasi yang


jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil dan juga manfaat yang dapat diperoleh
masyarakat dari suatu program/kegiatan yang dianggarkan. Masyarakat memiliki hak
dan juga akses yang sama, seperti pemerintah untuk mengetahui proses penganggaran
karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama terkait kebutuhan
hidup masyarakat. Masyarakat juga mempunyai hak untuk menuntut
pertanggungjawaban atas perencanaan maupun pelaksanaan anggaran tersebut.
2. Disiplin Anggaran Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur
secara masuk akal yang nantinya dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan,
sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap posanggaran merupakan batas
tertinggi pengeluaran belanja. Penggunaan dana pada setiap pos anggaran harus sesuai
dengan kegiatan yang direncanakan.
3. Keadilan Anggaran Pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan
anggarannya dengan adil, agar dapat dinikmati oleh seluruh komponen masyarakat
tanpa adanya diskriminasi didalam pemberian pelayanan.
4. Efektivitas dan Efisiensi Anggaran Penyusunan anggaran harus dilakukan dengan
azas efisiensi, tepat waktu dan tepat guna, serta dapat dipertanggungjawabkan. Dana
yang telah disediakan harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar
menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang optimal untuk kepentingan
stakeholders.
5. Disusun dengan Pendekatan Kinerja Penyusunan anggaran dengan pendekatankinerja
mengutamakan pada pencapaian hasil kerja dari perencanaan alokasi biaya yang telah
ditetapkan. Pencapaian hasil kerja tersebut harus sama atau lebih besar daripada biaya
yang telah ditetapkan sebelumnya.

C. Model Penyusunan Anggaran Kinerja Sektor Publik


Para penyusun anggaran atau timanggaran menyusun anggaran berdasarkan
teori, praktik,dan prediksiperubahan situasi ekonomi, sosial, dan politik (Utari, dkk,
2016: 188). Penyusunan anggaran berdasarkan teori ialah pembuatan anggaran
berdasarkan pengetahuan ekonomi perusahaan, di mana titik sentral perusahaan
adalah mencari laba. Oleh sebab itu, laba harus ditentukan dahulu, kemudian disusun
strategi dan program kerja untuk mencapai sasaran laba.
Penyusunan anggaran berdasarkan praktik ialah pembuatan anggaran
berdasarkan pengalaman praktik atau berdasarkan data historis. Data historis tersebut
diolah secara ilmiah, kemudian dijadikan bahan untuk menyusun anggaran.
Penyusunan anggaran berdasarkan prediksi perubahan situasi ekonomi, sosial, dan
politik ialah pembuatan anggaran berdasarkan ramalan para ahli ekonomi, sosial, dan
ahli politik. Para penyusun anggaran harus menyadari bahwa kondisi perusahaan
ditentukan oleh kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Jika terjadi perubahan politik,
maka akan terjadi perubahan aktivitas ekonomi, yang selanjutnya akan menentukan
aktivitas perusahaan. Bagi perusahaan yang berskala internasional, perubahan kondisi
politik global menjadi acuan pokok dalam penyusunan anggaran.

D. Pengertian Pengukuran Kinerja


Kinerja merupakan sebuah istilah yang mempunyai banyak arti. Kinerja bisa
berfokus pada input, misalnya uang, staf/karyawan, wewenang yang legal, dukungan
politis atau birokrasi (Ulum, 2012: 19). Kinerja bisa juga berfokus pada aktivitas atau
proses yang mengubah input menjadi output dan kemudian menjadi outcome,
misalnya: kesesuaian program atau aktivitas dengan hukum, peraturan dan pedoman
yang berlaku, atau standar proses yang telah diterapkan (Ningsih, 2002 dalam Ulum,
2012: 19).
Kinerja sering kali difokuskan pada kualitas jasa dan outcome sebagai hasil
yang dicapai oleh individu, organisasi atau populasi di luar organisasi yang menjadi
sasaran program atau kegiatan (Nyhan dan Marlowe, 1995 dalam Ulum, 2012: 19).
Kinerja sering kali juga berfokus pada intermediate outcome seperti kepuasan klien
atau perubahan individu atau organisasi dalam jangka pendek. Jadi, kinerja sektor
publik bukan hanya bagaimana kemampuan uang publik dibelanjakan, tetapi juga
dilihat dari segi ekonomis, efisiensi, efektivitas dan juga dari segi outcome.
Tahap setelah operasionalisasi anggaran adalah pengukuran kinerja untuk
menilai prestasi manajer dan unit organisasi yang dipimpinnya. Pengukuran kinerja
sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam
menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar
kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, tetapi juga meliputi
kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara
ekonomis, efisien dan efektif.
Berdasarkan hal tersebut, dalam melakukan pengukuran kinerja perlu
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintah daerah, salah
satu faktor tersebut adalah karakteristik pemerintah daerah. Sedangkan akuntabilitas
dapat terwujud salah satunya dengan cara melakukan pelaporan kinerja melalui
laporan keuangan. Entitas yang mempunyai kewajiban membuat pelaporan kinerja
organisasi sektor publik dapat diidentifikasikan sebagai berikut: pemerintah pusat,
pemerintah daerah, unit kerja pemerintahan, dan unit pelaksanaan teknis. Ada
beberapa kriteria yang dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui kemampuan
pemerintah daerah dalam mengatur rumah tangganya (Syamsi, 1986 dalam Halim dan
Kusufi, 2012) yaitu:
1. Kemampuan Struktural Organisasinya
Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan
tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah unit-unit beserta
macamnya cukup mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan
tanggung jawab yang cukup jelas.
2. Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah
Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam mengatur dan
menguru rumah tangga daerahnya. Keahlian, moral, disiplin dan kejujuran saling
menunjangn tercapainya tujuan yang diinginkan oleh daerahnya.
3. Kemampuan Mendorong Partisipasi Masyarakat
Pemerintah daerah harus mampu mendorong agar masyarakat mau berperan serta
dalam kegiatan pembangunan
4. Kemampuan Keuangan Daerah
Pemerintah daerah harus mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan sebagai pelaksanaan pengaturan dan pengurusan
rumah tangganya sendiri. Untuk itu kemampuan keuangan daerah harus mampu
mendukung terhadap pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan.

Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian


pelaksanaan pencapaian kegiatan dalam arah pencapaian visi dan misi organisasi
melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses (Stout,
1993 dalam Ulum, 2012: 20). Pengukuran kinerja suatu organisasi merupakan
komponen penting yang memberikan motivasi dan arah serta umpan balik terhadap
keefektifan perencanaan dan pelaksanaan proses perubahan dalam suatu organisasi.
Pengukuran kinerja juga membantu dalam formulasi dan revisi strategi organisasi
(Chang and Chow, 1999 dalam Ulum, 2012: 20). Sistem pengukuran kinerja sector
public adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai
pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem
pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena
pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu manajer publik menilai capaian suatu strategi melalui tolak ukur kinerja
yang ditetapkan menurut (Halim dan Kusufi, 2016: 124). Tolak ukur kinerja tersebut
dapat pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan. Pengukuran kinerja ini sangat
penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan
pelayanan publik yang lebih baik.

E. Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja


Menurut Ulum (2012: 21), tujuan sistem pengukuran kinerja adalah:
1. Untuk mengomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up).
2. Untuk mengukur kinerja finansial dan nonfinansial secara berimbang sehingga
dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.
3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan
bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif yang rasional.

F. Manfaat Pengukuran Kinerja


Menurut Ulum (2012: 21), manfaat pengukuran kinerja antara lain, sebagai berikut :
1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen.
2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.
3. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya
dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki
kinerja.
4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward and
punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan
system pengukuran kinerja yang telah disepakati.
5. Sebagai alat komunukasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka
memperbaiki kinerja organisasi.
6. Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif

G. Informasi yang Digunakan Untuk Pengukuran Kinerja


Menurut Ulum (2012: 22-23) dalam melakukan pengukuran kinerja, informasi yang
digunakan dikelompokkan ke dalam dua kategori , yaitu sebagai berikut:
1. Kelompol Finansial
Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang
telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisih
atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan. Analisis varians
secara garis besar berfokus pada:
 Varians pendapatan (revenue variance);
 Varians pengeluaran (expenditure variance)

Setelah dilakukan analisis varians, maka dilakukan identifikasi sumber


penyebab terjadinya varians dengan menelusuri varians tersebut hingga level
manajemen paling bawah. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui unit spesifik
mana yang bertanggung jawab terhadap terjadinnya varians sampai tingkat
manajemen paling bawah.

2. Informasi Nonfinansial
Informasi nonfinansial dapat dijadikan sebagai tolak ukur lainnya. Informasi
nonfinansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian
manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif yang banyak
dikembangkan oleh berbagai organisasi dewasa ini adalah Balanced Scorecard.
Dengan Balanced Scorecard kinerja organisasi diukur tidak hanya berdasarkam
aspek finansial saja, tetapi juga aspek nonfinansial. Pengukuran dengan metode
Balanced Scorecard melibatkan empat aspek, yaitu:
 Perspektif finansial (financial perspective),
 Perspektif kepuasan pelanggan (customer perspective)
 Perspektif efisiensi proses internal (internal process efficiency), dan
 Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth
perspective).
Variabel kunci adalah variabel yang mengindikasikan faktorfaktor yang
menjadi sebab kesuksesan organisasi. Suatu variabel kunci memiliki beberapa
karakteristik, antara lain:
 Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi;
 Sangat volatile dan dapat berubah dengan cepat;
 Perubahannya tidak dapat diprediksi;
 Jika terjadi perubahan harus diambil tindakan segera;
 Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui
ukuran antara (surrogate).

Anda mungkin juga menyukai