Anda di halaman 1dari 17

JURUSAN PERBANKAN SYARI’AH KELAS C

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM


IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

OPERASIONAL BANK SYARIAH

Mita Anggraeni (1908203092)* Lutvianah afikoh (1908203093)**


Arif Maulana (1908203094)*** Ubay Khubaibiyah(1908203124)****

ABSTRAK

Lembaga keuangan atau perbankan syariah dalam meningkatkan sebuah pendapatan


menjadi salah satu tujuan dari perbankan atau lembaga keuangan itu sendiri. Tercapainya tujuan
tersebut ditentukan oleh efisiensi kinerja operasional bank, Operasional bank syariah merupakan
perpaduan antara aspek moral dan aspek bisnis yang bertujuan mendapatkan profit dari setiap
usahanya serta menghindari bunga, maka sistem yang digunakan adalah bagi hasil yang saling
menguntungkan untuk bank dan nasabah serta adanya rasa keadilan diantara keduanya ketika
dalam bisnisnya mengalami kerugian.
Prinsip utama operasional bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah hukum islam yang
bersumber dari Al-qur’an dan Al-Hadist. Kegiatan operasional bank syariah harus
memperhatikan perintah dan larangan kedua sumber tersebut. Larangan terutama berkaitan
dengan kegiatan bank yang dapat di klasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatan
bank berdasarkan Prinsip Syariah dengan Bank Konvensional pada dasarnya terletak pada
system pemberian imbalan atau jasa atas dana.
Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan
pada bunga yang berdasarkan asas-asas kemitraan, keadilan, transparan, dan universal yang di
implementasikan dalam bentuk pelarangan riba dalam berbagai bentuknya dimana usaha
pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang operasinya tidak hanya berlaku untuk orang islam saja tetapi juga untuk
seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan prinsip syariah.

ABSTRACT

1
Islamic financial institutions or banking in increasing an income is one of the goals of the
banking or financial institution itself. These requirements are determined by the efficiency of the
performance of the bank's performance, Islamic bank operations are a combination of moral and
business aspects that aim to benefit from each business and avoid interest, the system used is a
mutually beneficial profit sharing system for the bank and customers and a sense of justice
between exhausted when in his business at a loss.

The main principle of bank operations based on Sharia principles is Islamic law which is
derived from the Al-quran and Al-Hadith. Islamic bank operational activities must pay attention
to the orders and prohibitions of both sources. The prohibition mainly relates to bank activities
that can be classified as usury. The main difference between bank activities based on Sharia
Principles and conventional banks lies in the system of providing rewards or services for funds.
Islamic banks are financial institutions that operate without relying on interest based on
the principles of partnership, fairness, transparency and universalism which are implemented in
the form of prohibiting usury in various forms where the main business is providing financing
and other services in payment traffic and circulation of money whose operations apply not only
to Muslims but also to all levels of society in accordance with sharia principles.

Kata Kunci: Operasional Bank Syariah

PENDAHULUAN

Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank
Islam atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang
operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada al-Quran dan Hadits Nabi SAW,
dengan kata lain Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang memiliki usaha pokok
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Bank syariah
menghindari sistem bunga dalam mengoperasikan usahanya. Keberadaan bank syariah/bank
Islam dapat dijadikan sebagai solusi alternatif terhadap persoalaan tentang adanya pertentangan
antara bunga dengan riba. (Muhammad, 2005 :1)
Di Indonesia, pendirian bank syariah sudah lama dicita-citakan oleh umat Islam, hal ini
terungkap dalam keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah yang diadakan di Sidoarjo, Jawa
Timur pada tahun 1968, Majelis Tarjih menyarankan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah
untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, khususnya lembaga
perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam. Kedudukan bank syariah dalam sistem perbankan
Nasional terbuka setelah dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Dalam pasal
13 (c) Undang-undang tersebut menyatakan bahwa salah satu usaha Bank Perkreditan Rakyat,

2
menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil, sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Menyikapi hal tersebut, Pemerintah mengeluarkan
PP No 72 tahun 1992, tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil dan diundangkan pada tanggal
30 Oktober 1992 dalam lembaran Negara Republik Indonesia No. 119 tahun 1992. Dalam PP
tersebut tegas dinyatakan bahwa bank dengan prinsip bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan
usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, sebaliknya bank yang kegiatan usahanya tidak
berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip bagi hasil. (Hak, 2011: 16-17)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi literature. Analisis
data dilakukan dengan metode analisis data kualitatif. Interpreative, analisis data kualitatif
dilakukan secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dari
pendapat-pendapatan pandangan berhubungan dengan adanya tafsiran.

