Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
dr. Ditta Farda Lestari
Pembimbing:
dr. Retno Budihartani , Sp.A
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
2
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 15 Mei 2013
Usia : 7 tahun 8 bulan
Agama : Islam
Alamat : Kp Taman Mekar
Tanggal Masuk RS : 23 Desember 2020 pukul 12.57 di Poli Anak
Tanggal Diperiksa : 24 Desember di Ruang Rawat Inap Anak
III. Anamnesis
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak laki-laki usia 7 tahun 8 bulan dibawa oleh ibunya ke Poli Anak
RSUD Cicalengka dengan keluhan demam sejak 10 hari SMRS, pasien mengeluh
demam tinggi. Demam dirasakan tiba-tiba tinggi pada malam hari. Pada 7 hari awal,
demam dirasakan naik turun. Demam paling tinggi terjadi pada malam hari, dan
mulai turun pada pagi harinya tetapi badan pasien masih terasa hangat. Pada 3 hari
selanjutnya, demam dirasakan tinggi terus menerus dan menetap tanpa adanya
penurunan suhu, disertai menggigil pada malam hari dan berkeringat hingga
membasahi bajunya.
Keluhan demam ini disertai dengan nyeri pada ulu hati, BAB cair , batuk
berdahak, mual, penurunan nafsu makan, lemah dan lesu, ibu pasien juga mengatakan
melihat anaknya sedikit sesak. BAB ciar dirasakan 3 hari SMRS dengan banyaknya
3
BAB 3 kali per-hari, ibu pasien menyangkal adanya darah maupun lendir pada BAB
nya, namun pada 7 hari terakhir pasien mengalami susah buang air besar.
Ibu pasien menyangkal anaknya mengalami keluhan batuk lama yang tak kunjung
sembuh, kontak dengan penderita tuberkulosis, berat badan yang cenderung tidak
naik atau bahkan turun, serta adanya benjolan di leher dengan jumlah yang banyak.
Keluhan sering buang air kecil, tidak bisa menahan kencing, nyeri pada saat
berkemih, dan rasa tidak nyaman di daerah perut bawah juga disangkal oleh pasien.
Pasien juga menyangkal adanya nyeri atau bengkak pada daerah jari-jari tangan serta
ruam kemerahan di daerah pipi. Pasien juga menyangkal adanya keluhan nyeri perut
hebat dan terasa tegang seperti papan pada saat ditekan, kulit menjadi kuning, atau
pun penurunan kesadaran dan kejang selama sakit.
Pasien tinggal bersama keluarga nya dan tidak ada yang memliki keluhan
yang sama. Riwayat penyakit seperti asma dikeluarga disangkal
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan dari ibu G1P1A0 aterm dengan berat badan lahir 3100
gram.
Riwayat Kehamilan
4
Saat masa kehamilan ibu pasien tidak merokok maupun mengkonsumsi obat
obatan tertentu. Selama 9 bulan kehamilan ibu pasien melakukan ANC di bidan
dengan frekuensi 1 kali perbulan.
Riwayat Persalian
Ibu pasien melahirkan dibantu seorang bidan pada tanggal 15 Mei 2013,
usia kehamilan aterm 37 minggu dengan berat badan 3100 gram panjang badan 46
cm dan langsung menangis. Pasien telah mendapatkan vitamin K dari bidan.
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI eksklusif 24 bulan dan mulai mendapatkan susu
formula sejak usia 3 tahun hingga sekarang walaupun tidak rutin. Sehari hari
pasien makan 3 kali sehari dengan komposisi makanan nasi, lauk, dan sayur
kadang kadang buah buahan. Pasien gemar mengkonsumsi makanan ringa. Pasien
tidak memiliki riwayat alergi.
Riwayat Imunisasi
Pasien mendapatkan imunisasi dasar lengkap, yaitu :
BCG
DTP I/II/III
Hepatitis B I/II/III
Polio 0/I/II/III
Campak
5
Riwayat Sosial
Saat ini pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakeknya. Pasien
merupakan anak pertama. Ayah pasien merupakan pegawai swasta.
Ibu pasien merupakan ibu rumah tangga yang sehari harinya hanya
mengerjakan pekerjaan rumah tangga, pendidikan terakhir ibu pasien SMA. Menurut
ibu pasien, pasien bisa bergaul dan bermain dengan teman seusia pasien dengan
baik.
