Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


HAM DAN DEMOKRASI ISLAM

Disusun oleh :
Achluljanna R.M ( 18/427373/KT/08685 )

Adi Firmansyah ( 18/427375/KT/08687 )

Afifa Novianti Putri ( 18/427376/KT/08688 )

Indriyani Nur W ( 18/424066/KT/08641 )

Julian Ariza Perdana P ( 18/424072/KT/08647 )

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020

II
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha


Pemurah dan Lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-
Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah pendidikan
agama islam dengan judul “HAM, dan demokrasi islam” tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk memehuni tugas mata kuliah Pendidikan


Agama Islam. Penyusunan makalah sudah kami lakukan semaksimal mungkin
dengan dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam
penyusunannya. Untuk itu kami pun tidak lupa mengucapkan terima kasih dari
berbagai pihak yang sudah membantu kami dalam rangka menyelesaikan makalah
ini.

Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa
serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada kami membuka
seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan kritik ataupun
sarannya demi penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari makalah yang sederhana


ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat berbagai permasalahan lainnya yang masih
berhubungan pada makalah-makalah berikutnya.

Yogyakarta , 16 Mei 2020

Penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................I

DAFTAR ISI.................................................................................................... II

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG ................................................................. 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH ........................................................ 2

1.3 TUJUAN .................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 HAM

2.1.1 KONSEP HAM .ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

2.1.2 TENTANG HAM DAN SEJARAH HAM........................... 5

2.1.3 LATAR BELAKANG PEMIKIRAN HAM ......................... 6

2.1.4 PANDANGAN ISLAM MENGENAI HAM ....................... 7

2.1.5 DASAR-DASAR HAM DALAM AL-QUR’AN.................. 9

2.2 DEMOKRASI DALAM ISLAM

2.2.1 KONSEP DEMOKRASI................................................... 11

2.2.2 SEJARAH DEMOKRASI................................................. 12

2.2.3 MENGENAI DEMOKRASI DAN ISLAM........................ 13

2.2.4 PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI DALAM ISLAM......... 15

II
2.2.5 PENERAPAN AJARAN NILAI ISLAM DI DEMOKRASI
INDONESIA ............................................................................ 19

BAB 3 PENUTUP

3.1 KESIMPULAN......................................................................... 21

3.2 SARAN ................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 23

II
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia memiliki hak-hak pokok dari lahir hingga mati. Hak-
hak pokok tersebut adalah hak asasi manusia yang atau biasa disebut dengan
HAM. Pengertian HAM dalam Islam berbeda dengan pengertian HAM yang
umum dikenal. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu,
hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu”. Maka negara mempunyai
kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak tersebut.

HAM dan demokrasi dalam Islam berisi tentang penjelasan konsep-


konsep hukum Islam, HAM menurut Islam dan demokrasi dalam Islam
meliputi prinsip bermusyawarah dan pengambilan keputusan sesuai dengan
sya’riat Islam. Contohnya adalah negara wajib menjamin hak-hak setiap
warganya tanpa membedakan agama dari warga-warga negara tersebut. Islam
tidak hanya menjadikan itu sebagai kewajiban negara, melainkan negara
diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini.

Selain itu pada masa dewasa ini sering kita jumpai maraknya
perdebatan yang menyangkut kehidupan masyarakat Indonesia maupun
masyarakat luar negeri , beberapa contoh perdebatan yang terjadi tidak lain
mengenai HAM, dan juga demokrasi. Untuk itu ,kami selaku mahasiswa yang
berjiwa islam mencoba untuk mengkilas balik ilmu yang mengenai HAM, dan
juga demokrasi islmayang berkaitan dengan konsep umum maupun agama.
Yang melatarbelakangi topic bahasan kami adalah tugas dari mata kuliah
Pendidikan Agama Islam mengenai HAM , dan demokrasi.

Demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai masih belum bisa


diterima secara utuh. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa timbal
balik, sementara yang lain, justru bersikap ekstrim. Menolak bahkan

1
mengharamkannya sama sekali. Dan adapula yang tidak ingin bersikap
apapun. Hal tersebut dilatar belakangi karena ketidak pahaman kalangan umat
islam tentang bagaimana cara memandang dan memahami istilah demokrasi.

Maka dari itu pada makalah kali ini kami akan membahas mengenai
bagaimana sebenarnya HAM dan Demokrasi menurut ajaran dan
pandangannya dari sisi Islam.

1.2 Perumusan Masalah

Penyusun membuat rumusan masalah antara lain:

1) Apakah konsep dari HAM dan Demokrasi dalam Islam?


2) Bagaimana perbedaan HAM dalam pandangan Islam dan Barat?
3) Mengapa HAM dan Demokrasi tidak dapat dipisahkan?
4) Apakah demokrasi Islam cocok diterapkan di negara Indonesia?

