Anda di halaman 1dari 14

TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAERAH YANG DIAMANAHKAN

MENJADI DAERAH KHUSUS IBUKOTA (DKI) JAKARTA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai Mata Kuliah
Tata Kelola Pemerintahan Daerah

Disusun Oleh:

KELOMPOK 1 :

SAIFUL (1935010002)
DINI ROHMAH (1935060001)
DEDI JUNAEDI (1935060007)
AMELIA NOVA .L. (1935060002)
LINTANG INDARTI (1935060013)
RIZKY JULMANSYAH .L. (1935060005)
MOHAMMAD MAULANA .R. (1935060003)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI ILMU POLITIK PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
JANUARI 2021
DAFTAR ISI

Daftar Isi
BAB I
 Pendahuluan ……………………………………………………………… 1
 1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………….. 1
 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………...……………. 2
 1.3 Tujuan Penulisan ...………………………………………….............. 2
 1.4 Manfaat Penulisan …...………………………………………………. 2
BAB II
 Pembahasan………………………………………………………………. 3
 2.1 Sejarah ke Khususan wilayah DKI Jakarta……………………………. 3
 2.2 Perbedaan Wilayah DKI Jakarta dalam Tata Kelola Pemerintahan Daerahnya. 4
 2.3 Pelaksanaan Serta Realisasi Keuangan DKI Jakarta………………….. 5
 2.4 Tanggapan Kelompok mengenai Pelaksanaan dari Desentralisasi Asimetris di
Wilayah DKI Jakarta………………………………………………………. 9
BAB III
 Penutup ……………………………………………………..….…………. 11
 3.1 Kesimpulan ……………………………………………..……………. 11
 3.2 Saran………………………………………………………..…………. 11
Daftar Pustaka………………………………………………………..……….. 12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Implementasi dari adanya sebuah kebijakan desentralisasi di Indonesia merupakan


dasar normatif yang menjadi sebuah inovasi bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah,
hal ini juga menyangkut perubahan kewenangan mulai dari di tingkat pemerintahan pusat,
kemudian di tingkat provinsi, serta kabupaten/kota. Perubahan – perubahan tersebut
kemudian berpengaruh terhadap beban tugas dan juga struktur organisasi dalam pelaksanaan
kewenangan. Hal itu kemudian menjadi tuntutan untuk dilakukan penataan setiap
kelembagaan pemerintah di daerah.

Kota Jakarta di Negara Indonesia sendiri mempunyai kedudukan sebagai ibukota


negara yang telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2007 mengenai
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia sehingga memiliki karakter yang berbeda dengan daerah lain. Beberapa
perbedaan yang diberikan kepada Jakarta lantaran daerah ini mengemban amanah sebagai
Ibukota, perbedaan tersebut antara lain adalah diberikannya sebuah pelaksanaan otonomi
daerah yang berada pada tingkat provinsi yang juga mempunyai kedudukan kota dan
kabupaten sebagai perangkat daerah.

Karena pelaksanaan otonomi yang terdapat pada ruang lingkup di provinsi DKI
Jakarta, maka kedudukan di dalam kota/kabupatennya pun bersifat administratif dan juga
merupakan wilayah kerja dari Gubernur. Di dalam lingkup Provinsi sendiri, Gubernur
mempunyai kedudukan ganda yakni adalah mempunyai jabatan sebagai kepala daerah, dan
juga menjabat sebagai wakil dari pemerintah pusat di daerah tersebut dalam hal untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan.

Proses tata kelola pemerintahan daerah provinsi DKI Jakarta sendiri,


mendapatkan perhatian lebih baik dari segi peraturan daerah, SKPD yang berlaku serta
hukum yang diterapkan. Semuanya menyesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan sebagai
daerah khusus ibukota negara. Tata kelola sendiri tidak dapat dilepaskan dari adanya sebuah
prinsip – prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Meliputi adanya
transparansi, kemudian partisipasi, serta akuntanbilitas yang menjadi unsur utama. Dengan
melakukan peningkatan dalam hal akuntabilitas, kemudian dibarengi dengan reliabilitas
dalam bekerja, serta pengambilan kebijakan, yang diperkirakan di dalam organisasi
pemerintah bahkan dalam organisasi masyarakat sipil akan mewujudkan tercapainya
kesejahteraan nasional.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang diambil adalah
sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah ke khususan dari wilayah DKI Jakarta.


