Anda di halaman 1dari 44

TUGAS RINGKASAN TRAUMA MUSKULOSKLETAL TRAUMA

KEPALA TRAUMA LUKA BAKAR

Dibuat oleh:

NAMA : MEKARIA DOUW


NIM : 1814201016
KELAS : A1\ v

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA


MANADO
A.Trauma Muskuloskeletal
a. Pendahuluan
 Cedera pada ekstremitas sering terjadi namun jarang
menyebabkan keadaan yang mengancam nyawa,
kecuali disertai dengan perdarahan hebat baik internal
maupun eksternal.
 Multi trauma pada bagian ekstremitas dengan
penampilan mengerikan sering membuat penolong
lebih memperhatikan luka tersebut dibandingkan
dengan kondisi.
Mekanisme Trauma
 Langsung :
 Kena pukulan.
 Jatuh dari ketinggian.
 Tidak langsung :
 Efek benda lain yg kena trauma
(pengemudi terbentur dasboard saat mobil
tabrakan).
 Melintir
 Mis : kasus olahragawan gulat,
Akibat trauma pada
musculoskelatal
 Fraktur
 Dislokasi
 Amputasi
 Strain (otot/tendon)
 Sprain (ligamen)
 Kerusakan neurovaskuler.

 Kompartemen sindrome
Tipe Trauma
Terbuka.
Terjadi kerusakan kulit dan disertai
perdarahan.

Tertutup.
Tdk terjadi kerusakan kulit ttp kemungkinan
adanya perdarahan di dalam bisa terjadi
Cedera penyerta
 Cedera saraf
 Cedera arteri
 Cerera vena
 Cedera jaringan lunak
FRAKTUR
 Nyeri dan kemerahan.
 Pembengkakan.
 Deformitas.

 Krepitasi.
 Keterbatasan gerak sendi.
 Bone expose
 Perubahan posisi.

senso
r
Pengkajian
 ABC
 Mekanisme terjadinya cedera
 Cedera lain : kepala, cervikal, spine, thorak,
abdomen, ektremitas atas dan bawah.
 Periksa ada tidaknya ketidakstabilan dan krepitasi,
pelvis hati-hati
 Periksa ada tidaknya nyeri pada semua sendi
 Periksa dan catat PMS (pulse, motorik, sensasi)

Pengkajian Sistem Muskuloskeletal


 Status lokalis : pemeriksaan dilakukan secara
sistematis : Inspeksi (Look), Palpasi (Feel), Kekuatan
otot (Power), Pergerakan (Move).

PENGELOLAAN
 Penanganan cedera muskuloskeletal yang baik dan
benar akan mengurangi nyeri, kecacatan, dan
menghindari komplikasi
 Antisipasi syok perdarahan pada fraktur femur dan
pelvis
 Reduksi dilakukan dengan segera dengan cara traksi
(menarik) dan gentle
 Bila ada tahanan pada saat reduksi jangan dipaksa,
lakukan pembidaian pada posisi yang nyaman
menurut pasien

Pembidaian.
 Pengertian :
Memasang alat untuk mempertahankan
kedudukan tulang.
 Indikasi :
Patah tulang terbuka / tertutup
 Tujuan :
Mencegah pergerakan tulang yang patah.
 Mengurangi nyeri.
 Mencegah cedera lebih lanjut.

 Mengistirahatkan daerah patah tulang.


 Mengurangi perdarahan.
Prinsip
pembidaian:
 Pastikan ABC aman.
 Kontrol perdarahan.
 Pasien sadar : informsikan adanya nyeri.
 Buka daerah yg akan dibidai.
 Periksa dan catat PMS (pulse, motor, sensasi)
sebelum dan sesudah.
 Pada angulasi yang besar dan pulsasi (nadi di perifer)
hilang, lakukan penarikan secara gentle.
 Luka terbuka tutup dgn kasa steril.
 Bidai mencakup sendi atas dan bawah cedera.
 Berikan bantalan yang lunak.
 Bila ragu-ragu apakah ada fraktur/tdk sebaiknya
lakukan bidai untuk pencegahan.

