Anda di halaman 1dari 17

Kepada Yth.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak

DEMAM BERDARAH DENGUE

Penyaji : Hubert Halim

Pembimbing : Dr. dr. Rina Amalia Caromina Saragih, M.Ked(Ped), Sp.A (K)

Pendahuluan

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue. Demam berdarah dengue menyebabkan perembesan plasma yang ditandai dengan
peningkatan hematokrit atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Demam berdarah dengue
disebabkan oleh nyamuk aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue saat menggigit manusia
yang sedang sakit demam berdarah dengue. Virus dengue dapat pula ditularkan dari nyamuk
ketelur-telurnya. Virus dengue termasuk dalam keluarga Flaviviriade dari genus Flavivirus
didalam darahnya. Flavivirus memiliki diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106. 1
Menurut data World Health Organisation (WHO), penyakit demam berdarah dengue
pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya
menyebar ke berbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah
DBD, namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara,
diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat
memiliki angka tertinggi terjadinya kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara
dan Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di
2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana
37.687 kasus merupakan DBD berat. Perkembangan kasus DBD di tingkat global semakin
meningkat, seperti dilaporkan WHO yakni dari 980 kasus di hampir 100 negara tahun 1954-
1959 menjadi 1.016.612 kasus di hampir 60 negara tahun 2000-2009.2
Data Departemen kesehatan (Depkes) Republik Indonesia tahun 2013, Hingga
pertengahan tahun ini, kasus demam berdarah terjadi di 31 provinsi dengan penderita 48.905
orang, 376 di antaranya meninggal dunia. Jumlah penderita demam berdarah pada semester
pertama tahun ini menunjukkan kenaikan dibanding tahun lalu. Sepanjang 2012, Kemenkes
mencatat 90.245 penderita. tahun 2010 angka kematian mencapai 0,87 persen, pada tahun
2011 meningkat menjadi 0,91 persen dan sempat menurun pada tahun 2012 menjadi 0,90
persen dengan total kasus tahun 2012 sebanyak 90245 penderita dan jumlah kematian 816
penderita. Tahun 2013 selama Januari-Juni DBD dilaporkan terjadi di 31 provinsi dnegan
jumlah kasus sebanyak 48.905 penderita, dan 376 diantaranya meninggal dunia. Provinsi
yang dilaporkan kejadian luar biasa (KLB) DBD tahun 2013 yaitu Lampung,Sulawesi
Selatan, Kalimantan Tengah, dan Papua. Jumlah penderita DBD di Jawa Tengah selama
periode Januari-November 2013 mencapai 16.401 orang. Dari jumlah tersebut 279 orang
diantaranya meninggal dunia dan angka kesakitan sebesar 4,95 per 10.000 penduduk, lebih
tinggi dibandingkan tahun 2006 yang hanya sebesar 3,37 per 10.000 penduduk.3

Berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Sumatera Utara, jumlah kasus DBD pada
tahun 2019 di Sumatera Utara sebesar 5.454 kasus. Angka kejadian baru atau Incidence
Rate (IR) sebesar 39,6 per 100.000 dan Case Fatality Rate (CFR) DBD sebesar 0,51%.
Lebih lanjut angka tersebut jika dibandingkan dengan target nasional masih di bawah
indikator nasional yaitu 49 per 100.000 penduduk dan CFR <1%. Meski begitu, masih
terdapat beberapa daerah di Sumatera Utara yang memiliki angka IR dan CFR di atas
indikator nasional. Di antaranya Medan, Pematang Siantar, Binjai, Tanjung Balai, Tebing
tinggi, Sibolga, Simalungun dan Samosir. Tingginya jumlah kasus dan endemis nya suatu
Kabupaten/Kota terhadap penyakit DBD dapat disebabkan oleh masalah perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan program Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (P2DBD)
yang kurang optimal terkait indikator masukan program.4