KU : baik
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 100 x/mnt
RR : 22x/menit
Tax : 37,7 oC
BB : 25 Kg
TB : 115 cm
Status Gizi : Baik
Status Generalis
Kepala : Normal
Mata : Anemis -/-, ikterus -/- , pupil isokor (3mm/3mm)
THT : Telinga : sekret -/-
Hidung : sekret -/-, napas cuping hidung (-), cyanosis (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), T1/ T1
Leher : Pembesaran kelenjar (-), retraksi suprasternal (-)
Thoraks : Jantung
6
Paru-paru
Inspeksi : simetris, gerakan dada simetris, retraksi itercostal (-/-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Aksila : pembesaran kelenjar (-)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), retraksi epigastrium(-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar-lien tidak teraba, nyeri tekan (+)
Perkusi : timpani
Kulit : turgor normal
Genitalia : tidak ada kelainan
Inguinal : pembesaran kelenjar (-)
Ekstremitas : akral hangat (+), cyanosis (-), edema (-), CRT < 2 detik
Status Neurologis
Kaku kuduk : (-)
Kekuatan : 555 / 555
555 / 555
Tonus :N/N
N/N
7
V. Resume
Pasien anak laki-laki usia 7 tahun 8 bulan dibawa oleh ibunya ke Poli Anak
RSUD Cicalengka dengan keluhan demam sejak 10 hari SMRS, pasien mengeluh
demam tinggi. Demam dirasakan tiba-tiba tinggi pada malam hari. Pada 7 hari awal,
demam dirasakan naik turun. Keluhan demam ini disertai dengan nyeri pada ulu hati,
BAB cair, batuk kering, mual, penurunan nafsu makan, lemah dan lesu. Awalnya
BAB cair dirasakan 3 hari SMRS, namun pada 7 hari terakhir pasien mengalami
susah buang air besar. Keadaan umum pasien didapatan hasil sebagai berikut:
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 30 x/menit
Suhu : 37,7 ºC
Pada pemeriksaan fisik generalis tidak ditemukan adanya kelainan, namun
pada tanda vital didapatkan peningkatan suhu
VI. Diagnosis Sementara
OF hari ke 10 ec demam tifoid
Susp. BP
VII.Usul Pemeriksaan
- Darah rutin dan hitung jenis
- Widal
- Rontgen thorax PA
8
Hematokrit : 37 % Eosinofil : 1
Leukosit : 12.600 uL N. Batang : 0
Trombosit : 255.000 uL N. Segmen : 57
Widal Limfosit : 38
S. Typhi O : 1/320 Monosit : 4
S. Typhi H : 1/320
b. Pemeriksaan Radiologi
Gambar 2.1. Foto Thorax PA (23/12/2020)
Inspirasi cukup
Trakea terletak di midline
Tulang tampak simetris, garis fraktur(-), lesi pada tulang(-), benda asing(-)
Tidak tampak adanya subcutaneous air.
CTR <50%
Subdiafraghm free gas(-) 9
Sudut kostofrenikus tajam
c. Diagnosis Kerja
Demam Tifoid
d. Penatalaksanaan
Farmakologis
Kaen IB 1500ml/24 jam
Cefotaxime 800 mg/8jam iv
Clanexy 800mg/8 jam iv
Ambroxol 3 x ½ cth
Parasetamol 4 x 10ml
Non Farmakologis
Observasi keadaan umum, dan tanda tanda vital
Edukasi keluarga
Tirah baring
TANGGAL 24-12-2020 26-12-2020
JAM 12.00 12.00
RUANGAN Sinom Sinom
KEADAAN UMUM Compos Mentis Compos Mentis
TTV
TD (mmHg) 110/70mmHg 110/80mmHg
HR (x/menit) 100 86
RR (xmenit) 21 20
S (ºC) 38.2 36.7
KELUHAN Batuk berdahak, pilek (+) demam Batuk berdahak, pilek (-) demam (-)
(+) BAB(+)
BAB(+)
PF KU sakit sedang, CM KU sakit sedang, CM
PCH(-) PCH(-)
CA(-/-), SI (-/-) CA(-/-), SI (-/-)
Ret SS(-) Ret SS(-)
Ret ICS(-), VBS ka=ki, wh(-/-), Ret ICS(-), VBS ka=ki, wh(-/-), rh(-/-)
rh(-/-) S1-S1 murni regular
S1-S1 murni regular Ret epi(-), BU(+) N
BU(+) N Akral hangat, CRT < 2”
Akral hangat, CRT < 2”
LAB Urine : bakteri (-)
10
Hb (gr%)
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
I. Pendahuluan
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang ditandai antara lain dengan
demam dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh penyebaran Salmonella serotype
Sumber infeksi S. typhi umumnya manusia, baik orang sakit maupun orang
sehat yang dapat menjadi pembawa kuman. Infeksi umumnya disebarkan melalui
jalur fekal-oral dan berhubungan dengan higienis dan sanitasi yang buruk yaitu
melalui makanan yang terkontaminasi kuman yang berasal dari tinja, kemih atau pus
yang positif. Kontaminasi pada susu sangat berbahaya karena bakteri dapat
berkembang biak dalam media ini. Penyebaran umumnya terjadi melalui air atau
kontak langsung.