Jenis dan Tehnik Pembidaian


 Bidai kaku (rigit splint) : cardboard, plastik kaku,
metal, kayu, atau vacum splint.
 Bidai lunak (soft splint) : air splint, bantal sling.
 Sling dan bebat (sling and swathe) : anggota
tubuh diikat dan digantung ke anggota tubuh.
 Bidai tarik (traction splint) : alat khusus untuk fr
femur, dipakai untuk membidai sekaligus
menarik (traksi) pada kaki.
Tourniquet (tourniquet)
 Tourniquet sebaiknya hanya digunakan pada
keadaan
; amputasi (crush injury)
 Sebagai alternatif terakhir untuk mengontrol
perdarahan ketika semua cara gagal.
 Tourniquet dapat menghentikan seluruh aliran
darah pada anggota gerak, gunakan hanya pada
ujung anggota gerak sudah teramputasi
(terpotong).
 Tourniquet menyebabkan kerusakan yang
menetap pada saraf, otot dan pembuluh darah
dan mungkin berakibat hilangnya fungsi dari
anggota gerak tersebut.
 Selalu coba dulu dengan tekanan langsung.

Tourniquet (tourniquet)
 Cara pemasangan tourniquet :
 Pilih perban yang lebarnya 4 inci dan buatlah 6 – 8
lapis.
 Lilitkan di sekeliling anggota gerak, diproksimal
(sebelum) luka.
 Talikan simpulpada perban. Kemudian tempatkan
sebuah batang kecil/pensil diatasnya talikan
batang pensil pada erban.
 Putar batang pensil sampai perdarahn berhenti
kemudian kunci batang pada posisinya.
 Catat waktu
DISLOKASI
 Sangat nyeri tetapi tidak mengancam jiwa
 Bila terjadi pada sendi besar merupakan kasus
darurat, karena bahaya jepitan neurovaskuler
dapat menyebabkan seseorang harus
diamputasi
 Penting untuk menilai PMS
 Imobilisasi yang baik adalah dengan pading
(bantalan) dan fiksasi ekstremitas pada posisi
yang nyaman
AMPUTASI
 Amputasi lebih ke proksimal akan mengancam jiwa
karena perdarahan
 Pada umumnya perdarahan akan berhenti dengan
penekanan pada ujung stump
 Bila perdarahan masif tidak terkontrol dengan balut
tekan dapat dipilih pemasangan tornikuet
 Tornikuet dapat dilakukan se distal mungkin
AMPUTASI
 Usahakan menemukan bagian amputee dan bawa

OK
ASI

serta
 Bagian ini bila mungkin disambung kembali atau
menjadi bagian untuk graft
 Reimplantasi dapat dilakukan pada kondisi luka
tertentu dan fasilitas tertentu
AMPUTASI
 Jangan memberikan sugesti bahwa amputasi dapat
disambung kembali
 Cara membawa amputee : bagian amputee masukan
dalam kantong plastik yang bersih dan kering
kemudian masukan dalam tempat yang lebih besar
yang diisi es batu dan air
SINDROMA KOMPARTEMEN
 Ekstremitas bersisi jaringan otot dan neurovaskuler
dalam rongga yang tertutup yang dibatasi oleh
suatu membran yang kuat dan kurang elastis
 Cedera pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan dalam rongga tertutup, sehingga tekanan
meningkat,

penekanan pada pembuluh darah dan saraf


KOMPARTEMEN SINDROMA
Bila berlangsung > 6 jam dapat menimbulkan
kematian pada bagian distal
 Gejala 5 P (pain, pallor, pulseless, paresthesia, paralisis)
 Gejala awal pain dan paresthesia
 Jika menemukan gejala ini segera laporkan untuk
tindakan fasciotomy

