Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prestasi akademik menggambarkan kemampuan baik aspek pengetahuan,

sikap, dan keterampilan yang dimiliki oleh mahasiswa, prestasi akademik yang

baik akan dapat diperoleh jika individu memiliki konsep diri yang positif terhadap

kemampuan yang dimilikinya (Naike, 2017).

Indeks Prestasi (IP) yang baik itu sendiri merupakan suatu yang sangat

diharapkan oleh mahasiswa, dimana untuk mencapainya mahasiswa harus belajar

dengan keras karena Indeks Prestasi tersebut sangat berpengaruh terhadap

mahasiswa (Anriani, N., 2020).

Pendidikan merupakan dasar yang penting bagi kehidupan untuk

menentukan arah laju perjalanan suatu bangsa, generasi saat ini dan generasi yang

akan datang. Oleh karena itu, kemajuan masyarakat modern saat ini, tidak dapat

dicapai tanpa sebuah institusi pendidikan sebagai organisasi yang

menyelenggarakan pendidikan secara formal. Kegiatan pendidikan yang

berlangsung menempatkan institusi ini sebagai salah satu institusi sosial yang

tetap eksis sampai sekarang (Nupus, S.N., 2017).

Kegagalan dan keberhasilan mahasiswa dalam mencapai prestasi belajar

juga dipengaruhi oleh konsep diri. Konsep diri menjadi hal penting bagi

tercapainya prestasi belajar karena konsep diri termasuk dalam faktor internal
yang mempengaruhi siswa dalam pencapaian prestasi (Hanifah & Prasetyo

Agung, A., 2019).

Konsep diri menjadi determinant yang paling penting dari respon setiap

manusi terhadap lingkungannya. Artinya, konsep diri merupakan penentuan

persepsi makna yang dihubungkan dengan lingkungannya. Anggapan adanya

ancaman terhadap diri, akan diikuti oleh pertahan diri, yang diartikan sebagai

penyempitan dan pengkakuan (regidification) persepsi dan perilaku penyesuaian

serta pengguaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi (Zulkarnain,

Iskandar, dkk., 2020).

Seorang mahasiswa yang memiliki konsep diri yang tinggi akan

memperoleh hasil belajar yang bagus. Konsep diri memberikan pengaruh terhadap

mahasiswa dalam kegiatan belajar. Melalui konsep diri ini mahasiswa mengetahui

bagaimana tentang dirinya sendiri, sikap, keyakinan serta kualitas yang

dimilikinya. Hal ini karena konsep diri merupakan salah satu variabel yang

menentukan dalam proses pendidikan (Nupus, S.N., 2017).

Banyak bukti yang menguatkan bahwa rendahnya prestasi dan motivasi

belajar mahasiswa serta terjadinya penyimpangan penyimpangan perilaku

disebabkan oleh persepsi dan sikap negatif mahasiswa terhadap diri sendiri.

Demikian juga mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar, banyak mahasiswa

yang sudah berfikir bahwa mereka tidak bisa atau tidak mampu sebelum

mengerjakan dan mulai tugas-tugas kuliah tersebut (Nupus, S.N., 2017).


Jumlah warga dunia yang mengenyam pendidikan tinggi diperkirakan

mencapai 262 juta atau meningkat dua kali lipat pada 2025. Mayoritas

pertumbuhan ini terjadi di negara yang sedang berkembang, di mana setengahnya

berada di China dan India. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014/2015 mencatat

jumlah mahasiswa di Indonesia ada 6.118.733 dengan 286.726 putus kuliah dan

4,69% drop-outs (Belinda Tangka, I., dkk., 2018).

Penelitian dari Vandini (2016) dan Ameliah (2016) menunjukkan bahwa

faktor psikologis, yaitu rasa percaya diri juga dapat mempengaruhi prestasi

belajar. Hubungan positif dan signifikan antara rasa percaya diri dengan prestasi

belajar siswa juga ditunjukkan dalam penelitian-penelitian lain yang serupa

(Achdiyat dan Lestari, 2016).