1.3 Tujuan

Penyusun membuat identifikasi masalah antara lain:

1) Memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam


2) Mengetahui tentang hak asasi manusia secara lebih luas
3) Mengetahui secara lebih mendalam tentang demokrasi dalam Islam
4) Memahami dan meneladani hasil karya para ulama dan hasil pemikiran
para ahli secara positif
5) Mengetahui penerapan nilai-nilai islam di demokrasi Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hak Asasi Manusia

2.1.1 Konsep HAM

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh


tuhan yang maha pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Sifatnya
universal dan tidak dapat dicabut oleh siapapun karena hak tersebut
melekat pada setiap Individu. Meskipun dengan adanya hak tersebut
yang dimiliki oleh tiap individu, hal tersebut tidak lantas dijadikan
sebagai pembenaran untuk merampas dan bertindak seenaknya
terhadap individu yang lainnya.

Ciri-ciri pokok hakikat HAM :

1. HAM secara otomatis melekat pada tiap individu.


2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
3. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai
HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak
melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

HAM sudah tercantum ataupun dibahas di dalam Al-qur’an melalui


ayat-ayat yang ada di dalamnya bahkan jauh sebelum orang-orang
barat mengenalnya. Contoh kasus mengenai HAM yang ada di Al-
Qur’an adalah misalnya manusia tidak dibedakan berdasarkan warna
kulitnya, rasnya tingkat sosialnya. Contoh lainnya adalah Allah SWT
menjamin dan memberi kebebasan pada manusia untuk hidup dan
merasakan kenikmatan dari kehidupan dengan tetap beribadah serta
menjauhi larangannya.

3
1. Musyawarah

Teori politik yang dianggap demokratis dikembangkan oleh para


cendekiawan berdasarkan konsep kedaulatan mutlak dan Ke Esa-an
Tuhan yang terkandung dalam ilmu tauhid serta konsep dan peranan
manusia yang terkandung dalam ilmu kilafah.

Dalam pembahasan mengenai demokrasi dalam pandangan islam,


hal-hal yang banyak disoroti adalah hal mengenai sosial dan politik.
Salah satu yang dijelaskan dalam islam adalah mengenai Musyawarah,
perihal mussyawarah jelas telah disebutkan dalam QS. 42:48 yang
berisi berisi perintah kepada para pemimpin dalam kedudukan apapun
untuk menyelesaikan urusan mereka yang dipimpinnya dengan cara
bermusyawarah. Dengan, demikian, tidak akan terjadi kesewenang-
wenangan dari seorang pemimpi terhadap rakyat yang dipimpinnya.
Hal lain yang dijelaskan dalam islam yang mengukuhkan konsep-
konsep islami adalah Ijma’ dan Ijtihad.

2. Kosensus atau Ijma’

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Ijma’ atau dalam


bahasa indonesia dikenal dengan istilah konsensus merupakan salah
satu hal yang mengukuhkan konsep-konsep Islami sebagai
Demokrasi dalam Islam. Sebab, konsep konsensus sendiri
memberikan dasar bagi penerima sistem yang mengakui suara
mayoritas.

Selain musyawarah dan ijma’ ada konsep yang sangat penting


dalam proses demokrasi islam, yaitu ijtihad. Ijtihad merupakan
langkah kunci menuju penerapan perintah Allah, berkaitan dengan
tempat dan waktu.

Muhammad iqbal dalam tulisanya pada bagian politik murni


menegaskan tentang hubungan anatara konsensus, demokratisasi,
dan ijtihad, bahwa tumbuhnya semangat legislatif di Negara –
Negara muslim merupakan langkah awal yang besar.

4
Pengalihan wewenang ijtihad dan individu-individu berbagai
madzab kepada suatu majelis legislatif muslim yang dalam kondisi
kemajemukan madzab merupakan satu-satunya bentuk ijma’ yang
dapat diterima di zaman modern, akan terjamin kontribusi dalam
pembahasan hukum dari kalangan rakyat yang memliki wawasan
yang tajam.

2.1.2 Tentang HAM dan Sejarah HAM

Islam di muka bumi datang dengan dibawa oleh Nabi Muhammad


SAW bertujuan untuk membawa rahmat bagi makhluk seisi bumi
termasuk di dalamnya manusia. Menurut ajaran Islam, manusia tidak
hanya menjadi objek tapi sekaligus menjadi subjek bagi terciptanya
keselamatan dan kedamaian itu. Oleh karena itu, setiap muslim
dituntut pertanggungjawaban atas keselamatan diri dan lingkungannya.
Seorang muslim harus dapat memberikan rasa aman bagi orang lain
baik dari ucapan maupun tindak-tanduknya.