Oleh karena penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella
yang beradaptasi pada manusia maka sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada
karier manusia. Penyebab yang terdekat kemungkinan adalah air (jalur yang paling
12
sering) atau makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia. Carrier adalah orang
yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi
dalam feses dan urine selama > 1 tahun. Karier menahun umumnya berusia lebih
dari 50 tahun, lebih sering pada perempuan, dan sering menderita batu empedu. S.
typhi sering berdiam di batu empedu, bahkan di bagian dalam batu, dan secara
II. Etiologi
berbentuk batang, gram (-), anaerob fakultatif, tidak berkapsul dan hampir selalu
motil dengan menggunakan flagela peritrikosa, yang menimbulkan dua atau lebih
somatik yang terlibat dalam serogrouping (S. typhi termasuk serogrouping D) dan
antigen yang satu lagi adalah antigen Vi (virulen) capsular yang berhubungan dengan
resistensi terhadap lisis yang dimediasi oleh komplemen dan resistensi terhadap
aktivasi komplemen oleh jalur yang lain. / melindungi O antigen terhadap fagositosis.
13
Lingkungan yang tidak bersih
Kebiasaan yang tidak bersih ( tidak mencuci tangan setelah buang air atau
sebelum makan, dan makan sembarangan)
Kontak dekat dengan orang yang sakit demam tifoid
IV. Patogenesis
Setelah tertelan inokulum yang sesuai, S. typhi melintasi sawar lambung
mencapai usus halus. Infeksi manusia secara eksperimental dengan strain Quailes
tetapi 10 bakteri dapat menyebabkan gejala pada 27 persen relawan. Dosis yang lebih
5
tinggi dapat menyebabkan penyakit yang lebih sering, terutama jika kuman
mononuklear, lalu bertahan hidup dan memperbanyak diri dalam sel sehingga
menimbulkan penyakit.
Masa inkubasi bervariasi dan tergantung pada ukuran inokulum dan keadaan
pertahanan pejamu. Variasi masa inkubasi antara 3 sampai 60 hari telah dilaporkan.
keadaan hidup. Daya tahan dalam sel tergantung pada faktor mikroba yang
menunjang resistensi terhadap pembinasaan dan pada imunitas yang diaktifkan oleh
antara perbanyakan diri bakteri dan pertahanan ekstraselular dan intraseluar penjamu
14
yang didapat. Jika jumlah bakteri intraselular melampaui ambang batas kritis,
bakteremia sekunder dapat terjadi dan menimbulkan invasi pada kelenjar empedu dan
Plaque Peyeri pada usus halus. Bakteremia yang menetap menjadi penyebab demam
yang menetap pada tifoid klinis, sementara reaksi radang terhadap invasi jaringan
Dengan invasi kelenjar empedu dan Plaque Peyeri, kuman kembali masuk ke dalam
lumen usus, dan dapat ditemukan pada biakan feses pada awal minggu kedua
penyakit klinis.