PEMBAHASAN

A. Prinsip Operasional Bank Syariah


Dalam operasionalnya, Bank Syari’ah mengacu kepada prinsip bagi hasil
sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No 72 tahun 1992 yang
menjelaskan bahwa:
a. Untuk dapat meningkatkan layanan jasa perbankan kepada masyarakat perlu
dikembangkan kegiatan usaha bank yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
b. Penyedia jasa perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil merupakan pelayanan jasa
perbankan yang dibutuhkan masyarakat.
c. Berhubung dengan hal itu dipandang perlu untuk mengatur kegiatan usaha bank
berdasarkan prinsip bagi hasil dalam peraturan pemerintah.1
Secara umum, setiap bank Islam dalam menjalankan usahanya minimal
mempunyai lima prinsip operasional, yaitu sebagai berikut:
a. Prinsip simpanan giro, yaitu fasilitas yang diberikan oleh bank untuk
memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan
dananya dalam bentuk al wadiah, yang diberikan untuk tujuan keamanan dan
1
Nurul Hak, Ekonomi Islam, Hukum Bisnis Syariah (Mengupas Ekonomi Islam, Bank Islam, Bunga Uang dan Bagi
Hasil, Wakaf Uang dan Sengketa Ekonomi Syariah), (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 24-25.

3
pemindahan buku, bukan untuk tujuan investasi guna mendapatkan
keuntungan seperti halnya tabungan atau deposito.
b. Prinsip bagi hasil, yaitu meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara
pemilik dana (shohibul mal) dan pengelola dana (mudarib). Pembagian hasil
usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana maupun antara
bank dengan nasabah penerima dana. Prinsip ini dapat digunakan sebagai
dasar untuk produksi pendanaan (tabungan dan deposito) maupun
pembiayaan.
c. Prinsip jual beli dan mark-up, yaitu pembiayaan bank yang diperhitungkan
secara lump-sum dalam bentuk nominal di atas nilai kredit yang diterima
nasabah penerima kredit dari bank. Biaya bank tersebut ditetapkan sesuai
dengan kesepakatan antara bank dan nasabah.
d. Prinsip sewa, terdiri dari dua macam, yaitu sewa murni (opening lease/ijaroh)
dan sewa beli (financial lease/bai’ al ta’jir).
e. Prinsip jasa (fee), meliputi seluruh kekayaan nonpembiayaan yang diberikan
bank, seperti kliring, inkaso, transfer, dan sebagainya.2

Prinsip operasional lembaga keuangan syariah yakni berdasarkan prinsip syariah,


yaitu kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:
1. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak  sah, antara lain dalam transaksi pertukaran
barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan, atau dalam
transaksi pinjam meminjam yang tidak mensyaratkan nasabah peneriman fasilitas
mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu.
2. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat
untung-untungan.
3. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak diserahkan pada saat transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dalam
syariah
4. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah.
5. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya

Adapun Prinsip-prinsip perbankan syariah sumber lain sebagai berikut :


Ada prinsip-prinsip dalam bank syariah dengan bank konvensional, antara lain:
1. Prinsip titipan,
2. Prinsip bagi hasil,
3. Prinsip jual beli,
4. Prinsip sewa-menyewa,
5. Prinsip pinjam-meminjam,
6. Prinsip jasa
2
Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah (Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris di Indonesia, (Jakarta: Erlangga,
2010), hlm. 27-28.

4
Selain keenam prinsip tersebut diatas, ditambahkan satu prinsip lagi oleh penulis sebagai
prinsip ketujuh yakni prinsip dari peran bank syariah selain sebagai Baitut tamwil (komersial)
juga sebagai baitul mal (sosial) yaitu 7 prinsip kebajikan. Pada bab ini pembahasan mengenai
pola akad dalam prinsip operasional bank syariah akan dipaparkan secara umum saja sebagai
berikut:
1.Prinsip-prinsip Titipan atau Simpanan
Al-wadi’ah dapat sebagai titipan murni dari stau pihak ke pihak yang lain, baik individu
maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penetip kehendaki.
Landasan  syariah.
a. Al-qur’an
“sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang
berhak menerimanya” (an-nissa:58)
Dalam surah lain diantaranya :
Q.S An-nisa ayat 29 .
“Hai orang orang yang beriman , janganlah kalian saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang tidak bathil , kecuali dalam perdagangan yang berlaku suka sama suka
di antara kamu . dan janganlah kamu membunuh dirimu . sungguh allah maha penyayang
kepada mu”
b. Al-hadits
Berikut adalah salah satu contoh hadist yang menunjukan landasan .
Abu hurairah meriwayatkan bahwa rasulullah saw bersabda “sampaikanlah atau
tunaikanlah amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat
kepada orang yang telah menghianatimu (HR Abu Daud dan menurut Tirmidzi)
c. Ijima
Para tokoh ulama islam sepanjang zaman telah melakukan ijima terhadap legitimasi al-
wadi’ah karena kebutuhan manusia terhadap hal ini jelas terlihat.