Karena hal tersebut, maka kemanusiaan menjadi perhatian yang


paling utama dan prinsipil di dalam Islam. Penghargaan yang tidak
dibatasi oleh kesukuan, ras, warna kulit, kebangsaan dan agama.
Misalnya nilai persamaan, persaudaraan, dan kemerdekaan merupakan
nilai-nilai universal Islam yang berlaku pula untuk seluruh umat
manusia di jagad raya ini. Hal ini tercermin dari penegasan Allah
didalam kitab suci al-qur’an :

“Sesungguhnya kami telah memuliakan Bani Adam (manusia) dan


Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki
dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (Q.S.
Al-Isra’/17:70).

Manusia diberikan kebebasan memilih antara hal-hal yang baik


dan yang buruk, benar dan salah, bermanfaat dan mendatangkan

5
mudarat dan sebagainya. Kunci dari itu semua adalah manusia
dikaruniai akal pikiran dan hati nurani (qalb).

Manusia harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang


melekat pada dirinya seperti kebebasan, persamaan, perlindungan dan
sebagainya. Hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian seseorang,
organisasi, atau Negara tapi adalah anugerah dari Allah yang sudah
dibawanya sejak lahir ke alam dunia untuk dapat menjalankan tugas
dan fungsi kekhalifahan itu setiap Hak-hak itulah yang kemudian
disebut dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Tanpa memahami hak-hak tersebut mustahil ia dapat menjalankan


tugas serta kewajibannya sebagai khalifah Tuhan. Namun
persoalannya, apakah setiap manusia dan setiap muslim sudah
menyadari hak-hak tersebut? Jawabnya, mungkin belum setiap orang,
termasuk umat Islam menyadarinya. Hal ini mungkin akibat rendahnya
pendidikan atau sistem sosial politik dan budaya disuatu tempat yang
tidak kondusif untuk anak dapat berkembang dengan sempurna.

2.1.3 Latar Belakang Pemikiran tentang HAM

Manusia menurut pandangan Islam adalah umat yang satu


“ummatun wahidatun”.Karena manusia pada dasarnya berasal dari satu
ayah dan satu ibu, yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru
dunia, membentuk aneka ragam suku dan bangsa serta bahasa dan
warna kulit yang berbeda-beda.

Manusia, menurut islam, hanya milik Allah dan hamba Allah


(‘Abd Allah) dan tidak boleh menjadi hamba dari makhluk-Nya,
termasuk hamba dari manusia.Karena manusia itu bersaudara yang
saling mengasihi dan sama derajatnya, manusia tidak boleh diperbudak

6
oleh manusia lain. Manusia bebas dalam kemauan dan perbuatan,
bebas dari tekanan dan paksaan orang lain.

Dari ajaran dasar persaudaraan, persamaan dan kebebasan ini pula


timbul manusia yang lainnya. Seperti kebebasan dari kekurangan, rasa
takut, meyalurkan pendapat, bergerak, kebebasan dari penganiayaan
dan penyiksaan. Hal ini mencakup semua sisi dari apa yang disebut
hak-hak asasi manusia seperti hak hidup, hak memiliki harta, hak
berfikir, hak berbicara dan mengeluarkan pendapat, mendapat
pekerjaan, hak memperoleh pendidikan, hak memperoleh keadilan, hak
berkeluarga dan hak diperlakukan sebagai manusia yang terhormat
(mulia) dan sebagainya.

 HAM dalam pandangan Islam dan Barat

Hukum menurut Islam adalah hukum yang ditetapkan Allah


melalui wahyu-Nya, dalam Al-Quran dijelaskan nabi Muhammad
saw sebagai rasulnya melalui sunah beliau yang kini terhimpun
dengan baik dalam al-qur’an dan hadist. HAM terbagi menjadi 2
HAM Menurut barat dan menurut islam yaitu HAM barat bersifat
anthroposentris dan HAM islam yang bersifat theosentris

Jika HAM islam bersifat theosentris adalah segala sesuatu


berpusat pada Allah. Dalam konsep demokrasi modern, kedaulatan
rakyat merupakan inti dari demokrasi sedang demokrasi islam
meyakini bahwa kedaulatan Allah-lah yang menjadi inti dari
demokrasi.Sedangkan HAM barat bersifat anthroposentris adalah
segala sesuatu berpusat pada manusia sehingga menempatkan
manusia sebagai tolak ukur segala sesuatu

2.1.4 Pandangan Islam mengenai HAM

7
A. HAM sebagai tuntutan fitrah manusia
Setiap perbuatan yang membawa perbaikan manusia oleh
sesama manusia sendiri mempunyai nilai kebaikan dan
keluhuran kosmis, menjangkau batas-batas jagad raya,
menyimpan kebenaran dan kebaikan universal, suatu nilai yang
berdimensi kesemestaan seluruh alam karena manusia adalah
puncak ciptaan tuhan. Ia dikirim kebumi untuk menjadi khalifah
atau wakil-Nya.

Berdasarkan pandangan ini, maka manusia memikul


beban serta tanggung jawab sebagai individu dihadapan Tuhan-
Nya kelak, tanpa kemungkinan untuk mendelegasikannya
kepada pribadi lain. Punya pertanggung jawaban yang dituntut
dari seseorang haruslah didahului oleh kebebasan memilih.
Tanpa adanya kebebasan itu lantas dituntut dari padanya
pertanggung jawaban, adalah suatu kezaliman dan ketidakadilan,
yang jelas hal itu bertentangan sekali dengan sifat Allah yang
maha adil.

Berkaitan dengan penggunaan hak-hak individu itu, yang


mempunyai hak dianggap menyalahgunakan haknya apabila:

1. Dengan perbuatannya dapat merugikan orang lain.


2. Perbuatan itu tidak menghasilkan manfaat bagi
dirinya, sebaliknya menimbulkan kerugian baginya.
3. Perbuatan itu menimbulkan bencana umum bagi
masyarakat.

B. Perimbangan antara hak-hak individu dan masyarakat


Didalam syariat islam apabila disebut hak Allah, maka
yang dimaksud adalah hak masyarakat atau hak umum Oleh
karena itu untuk menjaga keseimbangan antara hak-hak individu
masyarakat, didalam islam tidak dikenal adanya kepemilikan
mutlak pada manusia. Allah adalah pemilik yang sesungguhnya

8
terhadap alam semesta, termasuk apa yang dimiliki oleh
manusia itu sendiri. Hal ini ditegaskan oleh firman-nya antara
lain:

1. “Ketahuilah bahwa milik Allahlah apa-apa yang ada


dilangit dan dibumi” (Q.S Yunus/10:55)
2. “Dan Dialah yang menciptakan bagimu semua yang
terdapat dibumi” (Q.S Al-Baqarah/2:29)
3. “Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta
Allah yang telah dikaruniakan-Nya kepadamu” (Q.S
An-Nuur/24:33)
4. “……..di dalam harta mereka tersedia bagian
tertentu bagi orang miskin yang meminta dan tak
punya” (Q.S Al-Ma’arij/70:24:25)

2.1.5 Dasar-dasar HAM dalam Al-Qur’an

A. Hak kebebasan memilih agama

Terkait dengan kebebasan memilih agama dan kepercayaan,di


dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa :

 “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam),


sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
salah. Karena itu barang siapa yang Ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S Al-
Baqarah/2:256)
 “Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka
barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir…” (Q.S Al-
kahfi/18:29)

9
 “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki tentulah beriman semua
orang yang dimuka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu
(hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang
yang beriman semuanya ?“ (Q.S. Yunus/10:99)

Sudah jelaslah bahwa masalah menganut suatu agama atau


kepercayaan sepenuhnya diserahkan kepada manusia itu sendiri untuk
memilihnya jika berdasarkan ayat - ayat diatas. Didalam islam, kita
hanya diperintah untuk berdakwah yang bertujuan menyeru, mengajak
dan membimbing seseorang kepada kebenaran itu. Dakwah bertujuan
juga untuk menegakkan “Al-Amru bil ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-
munkar” (menyeru kepada kebajikan serta mencegah dari
kemjungkaran).

B. Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat

Yang kedua yaitu hak berekspresi dan mengeluarkan


pendapat.Di dalam Al-Qur’an menegaskan bahwa :

 “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang mungkar. Dan merekalah orang-orang yang
beruntung” (Q.S Ali-Imran/3:104)
 “Hendaklah kamu saling berpesan kepada kebenaran dan saling
berpesan dengan penuh kesabaran” (Q.S Al-Ashr/103:3)
 “Berilah berita gembira kepada hamba-Ku yang mendengarkan
perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya.
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan
mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal” (Q.S Az-
Zumar/39:17:18)

Di dalam ayat-ayat diatas ditegaskan bahwa setiap orang berhak


menyampaikan pendapatnya kepada orang lain, mengingatkan kepada

10
kebenaran, kebajikan serta mencegah kemungkaran. Bahkan hal itu
disampaikan bukan saja karena ada hak tapi sekaligus merupakan suatu
kewajiban sebagai orang beriman.

C. Hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan


sosial

Sehubungan dengan hak untuk memperoleh kesempatan yang


sama ini Al-Qur’an menyebutkan sebagai berikut :

“ Dialah orang yang menjadikan segala yang ada dibumi ini


untuk kamu…..” (Q.S Al-Baqarah/2:29)

Ayat ini menjadi dasar setiap orang mempunyai kesempatan


yang sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari apa-apa
yang sudah disiapkan Allah dipermukaan bumi ini. Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk mendapatkan Rezki yang
halal dan baik hal ini di tegaskan dalam firman-Nya :

“ Hai sekalian Manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat dibumi…..” (Q.S Al-Baqarah/2:168)

2.2 Demokrasi Dalam Islam

2.2.1 Konsep Demokrasi

Dalam teori, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dengan


kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung
oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem
pemilihan bebas. Lincoln (1863) menyatakan “Demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam sistem
demokrasi, rakyatlah yang dianggap berdaulat, rakyat yang membuat

11
hukum dan orang yang dipilih rakyat harus melaksanakan apa yang
telah ditetapkan rakyat tersebut.

Demokrasi Islam adalah ideologi politik yang berusaha


menerapkan prinsip-prinsip Islam ke dalam kebijakan publik dalam
kerangka demokrasi. Teori politik Islam menyebutkan tiga ciri dasar
demokrasi Islam: pemimpin harus dipilih oleh rakyat, tunduk pada
syariah, dan berkomitmen untuk mempraktekkan "syura ", sebuah
bentuk konsultasi khusus yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
yang dapat ditemukan dalam berbagai hadits dengan komunitas mereka

Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut :

1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan


keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak
asasi rakyat (warga negara).
3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala
bidang.
4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen
sebagai alat penegakan hukum
5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
6. Adanya pers yang bebas untuk menyampaikan informasi dan
memberikan pendapat.
7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat.
8. Adanya pemilihan umum yang berlandaskan dengan prinsip bebas,
jujur, dan adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan
pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
9. Tidak mendeskriminasi suku, agama, golongan, dan sebagainya.

Selain itu, demokrasi juga menjunjung tinggi kebebasan, antara


lain:

a. Kebebasan berpendapat

12
b. Kebebasan kepemilikan

c. Kebebasan bertingkah laku

d. Kebebasan beragama

Secara universal, prinsip demokrasi banyak digunakan di beberapa


negara. Perwujudan demokrasi bisa saja mengalami variasi-variasi
tertentu yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti kebiasaan, adat
istiadat, dan agama yang dominan di suatu negara.

2.2.2 Sejarah Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demokratia


“kekuasaan rakyat”, yang dibentuk dari kata demos “rakyat” dan kratos
“kekuasaan”, merujuk pada sistem politik yang muncul pada
pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di kota Yunani Kuno, khususnya
Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.

Pada tahun 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk


sistem pemerintahan yang mendasari adanya demokrasi modern. Kota-
kota yang ada di Yunani memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-
beda, antara lain: oligarki, monarki, tirani, dan demokrasi. Di Athena,
dicobalah sebuah model pemerintahan baru yaitu demokrasi langsung.
Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah Solon, seorang
penyair dan negarawan. Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya
pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon
tidak berhasil membuat perubahan. Demokrasi baru dapat tercapai
seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang bangsawan Athena.

Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam


pemerintahan sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan
mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan. Namun dari sekitar
150.000 penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi

13
rakyat dan menyuarakan pendapat mereka. Menurut Syaikh Abdul
Qadim Zallum, dalam kitabnya Demokrasi Sistem Kufur, demokrasi
mempunyai latar belakang sosio-historis yang tipikal Barat selepas
Abad Pertengahan, yakni situasi yang dipenuhi semangat untuk
mengeliminir pengaruh dan peran agama dalam kehidupan manusia.

Demokrasi lahir sebagai antitesis terhadap dominasi agama dan


gereja terhadap masyarakat Barat. Karena itu, demokrasi adalah ide
yang anti agama, dalam arti idenya tidak bersumber dari agama dan
tidak menjadikan agama sebagai kaidah-kaidah berdemokrasi. Orang
beragama tertentu bisa saja berdemokrasi, tetapi agamanya mustahil
menjadi aturan main dalam berdemokrasi. Secara implisit, beliau
mencoba mengingatkan mereka yang menerima demokrasi secara buta,
tanpa menilik latar belakang dan situasi sejarah yang melingkupi
kelahirannya.

2.2.3 Mengenai Demokrasi dan Islam

Kedaulatan mutlak dan keesaan Tuhan yang terkandung dalam


konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung dalam konsep
khilafah memberikan kerangka yang dengannya para cendekiawan
belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dapat
dianggap demokratis. Didalamnya tercakup definisi khusus dan
pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat
manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintahan.

Demokrasi islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan


konsep-konsep Islami yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah
(syura), persetujuan (ijma’), dan penilaian interpretative yang mandir i
(ijtihad). Seperti banyak konsep dalam tradisi politik Barat, istilah-
istilah ini tidak selalu dikaitkan dengan pranata demokrasi dan
mempunyai banyak konteks dalam wacana Muslim dewasa ini. Namun,
lepas dari konteks dan pemakaian lainnya, istilah-istilah ini sangat

14
penting dalam perdebatan menyangkut demokratisasi di kalangan
masyarakat muslim. Perlunya musyawarah merupakan konsekuens i
politik kekhalifahan manusia.

Oleh karena itu perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam


tercermin terutama dalam musyawarah. Hal ini disebabkan menurut
ajaran Islam, setiap muslim yang dewasa dan berakal sehat, baik pria
maupun wanita adalah khalifah Allah di bumi. Dalam bidang politik,
umat Islam mendelegasikan kekuasaan mereka kepada penguasa dan
pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani masalah negara.
Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah
ijtihadiyyah, dalam surat Al-syura ayat 3 :

“Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan


shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka”.(QS Asy-Syura : 38).

Disamping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam


masalah demokrasi, yakni konsensus atau ijma’. Konsensus memainkan
peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum Islam dan
memberikan sumbangan sangat besar pada korpus hukum atau tafsir
hukum. Dalam pengertian yang lebih luas, konsensus dan musyawarah
sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam
modern.

Selain syura dan ijma’, ada konsep yang sangat penting dalam
proses demokrasi Islam, yakni ijtihad. Bagi para pemikir muslim, upaya
ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di suatu
tempat atau waktu. Hal ini dengan jelas dinyatakan oleh Khursid
Ahmad: “Tuhan hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama dan
memberi manusia kebebasan untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut
dengan arah yang sesuai dengan semangat dan keadaan zamannya”.
Itjihad dapat berbentuk seruan untuk melakukan pembaharuan, karena

15
prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis, pendekatan kitalah yang telah
menjadi statis.

Oleh karena itu sudah selayaknya dilakukan pemikiran ulang yang


mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya eksplorasi, inovasi dan
kreativitas. Dalam pengertian politik murni, Muhammad Iqbal
menegaskan hubungan antara konsensus demokratisasi dan ijtihad.

Dalam bukunya The Reconstruction of Religious Thought in Islam


ia menyatakan bahwa tumbuhnya semangat republik dan pembentukan
secara bertahap majelis-majelis legislatif di negara-negara muslim
merupakan langkah awal yang besar. Musyawarah, konsensus, dan
ijtihad merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi
demokrasi islam dalam kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban-
kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya.

2.2.4 Prinsip-prinsip Demokrasi dalam Islam

Prinsip-prinsip demokrasi dalam islam antara lain:

1. Syura. Syura merupakan suatu prinsip tentang cara


pengambilan keputusan yang dijelaskan dalam al-Qur’an surah
As-Syura ayat 38 dan Ali Imran ayat 159. Dalam kehidupan
umat Islam, lembaga yang paling dikenal sebagai pelaksana
prinsip demokrasi ini adalah ahl halli wa-l‘aqdi pada zaman
khulafaurrasyidin. Lembaga ini lebih menyerupai tim formatur
yang bertugas memilih kepala negara atau khalifah. Dalam
pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cara
musyawarah karena musyawarah sebagai bahan pertimbangan
dan tanggung jawab bersama di dalam setiap keputusan.
2. Al-‘adalah. Al-‘adalah berarti keadilan, artinya dalam
menegakkan hukum harus dilakukan secara adil dan bijaksana.
Dalam qur'an surah an-Nahl: 90; QS. as-Syura: 15; al-Maidah:

16
8; An-Nisa’: 58 dijelaskan mengenai pentingnya menegakkan
keadilan dalam sebuah pemerintahan.
3. Al-Musawah. Al-Musawah berarti kesejajaran, artinya
kedudukan manusia dalam mengeluarkan pendapat adalah
sama, tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain
sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa
memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan
eksploitatif. Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang
atau institusi yang diberi wewenang dan kepercayaan oleh
rakyat melalui pemilihan yang jujur dan adil untuk
melaksanakan dan menegakkan peraturan dan undang-undang
yang telah dibuat. Oleh sebab itu pemerintah memiliki
tanggung jawab besar di hadapan rakyat demikian pula kepada
Tuhan. Oleh sebab itu, pemerintah harus amanah, jujur, dan
adil. Diantara dalil al-Qur’an yang sering digunakan dalam hal
ini adalah surat al-Hujurat:13.
4. Al-Amanah. Al-Amanah merupakan sikap pemenuhan
kepercayaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain
yang harus dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan,
pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh
rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut
dengan penuh rasa tanggung jawab. Al-Amanah ditegaskan
Allah melalui firman surat an-Nisa’:58.
5. Al-Masuliyyah. Al-Masuliyyah berarti tanggung jawab.
Kekuasaan dan jabatan itu merupakan amanah yang harus
diwaspadai dan dijaga, bukan nikmat yang harus disyukuri. Dan
kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki dua pengertian,
yaitu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan
rakyat dan juga amanah yang harus dipertanggungjawabkan di
depan Tuhan. Penguasa merupakan wakil Tuhan dalam
mengurus umat manusia dan sekaligus wakil umat manusia
dalam mengatur dirinya. Dengan prinsip ini diharapkan masing-

17
masing orang berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik
bagi masyarakat luas. Dengan demikian, pemimpin/penguasa
tidak ditempatkan pada posisi sebagai sayyid al-ummah
(penguasa umat), tetapi sebagai khadim al-ummah (pelayan
umat). Dengan demikian, kemaslahatan umat wajib senantiasa
menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan
oleh para penguasa, bukan sebaliknya rakyat atau umat
ditinggalkan.
6. Al-Hurriyyah. Al-Hurriyyah berarti kebebasan, artinya bahwa
setiap orang diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan
pendapatnya selama hal itu dilakukan dengan cara yang bijak
dan memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam rangka al-
amr bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar, maka tidak ada
alasan bagi penguasa untuk mencegahnya.

Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanya kemungkinan tidak


adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosial bagi
tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu
masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela. Ada beberapa
alasan mengapa islam disebut sebagai agama demokrasi, yaitu sebagai
berikut:

1) Islam adalah agama hukum, dengan pengertian agama islam berlaku


bagi semua orang tanpa memandang kelas, dari pemegang jabatan
tertinggi hingga rakyat jelatah dikenakan hukum yang sama. Jika
tidak demikian, maka hukum dalam islam tidak berjalan dalam
kehidupan.
2) Islam memiliki asas permusyawaratan “amruhum syuraa bainahum”
artinya perkara-perkara mereka dibicarakan diantara mereka. Dengan
demikian, tradisi bersama-sama mengajukan pemikiran secara bebas
dan terbuka diakhiri dengan kesepakatan.

18
3) Islam selalu berpandangan memperbaiki kehidupan manusia tarafnya
tidak boleh tetap, harus terus meningkat untuk menghadapi
kehidupan lebih baik di akhirat.

Jadi, prinsip demokrasai pada dasrnya adalah upaya bersama-sama


untuk memperbaiki kehidupan, kareana itulah islam dikatakan sebagai
agama perbaikan “diinul islam” atau agama inovasi. Untuk itu, islam
selau menghendaki demokrasi yang merupakan salah satu ciri atau jat i
diri islam sebagai agama hukum.

Hukum, HAM, dan demokrasi adalah tiga konsep yang tidak dapat
dipisahkan. Hal ini dikarenakan salah satu syarat utama terwujudnya
demokrasi ialah adanya penegakkan hukum dan perlindungan HAM.
Demokrasi akan rapuh apabila HAM setiap masyarakat tidak terpenuhi.
Sedangkan pemenuhan dan perlindungan HAM dapat terwujud
apabila hukum ditegakkan. Dalam ajaran Islam, hukum, HAM dan
ddemokrasi disebutkan dengan jelas di dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Dengan demikian manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini
dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar apabila ia seelalu
berpegang pada aturan-aturan pada Al-Quran dan As-Sunnah.

2.2.4 Penerapan Ajaran Nilai Islam di Demokrasi Indonesia

Perkembangan ajaran Islam di Indonesia adalah perkembangan


agama Islam di Nusantara yang dimulai dari berdirinya kerajaan yang
bercorak agama islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Islam di
Samudera Pasai yang berdekatan dengan Banda Aceh, Pulau Sumatera.
Kerajaan Samudera Pasai berdiri pada sekitar Abad ke XIII.
Berkembangnya agama islam berlanjut ke Pulau Jawa. Kerajaan islam
pertama di Pulau Jawa adalah Kerajaan Demak yang didirikan padan tahun
(1478-1518). Pada tahun 1478, berdirilah Kerajaan Islam lainnya, yaitu
Kesultanan Mataram. Kerajaan tersebut adalah kerajaan Islam lainnya di
Pulau Jawa pada abad ke-17.

19
Perkembangan ajaran Islam di Indonesia pacsa masa kerajaan-
kerajaan Islam yang ada di Indonesia. secara kuantitatif ajaran agama
islam sudah tersebar ke seluruh Nusantara. Namun, jika dilihat dari sisis
kualitas masyarakat yang memeluk Agama Islam di Indonesia masih
memiliki pengetahuan yang minim tentang ajaran Islam. Tujuaan Agama
Islam bukan hanya sebatas menjalankan perintah dari Allah SWT seperti
beribadah dan menjauhi segala larangan dari Allah SWT, tetapi didalam
ajaran Islam terdapat nilai-nilai Islam. Salah satu implementasi nilai nilai
islam di demokrasi terdapat dalam usaha memasukkan nilai-nilai islam
dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dalan upaya memasukkan
nilai-nilai Islam dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia adalah kasus-
kasus perundangan yang secara verbatim berasal dari syariat Islam.
Penerapan tersebut dimulai pada peraturan UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan sampai UU No. 23 Tahun 2011 tentang Zakat menunjukkan
bahwa anggapan Indonesia sebagai negara yang sepenuhnya sekuler
menjadi terbantahkan. Dalam pancasila dan UUD 1945, pada sila
pancasila ke-1 “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi poin utamanya.
Masyarakat majemuk seperti di masyarakat Indonesia memiliki
potensi terlahirnya potensi konflik yang besar mengingat adanya berbagai
nilai-nilai yang dianut oleh berbagai kelompok masyarakat. Hal ini dapat
pula bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Untuk itu diperlukan solusi untuk memberi jalan penegah untuk hambatan
dan tantangan, baik itu dari negara sendiri maupun dari luar negeri.
Hambatan dan Keberhasilan menerapkan nilai-nilai Islam dalam Sistem
Ketatanegaraan di Indonesia adalah Paham individualistis. Negara adalah
masyarakat hukum yang dis usun atas kontrak semua individu dalam
masyarakat dan Paham golongan (Class Theory). Membangun Pola
Sinergis antara Islam dan sistem ketatanegaraan di Indonesia dapat
dimulai dengan mengembangkan proses transformasi hukum Islam ke
dalam supremasi hukum nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut,
diperlukan partisipasi semua pihak dan lembaga terkait. Hal ini akan
menghubungan hukum Islam dengan badan kekuasaan negara yang

20
mengacu kepada kebijakan politik hukum yang ditetapkan (adatrechts
politiek). prosedur pengambilan keputusan politik di tingkat legislatif dan
eksekutif dalam hal legislasi hukum Islam yang legal drafting hendaknya
mengacu kepada politik hukum yang dianut oleh badan kekuasaan negara
secara kolektif. Contoh implementasi nilai ajaran islam dalam bidang
politik adalah terbentuknya UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan
agama. Keberadaan UU No.7/1989 tentang Peradilan Agama dan Inpres
No.1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam sekaligus merupakan landasan
yuridis bagi umat Islam untuk menyelesaikan masalah-masalah perdata.
Padahal perjuangan umat Islam dalam waktu 45 tahun sejak masa Orde
lama dan 15 tahun sejak masa Orde Baru, adalah perjuangan panjang yang
menuntut kesabaran dan kerja keras hingga disahkannya UU No.7/1989
pada tanggal 29 Desember 1989. Didalam Al-Qu’ran terdapat sejumlah
ayat dalam QS. Ali Imra, QS An-Nisa, dan QS Al Hujurat yang
mengandung petunjuk dan pedoman bagi manusia dala m hidup
bermasyarakat dan bernegara. Di antara ayat-ayat tersebut mengajarkan
tentang kedudukan manusia di bumi serta mengajarkan prinsip-prinsip
yang perlu diperhatikan dalam kehidupan kemasyarakat seperti prinsip-
prinsip musyawarah konsultasi, ketaatan kepada pemimpin, keadilan,
persamaan, dan kebebasan beragama.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a) Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme pemerintahan negara


yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
b) Demokrasi menurut islam dapat diartikan seperti musyawarah,
mendengarkan pendapat orang banyak untuk mencapai keputusan
dengan mengedepankan nilai-nilai keagamaan.

21
c) HAM adalah hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia ada di
dalam kandungan.
d) HAM dalam islam didefinisikan sebagai hak yang dimiliki oleh
individu dan kewajiban bagi negara dan individu tersebut untuk
menjaganya.
e) Penerapan nilai ajaran islam di demokrasi Indonesia adalah ajaran
untuk bermusyawarah dan terbentuknya UU yang mengatur
perkawinan, zakat, perbankan syariah, dan peradilan agama.

3.2 Saran

a) Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat membedakan


antara demokrasi di Indonesia dan demokrasi Islam dan dapat
melihat sisi baik dan buruknya sehingga mampu mengambil
hikmah dari sisi baiknya dalam implementasi nilai islam dalam
hidup berdemokrasi.
b) Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat memahami
pentingnya HAM dalam kehidupan kita dan kewajiban kita untuk
menjaganya.

22
Daftar pustaka

Azra, Azyumardi, dkk.2002. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi


Umum. Jakarta: dir. Perguruan Tinggi Agama Islam

Fanani, Sunan. 2010. Lembar Kerja Mahasiswa Pendidikan Agama Islam.


Sidoarjo: PT. Al Maktabah.

Husain, syekh syaukat, 1991, Hak asasi – manusia dalam islam, Jakarta. Gema
Insani perss

Lopa, Baharuddin, 1999. Al Qur’an dan Hak Azasi Manusia, Yogyakarta, PT.
Dana Bakti Prima Yasa.

Kosasih, Ahmad. 2003. HAM dalam perspektif ISLAM. Jakarta: Salemba Diniyah

Lopa, Baharuddin, 1999. Al Qur’an dan Hak Azasi Manusia, Yogyakarta, PT.
Dana Bakti Prima Yasa.

Mansoer, Hamdan, dkk. 2004. Materi instruksional pendidikan agama islam di


perguruan tinggi umum. Jakarta : dir. Pt. Agama Islam

Pramudya, Willy, Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi, Jakarta: GagasMedia
2004

23
Porsili, Andra. 2015. Implementasi Nilai-Nilai Islam dalam Sistem
Ketatanegaraan di Indonesia. Repositori Universitas PGRI.Halaman 1-
11.

24

Anda mungkin juga menyukai