Referat ini bertujuan untuk memahami Infeksi Demam Berdarah Dengue


berdasarkan definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
tatalaksana serta pencegahannya.
Definisi
Demam dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala
nyeri kepala, nyeri sendi dan otot, ruam, leukopenia. Demam berdarah dengue ditandai
dengan empat manifestasi klinis utama: demam tinggi, perdarahan spontan, seringkali disertai
hepatomegali dan pada kasus yang berat dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi. Hal
tersebut dapat mengalami syok hipovolemik akibat kebocoran plasma (sindrom syok
dengue/dengue shock syndrome (DSS)) yang dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani
dengan baik.5

Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk.
Virus dengue ini termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dari salah satu serotipe menimbulkan antibodi terhadap
virus yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk untuk serotipe lain sangat
kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serotipe lain. Seorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3/4 serotipe yang berbeda selama
hidupnya. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang
menunjukkan manifestasi klinik yang berat.6 Virus dengue termasuk arthropod borne virus,
yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes agypti. atau Aedes albopictus.
Masa inkubasi virus dengue dalam darah nyamuk 8-12 hari sebelum menularkan kepada
individu yang rentan. Sekali nyamuk terinfeksi, virus dengue akan menetap seumur hidup
nyamuk dan dapat menularkan kepada manusia yang digigitnya. Transmisi juga dapat terjadi
secara vertical dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya atau saat melahirkan.7

Epidemiologi
Subnit Arbovirus Direktorat jenderal (Ditjen) Pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular (P2m) Kementrian Kesehatan RI mempunyai target menurunkan incidence rate (IR)
< 49/100.000 penduduk. Akan tetapi, data tahun 2016 menunjukkan masih banyak provinsi
mempunyai IR > 49/100.000 penduduk. Sebelum tahun 2000, kejadian infeksi dengue di Asia
Ternggara terbanyak mengenal usia sekolah. Data tahun 2008-2013 dari enam rumah sakit
provinsi di Indonesia didapatkan 13.940 kasus infeksi dengue yang dirawat pada kelompok
usia <1, 1-4 , 5-14 tahun berturut-turut 10,2 %; 28,4%; dan 61,4 %. Sedangkan data nasional
tahun 2016 berturut-turut 2,6%; 12,2%; 39,9%; 36,1%; dan 9,13% untuk kelompok usia <1,
1-4 , 5-14, 15-44, >45 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa kejadian infeksi dengue di
Indonesia meningkat pada kelompok usia remaja dan dewasa muda, mencapai lebih dari 50%
kasus yang dilaporkan walaupun kematian masih lebih banyak terjadi pada kelompok usia
muda. Negara lain di Asia Tenggara melaporkan lonjakan kasus infeksi dengue setiap tahun
akhir-akhir ini. Misalnya, pada awal kuartel pertama tahun 2011 Filipina melaporkan
peningkatan kasus 5% dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 18.885 kasus dengan kematian
115 kasus, Sedangkan di Thailand didapatkan 52.008 kasus infeksi dengue tahun 2012
dengan kematian 50 kasus. Pada tahun 2014, Malaysia melaporkan tiga kali lipat kematian
disebabkan oleh infeksi dengue dibandingkan tahun sebelumnya. Amerika Latin merupakan
daerah hiperendemik dengue dengan adanya keempat serotype virus dengue yang
bersirkulasi. Dilaporkan telah terjadi KLB yang serius di Brazil pada tahun 2002 dan 2008
dengan 23.555 kasus infeksi dengue dan 30 kasus meningga. Epidemi menjalar ke Bolivia
pada tahun 2009, dengan 18 kematian dari 31.000 penduduk yang terinfeksi. Pada tahun
yang sama juga terjadi epidemik dengue di Argentina dengan 9673 kasus.7

