Tata Kelola Pemerintahan Daerah Yang Diamanahkan Menjadi Daerah Khusus Ibukota
Tata Kelola Pemerintahan Daerah Yang Diamanahkan Menjadi Daerah Khusus Ibukota
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai Mata Kuliah
Tata Kelola Pemerintahan Daerah
Disusun Oleh:
KELOMPOK 1 :
SAIFUL (1935010002)
DINI ROHMAH (1935060001)
DEDI JUNAEDI (1935060007)
AMELIA NOVA .L. (1935060002)
LINTANG INDARTI (1935060013)
RIZKY JULMANSYAH .L. (1935060005)
MOHAMMAD MAULANA .R. (1935060003)
Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan ……………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………...……………. 2
1.3 Tujuan Penulisan ...………………………………………….............. 2
1.4 Manfaat Penulisan …...………………………………………………. 2
BAB II
Pembahasan………………………………………………………………. 3
2.1 Sejarah ke Khususan wilayah DKI Jakarta……………………………. 3
2.2 Perbedaan Wilayah DKI Jakarta dalam Tata Kelola Pemerintahan Daerahnya. 4
2.3 Pelaksanaan Serta Realisasi Keuangan DKI Jakarta………………….. 5
2.4 Tanggapan Kelompok mengenai Pelaksanaan dari Desentralisasi Asimetris di
Wilayah DKI Jakarta………………………………………………………. 9
BAB III
Penutup ……………………………………………………..….…………. 11
3.1 Kesimpulan ……………………………………………..……………. 11
3.2 Saran………………………………………………………..…………. 11
Daftar Pustaka………………………………………………………..……….. 12
BAB I
PENDAHULUAN
Karena pelaksanaan otonomi yang terdapat pada ruang lingkup di provinsi DKI
Jakarta, maka kedudukan di dalam kota/kabupatennya pun bersifat administratif dan juga
merupakan wilayah kerja dari Gubernur. Di dalam lingkup Provinsi sendiri, Gubernur
mempunyai kedudukan ganda yakni adalah mempunyai jabatan sebagai kepala daerah, dan
juga menjabat sebagai wakil dari pemerintah pusat di daerah tersebut dalam hal untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang diambil adalah
sebagai berikut :
PEMBAHASAN
Status ke-khususan yang diberikan kepada Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI
Jakarta) lebih dititikberatkan pada aspek historisnya. Eksistensi DKI Jakarta dalam sejarah
perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak lepas dari dipilihnya Jakarta sebagai tempat
dilaksanakan peristiwa – peristiwa besar bangsa Indonesia. Dimulai dari sejarah kota Jakarta
yang sampai dengan tahun 1959 kota Jakarta ini masih tergabung di dalam Provinsi Jawa
Barat sebagai kotapraja dengan pimpinannya seorang Walikota.
Yang menjadi keistimewaan dari DKI Jakarta dibanding pemerintahan provinsi lain
adalah, gubernur berhak mengangkat semua walikota dan bupati di daerahnya. DKI Jakarta
sendiri mempunyai 5 kota administrasi dan juga 1 kabupaten yaitu Jakarta Pusat, Timur,
Utara, Selatan, Barat dan juga Kepulauan Seribu. Di DKI Jakarta sendiri wilayah kota dan
kabupatennya tidak memiliki DPRD, karena DPRD berada langsung di tingkat Provinsi.
2.2 Perbedaan Wilayah DKI Jakarta dalam Tata Kelola Pemerintahan Daerahnya
Perbedaannya di dalam Tata Kelola Wilayah DKI Jakarta mempunyai peran sebagai
Ibukota Negara Indonesia memiliki tugas khusus, hak, kewajiban serta tanggung jawab
tertentu dalam menyelenggarakan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan
dari negara asing, pusat atau sebagai perwakilan lembaga internasional. Adapun beberapa
daerah yg memiliki keistimewaan dan diberikan otonomi khusus yang sudah di atur dalam
Undang-undang Pemerintah Daerah serta diberlakukan pula ketentuan khusus yang telah
diatur dalam undang-undang lain.