Pertumbuhan dalam ginjal menyebabkan biakan urin positif, tetapi dalam jumlah
yang jauh lebih kecil daripada biakan darah yang positif. Endotoksin liposakarida
pada S. typhi dapat menyebabkan demam, leukopenia dan gejala sistemik lain, tetapi
kejadian gejala ini pada individu yang dibuat toleran terhadap endotoksin menunjang
peranan untuk faktor lain, seperti sitokin yang dilepaskan dari fagosit mononuklear
Melalui mulut makanan dan air yang tercemar Salmonella typhi (10 -10 ) 6 9
lambung dan sebagian lagi kuman masuk ke dalam usus halus 🡪 Di usus halus,
15
aliran limfe dan mencapai kelenjar mesenterial yang mengalami hipertrofi 🡪
melalui ductus thoracicus, sebagian kuman masuk ke dalam aliran darah yang
menimbulkan bakteriemi I dan melalui sirkulasi portal dari usus halus, dan
Melalui sirkulasi portal dan usus halus, sebagian lagi masuk ke dalam hati 🡪
terminalis, hati, lien, bagian lain sistem RES-> kemudian masuk kembali ke aliran
Penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid adalah
lokal pada jaringan tempat Salmonella typhi berkembang biak dan endotoksin
Salmonella typhi merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit
V. Patofisiologi
yang menunjukkan diri terutama pada jaringan limfoid usus, limpa, hati, dan sumsum
16
tulang. Di usus, jaringan limfoid terletak di antemesenterial pada dindingnya, dan
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminal / distal, tetapi terkadang
bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dapat terinfeksi (Minggu I). Pada
permulaaan Plaque Payeri penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak
seperti infiltrat atau hiperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi
terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon sesuai
dengan ukuran Plaque Payeri yang ada disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi
kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak
yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh biasanya ulkus membaik tanpa
mesenterial penuh fagosit sehingga kelenjar membesar dan melunak. Limpa biasanya
juga membesar dan melunak. Hati menunjukkan proliferasi sel polimorfonuklear dan
mengalami nekrosis fokal. Jaringan sistem lain hampir selalu terlibat. Kandung
empedu selalu terinfeksi dan bakteri hidup dalam empedu. Sesudah sembuh, empedu
penderita dapat tetap mengandung bakteri dan Penderita menjadi pembawa kuman.
Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang mengandung koloni bakteri. Itu
sebabnya pada minggu pertama ditemukan kumannya dalam air kemih. Bila sembuh,
penderita menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya. Parotitis dan
17
orkitis kadang ditemukan, sedangkan bronkititis hampir selalu ada dan kadang terjadi
pneumonia. Selain disebabkan oleh basil tifus, pneumonia pada tifus abdominalis
miokarditis. Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat (bradikardia relatif)
v. safena dan sinus di otak. Otot lurik dapat mengalami degenerasi Zenker berupa
Otot yang sering terserang adalah otot diafragma, m.rektus abdomis dan otot
Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu dapat
berlangsung sampai bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah tibia, sternum,
iga dan ruas tulang belakang. Pada demam tifoid sering didapat gambaran piogenik
disertai adanya basil tifus yang dapat hidup di darah. Infeksi di sumsum tulang
18
Demam yang tinggi.
terdapat pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Rose spot tersebut
agak meninggi dan dapat menghilang jika ditekan. Kelainan yang berjumlah
kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama dua sampai empat hari pada
minggu pertama. Bintik merah muda juga dapat berubah menjadi perdarahan kecil
yang tidak mudah menghilang yang sulit dilihat pada pasien berkulit gelap (jarang
Bradikardia relatif.
Hepatosplenomegali.
Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan tekanan sistolik yang
menurun, kesadaran menurun, suhu badan naik, nyeri perut dan defens muskuler
mungkin terjadi syok hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau darah
segar.
Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi,
bising usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi timpani.
Selain itu, pada colok dubur terasa sfingter yang lemah dan ampulanya kosong.
19
Penderita biasanya mengeluh nyeri perut, muntah dan kurva suhu-denyut nadi
VII. Laboratorium
polimorfonuklear. Pada sebagian besar pasien, jumlah sel darah putih normal,
walaupun jumlah tersebut rendah jika dikaitkan dengan tingkat demam. Leukopenia
(<2000 sel per mikroliter) dapat terjadi tetapi jarang sekali. Pada kejadian perforasi
usus atau penyulit piogenik, leukositosis sekunder dapat terjadi. Albuminuria terjadi
pada fase demam. Uji benzidin pada tinja biasanya positif pada minggu ketiga dan
keempat.