COMPARTMENT SYNDROME
B. Trauma Kepala
Trauma kepala terjadi tiap 15 detik mati tiap 12 menit
50% kematian pada trauma 60% kematian akibat kll
a) Lapisan Kulit Kepala (Scalp)
 Skin / Kulit
 Connective Tissue / Jaringan Penyambung
 Aponeurosis / Jaringan ikat-tengkorak
 Loose Areolar Tissue / jaringan penunjang longgar
 Perikranium

b)LAPISAN PELINDUNG
 Duramater (lapisan terluar, paling tebal)
 Arachnoid (diantara kedua lapisan)
 Piamater (lapisan terdalam, halus, tipis, melekat pada
otak)
c) Tekanan Intra Kranial (TIK)
•TIK normal (istirahat) kira-kira 10 mmHg (136cmH2O),
•TIK > 20 mmHg dianggap tidak normal
•TIK > 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat.
•TIK >>> setelah cedera kepala, >>> buruk prognosisnya.

d)Klasifikasi trauma kepala berdasarkan mekanisme


Mekanisme :
 Tumpul
- Kll
- Kdrt
- Kecelakaan kerja
 Tajam (penetrating)
- Trauma tembak
- Trauma tusuk
e)Trauma Tembus

f) Klasifikasi berdasarkan GCS :


1. GCS 13-15 : Cedera kepala ringan
2. GCS 9-12 : Cedera kepala sedang
3. GCS 3-8 : Cedera kepala berat

g) Jenis Trauma Kepala


Berdasarkan patofisiologi
 Komosio serebri
 Kontusio serebri
 Laserasi serebri

h)Epidural Hematom (EDH)


 Terkumpulnya darah/bekuan darah dalam ruang
antara tulang kepala dan duramater
 Kausa : trauma
 Klinis :
 Lusid interval
 Lateralisasi
 Rontgen :
 Fraktur linear
 Gambaran hematom (+)
ANCAMAN HERNIASI OTAK!
i) Subdural Hematom (SDH)
 Terkumpulnya darah / bekuan darah dalam ruang
antara duramater dan arachnoid
 Terbagi dalam : akut dan kronis
 Kausa : trauma (akut lebih >> kronis)
 Klinis :
 Penurunan kesadaran
 Lateralisasi
 Rontgen :
 Gambaran hematom (+)
j) Perdarahan subarachnoid
 Perdarahan fokal di daerah subarahnoid. CT scan
terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah girus-girus
serebri daerah yg berdktan dg hematom.
 Gjl klinik = kontusio serebri.
 Penatalaks : perwatan dg medikamentosa dan tidak
dilakukan op.
k) Penilaian
 GLASCOW COMA SCALE
 TANDA-TANDA LATERALISASI

l) KOMPONEN GLASGOW COMA SCALE


E : MATA: 1 – 4
V : VERBAL : 1 – 5
M : MOTORIK : 1 – 6
m) Pemeriksaan GCS
 Respon Membuka Mata
•Spontan : 4
•Terhadap suara : 3
•Terhadap nyeri : 2
•Tidak ada respon : 1

 Respon Verbal
•Orientasi baik : 5
•Bicara kacau : 4
•Kata-kata tidak teratur : 3
•Mengerang : 2
•Tidak ada respon : 1

 Respon Motorik
•Mengikuti perintah : 6
•Melokalisir nyeri : 5
•Fleksi normal : 4
•Fleksi abnormal (dekortikasi ) : 3
•Ekstensi abnormal (deserebrasi): 2
•Tidak ada respon : 1

n)Tanda-tanda lateralisasi
•Pupil anisokor
•Reflek cahaya pupil kanan dan kiri berbeda.
•Hemiparese atau hemiplegia
•Peningkatan TIK : nyeri kepala, muntah dan herniasi
(hipotensi, bradicardi, bradipnea).