Berdasarkan hasil studi awal yang dilakukan peneliti di STIKES

Nusantara Jaya Makassar diperoleh data bahwa sebanyak…

Berdasarkan hasil uraian latar belakang di atas, maka peneliti merasa

tertarik melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Konsep Diri Dengan

Prestasi Akademik Mahasiswa Keperawatan STIKES Nusantara Jaya Makassar”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “apakah ada hubungan

konsep diri dengan prestasi akademik mahasiswa keperawatan STIKES Nusantara

Jaya Makassar?”.
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan prestasi akademik

mahasiswa keperawatan STIKES Nusantara Jaya Makassar.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik mahasiswa keperawatan STIKES

Nusantara Jaya Makassar.

b. Untuk mengetahui konsep diri mahasiswa keperawatan STIKES

Nusantara Jaya Makassar..

c. Untuk mengetahui prestasi akademik mahasiswa keperawatan STIKES

Nusantara Jaya Makassar

d. Untuk mengetahui lingkungan tempat belajar responden.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan referensi

serta pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian serta

sebagai bekal dalam melakukan penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Profesi Keperawatan, diharapkan penelitian ini memberikan

kontribusi bagi ilmu keperawatan khususnya tentang keperawatan

jiwa.
b. Bagi Institusi Pendidikan, peneliti berharap dapat berguna untuk

mahasiswa sebagai tambahan pengetahuan tentang konsep diri.

c. Bagi Masyarakat, diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan

pemahaman masyarakat mengenai prestasi akademik yang terjadi di

pendidikan tinggi dan setiap mahasiswa memiliki tingkat konsep

diriyang berbeda untuk meningkatkan prestasi akademik dalam

perkuliahan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Konsep Diri

2.1.1 Pengertian Konsep Diri

Pengertian umum dari konsep diri dalam psikologi adalah konsep

pusat (Central Construct) untuk dapat memahami manusia dan

tingkahlakunya serta merupakan suatu hal yang dipelajari manusia melalui

interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan nyata di

sekitarnya.

Konsep diri adalah organisasi dari persepsi diri. Dalam hal ini

knsep diri adalah bagian amat penting di dalam kepribadian dan

tingkahlaku. Setiap individu bereaksi pada situasi sesuai dengan presepsi

tentang dirinya dan dunianya. Individu bereaksi pada realitas seperti yang

dipersepsikan olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya

(Zulkarnain, I. dkk., 2020).

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Fitts, konsep diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang

memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga.

2. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan oranglain.


3. Aktualisasi diri, atau implemetasi dan realisasi dari potensi pribadi

yang sebenarnya

Menurut Williams D. Brooks, mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi konsep diri antara lain:

1. Orang lain

2. Kelompok rujukan

2.1.3 Tipe Konsep Diri

Iskandar Zulkarnain, dkk (2020) dalam bukunya membagi konsep

diri menjadi 2 (dua) tipe, antara lain:

1. Konsep diri negatif, antara lain:

a. Peka pada kritik

b. Responsive sekali terhadap pujian

c. Hiperkritis

d. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain

e. Bersikap pesimistis terhadap kompetisi

2. Konsep diri positif, antara lain:

a. Yakin akan kemampuan mengatasi masalah

b. Merasa setara dengan orang lain

c. Menerima pujian tanpa rasa malu

d. Sadar setiap keinginan dan perilaku tidak selalu disetujui

masyarakat

e. Mampu memperbaiki diri.


2.1.4 Dimensi Konsep Diri

a. Dimensi Internal

Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal

(internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu

yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri

berdasarkan dunia di dalam dirinya.

Dimensi ini terdiri dari 3 bentuk:

1) Diri identitas (identity self). Bagian diri ini merupakan aspek yang

paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan.

“siapakah saya?”. Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label

dan symbol-simbolyang diberikan pada diri (self) oleh individu-

individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya

membangun identitasnya, misalnya “Saya Itu”.

Kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan

lingkungannya. Pengetahuan individu tentang dirinya juga

bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang

dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks, seperti “Saya pintar

tetapi terlalu gemuk” dan sebagainya.

2) Diri perilaku (behavior self). Diri perilaku merupakan persepsi

individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran

mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”.


Selain itu, bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri yang

adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas

dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima,

baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan dari

keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.

3) Diri penerimaan atau penilaian (Judging self). Diri penilai

berfungsi sebagai pengamat, penentu standar dan evaluator.

Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri

identitas dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan

penilaian terhadap yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-

label yang dikenakan pada dirinya bukan semata-mata

menggambarkan dirinya, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai.

Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan dalam

tindakan yang akan ditampilkannya (Agustiani, 2019).

b. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan

aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain diluar

dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang

berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya.


