Anda di halaman 1dari 7

MATA PRAKTIKUM II

METODE PEMERIKSAAN SIKLUS BIRAHI


(Swab Vagina pada Tikus)

Tujuan Instruksional Khusus :


Mampu memahami konsep siklus reproduksi pada hewan dengan melihat dari hasil vaginal
smear

Siklus Birahi
Definisi siklus birahi adalah perubahan fisiologis yang terjadi secara berkala pada
kebanyakan hewan mamalia betina dari akibat adanya regulasi dari hormon-hormon
reproduksi. Siklus birahi ini dimulai setelah hewan betina mengalami pubertas secara seksual.
Siklus ini terbagi menjadi beberapa fase, yaitu fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus.
Siklus estrus membuat hewan betina mengalami "birahi", sehingga pada masa ini mereka siap
untuk kawin dengan hewan jantan.

Menurut Prihatno (2006), pengamatan estrus merupakan salah satu faktor penting dalam
manajemen reproduksi sapi perah. Kegagalan dalam deteksi estrus dapat menyebabkan
kegagalan kebuntingan. Problem utama deteksi estrus umumnya bila dijumpai sapi-sapi
yang subestrus atau silent heat, karena tidak semua peternak mampu mendeteksinya, untuk itu
diperlukan metode untuk mendeteksi birahi, seperti :

1. Swab vagina (Vaginal Smear)


2. Identifikasi sapi (penomeran pada ear tags)
3. Meningkatkan observasi secara teratur
4. Menggunakan deteksi estrus (heat mount detector with KaMar)
5. Menggunakan pejantan yang dikebiri
6. Menggunakan pedometer, anjing terlatih dan assay progesteron susu.

Menurut Hosein and Gibson (2006), deteksi estrus pada sapi dara biasanya sedikit lebih
sulit karena pendeknya periode estrus. Karena itu kemungkinan tanda-tanda estrus pada sapi
dara lebih sulit diamati dibandingkan dengan sapi yang pernah bunting. Maka dari itu di
sarankan pada para peternak untuk memeriksa tanda-tanda estrusnya 3 kali sehari pada sapi
dara. Semua sapi dara yang ditemukan mengalami estrus harus direkording/dicatat tanggal dan
identitasnya sehingga dapat membantu untuk memprediksi periode estrus selanjutnya.
Beberapa tanda-tanda sapi estrus antara lain :

1. Sapi terlihat resah dan gelisah, beberapa mencari perhatian dengan menempatkan
kepalanya pada punggung sapi dewasa yang terdapat dalam kelompok ternak.
2. Urinasi berkali-kali.
3. Pangkal ekor mengkerut, lumpur pada sisi dan punggung sapi dan vulva terlihat
berwarna merah, adanya mukus.
4. Sapi yang sedang estrus saling mengelilingi.
5. Mukus berdarah dari vulva menandakan bahwa sapi telah estrus beberapa hari
sebelumnya dan sekarang tidak estrus.
6. Tanda estrus sesungguhnya terlihat pada saat sapi betina dinaiki dan tidak menolak,
yang sering disebut standing heat (Gambar 2.)

Berikut ini adalah beberapa metode deteksi birahi adalah :

Vaginal Smear
Siklus estrus pada tikus betina terdiri dari proestrus, estrus, metestrus dan diestrus.
Siklus ini dapat diamati dengan melihat perubahan sel-sel penyusun lapisan epitel vagina
yang dapat dideteksi dengan metode apusan vagina pewarnaan metylen blue. Swab vagina
merupakan merupakan parameter yang akurat untuk mendeteksi estrus pada ternak.
Perubahan morfologi sel epitel dinding vagina dipengaruhi oleh hormon. Aktivitas ovarium
mempengaruhi produksi hormon estrogen dan progesteron dibawah kontrol hormon
gonadotropin dari hipofisis anterior. Hormon progesteron mulai meningkat pada akhir
estrus dengan terbentuknya korpus luteum (CL). Korpus luteum memproduksi hormon
progesteron dan hanya bertahan beberapa waktu, dimana hal tersebut menandakan bahwa
hewan berada dalam fase luteal (Senger, 1999). Pada akhir fase luteal jika tidak terjadi
kebuntingan, CL akan mengalami regresi atas pengaruh PGF2α yang dihasilkan oleh
endometrium. Dengan menurunnya konsentrasi P4 maka akan terjadi pembentukan folikel
baru untuk memasuki siklus estrus yang baru (Nalley et al., 2011).
Pada fase luteal, sel epitel dari dinding vagina akan didominasi oleh sel parabasal,
sedangkan memasuki fase estrus sel epitel berubah menjadi sel superfisial dan sel tanduk
(kornifikasi) yang menandakan hewan dalam keadaan puncak estrus). Pada fase estrus,
hormon estrogen akan meningkatkan keaktifan dinding uterus, menyebabkan hipersekresi
dan keratinisasi sel-sel epitel uterus dan vagina sehingga sel yang terikut dalam ulasan
adalah sel-sel superfisial (Najamudin et al., 2010). Menurut Gordon (2003) Fase estrus
terjadi selama 12 jam. Setelah fase ini berakhir dilanjutkan fase metestrus, diestrus dan
kembali lagi ke proestrus. Fase metestrus adalah periode yang berawal sejak berkahirnya
estrus hingga kira-kira 3 hari kemudian. Utamanya, pada periode metestrus terjadi
pembentukkan corpus luteum. Pasa hasil swab vagina, fase metestrus ditandai dengan
adanya sel kornifikasi (sel tanduk) disertai sel leukosit. Fase diestrus merupakan periode
pada siklus birahi. Pada fase ini korpus luteum berkembang dan berfungsi secara penuh
(sempurna). Akibatnya, konsentrasi hormon progesteron dalam darah meningkat. Fase ini
akan ditandai dengan regresinya corpus luteum. Menurut Aliagas (2010), fase diestrus pada
hasil swab vagina akan ditandai dengan terlihatnya sel-sel epitel berinti dalam jumlah yang
sedikit dan sel leukosit dalam jumlah banyak. Pengamatan vaginal smear pada mencit betina
menunjukkan bahwa mencit tersebut sedang mengalami fase diestrus. Adapun klasifikasi
fase birahi sebagai berikut ini :

Fase Proestrus
Proestrus merupakan fase pendek yang berlangsung rata-rata selama 14 jam pada tikus dan
kurang dari 24 jam pada mencit. Gambaran hasil sitologi yang dominan pada fase ini adalah
komposisi sel didominasi oleh sel intermediet dan sel superficial, seperti pada Gambar 3.6. Pada
akhir fase proestrus sel superfisial mulai mendominasi (Firman, 2013).Umumnya epitel akan
tampak dalam kluster kohesif (seperti anggur) atau berantai. Preparat sitologi hasil swab
vagina pada kondisi estrus pada umumnya tidak ditemukan adanya neutrofil, sel epitel berinti
paling mendominasi, sedangkan sel epitel yang tidak berinti hanya dalam jumlah kecil, akan
tetapi semakin menuju fase estrus, sel-sel tidak berinti makin banyak (Cora et al., 2015).

Fase Estrus
Durasi estrus pada tikus berkisar antara 24-48 jam sedangkan pada mencit berkisar antara 12-
48 jam Berdasarkan sitologi epitel vagina, fase estrus ditandai komposisi sel terdiri dari 90%
sel superficial dan kornifikasi, 5% sel intermediet, dan sisanya sel epitel lain, seperti pada
Gambar 3.7. Dalam fase estrus betina akan menerima pejantan, tingkah laku tersebut
dipengaruhi oleh peningkatan hormon estrogen yang dihasilkan. Vaskularisasi yang berlebih
menyebabkan pertumbuhan epitel yang sangat cepat. Vaskularisasi berlebih menyebabkan sel
epitel pecah dan inti menghilang. Selain itu estrogen juga dapat menyebabkan keratinisasi pada
epitel yang luruh. Pada saat dilakukan pengamatan sitologi vagina akan banyak ditemukan sel
epitel kornifikasi Fungsi dari epitel kornifikasi ini adalah melindungi mukosa vagina saat terjadi
kopulasi (Firman, 2013).

Fase Metestrus
Metestrus pada tikus hanya berlangsung selama 6-8 jam sedangkan pada mencit dapat
mencapai 24 jam. Berdasarkan sitologi epitel vagina, fase metestrus tampak adanya sel epitel
kornifikasi dan beberapa leukosit, seperti pada Gambar 3.8 (Firman, 2013). Metestrus ditandai
dengan berhentinya puncak estrus dan bekas folikel setelah ovulasi mengecil dan berhentinya
pengeluaran lendir. Selama metestrus, rongga yang ditinggalkan oleh pemecahan folikel mulai
terisi dengan darah. Darah membentuk struktur yang disebut korpus hemoragikum. Setelah
sekitar 5 hari, korpus hemoragikum mulai berubah menjadi jaringan luteal, menghasilkan
korpus luteum atau Cl. Fase ini sebagian besar berada dibawah pengaruh progesteron yang
dihasilkan oleh korpus luteum. Progesteron menghambat sekeresi FSH oleh pituitari anterior
sehingga menghambat pertumbuhan folikel ovarium dan mencegah terjadinya estrus. Pada
masa ini terjadi ovulasi, kurang lebih 10-12 jam sesudah estrus, kira-kira 24 sampai 48 jam
sesudah birahi (Frandson, 1992).

Fase Diestrus
Diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus berahi, korpus luteum menjadi
matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Diestrus
merupakan fase paling lama dalam siklus dengan rata-rata mencapai 48-72 jam baik pada tikus
ataupun pada mencit. Fase diestrus ditandai dengan penurunan jumlah sel-sel epitel tidak
berinti, seperti pada Gambar 3.9. Fase diestrus ditandai dengan terlihatnya sel epitel kornifikasi
(sel tanduk) dan banyak ditemukan leukosit serta sedikir sel epitel basal. Pada kondisi ini
hewan tidak mau dikawini (Cora et al., 2015).
Adapu tabel karakteristik fase siklus estrus dapat dilihat pada tabel 1. dibawah ini.
Tabel 1. Karakteristik Fase Siklus Estrus

(Sumber : Nadjamuddin, dkk., 2011)

Alat dan Bahan :


1. Cottonbud steril
2. Obeject Glass
3. Mikroskop
4. Pipet atau spuit 1 cc
5. Beker Glass
6. Tikus (Rattus norvegicus) betina umur 8-10 minggu BB. 150-250 gr
7. NaCl Fisiologis 0,1
8. Eosin negrosin 1%/methilen blue 1%/Giemsa 1%
9. Alhohol 70%
10. Air mengalir

Prosedur Kerja :

Vaginal smear adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui fase dalam siklus
estrus. Alat dan bahan yang digunakan antara lain mikroskop, object glass, cover glass, cotton
bud, tisu, tikus betina (Rattus norvegicus ♀) yang telah dewasa kelamin (umur 8-10 minggu
berat badan 150-250 gr) dan tidak sedang hamil, larutan NaCl fisiologis 0.1%, larutan alkohol
70%, pewarna eosin negrosin 1%, dan air mengalir dengan debit rendah. Metode vaginal smear
yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) tikus betina diperiksa terlebih dahulu (telah dewasa
kelamin dan tidak bunting), dipegang dengan telapak tangan yang tidak dominan (tangan kiri),
2). dihandling dengan memegang os cervicalis tikus kemudian ditelentangkan di atas telapak
tangan, bagian tengkuk dijepit dengan ibu jari dan telunjuk, ekor dijepit diantara telapak tangan
dan jari kelingking. Ujung cotto; 3). cottonbud selanjutnya dibasahi dengan larutan NaCl
fisiologis 0,1% dan dimasukkan perlahan ke dalam vagina mencit sedalam ± 5 mm, diputar
searah jarum jam dua hingga tiga kali; 4) Ujung cottonbud tersebut dioleskan pada object glass
sebanyak tiga baris olesan dengan arah yang sama (sejajar), dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.

Gambar. Vaginal Smear Pada Tikus Betina (Rattus norvegicus)

5) Ulasan vagina tersebut difiksasi dengan cara mensemprot alkohol 70% dan didiamkan
selama ± 2-3 menit; 6) Object glass kemudian diteteskan eosin negrosin 1% atau giemsa atau
methylen blue 1%, didiamkan selama ± 2-5 menit hingga kering, dicuci pada air mengalir
dengan debit air yang sangat rendah, dan dikeringkan. Preparat vaginal smear yang telah jadi
kemudian diamati di bawah mikroskop.

Gambar. Diagram Alir Prosedur Swab Vagina


Heat Mount Detector dengan KaMar
Kamar Heatmount Detectors adalah sebuah alat pendeteksi birahi yang sangat aplikatif
untuk membantu mengidentifikasi sapi yang siap untuk dikawinkan alami atau inseminasi
buatan. Salah satu perilaku birahi pada sapi yaitu standing heat merupakan tanda yang paling
dapat dipastikan bahwa seekor sapi siap untuk dikawinkan. Detektor KaMar adalah perangkat
yang peka terhadap tekanan dengan mekanisme waktu terintegrasi yang dirancang untuk
diaktifkan dengan perilaku standing heat. Sehingga pada saat hewan betina dinaiki oleh lawan
jenis maka akan terpaku pada sakrum (kepala ekor), tekanan dari brisket hewan dummy
membutuhkan sekitar 3 detik untuk mengubah detektor dari putih menjadi merah. Mekanisme
pengaturan waktu ini membantu membedakan antara standing hewat absoulut versus aktivitas
pemasangan salah. Adapun gambar KaMar dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar. Deteksi Birahi Dengan Metode KaMar


LEMBAR KERJA :
1. Apa yang anda ketahui mengetahui tentang swab vagina pada tikus ?

2. Apa syarat dilakukan swab vagina ?

3. Gambarkan hasil swab vagina dan sebutkan sel apa saja yang anda lihat ?

4. Bagaimanakah cara menentukan siklus birahi pada ternak yang anda ketahui ?

5. Carilah video heat mount detector dengan menggunakan metode KaMar ?

Anda mungkin juga menyukai