2. Hal apa yang berbeda dari wilayah DKI Jakarta dalam tata kelola pemerintahan
daerahnya.
3. Bagaimana pelaksanaan keuangan di wilayah DKI Jakarta serta pengelolaan dana
istimewa daerah tersebut.
4. Apa tanggapan kelompok mengenai pelaksanaan dari desentralisasi asimetris di
wilayah DKI Jakarta.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah tugas ini adalah :

1. Untuk mengetahui sejarah ke khususan dari wilayah DKI Jakarta.


2. Untuk mengetahui perbedaan hal yang terjadi dari wilayah DKI Jakarta dalam tata
kelola pemerintahan daerahnya.
3. Untuk mengetahui system pelaksanaan keuangan di wilayah DKI Jakarta serta
pengelolaan dana istimewa daerah tersebut.
4. Untuk memberikan tanggapan kelompok mengenai pelaksanaan dari desentralisasi
asimetris di wilayah DKI Jakarta.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
- Bagi Penulis
Manfaat penulisan makalah ini bagi penulis adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh nilai Mata Kuliah Tata Kelola Pemerintahan Daerah. Dan juga sebagai
bahan implementasi mata kuliah ini.
- Bagi Pembaca
Manfaat penulisan makalah ini bagi pembaca adalah dapat digunakan sebagai bahan
pengajaran di bidang pendidikan maupun di bidang penelitian-penelitian.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah ke Khususan wilayah DKI Jakarta

Status ke-khususan yang diberikan kepada Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI
Jakarta) lebih dititikberatkan pada aspek historisnya. Eksistensi DKI Jakarta dalam sejarah
perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak lepas dari dipilihnya Jakarta sebagai tempat
dilaksanakan peristiwa – peristiwa besar bangsa Indonesia. Dimulai dari sejarah kota Jakarta
yang sampai dengan tahun 1959 kota Jakarta ini masih tergabung di dalam Provinsi Jawa
Barat sebagai kotapraja dengan pimpinannya seorang Walikota.

Kekhususan Provinsi DKI Jakarta dimulai sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 2


Tahun 1961 tentang Pembentukan “Pemerintahan Daerah Chusus Ibu kota Djakarta Raya”.
DKI Jakarta yang diberikan ke-khususan karena menjadi Ibukota dari Negara Indonesia.
Alasan teknis administratif untuk mengefisiensikan pengeluaran pemerintah merupakan
alasan Jakarta menjadi daerah khusus. DPRD Provinsi DKI Jakarta sebagai Badan Legislatif
Daerah sendiri hanya terdapat pada tingkat provinsi, sedangkan di kota/kabupaten dibentuk
Dewan Kota/Kabupaten, dan di kelurahan dibentuk Dewan Kelurahan yang keanggotaannya
tidak dipilih dalam suatu pemilihan legislatif.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pada undang-undang ibukota, dapat


disimpulkan bahwa dasar pemberian kekhususan otonomi untuk Provinsi DKI Jakarta adalah
faktor hukum dan administrasi pemerintahan karena kedudukan Provinsi DKI Jakarta sebagai
ibukota NKRI, bukan karena faktor politis. Undang – undang Nomor 29 Tahun 2007 yang
mengatur tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan peraturan yang
mengatur tentang otonomi khusus di DKI Jakarta.

Yang menjadi keistimewaan dari DKI Jakarta dibanding pemerintahan provinsi lain
adalah, gubernur berhak mengangkat semua walikota dan bupati di daerahnya. DKI Jakarta
sendiri mempunyai 5 kota administrasi dan juga 1 kabupaten yaitu Jakarta Pusat, Timur,
Utara, Selatan, Barat dan juga Kepulauan Seribu. Di DKI Jakarta sendiri wilayah kota dan
kabupatennya tidak memiliki DPRD, karena DPRD berada langsung di tingkat Provinsi.
2.2 Perbedaan Wilayah DKI Jakarta dalam Tata Kelola Pemerintahan Daerahnya

Perbedaannya di dalam Tata Kelola Wilayah DKI Jakarta mempunyai peran sebagai
Ibukota Negara Indonesia memiliki tugas khusus, hak, kewajiban serta tanggung jawab
tertentu dalam menyelenggarakan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan
dari negara asing, pusat atau sebagai perwakilan lembaga internasional. Adapun beberapa
daerah yg memiliki keistimewaan dan diberikan otonomi khusus yang sudah di atur dalam
Undang-undang Pemerintah Daerah serta diberlakukan pula ketentuan khusus yang telah
diatur dalam undang-undang lain.