2.Prinsip-prinsip Bagi Hasil


Pada dasarnya prinsip ini terbagi atas :
a) Musyarakah.
Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al–ikhtilath (pencampuran) atau
persekutuan dua hal atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan. Sedangkan
menurut istilah adalah akad persekutuan dalam hal modal, keuntungan dan tasharruf
(pengelolaan). Jadi dapat disimpulkan bahwa musyarakah adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana atau keahlian (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih
akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio
ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah
5
dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak
ada campur tangan.
Prinsip dan syarat syirkah :
1) Masing-masing pihak yang berserikat berwenang melakukan tindakan hukum atas nama
perserikatan dengan izin pihak lain. Segala akibat dari tindakan tersebut, baik hasil maupun
resikonya ditanggung bersama.
2) Sistem pembagian keuntungan harus ditetapkan secara jelas persentase dan periodenya.
3) Sebelum dilakukan pembagian, seluruh keuntungan merupakan keuntungan bersama.

Sedangkan persyaratan untuk modal yaitu :


1) Harus diserahkan dan berbentuk tunai, tidak boleh berupa piutang atau jaminan.
2) Harus berupa alat tukar seperti dinar, dirham, dan mata uang lainnya. Tidak boleh berupa
barang dagangan atau komoditas.

b) Al-Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Secara istilah Al-
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul
maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan. perjanjian antara penyedia modal dengan
pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati.
Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh
kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan,
kecurangan dan penyalahgunaan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100%
modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.

Persyaratan mudharabah :
1) Masing-masing pihak memenuhi persyaratan mukallaf (cakap).
2) Modal harus jelas jumlahnya, berupa alat tukar, tidak berupa barang dagangan dan harus
tunai, dan diserahkan seluruhnya kepada pihak pengusaha.
3) Persentase keuntungan dan periode pembagian keuntungan harus dinyatakan secara jelas
berdasarkan kesepakatan bersama. Sebelum dilakukan pembagian, seluruh keuntungan
menjadi milik bersama.
4) Pengusaha berhak sepenuhnya atas pengelolaan modal tanpa campur tangan pihak pemodal.
Pada awal transaksi pihak pemodal berhak menetapkan garis-garis besar kebijakan
pengelolaan modal.
5) Kerugian atas modal ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemodal. Sedangkan pihak pengelola
samasekali tidak menanggungnya, melainkan ia menanggung kerugian pekerjaannya.

3.Prinsip al-Murabahah
Al-murabahah atau jual beli adalah perjanjian antara pihak bank dan pihak nasabah, dimana
dalam operasional bank syariah di aplikasikan pada akad dengan pola murabahah, salam dan
6
istishna. ketiga akad tersebut ada dalam skim pembiyayaan atau penyaluran dana. pihak bank
membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabh lalu menjualnya kenasabah dengan adanya
penambahan keuntungan sebesar yang telah disepakati boleh kedua pihak.3

4.Prinsip sewa-menyewa
Prinsip sewa-menyewa dapat diberlakukan dalam bentuk sewa murni (ijarah operating ) dan
sewa dengan perpindahan kepemikilan (ijarah muntahiyah bit tamlik – financial lease with
purchase option).  Ijarah merupakan sewa-menyewa murni tanpa adnya pemindahan hak milik,
jadi ijarah hanya sebatas mengambil manfaat dari suatu barang . sedangkan ijarah muntahiyyah
bit tamlik   merupakan sewa-menyewa yang berujung dengan pemindahan hak kepemilikan
barang dari yang menyewakan kepada penyewa. Pemindahan kepemilikan dalam ijarah
muntahiyyah bit tamlik  baik secara jual beli maupun hibah dilaksanakan setelah
akad ijarah   selesai . jadi dilaksanakan terlebih dahulu ijarah murni dalam periode tertentu,
kemudian disaat akad tersebut telah selesai, barulah antara nasabah dan pihak bank melakukan
akad pemindahan kepemilikan. Jadi antara akad jual beli dan sewa tidak dikumpulkan dalam satu
transaksi.