o) PENATALAKSANAAN
A : AIRWAY & C-SPINE CONTROL
B : BREATHING & VENTILASI
C : CIRCULATION & KONTROL TIK

p) SECONDARY SURVEY
 ANAMNESIS
 PEMERIKSAAN FISIK
 PENUNJANG
q) Secondary Survey
 Anamnesa :
 kejadian, lucid interval, mabuk, penyakit lain
 Pemeriksaan fisik:
 Inspeksi visual dan palpasi kepala : tanda-tanda
trauma, jejas, hematom, vulnus pada kepala atau regio
maksilofasial
 Inspeksi tanda fraktur basis kranii
Racoon’s eyes : periorbital ecchymoses
Battle’s sign : postauricular ecchymoses
CSF rhinorrhea/otorrhea

r) Pemeriksaan Penunjang
 Radiologis
 Foto polos kepala AP/Lateral
 Foto servikal lateral
 CT Scan kepala polos
s) Perawatan lanjutan
CEGAH/OBATI HIPERTENSI INTRAKRANIAL:
HIPOKAPNEA
KONTROL CAIRAN
DIURETIK ( MANNITOL )
MEMELIHARA KEBUTUHAN METABOLIK OTAK
Hindari/atasi batuk, mengedan dan penyedotan lendir
pernafasan (suction) berlebihan.

t) Manajemen Umum
Posisi tidur 15-300 C.
Usahakan tekanan darah yang optimal.
Atasi kejang
Atasi rasa cemas
Atasi rasa nyeri
Menjaga suhu tubuh normal < 37,50 C
Atasi hipoksia
u) Mannitol
 Menurunkan jumlah cairan pada jaringan yang tidak
rusak sehingga memberi tempat untuk jaringan yang
mengalami edema
 Pemberian secara cepat
 Dosis 0.25 – 1 gr/kgBB (diulangi 2 – 6 jam kemudian ),
pemantauan osmolaritas 310 - 320 mOsm/L

Terapi primer peningkatan TIK


Evakuasi/eksisi massa (hematoma)
•Kraniotomi
Drainase CSS
•Dengan ventrikulostomi
•100-200 cc/hari

v) RINGKASAN
 JAGA JALAN NAFAS
 JAGA VENTILASI
 ATASI SYOK & PENINGKATAN TIK
 PERIKSA NEUROLOGIS
 CEGAH CEDERA OTAK SEKUNDER
 CARI CEDERA YANG TERKAIT
 BILA STABIL, PERIKSA PENUNJANG
 BILA PERLU KONSUL BEDAH SARAF
 TERUSKAN ASSESSMENT
C. Trauma Luka Bakar
a. Anatomi Kulit

a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri
dari epitel berlapis bertanduk, mengandung sel
malonosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis
berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling
tebal terdapat pada telapak
6tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5%
dari seluruh ketebalan kulit.Epidermis terdiri atas lima
lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam) yaitu stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum
basale (stratum Germinatum) (Perdanakusuma, 2007).
b.Dermis
Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan
keadaan, dermis terutama terdiri dari serabut kolagen
dan elastin. Serabut-serabut kolagen menebal dan
sintesa kolagen akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Sedangkan serabut elastinterus
meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit
manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai
dewasa. Pada usia lanjut kolagen akan saling bersilang
dalam jumlah yang besar dan serabutelastin akan
berkurang mengakibatkan kulit terjadi kehilangan
kelenturanannya dan tampak berkeriput
(Perdanakusuma, 2007).Di dalam dermis terdapat folikel
rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran
keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung
pembuluh darah dan ujung saraf dan sebagian serabut
lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit
(Tranggono dan Latifah, 2007).

c. Lapisan Subkutan
Lapisan subkutan merupakan lapisan dibawah dermis
yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat
jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda
7menurut daerah tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk
regenerasi (Perdanakusuma, 2007).

b. Definisi
Jenis luka yang disebabkan oleh kontak dengan sumber
panas, kering, panas basah, tersengat listrik, bahan kimia,
radiasi, suhu dingin (frostbite). Luka bakar merupakan
suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak
awal (pre-hospital) sampai fase lanjut.
c. Jenis Luka Bakar
1. Panas : Api, kontak dengan benda panas, uap panas,
ledakan, atau cairan panas
2. Listrik
3. Kimiawi : zat asam, atau cairan kimia
4. Radiasi
5. Suhu dingin (frostbite)

d. Derajat Luka Bakar


 Derajat I
 Kerusakan terbatas pada bagian epidermis
 Kulit kering, pucat bila ditekan
 Nyeri
 Tidak ada bula
 Sembuh dalam 5- 7 hari