Adapun untuk Provinsi DKI Jakarta telah diberlakukan Undang-undang Nomor 29


Tahun 2007 yang membahas tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta
sebagai ibu kota negara Republik Indonesia. Menurut undang – undang Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 tentang sistem pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia mengakui
dan menghormati bahwa satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa
sudah diatur dalam undang-undang. Lalu, Negara juga mengakui serta ikut menghormati hak-
hak istimewa atau khusus sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lalu yang akan dibahas yaitu Provinsi DKI Jakarta yang diamana sebagai satuan dari
pemerintaan yang memiliki sifat khusus dalam kedudukan sebagai ibu kota negara dan
sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran penting yang berguna untuk mendukung
penyelenggaraan Pemerintahan negara berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Sebab itu, perlu adanya kekhususan dari tugas, hak, kewajiban serta tanggung jawab
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Terdapat pula ketentuan mengenai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 yang


melibatkan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 Nomor 93; TLN 4744). UU ini dibuat untuk
mengatur kekhususan dari provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara. Terdapat aturan
sebagai daerah otonom yang terikat pada UUD yaitu :

1. DKI Jakarta memiliki kedudukan sebagai ibu kota negara Indonesia.


2. DKI Jakarta sebagai daerah khusus dengan fungsi sebagai sebagai ibu kota negara
serta sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
3. Tanggung jawab, hak, kewajiban dan tanggung jawab DKI Jakarta dalam hal
pemerintahan adalah unik, dan merupakan tempat kedudukan perwakilan asing, pusat
dan perwakilan lembaga internasional.
4. DKI Jakarta terbagi menjadi kota administrasi dan kabupaten administrasi.
5. Anggota DPRD dari Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak yaitu berjumlah
125% berdasarkan dari jumlah maksmal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta
sebagaimana dalam undang-undang.
6. Kepala daerah atau gubernur memiliki hak menghadiri sidang kabinet yang
menyangkut kepentingan ibu kota. Gubernur sendiri memiliki hak protokoler,
mendampingi presiden termasuk salah satunya.
7. Dana rangka pelaksanaan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara di tetapkan bersama
antara pemerintah dan DPR dalam APBN ( Anggaran pembelanjaan negara ) atas
dasar usulan pemprov DKI Jakarta itu sendiri.

2.3 Pelaksanaan Serta Realisasi Keuangan DKI Jakarta

Pengelolaan keuangan daerah dapat dicerminkan dalam Anggaran Pendapatan dan


Belanja Daerah (APBD) yakni rencana tahunan Pemerintah Daerah yang menggambarkan
semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka menyelenggarakan Pemerintahan Daerah
yang dapat dinilai dengan uang. APBD dapat dikatakan merupakan instrumen dalam rangka
mewujudkan pelayanan serta peningkatan kesejahteraan untuk tercapainya tujuan bernegara.

Dilihat dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kali dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, maka sejak Tahun 2012 Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta telah menganut anggaran defisit. Di bawah ini merupakan beberapa
kebijakan serta realisasi terkait pelaksanaan keuangan di wilayah DKI Jakarta yakni sebagai
berikut :

1. Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan


Asli Daerah Yang Sah
Kebijakan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yaitu suatu
penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Penerimaan ini antara lain dari Bank Pembangunan
Daerah, Perusahaan Daerah, deviden dan Penyertaan Modal Daerah kepada pihak
ketiga. Upaya dalam hal untuk meningkatkan kinerja komponen pendapatan ini, dapat
dilakukan melalui langkah-langkah di bawah ini sebagai berikut:
a. Meningkatkan kapabilitas manajemen pengelolaan bisnis Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) yang dapat meningkatkan laba BUMD.
b. Menerapkan strategis bisnis yang tepat sasaran, serta meningkatkan
sinergisitas antar BUMD untuk menyongsong daya saing perusahaan.
c. Membuat surat penagihan deviden kepada BUMD.
d. Memperkuat struktur permodalan BUMD, antara lain melalui PMD, dan lain-
lain.
2. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yakni merupakan penerimaan daerah yang berasal
dari lain-lain milik Pemerintah Daerah, penerimaan ini asal mulanya diperoleh dari
hasil penjualan barang milik daerah, dan penerimaan jasa giro. Upaya untuk
meningkatkan kinerja Lain- lain Pendapatan Daerah Yang Sah, yaitu diperlukan suatu
kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai berikut:
a. Mengimplementasikan hasil evaluasi terhadap perjanjian-perjanjian pemanfaatan
aset daerah dengan pihak ketiga;
b. Mengoptimalkan pemanfaatan aset daerah yang berada di lahan-lahan yang
strategis dan ekonomis melalui kerjasama dengan pihak ketiga;
c. Guna sebagai pengembang pengelolaan mitigasi fiskal daerah melalui Debt
Management;
d. Upaya sebagai pengoptimalan pendapatan BLUD dengan penambahan dari RSU
Adhyaksa, RSUD Jati Padang dan RSUD Kebayoran Baru, yang sedang dalam
proses pembentukan menjadi PPK BLUD.
3. Kebijakan Dana Perimbangan

Dana perimbangan yaitu dana dalam pendapatan APBN yang dialokasikan ke setiap
daerah digunakan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Kebijakan umum terkait reksa dana difokuskan pada peningkatan ketersediaan
reksa dana. Pemprov DKI Jakarta akan berkoordinasi dengan pemerintah untuk
melaksanakan kegiatan bagi hasil perpajakan dan bukan pajak, dan memperoleh dana alokasi
khusus (DAK) non fisik, serta memperkuat kerja sama penguatan pemungutan PPh pribadi,
dan menjaring wajib pajak baru di wilayah Pemprov DKI Jakarta .

4. Kebijakan Belanja Daerah


Kebijakan belanja daerah mengutamakan pos-pos belanja yang harus diumumkan,
antara lain belanja pegawai, pembayaran bunga dan pokok pinjaman, belanja subsidi, bagi
hasil, dan belanja barang dan jasa yang harus diumumkan pada tahun yang bersangkutan.
Sesuai dengan ketersediaan dana dan kebutuhan belanja langsung, menyesuaikan dan
menghitung belanja hibah untuk pemerintah provinsi dan kabupaten / kota / desa, belanja
tidak langsung untuk belanja sosial dan belanja bantuan, serta belanja tak terduga.

Alokasi belanja daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun anggaran 2019
disesuaikan berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro, kebutuhan pengelolaan daerah, dan
kebutuhan pembangunan, serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Kebijakan terkait Belanja Daerah untuk Tahun Anggaran 2019 dijabarkan di bawah
ini:

a. Menitikberatkan pada pencapaian visi misi dan janji kerja Gubernur dan Wakil
Gubernur periode tahun 2017 hingga tahun 2022 serta pemenuhan Urusan Wajib
Pelayanan Dasar dan Urusan Wajib Pelayanan Non Dasar serta Urusan Pilihan
b. Mendorong implementasi strategi pembangunan dan arah kebijakan pembangunan
c. Upaya untuk memenuhi kewajiban penyediaan anggaran pendidikan dan kesehatan
sesuai perundang-undangan
d. Memprioritaskan belanja yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi, peningkatan
penyediaan lapangan kerja dan upaya pengentasan kemiskinan serta mendukung
kebijakan nasional
e. Mendorong alokasi anggaran untuk mendukung peran Jakarta sebagai Ibukota Negara
f. Memberikan bantuan-bantuan dalam bentuk:
- Subsidi, dalam mendukung pelayanan publik;
- Hibah, untuk menyentuh kegiatan/usaha penduduk/komunitas termasuk
pengamanan pemilihan umum;
- Bantuan sosial untuk menyentuh komunitas sosial tertentu dalam rangka
pembangunan modal sosial;
- Bantuan keuangan untuk memberikan insentif/disinsentif kepada pemerintah
daerah lainnya, guna meningkatkan kerjasama/komitmen antar pemerintah
daerah.
g. Menyerahkan alokasi anggaran pada sektor-sektor yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat.
5. Realisasi pencapaian target kinerja keuangan pada pelaksanaan APBD Tahun
Anggaran 2019 dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pendapatan Daerah
Pencapaian target kinerja Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2019 belum
mencapai hasil yang maksimal. Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2019 ditargetkan
sebesar Rp74.997.497.375.481,00 dengan realisasi sampai dengan akhir Tahun
Anggaran 2019 tercatat sebesar Rp62.300.679.833.068,00 (83,07%), atau tidak
mencapai target sebesar Rp12.696.817.542.413,00 (16,93%).
Dibandingkan dengan Realisasi Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2018
yang tercatat sebesar Rp61.235.824.747.633,00, Realisasi Pendapatan Daerah tahun
2019 mengalami peningkatan sebesar Rp1.064.855.085.435,00 atau 1,74%.
b. Belanja Daerah dan Transfer
Belanja Daerah dan Transfer Tahun Anggaran 2019 ditargetkan sebesar
Rp77.857.610.364.161,00. Realisasi Belanja Daerah dan Transfer sampai dengan
akhir Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp64.938.363.682.013,00 (83,41) atau tidak
diserap sebesar Rp12.919.246.682.148,00 (16,59%).
Apabila realisasi tersebut dibandingkan dengan realisasi Belanja Daerah dan
Transfer Tahun Anggaran 2018 yang jumlahnya tercatat Rp61.410.121.851.157,00,
maka realisasi Belanja Daerah dan Transfer Tahun Anggaran 2019 naik sebesar
Rp3.528.241.830.856,00 atau 5,75% Hal ini menunjukan bahwa kinerja Belanja
Daerah dan Transfer Tahun 2019 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Realisasi Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2019 sebesar
Rp62.300.679.833.068,00 dan Realisasi Belanja Daerah dan Transfer Tahun
Anggaran 2019 sebesar Rp64.938.363.682.013,00 menyebabkan kinerja keuangan
daerah Tahun Anggaran 2019 mengalami defisit sebesar Rp2.637.683.848.945,00
sebelum memperhitungkan pembiayaan.
c. Pembiayaan Daerah
Realisasi Pembiayaan Daerah dari sisi penerimaan sampai dengan akhir Tahun
Anggaran 2019 bersumber dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Tahun
2018 yang tercatat dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2018 sebesar Rp9.755.082.722.776,00, pinjaman dalam negeri - pemerintah
pusat sebesar Rp1.971.239.845.495,00 pinjaman dalam negeri – lembaga keuangan
bank sebesar Rp53.918.320.859,00, dan penerimaan kembali investasi non permanen
sebesar Rp1.717.652.577,00.
Dengan demikian total realisasi Pembiayaan dari sisi penerimaan sampai
dengan akhir Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp11.781.958.541.707,00 atau 99,05%.
Sedangkan realisasi Pembiayaan Daerah dari sisi pengeluaran sampai dengan akhir
Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp7.934.855.586.453,00 atau 87,82% dari anggaran
yang ditetapkan sebesar Rp9.034.886.734.096,00.

2.4 Tanggapan Kelompok mengenai Pelaksanaan dari Desentralisasi Asimetris di


Wilayah DKI Jakarta

Pelaksanaan desentralisasi sebagai asas pelaksanaan otonomi daerah adalah sebuah


konsekuensi logis dari penerapan demokrasi yang ada di Indonesia yang selalu menuntut
perubahan kearah bentuk yang dianggap selalu ideal. Desentralisasi datang dengan bentuk
untuk menjawab adanya tuntutan dari sebuah perubahan. Pelaksanaan desentralisasi asimetris
di wilayah DKI Jakarta dalam konteks evaluasi sungguh berbeda dengan daerah lainnya,
khususnya Papua dan Aceh yang juga menerima status “istimewa”.

Menjadi pertimbangan besar dalam pemberian keistimewaan kepada DKI Jakarta


adalah lebih kepada aspek historis daerahnya. DKI Jakarta juga dinilai tidak mempunyai
potensi yang dapat menghawatirkan dari segi kesejahteraan dan keutuhan wilayah NKRI
sehingga alasan-alasan tersebut dapat disisihkan dari pembahasan. Kenyataan yang dihadapi
oleh bangsa ini, ternyata masing – masing daerah tengah berdinamika dengan potensi
daerahnya. Hal tersebut tidak akan menjadi sesuatu yang perlu dikhawatirkan secara serius
jika diarahkan ke dalam pola yang positif.