Fase-fase demam dengue


1. Febrile phase
Pasien biasanya tiba-tiba mengalami demam tingkat tinggi. Fase demam akut ini
biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai kemerahan pada wajah, eritema kulit,
nyeri tubuh menyeluruh, mialgia, artralgia dan dizziness. Beberapa pasien mungkin
mengalami sakit tenggorokan dan faring. Anoreksia, mual, dan muntah sering terjadi.
2. Critical phase
Ketika suhu turun menjadi 37,5–38oC atau kurang dan tetap di bawah level ini,
biasanya pada hari ke 3–7 penyakit, peningkatan permeabilitas kapiler sejalan dengan
peningkatan kadar hematokrit dapat terjadi. Ini menandai awal dari fase kritis. Periode
kebocoran plasma secara klinis biasanya berlangsung selama 24-48 jam.
3. Recovery phase
Jika pasien berhasil melewati dari fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi cairan akan terjadi
secara bertahap terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. Biasanya pada fase ini keadaan
umum membaik, nafsu makan kembali, status hemodinamik stabil, dan terjadi diuresis.
Beberapa pasien mungkin mengalami ruam "isles of white in the sea of red". 5
Gambar 1. Perjalanan penyakit infeksi dengue.5
Patogenesis
Manifestasi klinis DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus yang
berkembang di dalam peredaran darah dan ditangkap oleh makrofag. Sebelum timbul gejala
akan terjadi viremia yang berlangsung selama 2 hari dan berakhir setelah lima hari timbul
gejala panas. Makrofag akan menjadi antigen presenting cell (APC) dan mengaktifasi sel T-
Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang bertugas untulk melisiskan makrofag yang sudah
memfagosit virus serta mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Proses tersebut akan
menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik
seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Virus yang masuk ke dalam
tubuh manusia akan berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti
dengan viremia yang berlangsung selama 5-7 hari. Infeksi tersebut akan menyebabkan
munculnya respon tubuh berupa humoral maupun selular, yaitu antibody netralisasi, antibodi
hemaglutinin dan antibodi komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah
immunoglobulin G (IgG) dan immunoglobulin M (IgM), pada infeksi primer antibodi
tersebut mulai terbentuk sedangkan pada infeksi sekunder antibodi yang telah ada akan
meningkat. Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan dalam darah sekitar demam hari
ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari.
Infeksi primer IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder
IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu, diagnosa dini infeksi primer hanya dapat
ditegakkan setelah mendeteksi IgM setelah hari ke-5, diagnosis dini infeksi sekunder dapat
ditegakan dengan peningkatan IgM dan IgG yang cepat.8
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih
kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan antibody
independent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan,
bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi
proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang
lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue
lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologous yang
terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue
serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk
kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan
memproduksi interleukin-1 (IL-1), IL- 6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan platelet
activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement) infeksi virus
dengue. TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya
cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang
mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.9 Teori infeksi sekunder dengan
serotipe lain dapat diterangkan dengan peran ADE. Antibodi yang terbentuk selama infeksi
sebelumnya terhadap protein struktural DENV, seperti protein E atau prM, tidak dapat
menetralkan patogen baru dan sebaliknya menyebabkan peningkatan pengikatan pada sel
reseptor-positif Fcγ yang memungkinkan replikasi virus yang diperkuat. Sebagai tanggapan,
sistem kekebalan melepaskan respons sitokin yang berlebihan, yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular dan koagulopati.10

Manifestasi Klinis
1. Demam dengue (DD)
Gejala klinis DD diawali demam tinggi yang timbul mendadak, bersifat kontinu,
kadang-kadang bifasik dan berlangsung antara 2-7 hari. Wajah tampak kemerahan
(facial flushing) disertai nyeri otot/sendi. Nafsu makan berkurang menghilang, sering
kali disertai nyeri epigastrium, muntah dan nyeri abdomen terutama di bawah arkus kosta
kanan. Kadang-kadang disertai nyeri tenggorokan , faring hiperemis dan konjungtiva
kemerahan. Perdarahan ringan dapat dijumpai seperti petekie, mimisan, atau perdarahan
pada gusi. Ruam makulopapular atau morbililform dapat ditemukan pada fase awal sakit,
namun berlangsung singkat sehingga sering luput dari pengamatan orang tua.
2. Demam berdarah dengue
Tanda karakteristik DBD jika semua terdapat gejala demam dengue disertai
manifestasi perdarahan (uji torniket positif atau perdarahan spontan), hepatomegaly dan
dijumpai peningkatan permeabilitas kapiler. DBD dibagi menjadi 4 stadium :
[1] Stadium I, terdapat demam tinggi terus-menerus selama 2-7 hari, nyeri otot,
nyeri di belakang mata, nyeri sendi, disertai uji tourniquet positif
[2] Stadium II, jika disertai perdarahan spontan (mimisan, perdarahan gusi,
menorrhagia pada perempuan)
[3] Stadium III, jika disertai kegagalan sirkulasi (syok)
[4] Stadium IV, jika terjadi syok berat (profound syok)