2.2 Tinjauan Umum Tentang Prestasi Akademik Mahasiswa

2.2.1 Pengertian Prestasi Akademik

2.2.2 Mahasiswa

Menurut Supriyadi (2015) dalam Fitria, E. (2017) pelatihan

memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Meningkatkan produktivitas

Karyawan yang menguasai pengetahuan dan memiliki keterampilan di

bidang pekerjannya akan mampu bekerja dengan lebih baik daripada

karyawan yang kurang menguasai pengetahuan dan tidak memiliki

keterampilan dibidang pe-kerjaannya.

b. Meningkatkan efektivitas dan efesiensi

Penguasaan pengetahuan dan meningkatnya keterampilan yang sesuai

dengan bidang pekerjaannya yang diperoleh karyawan dari suatu


program pelatihan, akan membuat mereka mampu bekerja secara lebih

efektif dan efisien.

c. Meningkatkan daya saing

Karyawan yang terlatih dengan baik tidak hanya berpeluang mampu

mening-katkan produktivitas, tetapi juga akan mampu bekerja

semakin efektif dan efi-sien, sehingga dapat meningkatkan daya saing

perusahaan.

Menurut Dessler dalam Fitria, E. (2017) tujuan pelatihan adalah

sebagai berikut:

1. Mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan

dengan lebih cepat dan efektif.

2. Mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan

secara rasional.

3. Mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama

dengan teman karyawan dan dengan manajemen (pimpinan).

2.2.3 Manfaat Pelatihan

Menurut Supriyadi (2015) dalam Fitria, E. (2017), manfaat

pelatihan sebagai berikut:

a. Meningkatkan kemandirian
Karyawan yang menguasai pengetahuan dan memiliki keterampilan

dibidang pekerjannya akan lebih mandiri dan hanya sedikit

memerlukan ban-tuan untuk melaksanakan pekerjaannya.

b. Meningkatkan motivasi

Motivasi karyawan yang dilatih sesuai bidang pekerjaannya akan

meningkat.

c. Menumbuhkan rasa memiliki

Rasa diakui keberadaannya dan kontribusinya sangat diperlukan oleh

organisasi serta pemahamannya tentang tujuan-tujuan organisasi yang

diperoleh selama pelatihan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab

pada diri setiap karyawan terhadap masa depan eksistensi organisasi.

d. Mengurangi keluarnya karyawan

Karyawan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dibidang

peker-jaannya akan merasa nyaman bekerja. Kenyamanan ini

disebabkan oleh adanya rasa dihargai atau diakui keberadaan dan

kontribusinya oleh peru-sahaan. Pada akhirnya, karyawan yang merasa

nyaman dengan pekerjaan dan organisasinya akan merasa puas,

sehingga mereka tidak berpikir untuk keluar dari pekerjaannya

sekarang dan mencari pekerjaan diperusahaan lain.

e. Meningkatkan laba perusahaan


Karyawan yang terlatih dengan baik akan mampu memproduksi barang

dan atau jasa yang dapat memuaskan pelanggan, sehingga hal ini dapat

mendorong pelanggan menjadi setia atau loyalitas.

2.2.4 Prinsip-Prinsip Pelatihan

Prinsip-prinsip pelatiahn menurut Budi Nugroho, Y.A. (2019),

antara lain:

1. Partisipasi yang baik

Para peserta pelatihan harus dapat berpartisipasi dengan serius selama

kegiatan berlangsung. Dalam hal ini harus terjalin komunikasi yang

baik sehingga intruktur dan peserta pelatihan dapat berinteraksi secara

resiprokal.

2. Repetisi

Yang dimaksud dengan repitisi adalah jika peserta dapat mengulangi

apa yang sudah dipelajari dalam pelatihan sehingga dapat berguna bagi

pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Peserta pelatihan dapat

menunjukkan bahwa setelah pelatihan selesai, mereka terlihat lebih

terampil, lebih mampu dan lebih mahir dalam bidang tugas

tertentuyang menjadi topic pelatihan tersebut.

3. Relevansi

Relevansi merupakan hubungan antara masalah organisasi, materi

pelatihan dan semua komponen yang penting di dalam pelatihan.


Pelatihan dikatakan relevan jika masalah yang dihadapi dan topic

pelatihan sesuai atau mempunyai korelasi yang kuat dan positif.

4. Umpan balik

Pemberian umpan balik dalam konsep Jendela Johari, membawa kita

ke dalam sebuah kondisi atau situasi ketika kita tidak tahu, tetapi orang

lain tahu. Dalam konteks pelatihan, instruktur berada pada posisi

“tahu” atau lebih mengetahui mana yang benar, mana yang seharusnya

dilakukan dan mana yang seharusnya dihidari.