Lalu yang akan dibahas yaitu Provinsi DKI Jakarta yang diamana sebagai satuan dari
pemerintaan yang memiliki sifat khusus dalam kedudukan sebagai ibu kota negara dan
sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran penting yang berguna untuk mendukung
penyelenggaraan Pemerintahan negara berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Sebab itu, perlu adanya kekhususan dari tugas, hak, kewajiban serta tanggung jawab
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dilihat dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kali dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, maka sejak Tahun 2012 Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta telah menganut anggaran defisit. Di bawah ini merupakan beberapa
kebijakan serta realisasi terkait pelaksanaan keuangan di wilayah DKI Jakarta yakni sebagai
berikut :
Dana perimbangan yaitu dana dalam pendapatan APBN yang dialokasikan ke setiap
daerah digunakan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Kebijakan umum terkait reksa dana difokuskan pada peningkatan ketersediaan
reksa dana. Pemprov DKI Jakarta akan berkoordinasi dengan pemerintah untuk
melaksanakan kegiatan bagi hasil perpajakan dan bukan pajak, dan memperoleh dana alokasi
khusus (DAK) non fisik, serta memperkuat kerja sama penguatan pemungutan PPh pribadi,
dan menjaring wajib pajak baru di wilayah Pemprov DKI Jakarta .
Alokasi belanja daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun anggaran 2019
disesuaikan berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro, kebutuhan pengelolaan daerah, dan
kebutuhan pembangunan, serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Kebijakan terkait Belanja Daerah untuk Tahun Anggaran 2019 dijabarkan di bawah
ini:
a. Menitikberatkan pada pencapaian visi misi dan janji kerja Gubernur dan Wakil
Gubernur periode tahun 2017 hingga tahun 2022 serta pemenuhan Urusan Wajib
Pelayanan Dasar dan Urusan Wajib Pelayanan Non Dasar serta Urusan Pilihan
b. Mendorong implementasi strategi pembangunan dan arah kebijakan pembangunan
c. Upaya untuk memenuhi kewajiban penyediaan anggaran pendidikan dan kesehatan
sesuai perundang-undangan
d. Memprioritaskan belanja yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi, peningkatan
penyediaan lapangan kerja dan upaya pengentasan kemiskinan serta mendukung
kebijakan nasional
e. Mendorong alokasi anggaran untuk mendukung peran Jakarta sebagai Ibukota Negara
f. Memberikan bantuan-bantuan dalam bentuk:
- Subsidi, dalam mendukung pelayanan publik;
- Hibah, untuk menyentuh kegiatan/usaha penduduk/komunitas termasuk
pengamanan pemilihan umum;
- Bantuan sosial untuk menyentuh komunitas sosial tertentu dalam rangka
pembangunan modal sosial;
- Bantuan keuangan untuk memberikan insentif/disinsentif kepada pemerintah
daerah lainnya, guna meningkatkan kerjasama/komitmen antar pemerintah
daerah.
g. Menyerahkan alokasi anggaran pada sektor-sektor yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat.
5. Realisasi pencapaian target kinerja keuangan pada pelaksanaan APBD Tahun
Anggaran 2019 dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pendapatan Daerah
Pencapaian target kinerja Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2019 belum
mencapai hasil yang maksimal. Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2019 ditargetkan
sebesar Rp74.997.497.375.481,00 dengan realisasi sampai dengan akhir Tahun
Anggaran 2019 tercatat sebesar Rp62.300.679.833.068,00 (83,07%), atau tidak
mencapai target sebesar Rp12.696.817.542.413,00 (16,93%).
Dibandingkan dengan Realisasi Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2018
yang tercatat sebesar Rp61.235.824.747.633,00, Realisasi Pendapatan Daerah tahun
2019 mengalami peningkatan sebesar Rp1.064.855.085.435,00 atau 1,74%.
b. Belanja Daerah dan Transfer
Belanja Daerah dan Transfer Tahun Anggaran 2019 ditargetkan sebesar
Rp77.857.610.364.161,00. Realisasi Belanja Daerah dan Transfer sampai dengan
akhir Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp64.938.363.682.013,00 (83,41) atau tidak
diserap sebesar Rp12.919.246.682.148,00 (16,59%).
Apabila realisasi tersebut dibandingkan dengan realisasi Belanja Daerah dan
Transfer Tahun Anggaran 2018 yang jumlahnya tercatat Rp61.410.121.851.157,00,
maka realisasi Belanja Daerah dan Transfer Tahun Anggaran 2019 naik sebesar
Rp3.528.241.830.856,00 atau 5,75% Hal ini menunjukan bahwa kinerja Belanja
Daerah dan Transfer Tahun 2019 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Realisasi Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2019 sebesar
Rp62.300.679.833.068,00 dan Realisasi Belanja Daerah dan Transfer Tahun
Anggaran 2019 sebesar Rp64.938.363.682.013,00 menyebabkan kinerja keuangan
daerah Tahun Anggaran 2019 mengalami defisit sebesar Rp2.637.683.848.945,00
sebelum memperhitungkan pembiayaan.
c. Pembiayaan Daerah
Realisasi Pembiayaan Daerah dari sisi penerimaan sampai dengan akhir Tahun
Anggaran 2019 bersumber dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Tahun
2018 yang tercatat dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2018 sebesar Rp9.755.082.722.776,00, pinjaman dalam negeri - pemerintah
pusat sebesar Rp1.971.239.845.495,00 pinjaman dalam negeri – lembaga keuangan
bank sebesar Rp53.918.320.859,00, dan penerimaan kembali investasi non permanen
sebesar Rp1.717.652.577,00.