Tabel 1. Stadium demam berdarah dengue.5

3. Sindrom syok dengue (SSD)


Sindrom syok dengue diawali dengan gejala dan warning sign yaitu demam turun
tetapi keadaan anak memburuk, anak tampak letargi dan gelisah, nyeri perut dan nyeri
tekan abdomen, muntah yang menetap, perdarahan mukosa, pembesaran hati, akumulasi
cairan, oligouria dan meningkatan kadar hematocrit bersamaan dengan penurunan cepat
jumlah trombosit. Tanda-tanda SSD terkompensasi yaitu anak gelisah, takikardia,
takipnea, tekanan nadi (perbedaan antara sistolik dan diastolic)<20 mmHg, waktu
pengisian kapiler (CRT) >2 detik, kulit teraba dingin dan produksi urin menurun
<1ml/kgBB/jam. Sedangkan pada SSD dekompensasi dijumpai takikardia, hipotensi
(sistolik dan diastolic menurun), hiperapnea, sianosis , kulit lembab dan dingin.
Profound shock apabila nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.
4. Expanded dengue syndrome (EDS)
Expanded dengue syndrome terjadi akibat komplikasi infeksi dengue sesuai dengan
perjalanan penyakit yang mengakibatkan keterlibatan organ lain. Jadi diagnosis EDS
harus memenuhi kriteria infeksi dengue dengan atau tanpa syok, disertai komplikasi atau
dengan manifestasi klinis tidak lazim (unusual manifestation).7

Tabel 2. Manifestasi tidak lazim pada expanded dengue syndrome.5


Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis ini perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
darah lengkap.
1. Anamnesis
a) Hari pertama demam
b) Penilaian warning signs (lihat tabel 3)
c) Adanya diare
d) Adanya perubahan status mental/kejang/nyeri kepala
e) Riwayat apakah ada keluarga atau tetangga yang menderita DBD dan riwayat
perjalanan ke tempat yang endemik DBD.
Tabel 3. Warning signs.12

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien sebaiknya meliputi hal-hal sebagai berikut : penilaian status
mental, penilaian status hidrasi, penilaian status hemodinamik, penilaian adanya takipneu,
penilaian abdomen, hepatomegaly, ascites. Pemeriksaan ruam dan manifestasi perdarahan
lainnya, uji Torniquette
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah
 Hematokrit
Peningkatan nilai hematocrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi yang
merupakan indicator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih
dari 20 %.
 Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali saat pasien didiagnosa
sebagai pasien DBD. Pemeriksaan trombosit perlu dilakukan pengulangan sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut tetap normal atau menurun. Penurunan
jumlah trombosit <100.000/µl. Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-
8.
 Leukosit
Kasus DBD ditemukan jumlah bervariasi mulai dari leukositosis ringan sampai
leukopenia ringan.11

b) Uji serologi
 Tes IgG IgM Dengue
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue dan IgM positif
menandakan infeksi primer. Namun demikian dalam penilaiannya harus hati-hati
karena adanya negative palsu dan positif palsu untuk IgM maupun IgG terlebih di
daerah endemis DBD, karena kadar IgM terutama IgG masih tetap tinggi berbulan-
bulan setelah infeksi infeksi Dengue.
 NS1
Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah
pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen), yaitu suatu
glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan dan
replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari
pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi pada 1-2 hari
demam dan kemudian makin menurun setelahnya.