5. Transparan

Masalah transparansi dalam hal ini utamanya adalah masalah biaya

pelatihan yang berbanding lurus dengan desain program dan makna

atau impact dari sebuah pelatihan.

2.2.5 Metode Pelatihan

Puspitaningrum, I. & Hartiti, T. (2017) mengemukakan metode

pelatihan dibagi menjadi dua:

1. On Job Training
Merupakan metode yang digunakan pada staf dalam pekerjaan sehari-

hari. Metode ini sederhana dan metode pelatihan yang efesien dalam

pembiayaan. Staf mendapatkan pelatihan dalam setting pekerjaan

yang dilakukan. Tujuan dari pelatihan adalah learning by doing.

Contoh metode on the job training adalah rotasi pekerjaan, coaching,

promosi dan lain sebagainya. Metode ini dipandu secara individual.

2. Off The Job Training Methods

Merupakan metode pelatihan yang disediakan jauh dari kondisi kerja

yang sebenarnya. Pada umumnya pada staf baru. Contoh metode ini

adalah workshop, seminar, pengajaran, metode panel, studi kasus,

demonstrasi, role play, kursus, sertifikasi, dan lain sebagainya.

Metode ini menggunakan metode yang bervariasi termasuk yang

menggunakan metode bervariasi termasuk menggunakan konsultan,

mentornig, coaching, teacher center, assessment center, perencanaan

pengembangan karir, supervisi klinik dan metode penilaian klinik.

2.2.6 Syarat-Syarat Pelatih atau Instruktur

Menurut Hasibuan (2016) dalam Purnomo, J. (2018), pelatih atau

instruktur yang baik hendaknya memiliki syarat sebagai berikut:

a) Teaching Skills
Seorang pelatih harus mempunyai kecakapan untuk Mendidik atau

mengajarkan, membimbing, memberikan petunjuk, dan mentransfer

pengetahuannya kepada peserta pengembangan.

b) Communication Skills

Seorang pelatih harus mempunyai kecakapan berkomunikasi, baik lisan

maupun tulisan secara efektif.

c) Personality Authority

Seorang pelatih harus memiliki kewibawaan terhadap peserta

pengembangan.

d) Social Skills

Seorang pelatih harus mempunyai kemahiran dalam bidang sosial agar

terjamin kepercayaan dan kesetiaan dari para peserta pengembangan.

e) Technical Competent

Seorang pelatih harus berkemampuan teknis, kecakapan teoritis, dan

tangkas dalam mengambil suatu keputusan.

f) Stabilitas Emosi

Seorang pelatih tidak boleh berprasangka jelek terhadap anak didiknya,

tidak boleh cepat marah, mempunyai sifat kebapakan, keterbukaan, tidak

pendendam serta memberikan nilai yang objektif.

2.3 Tinjauan Umum Tentang Perawat

2.3.1 Pengertian Perawat


Menurut UU No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, perawat

adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di

dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan (Permenkes, 2018).

Dalam menggunakan teori Orem, perawat perlu mengkaji

kemampuan pasien dalam manajemen diri terhadap penyakit dan

memberikan bantuan dalam mengelola penyakit. Perawat perlu secara

kontinu memonitor status pasein dan memberikan edukasi serta dukungan,

dan juga memenuhi kebutuhan fisik, psikososial dan spiritual (Potter &

Perry, 2020).

2.3.2 Peran Perawat

Menurut Alligood MR, dkk. (2017), peran perawat terdiri dari:

1. Care provider (pemberi asuhan) yaitu dalam memberikan layanan berupa

asuhan keperawatan perawat dituntut menerapkan ketermpilan berpikir kritis

dan pendekatan sistem untuk penyelesaian masalah serta pembuatan

keputusan keperawatan dalam konteks pemberian asuhan keperawatan

komprehensif dan holistik berlandaskan aspek etik dan legal.

2. Manager and Community Leader (pemimpin komunitas) yaitu dalam

menjalankan peran sebagai perawat dalam suatu komunitas/kelompok

masyarakat, perawat terkadang menjalankan peran kepemimpinan, baik

komunitas profesi maupun komunitas sosial dan juga dapat menerapkan

kepemimpinan dan manajemen keperawatan dalam asuhan klien.


3. Educator yaitu dalam menjalankan perannya sebagai perawat klinis, perawat

komunitas, maupun individu, perawat harus mampu berperan sebagai

pendidik klien dan kelurga yang menjadi tanggung jawabnya.

4. Advocate (pembela) yaitu dalam menjalankan perannya perawat diharapkan

dapat mengadvokasi atau memberikan pembelaan dan perlindungan kepada

pasien atau komunitas sesuai dengan pengetahuan dan kewenangannya.

5. Researcher yaitu dengan berbagai kompetensi dan kemampuan

intelektualnya, perawat diharapkan juga mampu melakukan penelitian

sederhana dibidang keperawatan dengan cara menumbuhkan ide dan rasa

ingin tahu serta mencari jawaban terhadap fenomena yang terjadi pada klien

di komunitas maupun klinis. Dengan harapan dapat menerapkan hasil kajian

dalam rangka membantu mewujudkan Evidence Based Nursing Practise

(EBNP).

2.4 Tinjauan Umum Tentang Kinerja

2.4.1 Pengertian Kinerja

Secara etimologis kata kinerja dapat disamakan artinya dengan kata

performance yang berasal dari bahasa Inggris. Performance atau kinerja

pada umumnya diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang di dalam


melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya (Fauzi,

A., & Rusdy Hidaayat, 2020).

Kinerja atau performance merupakan target atau hasil yang harus

dicapai, seperti merefleksikan laba yang dihasilkan atau pendapatan bisinis

tahun lalu. Kinerja seorang karyawan akan sangat dipengaruhi oleh cara

individu tersebut merespons kondisi yang mempengaruhi proses kerjanya

(Lia Charina, R.R., 2019). Kinerja perawat adalah kemampuan atau

capaian yang dilakukan perawat dalam melakukan pekerjaan yang dapat

diukur melalui indikator kinerja (Nursalam, 2016).

2.4.2 Unsur-Unsur Kinerja

Unsur-unsur yang dinilai dalam kinerja menurut Hasibuan (2006)

dalam (Lia Charina, R.R., 2019), yaitu:

1. Kesetiaan atau loyalitas

Loyalitas perawat terhadap organisasi memiliki makna kesediaan

seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi,

kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa

mengharapkan apapun. Kesetiaan meliputi kesetiaan terhadap

pekerjaan, jabatan, dan organisasi. Kesetiaan dicerminkan dari

kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam

maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang yang tidak

bertanggungjawab.

2. Prestasi kerja atau hasil kerja


Prestasi kerja meliputi hasil kerja baik kuallitas maupun kuantitas yang

dihasilkan oleh karyawan dan uraian pekerjaannya. Kualitas kerja

adalah tingkat dimana proses penyelesaian pekerjaan dilakukan

sebagaimana yang diharapkan. Kuantitas adalah jumlah hasil kerja

yang diwujudkan dalam bentuk jumlah uang, jumlah unit, atau jumlah

aktivitas yang dapat diselesaikan.

3. Kejujuran

Kejujuran meliputi kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya

memenuhi pekerjaan baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang

lain.

4. Kedisiplinan

Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati

semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara suka rela menasihati

semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggunjawabnya. Jadi,

individu ini akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan

baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah sikap, tingkahlaku, dan

perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan, baik yang tertulis

maupun tidak. Selanjutya kedisiplinan dapat dilihat dari jika karyawan

selalu dating dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua

pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan, dan

norma-norma sosial yang berlaku.


5. Kreativitas

Ivancevich et al dalam Lia Charina, R.R (2019), menyebutkan bahwa

kreativitas merupakan ciri kepribadian yang melibatkan kemampuan

untuk meloloskan diri dari pemikiran yang kaku dan menghasilkan ide

yang baru dan berguna. Kreativitas juga merupakan ciri kepribadian

yang dapat didorong dan dikembangkan dalam organisasi.

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja individu dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Dorongan

Setiap individu melaksanakan kegiatan didorong oleh faktor internal

dan eksternal.

2. Kemapuan

Setiap individu memiliki keahlian berbeda-beda sehingga kinerja

seseorang akan berbeda.

3. Kebutuhan

Kebutuhan individu memengaruhi kinerja seorang pegawai,kebutuhan

hidup pegawai terutama gaji akan meningkatkan kinerja.

4. Harapan mengenai imbalan

Melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan mengharapkan suatu

imbalan atau gaji.

5. Imbalan internal.

6. Eksternal.
7. Persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.

2.4.4 N vndjvn

2.4.5 bvdbv

2.5 djvbddjv

Anda mungkin juga menyukai