 Derajat II
 Meliputi epidermis dan sebagian dermis
 Tampak merah-pink
 Ada bula
 Sensitif terhadap udara dingin
 Nyeri
 Sembuh dalam 14-28 hari
 Bergantung pada kedalaman dan infeksi

 Derajat III
 Kerusakan meliputi seluruh dermis dan lapisan yg
lebih dalam
 Tidak ada bula
 Kulit berwarna abu-abu dan pucat
 Kering
 Terdapat eskar dan kontraktur (hari 5)
 Sedikit sampai tidak nyeri
 Derajat IV
 Kerusakan semua lapisan kulit
 Otot
 Tulang
e. Persentase Luka Bakar

f. Pembagian Luka Bakar


 Luka bakar berat (major burn)
– Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10
tahun atau di atas usia 50 tahun
– Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain
disebutkan pada butir pertama
– Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan
perineum
– Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
– Luka bakar listrik tegangan tinggi
– Disertai trauma lainnya
– Pasien-pasien dengan resiko tinggi

 Luka bakar sedang (moderate burn)


– Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa,
dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
– Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10
tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat
III kurang dari 10 %
– Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun
dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum
 Luka bakar ringan
– Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
– Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia
lanjut
– Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum)

g. Penanganan Awal Luka Bakar


 Primary Survey : ditempat kejadian
 Hentikan proses trauma bakar, evakuasi
emergency
 Resusitasi Airway, Breathing, Circulating (ABC)
 Upayakan pendinginan dengan air sejuk ( 20º C)
(dibawah 15 menit)
 Mengirigasi pada luka bakar kimia

 Primary Survey : ditempat kejadian


 Gunakan selimut bersih dan kering
 Hilangkan nyeri (analgetik)
 Transportasi ( ke Puskesmas, RS, Burn Center )

h. Resiko Komplikasi
- Distress pernafasan – trauma inhalasi
- Syok Hipovolemik
- Gangguan kardiovaskuler: gangguan irama (pada luka
bakar listrik) dan gagal jantung
- Gagal ginjal akut
- Compartmen syndrome (pada LB derajat III daerah
ekstremitas)

I. Prinsip Penanganan RS
 AIRWAY AND BREATHING (Tatalaksana resusitasi jalan
nafas)
 Nedle Krikotiroidotomi
 ETT atau Tracheostomie
 Pemberian oksigen 100%
 Perawatan jalan nafas
 Penghisapan secret
 Pemberian terapi inhalasi
 Bilasan bronkoalveolar
 Eskarotomi pada dinding toraks

 CIRCULATION (Tatalaksana resusitasi cairan)


•Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan
pengganti.
•Cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
Form Baxter atau Parkland
4 ml RL x BB kg x % Luas luka bkr
•Pemberian : 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan.
8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan.
8 jam III diberikan sisanya.
Catat Input dan Output! Pasang Folley Chateter
 Contoh : BB pasien 50Kg, luas luka bakar 40%, maka
kebutuhan cairan pasien adalah 4 X 50 X 40 = 8.000
ml.
-Di berikan : 8 jam I di berikan : 4.000 ml
8 jam II di berikan : 2.000 ml
8 jam III di berikan : 2.000 ml

j. Perawatan Lanjut
•Perawatan steril (perawatan luka)
•Status nutrisi
•Cegah infeksi

Hal penting yang harus diingatkan!


 Pertolongan pertama yang tepat, cepat dan cermat
sangat membantu pemulihan kondisi korban
 Amankan diri sebelum mengamankan korban
 Secepatnya hubungi petugas medis karena tidak
cukup hanya dengan pertolongan pertama

Anda mungkin juga menyukai