Gambar 2. Pemeriksaan serologi anti dengue. 5


Tatalaksana
Tatalaksana pasien rawat jalan demam dengue
1. Istirahat yang cukup
2. Anak dianjurkan untuk minum yang cukup, boleh air putih atau teh, namun lebih baik jika
diberikan cairan yang mengandung elektrolit seperti jus buah, oralit atau air tajin. Cukup
minum ditandai dengan frekuensi buang air kecil setiap 4-6 jam
3. Anak diberikan pengobatan simtomatik berupa antipiretik seperti paracetamol dengan
dosis 10-15 mg/kgBB/dosis yang dapat diulang setiap 4-6 jam bila demam. Hindari
pemberian aspirin, antiinflamasi non steroid seperti ibuprofen. Kompres dengan air
hangat
4. Anak diharuskan kembali kontrol setiap hari karena tanda dan gejala DBD pada fase awal
sangat menyerupai DD dan dinilai oleh petugas kesehatan sampai melewati fase kritis,
mengenai : pola demam, jumlah cairan yang masuk dan keluar (misalnya muntah, buang
air kecil), tanda-tanda perembesan plasma dan perdarahan serta pemeriksaan darah perifer
lengkap.
5. Anak harus segera dibawa ke rumah sakit tanpa harus menunggu keesokan harinya jika
ditemukan satu atau lebih keadaan berikut : pada saat suhu turun keadaan anak
memburuk, nyeri perut hebat, muntah terus-menerus, tangan dan kaki dingin dan lembab,
letargi atau gelisah/rewel, anak tampak lemas, perdarahan (misalanya buang air besar
berwarna hitam atau muntah hitam), sesak napas, tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam
ataupun kejang. 12

Tatalaksana pasien rawat inap demam berdarah dengue


Pada DBD terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma >20% oleh karena itu
jumlah cairan yang diberikan diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan (maintenance)
ditambahn dengan perkiraan defisit cairan 5%. Pada tabel 4 memperlihatkan kebutuhan
volume cairan yang harus diberikan dosis rumatan dan apabila disertai defisit cairan 5%.
Pada tabel 5 memperlihatkan kecepatan dari volume cairan yang akan diberikan. Contoh
untuk anak dengan berat badan ideal 20 kg, maka kebutuhan cairan adalah 2500 ml/24 jam
dengan kecepatan 5 ml/kgBB/jam. Apabila hematokrit meningkat jumlah cairan harus
dinaikkan dan bila menurun jumlah cairan dikurangi. Pemberian cairan dihentikan bila
keadaan umum stabil dan telah melewati fase kritis, pada umumnya perberian cairan
dihentikan setelah 24-48 jam keadaan umum anak stabil.
Pemantauan :
 Selama perawatan pantau keadaan umum pasien, nafsu makan, muntah, perdarahan dan
warning signs (lihat tabel 3)
 Perfusi perifer harus sering diulang untuk mendeteksi awal gejala syok
 Tanda-tanda vital seperti suhu, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah harus
dilakukan setiapa 2-4 jam sekali
 Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan sebelum resusitasi atau pemberian cairan
intravena, diupayakan dilakukan setiap 4-6 jam sekali.
 Volume urin perlu ditampung minimal 8-12 jam. Diupayakan jumlah urin >1
ml/kgBB/jam (berat badan diukur dari berat badan ideal).12

Tabel 4. Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan. 12

Tabel 5. Kecepatan pemberian cairan.12

Tatalaksana sindrom syok dengue terkompensasi


 Berikan terapi oksigen 2-4 L/menit
 Berikan resusitasi cairan dengan cairan kristaloid isotonik intravena dengan jumlah
cairan 10-20 ml/kgBB dalam waktu 1 jam. Periksa hematokrit.
 Bila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam
 Bila keadaan sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap menjadi 7; 5;
3; 1,5 ml/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam pasca resusitasi, cairan intravena
sudah tidak diperlukan. Pertimbangkan untuk mengurangi jumlah cairan yang diberikan
secara secara intravena bila masukan cairan melalui oral makin membaik.
 Bila syok tidak teratasi, periksa analisis gas darah, hematokrit, kalsium dan gula darah
untuk menilai kemungkinan adanya A-B-C-S (A=asidosis, B=bleeding/perdarahan,
C=calcium, S=sugar/gula darah). Apabila salah satu atau beberapa kelainan tersebut
ditemukan, segera lakukan koreksi
 Apabila hematokrit masih tetap tinggi atau meningkat, berikan bolus kedua. Sebaiknya
dipilih larutan koloid dengan jumlah cairan 10-20 ml/kgBB dalam waktu 10-20 menit,
apabila tidak ada dapat diberikan larutan isotonik.