Namun, jika dinamika tersebut mengarah terhadap konflik dan disintegrasi nasional
maka harus diperlakukan dengan tidak biasa. Bentuk keistimewaan yang datang dari adanya
desentralisasi asimetris telah memberikan sebuah sistem berbagai kewenangan dengan
pemerintah pusat yang bertujuan untuk menjaga eksistensi daerah tersebut. DKI Jakarta, yang
diberikan “ke-khususan” memang dirasa perlu juga intropeksi dari kekurangan dalam
pelaksanaannya.

Impian untuk menjadi sebuah smart city yang merupakan kota dengan taraf
internasional sehingga pembangunan begitu intens berdampak di DKI Jakarta, ternyata telah
menciptakan kepadatan penduduk yang luar biasa sebagai dampak dari harapan besar
kebanyakan orang untuk mencari kesejahteraan di Jakarta. Yang pada akhirnya berdampak
pada permasalahan yang terjadi di Ibukota mulai dari kemacetan, kesemerawutan tata ruang
kota, kriminalitas, dan disparitas sosial yang ada di Jakarta.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kota Jakarta di Negara Indonesia sendiri mempunyai kedudukan sebagai ibukota


negara yang diatur tersendiri di dalam Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia sehingga memiliki karakter yang berbeda dengan daerah lain.

Pemberian status khusus kepada Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) lebih
ditekankan pada aspek historisnya. Keberadaan DKI Jakarta dalam sejarah perjuangan
kemerdekaan bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari dipilihnya Jakarta sebagai tempat
diselenggarakan peristiwa – peristiwa besar bangsa Indonesia.

Pengelolaan keuangan daerah di wilayah DKI Jakarta sendiri dapat dicerminkan


dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yakni rencana tahunan Pemerintah
Daerah wilayah DKI Jakarta yang menggambarkan semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka menyelenggarakan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang. APBD
dapat dikatakan merupakan instrumen dalam rangka mewujudkan pelayanan serta
peningkatan kesejahteraan untuk tercapainya tujuan bernegara.

3.2 Saran

Wilayah DKI Jakarta sebagai daerah khusus serta Ibukota di Negara kita ini sudah
seharusnya dapat memberikan kelayakan bagi masyarakatnya. Aturan yang diberlakukan
serta pembangunan yang sedang berjalan diharapkan dapat memenuhi aspirasi yang
dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Selain itu juga kedepannya agar DKI Jakarta dapat memberikan contoh bagi wilayah
lain untuk terus menggembangkan potensinya di dalam menjalankan sistem pemerintahan
daerahnya. Untuk itu, dibutuhkan juga dukungan dari seluruh elemen masyarakat dalam
pembangunan DKI Jakarta, menjadi daerah yang maju kotanya, bahagia warganya.
Daftar Pustaka
 Kartika, Mimi. (2019). Jakarta Dinilai Siap Jadi Daerah Khusus Ekonomi.
https://nasional.republika.co.id/berita/q1xg7a335/jakarta-dinilai-siap-jadi-daerah-khusus-
ekonomi#:~:text=Robert%20mengatakan%2C%20selama%20ini%20Jakarta,daerah%20d
engan%20daerah%20otonomi%20tunggal. Diakses pada Kamis, 07 Januari 2021. Pukul
10.00 WIB
 Radea, Pandu. (2020). Mengenal Lima Daerah Khusus dan Istimewa Di Indonesia.
https://jernih.co/potpourri/mengenal-lima-daerah-khusus-dan-istimewa-di-indonesia/.
Diakses pada Kamis, 07 Januari 2021. Pukul 12.00 WIB
 Hutapea, Purba. (2020). Mengejar Status Sebagai Provinsi Daerah Khusus Jakarta Pasca
Pemindahan Ibukota Negara Ke Provinsi Kalimantan Timur. Monas Jurnal Inovasi
Aparatur. Vol 2 No (1). 139.
 Pratama, Andhika Yuda. (2015). Pelaksanaan Desentralisasi Asimetris Dalam Tata Kelola
Pemerintahan Daerah Di Era Demokrasi. Jurnal Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Th. 28, Nomor 1. 8 – 9.
 PPID. (2019). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun
Anggaran 2019. https://ppid.jakarta.go.id/assets/pdf/lkpd2019.pdf. Diakses pada Minggu,
10 Januari 2021. Pukul 10.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai