Anda di halaman 1dari 7

Nama : Martoni Ira Malik

NIM : E1S019054
Lembar Jawaban UTS Pendidikan Gender

1. Gender Perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggung
jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari
kelompok masyarakat, perbedaanya ,Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata
nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah
menurut waktu serta kondisi setempat. Sedangkan jenis kelamin (seks) merupakan kodrat
biologis pemberian Tuhan yang sifatnya tidak bisa dipertukarkan. Kodrat biologis laki-laki
dan perempuan sifatnya melekat dan tidak bisa berubah.
Gender Sex (Jenis Kelamin)
Bersifat biologis (dibawa sejak lahir)
Dikonstruksikan oleh sosial budaya
(cultural construction)
masyarakat
Tidak dapat diubah (sudah kodrati) yang
Bisa diubah (dipertukarkan) antara bersifat given
laki-laki dan perempuan
Bersifat universal atau berlaku di
Bersifat lokal (ada perbedaan seluruh wilayah masyarakat
disetiap budaya masyarakat)
Sama dari waktu ke waktu
Berbeda dari waktu ke waktu dan dari
generasi ke generasi berikutnya

2. Feminisme adalah paham perempuan yang berupaya memperjuangkan hak-haknya sebagai


kelas sosial.Adapun dalam hubungan ini perlu dibedakan antara male dan female (sebagai
aspek perbedaan biologis dan hakikat alamiah), masculine dan feminine (sebagai aspek
perbedaan psikologis dan cultural). Feminisme muncul sebagai upaya untuk perlawanan
perempuan terhadap ketidakadilan gender oleh kaum perempuan dan laki-laki.
a. Feminisme Liberal
Sesuai dengan namanya, feminisme jenis ini menganut pahal liberalisme yaitu
mementingkan kebebasan. Mereka menyatakan “semua manusia, laki-laki dan
perempuan diciptakan seimbang, serasi dan mestinya tidak terjadi penindasan antara
satu dengan lainnya”. Tokoh utama gerakan feminisme liberal ialah Mary
Wollstonecraft yang menulis buku berjudul “Vindication of Right of Woman”.
b. Feminisme Marxis Komunis
Feminisme Marxis muncul karena menganggap bahwa ketertinggalan perempuan
disebabkan karena kapitalisme dalam sebuah negara. Kapitalisme sendiri ialah paham
yang menyatakan individu dapat memperkaya dirinya sebanyak mungkin.
c. Feminisme Sosialis
Feminisme Sosialis muncul karena kritik terhadap feminisme marxis. Kaum
Feminisme Sosialis menganggap bahwa kapitalisme bukanlah pusat dari permasalahan
rendahnya kedudukan sosial wanita, alasannya. “Bahkan sebelum kapitalisme muncul,
kedudukan wanita sudah dianggap lebih rendah”. Tujuan utama feminisme sosialis
ialah untuk mengapuskan sistem kepemilikan dalam struktur sosial
d. Feminisme Radikal
Paham ini muncul pada pertengahan abad 19 yang menawarkan ideologi ” perjuangan
Separatisme Perempuan”, dalam hal ini mereka menuntut kesamaan kedudukan
perempuan dengan laki-laki dalam setiap struktur sosial, contohnya dalam
keluarga.Feminisme radikal lebih berfokus memperjuang hak perempuan dalam aspek
biologis “nature”, tetapi dalam perkembangannya feminisme ini menjadi ekstrim,
mereka mulai memusatkan perhatian hanya kepada perempuan.
e. Feminisme Anarkis
Feminisme anarkis juga merupakan salah satu paham feminisme ekstrim. Mereka
menganggap bahwa negara dan laki-laki merupakan pusat segala permasalah yang
dialami kaum perempuan. Oleh karena itu tujuan feminisme anarkis ialah untuk
menghancurkan negra dan kaum lelaki serta mewujudkan mimpi supaya perempuan
memegang kekuasaan tertinggi dalam struktur sosial.
f. Feminisme Post Modern
Feminisme Post modern merupakan feminisme yang mulai terlihat perkembangannya
saat ini. Feminisme post modern merupakan gerakan feminisme yang anti dengan
sesuatu dengan sifat absolut dan anti dengan otoritas. Tokoh feminisme post modern
menghindari adanya suatu kesatuan yang membatasi perbedaan. Artinya kaum feminis
boleh menjadi apapun yang mereka inginkan dan tidak ada rumus “feminis yang baik”.
Namun demikian kaum feminisme post modern memiliki tema atau orientasi dalam
pergerakannya. Mereka menyebutkan bahwa seksualitas dikonstruksikan “dibangun”
oleh bahasa

3. Ketidakadilan gender
a. Marginilisasi
Bentuk ketidakadilan gender yang berupa proses marginalisasi perempuan adalah
proses pemiskinan terhadap kaum perempuan dari kebijakan pemerintah, keyakinan,
tafsir agama, tradisi atau kebiasaan, bahkam asumsi ilmu pengetahuan. Marginalisasi
adalah sikap perilaku masyarakat atau negara yang berakibat pada penyisihan bagi
perempuan dan laki-laki. Marginalisasi lebih kepada peminggiran ekonomi.
Marginalisasi juga didasarkan akibat perbedaan gender yang memberi batasan pada
peran perempuan. Contohnya, perempuan kurang mendapat tempat untuk memegang
posisi jabatan tinggi dalam birokrasi dan militer, sangat sedikit sekali peluangnya. Pada
laki-laki, ia kurang mendapat tempat untuk bidang yang memerlukan ketelitian dan
telaten seperti buruh garmen atau rokok.
b. Ketidakadilan gender dalam aspek Subordinat
Anggapan social yang menempatkan kaum perempuan erosional, irasional dalam
berpikri, dan tidak dapat tampil sebagai pemimpin ( sebagai pengambil keputusan )
telah menempatkan kaum perempuan sebagai subordinat.
c. Ketidakadilan gender dalam aspek Stereotipe
Yang dimaksud stereotype adalah pelabelan terhadap pihak tertentu yang selalu
berakibat merugikan pihak yang dilabelkan dan berdampakpada ketidakadilan social.
Stereotype gender umumnya disandingkan kaum perempuan dengan label-loabel
negative. Misanya, seorang perempuan yang bersolek dan berdandan menor sedikit
dengan mengenakan pakaian yang agak ketat dan seksi selalu dipahami untuk menarik
lawan jenis, sehinnga jika terjadi pelecehan seksual dan pemerkosaan, dan yang sering
disalahkan adlah pihak perempuan ini. Labeol-label tunasusila selalu ditujukkan pada
kaum perempuan yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial, sedangkan kaum
laki-laki yang berprofesi pekerja seks misalnya sebagai gigolo yang melayani tante-
tante tidak sering disebut sebagai pria tunasusila.
d. Ketidakadilan gender dalam aspek Kekerasan
Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang
dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau
negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter
perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin.
Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap
gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah,
penurut dan sebagainya.
e. Ketidakadilan gender dalam aspek Beban Kerja Ganda
Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis
kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi
perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada
peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi
dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic.

4. Dalam analisis saya mengenai Merariq dalam konteks adat merupakan suatu tradisi yang
masih melekat secara kolektif terhadap masyarakat yang ada di suku sasak, jika ditinjau
dari segi adat merariq diberikan suatu kewenangan (otoitas) dalam menentukan pasangan
hidup. Jika ditinjau dari segi ham merariq terkadang dapat memberikan dampak yang
negatif karena kecenderungan pemaksaan terhadap salah satu mempelai karena ata desakan
ekonomi dan beberapa faktor sosial budaya lainnya, jelas ini menyimpang dari perspektif
dan landasan berpikir ham.
5. Dampak dari pembakuan gender terhadap perempuan lebih menekankan pada
ketidakadilan yang diterima oleh kaum perempuan. Perbedaan secara biologis antara laki-
laki dan perempuan dipandang menjadi nilai-nilai dan norma tentang kepantasan peran,
tanggung-jawab serta status laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan yang
dinilai berbeda. Pandangan atau persepsi dimana perbedaan biologis antara laki-laki dan
perempuan dianggap sebagai suatu pembenaran terhadap pembedaan hak-hak dan
kesempatan bagi keduanya.Kapasitas biologis perempuan (bersifat kodrati) dalam
melahirkan anak dijadikan rasional terhadap penentuan peranan bahwa perempuan hanya
pantas berperan dalam kegiatan domestik dan dianggap tidak pantas berperan dalam sektor
publik (masyarakat dan negara).Dengan demikian peran istri sebagai ibu rumah tangga dan
berkewajiban mengurus rumah tangga, berarti peran kaum perempuan yang resmi diakuai
adalah peran domestiknya.
1) Posisi perempuan selalu disalahkan
Contoh : Seorang istri akan dianggap lalai akan tugasnya apabila ada yang tidak
beres dalam hal rumah tangga. Seperti anak nilainya anjlok atau terlambat
mengerjakan PR, anak remaja nakal atau tawuran, suami kurang semangat dalam
bekerja sampai baju kantor suami kusut, secara otomatis orang akan mengatakan
keteledoran ibu rumah tangga adalah sebab utamanya.
2) Perempuan dinomor duakan dalam peluang di bidang politik, jabatan, karir dan
pendidikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan sedikitnya partisipan dari kaum
perempuan dalam bidang politik, pemimpin harusnya laki-laki, baik itu dalam hal
pekerjaan, politik ataupun pendidikan.
3) Pendidikan anak perempuan rendah. Perempuan yang dianggap hanya memiliki tugas
dan kewajiban mengurus rumah tangga kerap diberikan layanan pendidikan yang
rendah.
4) Banyaknya kasus kekerasan yang korbannya adalah perempuan. Contohnya seperti
kasus begal, sebagian besar korban dari kekejaman pelaku begal adalah perempuan.
Kasus lainnya yang banyak terjadi pada perempuan seperti, pelecehan seksua,
perdagangan perempuan, pemerkosaan, dll. Hal ini dikarenakan perempuan dianggap
sebagai makhluk yang lemah dan tidak bisa melawan, sehingga para pelaku kejahatan
lebih mengincar korban perempuan.
5) Adanya pelabelan negatif didalam masyarakat untuk perempuan, seperti ( citra baku/
stereotype)
- Perempuan : sumur – dapur – Kasur
- Perempuan : masak (berhias)- masak – manak (melahirkan)
Berbeda dengan perempuan, laki-laki dianggap :
- Pria : tulang punggung keluarga
- Pria : seorang raja bagi istri yang harus dilayani

Terkait dengan Pembekuan peran gender, pengikut teori ini menunjuk masyarakat
pra industri yang terintegrasi di dalam suatu sistem sosial. Laki-laki berperan
sebagai pemburu (hunter) dan perempuan sebagai peramu (gatherer). Sebagai
pemburu, lakilaki lebih banyak berada di luar rumah dan bertanggung jawab untuk
membawa makanan kepada keluarga. Peran perempuan lebih terbatas di sekitar
rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung, memelihara, dan menyusui
anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan berhasil
menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil. Dalam masyarakat ini
stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh sex (jenis kelamin).
Menurut para penganutnya, teori struktural-fungsional tetap relevan diterapkan
dalam masyarakat modern. Saya menilai menilai bahwa pembagian peran secara
seksual adalah suatu yang wajar. Dengan pembagian kerja yang seimbang,
hubungan suami-isteri bisa berjalan dengan baik. Jika terjadi penyimpangan atau
tumpang tindih antar fungsi, maka sistem keutuhan keluarga akan mengalami
ketidakseimbangan. Keseimbangan akan terwujud bila tradisi peran gender
senantiasa mengacu kepada posisi semula. Teori struktural-fungsional ini
mendapat kecaman dari kaum feminis, karena dianggap membenarkan praktik
yang selalu mengaitkan peran sosial dengan jenis kelamin. Laki-laki diposisikan
dalam urusan publik dan perempuan diposisikan dalam urusan domistik, terutama
dalam masalah reproduksi.

Pendidikan gender penting bagi kaum perempuan dan Laki melihat kondisi dan
pespektif masyarakat yang kental terhadap perbedaan yang direkonstruksi secara
sosial membuat urgensi pendidikan gender ini menjadi utama dalam setiap
polaritas kehidupan bermasyarakat, artinya dalam issu ham semuanya ini
memberikan beberapa dampak yang signifikan terhadap pendidikan dan
masyarakat, dalam kaitan dengan ham banyak sekali penyelahan dan pemberian
persepsi negatif diskriminasi terhadap kaum laki-laki maupun perempuan artinya
pendidikan gender hadir sebagai upaya untuk memulihkan kesadaran masyarakat
akan indahnya perbedaan antara laki-laki dan perempaun dalam rangka menitik
beratkan suatu keadilan terhadap keduanya. Argumentasi inti dari semua tindakan
pendidikan gender sebagai upaya untuk memberikan sumbangsih pada tataran
penegakkan Ham.

Anda mungkin juga menyukai