Pemantauan

1. Tanda vital setiap 15-30 menit, selanjutnya setiap jam apabila syok sudah teratasi
2. Analisis gas darah, gula darah, kalsium pada saat masuk rumah sakit terutama pada
pasien syok dekompensasi atau yang mengalami syok yang berkepanjangan
3. Hematokrit harus diperiksan sebelum pemberian cairan resusitasi pertama dan kedua,
selanjutnya setiap 4-6 jam
4. Produksi urin harus ditampung dan diukur
5. Perhatian khusus harus diberikan untuk kemungkinan terjadian edema paru akibat
kelebihan cairan.12

Tatalaksana sindrom syok dengue dekompensasi


 Berikan oksigen 2-4 L/menit
 Lakukan pemasangan akses vena, apabila dua kali gagal atau lebih dari 3-5 menit,
berikan cairan melalui prosedur intraosseus
 Berikan cairan kristaloid dan/atau koloid 10-20 ml/kgBB secara bolus dalam waktu 10-
20 menit. Pada saat bersamaan usahakan dilakukan pemeriksaan hematokrit, analisis gas
darah, gula darah dan kalsium
 Apabila syok teratasi, berikan cairan kristaloid dengan dosis 10 ml/kgBB/jam selama 1-2
jam
 Bila keadaan sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap menjadi 7; 5;
3; 1,5 ml/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam pasca resusitasi, cairan intravena
sudah tidak diperlukan. Pertimbangkan untuk mengurangi jumlah cairan yang diberikan
secara secara intravena bila masukan cairan melalui oral makin membaik.
 Apabila syok belum teratasi periksa ulang hematokrit jika hematokrit tinggi berikan
kembali bolus kedua. Koreksi apabila asidosis, hipoglikemia atau hipokalsemia. Bila
hematokrit rendah atau normal dan ditemukan tanda perdarahan masif, berikan transfusi
darah segar (fresh whole flood) dengan dosis 10 ml/kgBB atau fresh packed red cell
dengan dosis 5 ml/kgBB. Jika hematokrit rendah atau turun namun tidak ditemukan
tanda perdarahan, berikan bolus kedua apabila tidak membaik pertimbangkan pemberian
transfusi darah.12

Kriteria pulang rawat

 Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik


 Nafsu makan membaik
 Perbaikan klinis yang jelas
 Jumlah urin cukup
 Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
 Tidak tampak distres pernapasan yang disebabkan efusi pleura atau asites

 Jumlah trombosit >50.000/mm3. Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien boleh
pulang dengan nasihat jangan melakukan aktivitas yang memudahkan untuk mengalami
trauma selama 1-2 minggu (sampai trombosit normal). Pada umumnya apabila ada
penyulit atau penyakit lain yang menyertai (misalnya idiopatik trombositopenia purpura-
ITP), trombosit akan kembali ke kadar normal dalam waktu 3-5 hari.12