Dengan demikian total realisasi Pembiayaan dari sisi penerimaan sampai
dengan akhir Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp11.781.958.541.707,00 atau 99,05%.
Sedangkan realisasi Pembiayaan Daerah dari sisi pengeluaran sampai dengan akhir
Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp7.934.855.586.453,00 atau 87,82% dari anggaran
yang ditetapkan sebesar Rp9.034.886.734.096,00.
Namun, jika dinamika tersebut mengarah terhadap konflik dan disintegrasi nasional
maka harus diperlakukan dengan tidak biasa. Bentuk keistimewaan yang datang dari adanya
desentralisasi asimetris telah memberikan sebuah sistem berbagai kewenangan dengan
pemerintah pusat yang bertujuan untuk menjaga eksistensi daerah tersebut. DKI Jakarta, yang
diberikan “ke-khususan” memang dirasa perlu juga intropeksi dari kekurangan dalam
pelaksanaannya.
Impian untuk menjadi sebuah smart city yang merupakan kota dengan taraf
internasional sehingga pembangunan begitu intens berdampak di DKI Jakarta, ternyata telah
menciptakan kepadatan penduduk yang luar biasa sebagai dampak dari harapan besar
kebanyakan orang untuk mencari kesejahteraan di Jakarta. Yang pada akhirnya berdampak
pada permasalahan yang terjadi di Ibukota mulai dari kemacetan, kesemerawutan tata ruang
kota, kriminalitas, dan disparitas sosial yang ada di Jakarta.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemberian status khusus kepada Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) lebih
ditekankan pada aspek historisnya. Keberadaan DKI Jakarta dalam sejarah perjuangan
kemerdekaan bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari dipilihnya Jakarta sebagai tempat
diselenggarakan peristiwa – peristiwa besar bangsa Indonesia.
3.2 Saran
Wilayah DKI Jakarta sebagai daerah khusus serta Ibukota di Negara kita ini sudah
seharusnya dapat memberikan kelayakan bagi masyarakatnya. Aturan yang diberlakukan
serta pembangunan yang sedang berjalan diharapkan dapat memenuhi aspirasi yang
dibutuhkan oleh masyarakat luas.
Selain itu juga kedepannya agar DKI Jakarta dapat memberikan contoh bagi wilayah
lain untuk terus menggembangkan potensinya di dalam menjalankan sistem pemerintahan
daerahnya. Untuk itu, dibutuhkan juga dukungan dari seluruh elemen masyarakat dalam
pembangunan DKI Jakarta, menjadi daerah yang maju kotanya, bahagia warganya.
Daftar Pustaka
Kartika, Mimi. (2019). Jakarta Dinilai Siap Jadi Daerah Khusus Ekonomi.
https://nasional.republika.co.id/berita/q1xg7a335/jakarta-dinilai-siap-jadi-daerah-khusus-
ekonomi#:~:text=Robert%20mengatakan%2C%20selama%20ini%20Jakarta,daerah%20d
engan%20daerah%20otonomi%20tunggal. Diakses pada Kamis, 07 Januari 2021. Pukul
10.00 WIB
Radea, Pandu. (2020). Mengenal Lima Daerah Khusus dan Istimewa Di Indonesia.
https://jernih.co/potpourri/mengenal-lima-daerah-khusus-dan-istimewa-di-indonesia/.
Diakses pada Kamis, 07 Januari 2021. Pukul 12.00 WIB
Hutapea, Purba. (2020). Mengejar Status Sebagai Provinsi Daerah Khusus Jakarta Pasca
Pemindahan Ibukota Negara Ke Provinsi Kalimantan Timur. Monas Jurnal Inovasi
Aparatur. Vol 2 No (1). 139.
Pratama, Andhika Yuda. (2015). Pelaksanaan Desentralisasi Asimetris Dalam Tata Kelola
Pemerintahan Daerah Di Era Demokrasi. Jurnal Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Th. 28, Nomor 1. 8 – 9.
PPID. (2019). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun
Anggaran 2019. https://ppid.jakarta.go.id/assets/pdf/lkpd2019.pdf. Diakses pada Minggu,
10 Januari 2021. Pukul 10.00 WIB