5.Prinsip pinjam-meminjam
Prinsip pinjam-meminjam berbentuk akad qardh. Dalam islam dilarang praktek pembungaan
uang atau mensyaratkan adanya bunga di dalam utang-piutang, jadi qardh adalah pinjaman lunak
tanpa menarik keuntungan dengan pengambilan pinjaman hanya pada modal pokok yang
dipinjamkan saja. Maka dari itu, qardh digunakan adalh sebagai akad pelengkap untuk
memudahkan oprasional produk utama. Qardh  bisa diaplikasikan berbrntuk dana talangan
kepada nasabah. Qardh  dapat juga digunakan untuk penyaluran dana kepada orang-orang
tertentu yakni masyarakat tergolong rakyat kecil (ekonomi rendah) yang merupakan penyaluran
dana berorientasi sosial, dan perbankan syariah dikenal dengan sebutan qardhul hasan.

6.Prinsip jasa
Prinsip jasa adalah berupa produk jasa perbankan selain pendanaan dan pembiayaan yang
telah disebutkan sebelumnya atau melalui akad-akad pelengkap yang keberadaannya adalah
untuk memudahkan operasional dari produk pendanaan dan pembiayan. Bank dapat melakukan
layanan jasa seperti rahn(gadai), sharf(transaki valuta asing ), wakalah (paewakilan/ pemberian
kuasa), hawalah (pengalihan utang piutang) dan kafalah (penjaminan/penanggungan/garansi).

7.Prinsip kebajikan
Keberadaan prinsip kebajikan merupakan bagian penting  dari peran bank syariah
sebagai baitul mal(rumah harta) yang memiliki orientasi sosial. Hal tersebut diaplikasikan
dengan penerimaan dan penyaluran dana kebajikan seperti dana ZIS, wakaf uang, dan hibah.

3
Antonio Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, hal. 90-94

7
Selain itu pula termasuk pula didalamnya pemberian pinjaman kebajikan (qardhul hasan) yang
bersifat sosial. 4

B. Organisasi dan Mekanisme Kerja Bank Syariah


1. Dewan Pengawas Syari’ah
Dewan pengawas syariah (DPS) adalah suatu badan independen yang
ditempatkan oleh Dewan Syari’ah Nasional (DSN) pada bank . anggota DPS harus
terdiri dari pakar-pakar dibibang syari’ah muamalah serta memiliki pengetahuan
tentang perbankan.
Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak
menyimpangdari ketentuan dan prinsip syari’ah. Selain itu DPS juga mempunyai
fungsi :
a. Sebagai penasehat dan pemberi saran bagi direksi.
b. Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan dan usul
pengembangan produk dan jasadari bank.
c. Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank, DPS wajib
melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan bank syari’ah.
2. Dewan Nasional Syari’ah
Dewan Nasional Syari’ah (DSN) merupakan bagian dari mejlis Ulama
Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai
syari’ahdalam kegiatan perekonomian pada umumnya. DSN juga mempunyai
wewenang :
a. Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk di
anggota DPS.
b. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga
keuangan syari’ah.
c. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti bank Indonesia dan
Badan Pengawasan Pasar Modal.
d. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syari’ah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan.

3. Unit Usaha Syari’ah


Unit usaha syariah ialah suatu unit kerja khusus untuk kantor bank konvensional
yang memiliki cabang syari’ah. Unit ini berada dikantor pusat dan dipimpin oleh
seorang direksi. Secara umum jugas UUS mencakup:
1. Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syari’ah.
2. Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan
dana yang bersumber dari kantor-kantor cabang syari’ah.

4
Hidayatullah Muhammad Syarif, Perbankan Syariah, hal. 67-68

8
3. Menyusun kaporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor-kantor cabang
syari’ah.
4. Melaksanakan tugas piñata usahaan laporan keuangan kantor-kantor cabang
syari’ah.
4. Pendekatan Fungsional
Pendekatan tradisional dalam menyusun organisasi bank adalah melalui
pengintegrasian fungsi-fungsi , setuktur organisasi terbagi dalam tiga fungsi :
1. Fungsi pembiayaan
2. Fungsi opetasi
3. Fungsi investasi
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibagi-bagi pada beberapa kegiatan:
a. Fungsi pembiayaan
Fungsi pembiayaan terbagi :
 Pembiayaan piutang (debt financing) berdasarkan prinsip jual beli
(murabahah, salam, atau istishna’)atau sewa beli (ijarah),
 Pembiayaan modal (equity financing) berdasarkan prinsip mudharabah
(trustee financing) atau musyarakah (joint venture profit sharing).
b. Fungsi operasi
Tellers , pembukaan rekening (opening new account), penerimaan
simpanan (deposit), pemprosesan simpanan (deposit). Layanan yang berkaitan
dengan simpanan (deposit related services ) seperti pemindahbukuan, pengiriman
uang (money transfer), inkaso (collections), pembayaran tagihan (bill paying),
servis computer dan akuntansi, personalia dan sundries.
c. Fungsi investasi
Pada bank kecil direktur utamanya yang menangani portofolio investasi
sedang cash management ditangani oleh direktur operasi, karena berhubungan
dengan pemeliharaan cadangan wajib (primary reserve). Sedang pada bank yang
lebih besar pengelolaan portopolio investasi (secondary reserve) dan pengelolaan
kas (primary reserve) dikonbinasikan dan dipusatkan dalam satu fungsi.

5. Pendekatan pasar
Perbankan mengembangkan berbagai produk yang merupakan kombinasi dari
beberapa kegiatan , untuk memperoleh keuntungan dan pendapatan fee,produk dasar
dari bank meliputi:
 Produk-produk pembiayaan (financing)
 Produk-produk operasional

9
 Produk-produk investasi (sertipikat pasar uang, wali amanat)
6. Fungsi Staf
Disamping organisasi lini dapat juga dibentuk wadah yang menjalankan fungsi
staf. Dalam organisasi bank juga terdapat beberapa komite, seperti komite anggaran
(budget committee), komite kebijakan pembiayaan (committee of financing policy),
komite pemutus pembiayaan (financing committee), komite asset & liabilitas atau
Assets Liability Committee (ALCO), komite personalia (personnel committee),
komite-komite tersebut beranggotakan para pejabat senior dari berbagai bidang dan
dipimpin olehn Direksi. Apabila keputusan telah diambil maka akan menjadi tugas
dan tanggung jawab pejabar lini untuk melaksanakan.
7. Dewan Komisaris
Dewan komisaris berwewenang dan bertanggung jawab untuk memberikan
persetujuan atas kebijakan pembiayaan dan rencana pembiayaan tahunan, termasuk
pembiayaan kepada pihak-pihak terkait dan nasabah-nasabah besartertentu yang di
tuangkan dalam rencana kerja bank.
8. Direksi
Direksi bertanggung jawab atas penyusunan kebijakan dan rencana pembiayaan
yang dituangkan dalam rencana kerja bank, dan memastikan bahwa kebijakan itu
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah.5
C. Sistem Operasional Bank Syariah
Bank pada hakekatnya hanyalah lembaga intermediasi (intermediary) yang
menjembatani para penabung dengan investor. Karena tabungan hanya akan bermanfaat
bila diinvestasikan, sedang para penabung tidak dapat diharapkan untuk menggunakan
kemampuannya untuk melakukan bisnis, maka tidak diragukan lagi bahwa Bank dapat
melakukan fungsi yang bermanfaat bagi masyarakat Islam.
Dalam pandangan syari’ah, uang itu bukan merupakan suatu komoditi melainkan
hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value).
Tanpa pertambahan nilai bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana “uang
dapat mengembang-biakkan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan
produktif atau tidak. Waktu adalah faktor utamanya. Sedangkan dalam pandangan
syari’ah, uang hanya akan berkembang bila ditanamkan ke dalam kegiatan ekonomi riil
(tangible economic activities). Dengan demikian hubungan antara Bank syari’ah dengan
nasabahnya adalah lebih sebagai partner ketimbang sebagai lender atau borrower seperti
halnya pada bank konvensional. Bank syari’ah dapat bertindak sebagai pembeli, penjual
atau pihak yang menyewakan (lessor). Hal itu bisa dilakukan secara langsung, dimana
bank mempunyai expertise untuk bertindak sebagai perusahaan dagang (trading house),
atau secara tidak langsung dengan cara bertindak sebagai agen bagi nasabahnya”.6
5
Arifin, zainal.2009. dasar-dasar menejemen bank syari’ah. Azkia publisher : Jakarta

6
Abdelhak El Kafsi, “Islam Interban Money Market”, Islamic Finance Consultants (EC), Bahrain, 2000.

10
Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus terkait erat dengan kegiatan
ekonomi dasar (primary economic activity), baik secara langsung (dengan melakukan
transaksi seperti perdagangan, kegiatan industri atau senya menyewa dan lain-lain), atau
secara tidak langsung (bertindak sebagai investment company, yaitu melakukan
penyertaan modal pada unit-unit ekonomi/bisnis).
Berdasarkan prinsip tersebut Bank syari’ah dapat menarik dana dalam bentuk sebagai
berikut:
 Titipan (Wadiah), yaitu simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya
(guaranteed deposit), tetapi tanpa memperoleh imbalan dan keuntungan.
 Partisipasi modal berbagai hasil dan berbagi resiko (non guaranteed deposit)
untuk investasi umum (general investment account/mudharabah mutlaqah)
dimana ban akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dari
portofolio yang didanai dengan modal tersebut.
 Investasi khusus (spesial investmen/mudharabah muqayyadah) dimana bank
bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut
berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi
tersebut.

Dengan demikian, sumber dana bank syari’ah adalah terdiri dari:

a. Modal (Core capital)


b. Kuasi ekuitas (mudharabah accounts)
c. Titipan (Wadiah/non remunerated deposits)

Dari gambaran singkat tersebut jelas bahwa ruang lingkup usaha perbankan
syari’ah dapat bersifat universal banking, yaitu melakukan kegiatan commersial banking
dan investment banking sekaligus. Jasa-jasa yang diberikan meliputi:

 Equity financing : yaitu melalui akad-akad bagi hasil (profit and loss sharing), 
baik dalam bentuk musyawarah (joint venture profit sharring) maupun dalam
bentuk mudharabah (trustee profit sharing).
a. Musyawarah (Joint Venture Profit Sharing) Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih
(termasuk bank dan lembaga keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan
modal mereka untuk membentuk sebuah perusahaan (Syirkah al Inan) 7 sebagai sebuah
Badan Hukum (legal entity). Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai
kontribusi modal mereka dan mempunyai hak mengawasi (voting right) perusahaan
sesuai dengan proporsinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian
keuntungan secara proporsional dengan kontribusi modal masing-masing sesuai atau
sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan
mengalami kerugian, maka kerugian itu juga dibebankan secara proporsional kepada
masing-masing pemberi modal.
7
(Lihat Tabyinu al Haqa’iq az Zaila’I 3/313).

11
Aplikasi dalam perbankan terlihat pada akad yang diterapkan pada usaha atau
proyek dimana bank membiayai sebagian saja dari jumlah investasi atau modal kerjanya.
Selebihnya dibiayai sendiri oleh nasabah. Akad ini juga dapat diterapkan pada sindikasi
antar bank atau lembaga keuangan.
Dalam kontrak tersebut, salah satu pihak dapat mengambil alih modal pihak lain
sedang pihak lain tersebut menerima kembali modal mereka secara bertahap. Inilah yang
disebut dengan Musyawarah al Mutanaqishah. Aplikasinya dalam perbankan adalah pada
pembiayaan oleh bank bersama nasabahnya atau bank dengan lembaga keuangan lainnya,
dimana bagian dari bank atau lembaga keuangan diambil alih oleh pihak lainnya dengan
cara mengangsur. Akad ini juga dapat dilaksanakan pada mudharabah yang modal
pokoknya dicicil, sedangkan usahanya berjalan terus dengan modal yang tetap.
b. Mudharabah (Trusteee Profit Sharing) Kontrak mudharabah8 adalah juga merupakan
suatu bentuk Equity financing, tetapi mempunyai bentuk (feature) yang berbeda dengan
musyarakah. Di dalam mudharabah, hubungan kontrak bukan antar pemberi modal
melainkan antara penyedia dana (Shahib al Maal) dengan entrepreneur (Mudharib). Di
dalam kontrak mudharabah, seorang mudharib (dapat berupa perorangan, rumah tangga
perusahaan atau suatu unit ekonomi, termasuk bank) memperoleh modal dari unit
ekonomi lainnya untuk tujuan melakukan perdagangan atau perniagaan. Mudharib dalam
kontrak ini menjadi trustee atas modal tersebut.
Pada saat proyek sudah selesai, mudharib akan mengembalikan modal tersebut
kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya. Bila
terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh Shahib al Maal. Sedang mudharib
kehilangan keuntungan (imbalan bagi hasil) atas kerja yang telah dilakukannya.
Bank dan lembaga keuangan dalam kontrak ini dapat menjadi salah satu pihak.
Mereka dapat menjadi pengelola dana (Mudharib) dalam hubungan mereka dengan para
penabung dan investor, atau dapat menjadi penyedia dana (Shahib al Maal) dalam
hubungan mereka dengan pihak pengguna dana. Ada dua tipe mudharabah yaitu:
a. Mutlaqah (tidak terikat) dan Muqayyadah (tarikat).
Mudharabah mutlaqah, dimana pemilik dana (shahih al maal) memberikan
ketulusan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana
tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Pengelola
bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan usaha sesuai dengan praktek
kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
b. Mudharabah muqayyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada
pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat,
jenis usaha dan sebagainya. Dia menggunakan modal tersebut, dengan tujuan
yang dinyatakan secara khusus, untuk menghasilkan keuntungan.

8
Lihat Mughni Al Muhtaj 2/310

12
 Debt Financing : yaitu melalui akad-akad jual beli (al bai’) yang meliuti semua
tipe kontrak pertukaran barang dan jasa (contract of exchange). Penyerahan
jumlah atau harga barang dan jasa itu dapat dilakukan dengan tunai atau dengan
tangguh. Oleh karena itu syarat-syarat al bai’ dalam debt financing menyangkut
berbagai tipe dari jual beli tangguh (deferred contract of exchange).

Kontrak jual beli ini meliputi:

a. Al Murabahah, yaitu kontrak jual beli barang yang dijual belikan diserahkan
segera, sedang harga (biaya pokok ditambah keuntungan yang disepakati
bersama) dibayar dikemudian hari, baik sekaligus (lump sum deffered
payment) maupun secara angsuran (installment deferred payment). Yang
disebut terakhir itu disebut juga Al Bai’bi Tsaman Ajil. Melalui akad
murabhahah nasabah dapat memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh dan
memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus memperoleh dan memiliki
barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai terlebih dahulu.
Dengan kata lain nasabah telah memperoleh pembiayaan dari bank untuk
pengadaan barang tersebut.
b. Bai’as Salam, yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang yang diperjual
belikan dibayar segera (sekaligus), dengan penyerahan atas barang tersebut
dilakukan kemudian. Akad ini digunakan oleh bank untuk membantu nasabah
untuk membiayai pengadaan barang yang dipesan oleh pelanggannya dengan
syarat pembayaran setelah barang diserahkan, sedang nasabah tidak
mempunyai cukup modal untuk mengadakan barang tersebut.
c. Bai’al Ishtisna’, hampir sama dengan salam, tetapi harga dapat diangsur,
sedangkan barang yang dibeli diproduksi terlebih dahulu untuk diserahkan 8
kemudian. Akad ini digunakan oleh bank syariah untuk pembiayaan produksi
atau konstruksi.
d. Al Ijarah, yaitu sewa tanpa pilihan pemindahan kepemilikan, atau dengan
pilihan untuk membeli barang yang disewa tersebut setelah masa sewa selesai
(Ijazah wa iqtina/ijarah muntahia bi tamlik). Jasa-jasa lainnya di bidang lalu
lintas pembayaran yang meliputi:
e. Qard, yaitu penyediaan dana pinjaman tanpa imbalan kepada pihak-pihak
yang patut mendapatkannya. Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab
sosialnya, bank syari’ah dapat memberikan fasilitas yanig disebut Al Qard al
Hasan, yaitu penyediaan pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut
mendapatkannya. Secara syariah peminjaman hanya berkewajiban membayar
kembali pokok pinjamannya, walaupun syari’ah membolehkan peminjam
untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya tetapi bank sama
sekali dilarang untuk meminta imbalan apapun.

13
f. Rahn, yaitu akad penggadaian barang. Dalam teknis perbankan, akad ini dapat
digunakan sebagai tambahan pada pembiayaan yang beresiko dan
memerlukan jaminan tambahan. Akad ini juga dapat menjadi produk
tersendiri untuk melayani kebutuhan nasabah untuk keperluan yang bersifat
jasa dan konsumtif, seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Bank dan
Lembaga keuangan tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan
atau keamanan barang yang digadaikan tersebut.
g. Kafalah, yaitu akad jaminan. Dalam perbankan, akad ini diterapkan sebagai
prinsip dalam penerbitan ban garansi.
h. Sharf, yaitu prinsip yang diterapkan dalam transaksi pertukaran valuta asing.
i. Hiwalah, yaitu akad pemindahan utang-piutang dari suatu pihak kepada pihak
lain. Di pasar keuangan konvensional praktek hiwalah dapat dilihat pada
transaksi anjaki piutang (Factoring). Namun kebanyakan ulama tidak
memperbolehkan mengambil manfaat (imbalan) atas pemindahan
hutang/piutang tersebut.
j. Wakalah, yaitu akad perwakilan. Dalam aplikasinya pada perbankan syari’ah,
Wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan Letter of Credit (L/C) atau
penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di luar negeri (L/C
ekspor). Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada
pihak lain.
k. Jualah, yaitu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu
kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas atau pelayanan kepada pihak
kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh
bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil imbalan
berupa Fee dari nasabah, seperti penerbitan Referensi Bank, penerusan L/C,
penyampaian informasi bisnis dan sebagainya.
Dengan penggunaan instruments seperti tersebut di atas, ban syari’ah
dapat melakukan peranannya sebagai bank secara menyeluruh, baik di bidang
pengerahan dana, pembiayaan dan investasi serta jasa-jasa di bidang lalu
lintas pembayaran.

D. Kegiatan Operasional Bank Syariah


Kegiatan bank syariah baik dalam penghimpunan dana dan penanaman dana
maupun pemberian jasa-jasa berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Kantor Bank Syariah,
Bank Indonesia (1999) adalah sebagai berikut :
a. Penghimpunan dana
Prinsip operasional syariah yang telah ditetapkan secara luas dalam penghimpunan dana
masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
 Prinsip wadi’ah (prinsip titipan atau simpanan)

14
Dalam kegiatan penghimpunan dana masyarakat di bank syariah, prinsip
wadi’ah dapat diterapkan pada rekening giro dan tabungan (giro wadi’ah dan
tabungan wadi’ah).
 Prinsip mudharabah (prinsip bagi hasil)
1. Mudharabah muthlaqah. Dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank
syariah, prinsip mudharabah muthlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan
rekening tabungan dan deposito (tabungan mudharabah dan deposito mudhar
abah).
2. Mudharabah muqayyadah. Jenis ini merupakan simpanan khusus (restricted
investment) dimana pemilik dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang
harus diikuti oleh bank syariah.
b. Penyaluran dana
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar terdapat 4 (empat)
kelompok prinsip operasional bank syariah, yaitu prinsip jual beli (bai’), sewa beli (ijarah
wa iqtina/ijarah muntahiyyah bit tamlik), bagi hasil (syirkah) dan pembiayaan lainnya.
Dalam prakteknya, untuk memperoleh pendapatan yang berasal dari aktivitas non
pembiayaan, bank syariah dapat menyediakan jasa-jasa perbankan syariah (fee-based
services). Selanjutnya, dalam melakukan fungsi sosial, bank syariah juga melakukan
kegiatan pengelolaan dana kebajikan yang diperoleh dari zakat, infaq, shadaqah, hibah,
atau dana sosial lainnya. Hal tersebut dinamakan qardhul hasan (pinjaman kebajikan).

KESIMPULAN
Secara umum, setiap bank Islam dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai lima
prinsip operasional, yaitu sebagai berikut:
 Prinsip simpanan giro
 Prinsip bagi hasil
 Prinsip jual beli dan mark-up
 Prinsip sewa
 Prinsip jasa

Prinsip operasional lembaga keuangan syariah berdasarkan prinsip syariah yaitu:


 Riba
 Maisir
 Haram
 Gharar
 Zalim

15
DAFTAR PUSTAKA

 Nurul Hak, Ekonomi Islam, Hukum Bisnis Syariah (Mengupas Ekonomi Islam, Bank Islam,
Bunga Uang dan Bagi Hasil, Wakaf Uang dan Sengketa Ekonomi Syariah), (Yogyakarta:
Teras, 2011), hlm. 24-25.

16
 Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah (Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris di
Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2010), hlm. 27-28.
 (Lihat Tabyinu al Haqa’iq az Zaila’I 3/313).
 Lihat Mughni Al Muhtaj 2/310
 Antonio Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, hal. 90-94
 Hidayatullah Muhammad Syarif, Perbankan Syariah, hal. 67-68
 Arifin, zainal.2009. dasar-dasar menejemen bank syari’ah. Azkia publisher : Jakarta
 Abdelhak El Kafsi, “Islam Interban Money Market”, Islamic Finance Consultants (EC),
Bahrain, 2000.

17

Anda mungkin juga menyukai