Pencegahan
1. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan vektor dengan
cara memusnahkan pemkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor,
mengurangi kontak antara vector dengan manusia, serta memutuskan rantai penularan
penyakit. Kegiatan tersebut harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan
bersama bidang pendidikan, pertanian, kebersihan, perumahan dan pemukiman. (1)
Pengendalian secara fisik, merupakan pilihan utama melalui kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN-3M plus), yaitu menguras penampungan air, menutup tempat penampungan air
dan memanfaatkan kembali (daur ulang) barang bekas. (2) Pengendalian secara biologis,
menggunakan predator dan insektisida biologis sebagai insect growth regulator yang mampu
menghalangi pertumbuhan nyamuk menjadi dewasa. (3) Pengendalian secara kimiawi,
menggunakan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa, dan (4) Metode terpadu
(intergrated vector management) yaitu kegiatan pengendalian vector dengan memadukan
ketiga cara tersebut bersama-sama.
2. Kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB
Kewaspadaan dini adalah suatu surveilans dan pencegahan terhadap kemungkinan
peningkatan kasus dan atau peningkatan vektor. Meliputi penyelidikan epidemiologi dan
penanggulangan fokus, suatu kegiatan pencarian kasus infeksi dengue dan pemeriksaan jentik
nyamuk di tempat tinggal pasien dan sekitarnya dalam radius 100 meter. Jika KLB perlu
dilakukan penguatan dalam pengobatan dan perawatan pasien sesuai pedoman tata laksana,
pengasapan (fogging) dengan insektisida dua siklus dengan interval 1 minggu. PSN-3M plus,
larvasid dan penyuluhan di seluruh wilaayah yang terjangkit. Pembentukan posko baik di
rumah sakit maupun di Puskesmas untuk meningkatkan surveilans kasus dan vektor. 7
Kesimpulan
Demam dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disertai dengan gejala nyeri
kepala, nyeri sendi dan otot, ruam, leukopenia. Demam berdarah dengue disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk. Virus dengue ini termasuk kelompok B
Arthropod Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Demam berdarah dengue ditandai dengan empat manifestasi klinis utama: demam tinggi,
perdarahan spontan, seringkali disertai hepatomegali dan pada kasus yang berat dapat
menyebabkan kegagalan sirkulasi. Hal tersebut dapat mengalami syok hipovolemik akibat
kebocoran plasma. Tatalaksana demam berdarah dengue bersifat simtomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan baik oral maupun intravena untuk mencegah dehidrasi dan syok. Saat
ini pencegahan yang menjadi pilihan utama adalah melalui kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN-3M plus), yaitu, menguras penampungan air, menutup tempat penampungan
air dan memanfaatkan kembali (daur ulang) barang bekas.
Daftar Pustaka

1. Suhendro, dkk. 2014. “Demam Berdarah Dengue”. Jakarta: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III
2. World Health Organisation. Dengue and Severe Dengue [Internet]. 2014 [cited 1BC
Nov 5 2020]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/Fs117/En/
3. Huda A. Selayang Pandang Penyakit-Penyakit yang Ditularkan Oleh Nyamuk Di
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2013. [Internet]. 2013. Available from:
http://www.dinkesjateng.go.id/images/datainfo/200501031458-
%0ASelpandnyamuk.pdf.
4. Saragih ID, Fahlefi R, Pohan DJ, Hartati SR. Analisis Indikator Masukan Program
Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara. Contagion: Scientific Periodical Journal of Public Health and Coastal Health.
2019 Jun 23;1(01)
5. World Health Organisation. Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. Geneva; 2009.
6. Henilayati N. Perbedaan Profil Laboratorium Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) Anak dan Dewasa pada Fase Kritis. Semarang; 2015
7. Hadinegoro S R . Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta; 2018
8. Lorenza A, Arkhaesi N, Hardian. Perbandingan Platelet Large Cell Ratio(P-LCR)
pada Anak dengan Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue . Jurnal Kedoteran
Diponegoro. Semarang; 2018
9. Dewi BE, Takasaki T, Sudiro TM, Nelwan R, Kurane I. Elevated Levels of Solube
Tumour Necrosis Factor Receptor 1, Thrombomodulin and Solube Endothelial Cell
adhesion Molecules in Patients with Dengue Hemorrhagic Fever. Dengue Bulletin.
2007;Vol 31:103-10.
10. Hasan S, Jamdar S F, Alalowi M, Al Beaiji SM. Dengue virus : A global human
threat: Review of literature. Journal of International Society of Preventive &
Community Dentistry. 2016 Jan 6; 1 (1)
11. Candra R. Asuhan Keperawatan pada Sdr. F dengan Dengue Haemorrahgic Fever
(DHF) di Bangsal Multazam RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Indonesia; 2014.
12. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana
Infeksi Virus Dengue pada Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014. 43–
69 p.

Anda mungkin juga menyukai