Kultur Salmonella typhi dari darah pada minggu pertama positif pada 90%
penderita, sedangkan pada akhir minggu ketiga positif pada 50% penderita.
kuman lebih banyak pada orang dewasa daripada anak dan pria lebih banyak daripada
wanita.
20
Pada akhir minggu kedua dan ketiga pembiakan darah menjadi positif untuk
basil usus. Ini menunjukkan adanya ulserasi di ileum. Jika terjadi perforasi yang
diikuti peritonitis terdapat toksemia basil aerob (E. coli) dan basil anaerob (B.
fragilis). Titer aglutinin O dan H (reaksi Widal) biasanya sejajar dengan grafik
demam dan memuncak pada minggu ketiga. Interpretasinya kadang sulit karena ada
imunitas silang dengan kuman salmonela lain atau karena titer yang tetap meninggi
setelah diimunisasi. Antibodi H dapat ditemukan bahkan pada titer yang lebih tinggi,
tetapi karena reaksi silangnya yang luas maka sulit untuk ditafsirkan. Peninggian
antibodi empat kali lipat pada sediaan berpasangan adalah kriteria yang baik tetapi
sedikit kegunaannya pada pasien yang sakit akut dan dapat menjadi tidak bermanfaat
akibat pengobatan antimikroba yang dini. Semakin dini sediaan awal diambil, maka
meningkat kemudian, setelah 3 sampai 4 minggu sakit, dan kurang berguna pada
1. Leukosit.
normal. Pada demam tifoid tidak ditemukan adanya leukopenia, tetapi kadang-
21
SGOT dan SGPT dapat meningkat, tetapi dapat kembali normal setelah
3. Biakan darah.
Biakan darah (+) dapat memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah (−)
tidak menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah
4.Uji Widal.
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antibodi (aglutinin) dan antigen
yang bertujuan untuk menentukan adanya antibodi, yaitu aglutinin dalam serum
Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah
Antibodi (aglutinin) yang spesifik terhadap Salmonella akan positif dalam serum
pada :
22
c. Orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid.
Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, maka di dalam tubuh pasien membuat
a. Aglutinin O.
b. Aglutinin H.
c. Aglutinin Vi.
Dari ketiga aglutinin di atas, hanya aglutinin O dan aglutinin H yang ditentukan
Widal, yaitu :
4. Penyakit-penyakit tertentu.
23
5. Obat-obat imunosupresif atau kortikosteroid.
8. Reaksi anamnestik.
a. Aglutinasi silang.
demam tifoid.
ii. Tidak ada konsensus mengenai tingginya titer uji Widal yang mempunyai
iii. Uji Widal positif atau negatif dengan titer rendah tidak menyingkirkan
iv. Uji Widal positif dapat disebabkan oleh septikemia karena Salmonella lain.
pasien, karena pada seseorang yang telah sembuh dari demam tifoid, aglutinin
24
vi. Uji Widal tidak dapat menentukan spesies Salmonella sebagai penyebab
O dan H yang sama, sehingga dapat menimbulkan reaksi aglutinasi yang sama
pula.
VIII. Diagnosis
serta pemeriksaan laboratorium serologi. Bila didapati titer O yang tinggi tanpa
imunisasi
sebelumnya, maka diagnosis demam tifoid dapat dianggap positif. Diagnosis dapat
dipastikan bila biakan dari darah, tinja, urin, sumsum tulang, sputum atau eksudat
purulen positif.
Demam tinggi dengan atau tanpa bronkitis, disertai keluhan sakit kepala dan
25
IX. Komplikasi
hemolitik
X. Terapi Obat
Reaksinya nyata dalam 24 sampai 48 jam setelah dimulainya pengobatan dalam dosis
yang sesuai (3 sampai 4 g/hari pada orang dewasa atau 50 sampai 75 mg/kgBB per hari
26
pada anak yang lebih muda). Obat diberikan per os selama 2 minggu, dan dosis dapat
dikurangi sampai 2 g/hari atau 30 mg/hari jika pasien menjadi tidak demam, yang
Amoksisilin (4 sampai 6 g/hari dalam empat dosis terbagi pada orang dewasa atau
harian terbagi pada orang dewasa atau 185 mg/m2 luas permukaan tubuh per hari
tidak mampu menelan obat per os. Antimikroba parenteral efektif lainnya adalah
demikian, tidak ada satupun yang aksinya begitu cepat atau begitu efektifnya
dibandingkan dengan seftriakson, yang dapat menandingi atau lebih baik daripada
kloramfenikol dalam hal kecepatan penurunan panas. Sejak itu, rekomendasi awal
pemberian 7 hari tidak diturunkan menjadi 3 hari, 3-4 g sekali sehari pada orang
dewasa atau 80 mg/kgBB sekali sehari, selama 5 hari pada anak, tanpa kehilangan
daya gunanya (efikasi). Lagi pula, dibandingkan dengan angka kekambuhan yang
berhubungan dengan obat lainnya, angka kekambuhan tampak lebih rendah pada
27
orang dewasa atau anak-anak yang sedikit diberi seftriakson; namun, jumlah pasien
Prevalensi S.typhi yang resisten terhadap obat oral garis pertahanan pertama
telah meningkat pada negara sedang berkembang, kadang secara menyolok, karena
Di daerah dengan resistensi banyak obat ini merupakan masalah, seftiakson atau
berusia lebih dari 17 tahun, dengan seftriakson sebagai pilihan terbaik untuk anak-
toksik, dengan dosis dan cara pemberian : oral atau perenteral dalam dosis yang
28
IV. PEMBAHASAN
Pasien anak laki-laki usia 7 tahun 8 bulan dibawa oleh ibunya ke Poli Anak
RSUD Cicalengka dengan keluhan demam sejak 10 hari SMRS, pasien mengeluh
demam tinggi. Demam dirasakan tiba-tiba tinggi pada malam hari. Pada 7 hari awal,
demam dirasakan naik turun. Keluhan demam ini disertai dengan nyeri pada ulu hati,
BAB cair, batuk berdahak, sesak, mual, penurunan nafsu makan, lemah dan lesu.
Awalnya BAB cair dirasakan 3 hari SMRS, namun pada 7 hari terakhir pasien
mengalami susah buang air besar. Keadaan umum pasien didapatan hasil sebagai
berikut:
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
29
Nadi : 100 x/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 30 x/menit
Suhu : 37,7 ºC
Pasien disarankan untuk dilakukan rawat inap dan mendapatkan advis dari
dr. Retno, Sp.A:
30
Pasien juga diberikan tatalaksana non-farmakologis yaitu berupa observasi
keadaan umum, dan tanda tanda vital, edukasi keluarga, tirah baring, dan diet lunak
dan rendah serat.
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang ditandai antara lain dengan
demam dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh penyebaran Salmonella serotype
Typhi, Salmonella serotype Paratyphi A, Salmonella serotype Paratyphi B
(Schootmuelleri), Salmonella serotype Paratyphi C (Hirschfeldii). Sinonim dari
demam tifoid adalah enteric fever, typhus abdominalis.
31
Sumber infeksi S. typhi umumnya manusia, baik orang sakit maupun orang
sehat yang dapat menjadi pembawa kuman. Infeksi umumnya disebarkan melalui
jalur fekal-oral dan berhubungan dengan higienis dan sanitasi yang buruk yaitu
melalui makanan yang terkontaminasi kuman yang berasal dari tinja, kemih atau pus
yang positif. Kontaminasi pada susu sangat berbahaya karena bakteri dapat
berkembang biak dalam media ini. Penyebaran umumnya terjadi melalui air atau
kontak langsung.
dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi. Setelah kuman Salmonella typhi
tertelan, kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam
tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Jika respon imunitas humoral usus
kurang baik, kuman akan menembus sel-sel epitel usus dan lamina propina. Di
Lamina propina kuman berkembang biak dan di fagosit oleh sel-sel fagosit tertutama
makrofag. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan
gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode
inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri dalam pembuluh darah ini akan
retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat
32
menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala dan nyeri abdomen.
Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati dengan
antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang,
kandung empedu dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi pada
Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang mengakibatkan nekrosis
dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi.
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem
cukup baik dan sesuai prosedur. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbaikan kondisi
DAFTAR PUSTAKA
1. http://eprints.undip.ac.id/43747/4/CAROLINA_INNESA_G2A009119_BAB
2KTI.pdf
33
4. Harrison’s, Principles of Internal Medicine. Edisi ke-16. United States of
America: McGraw-Hill Companies; 2005
34