Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KELOMPOK III
Maria Goreti Dhey Tumbol Brylian Kavin Thimotty
Susma Djabu
Rosdiyana Umanahu
PROGRAM STUDI Elita Elsye Maskikit
PROFESI NERS Lilis Putri Utami
LANJUTAN Alfany N. Torar
POLTEKKES Nanang Dirjo
KEMENKES MANADO Elgita Rondonuwu
2021 Kezya Rumengan
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS
A. PENGERTIAN
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang
adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45
mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)
B. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah :
a. Gagal napas hiperkapneu
Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu menunjukkkan kadar
PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan
karena kadar CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 yang tersisih di alveolar
dan PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh hiperkapneu dan
hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi tambahan
oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari bikarbonat dan juga
lamanya kondisi hiperkapneu.
b. Gagal napas hipoksemia
Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai PaCO2
normal atau rendah. Kadar PaCO2 tersebut yang membedakannya dengan gagal
napas hiperkapneu, yang masalah utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal
napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapneu.
2. Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya :
a. Gagal napas akut
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai
dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi
peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan
parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien
akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk
secara bertahap.
3. Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ :
a. Kardiak
Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2
akibat menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi
akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga terjadi
peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli paru.
Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya
disfungsi miokard dan peningkatan left ventricel end diastolic volume
(LVEDV) dan left ventricel end diastolic pressure (LVEDP) yang
menyebabkan mekanisme backward-forward failure. Penyakit yang
menyebabkan disfungsi miokard :
1) Infark miokard
2) Kardiomiopati
3) Miokarditis
4) Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP :
5) Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta
6) Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi
7) Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi.
b. Non cardiac
Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat
pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi,
emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan ARDS
C. ETIOLOGI
Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi
dari beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah :
1. Gangguan ventilasi
Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun
ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas
bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan
ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi
akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau
oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya
pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis
terutama yang disertai dengan sepsis.
2. Gangguan neuromuscular
Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal, fraktur
servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan metabolik
seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai dengan depresi saraf pernapasan.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda
a. Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat
didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra
klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
3) Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan
ventilasi buatan
b. Gagal nafas parsial
1) Terdengar suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing.
2) Adanya retraksi dada
2. Gejala
a. Hiperkapnia, terjadi penurunan kesadaran (peningkatan PCO2)
b. Hipoksemia, terjadi takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisa Gas Darah Arteri
Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk mengetahui apakah klien mengalami
asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya pada klien yang sudah lama
mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan ini juga sangat penting untuk
mengetahui oksigenasi serta evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang
diberikan terhadap klien.
a. Hipoksemia :
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
b. Hiperkapnia
Ringan : PaCO2 45 – 60 mmHg
Sedang : PaCO2 60 – 70 mmHg
Berat : PaCO2 70 – 80 mmHg
2. Pemeriksaan Rongent Dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui.
Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan letak
mediastinum. Berdasarkan pada foto thoraks dan fluoroskopi akan banyak data yang
diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura,
hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor paru.
3. Pengukuran Fungsi Paru
Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya gangguan
obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV 1 > 83% prediksi. Ada obstruksi
bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah dari nilai normal. Jika FEV 1 normal,
tetapi FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai normal, keadaan ini menunjukkan
ada restriksi.
4. Elektrokardiogram (EKG)
Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan
perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF, serta jantung yang
mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan aritmia jantung sering dijumpai
pada gangguan ventilasi dan oksigenasi.
5. Pemeriksaan Sputum
Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu lakukan kultur
dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika dijumpai ada garis-garis darah
pada sputum (blood streaked), kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis,
bronkhiektasis, pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah
jambu dan berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk
sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih sering
merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.
G. Pengkajian Primer
1. Airway
1. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas terdengar bunyi crackles, ronkhi dan wheezing
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, adanya
retraksi.
b. Menggunakan otot bantu pernapasan
c. Kesulitan bernafas : diaforesis dan sianosis
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papil edema
e. Penurunan haluaran urine
4. Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS, dengan
memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
5. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak lemah,
adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif.
H. Pengkajian sekunder ( Doengoes, 2000)
1. Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/ Irama gallop dan
murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung
menandakan udara di mediastinum), hipertensi atau hipotensi
2. Sistem pernafasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan,
batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori,
penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas
area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi :
pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak.
3. Sistem integumen
Sianosis, pucat, krepitasi sub kutan, gangguan mental, cemas, gelisah, bingung,
stupor
4. Sistem musculoskeletal
Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.
5. Sistem endokrin
Terdapat pembesaran kelenjar tiroid
6. Sistem gastrointestinal
Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.
7. Sistem neurologi
Sakit kepala
8. Sistem urologi
Penurunan haluaran urine
9. Sistem reproduksi
Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada rahim/serviks.
I. PENTALAKSANAAN MEDIS
1. Jalan nafas
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-obatan
pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk
insersi jalan nafas artificial seperti ETT.
2. Oksigen
Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme
hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway
Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja
dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi
peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang
diberikan ditingkatkan secara bertahap sampai toleransi pasien dan penurunan skor
sesak serta frekuensi napas tercapai.
3. Bronkhodilator
Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis
bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi.
Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi
peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru
lainnya.
4. Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui
secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi.
5. Fisioterapi dada dan nutrisi
Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana menyeluruh
gagal nafas.
6. Pemantauan hemodinamik
Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah
sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif.
J. PATHWAY
Tindakan primer
A,B,C,D, E
Sianosis perifer, akral hangat,
kulit pucat
KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI
JARINGAN PERIFER
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli.
(00204)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi (00030)
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume penurunan
ekspansi paru (00032)
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT
6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas stress
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli.
(00204)
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan Peripheral Sensation Management
berkurang atau tidak meluas selama (Manajemen sensasi perifer) (2660)
dilakukan tindakan perawatan. 1. Monitor adanya daerah tertentu yang
Kriteria Hasil : hanya peka terhadap
1. Tekanan systole dan diastole panas/dingin/tajam/tumpul
dalam rentang yang diharapkan 2. Monitor adanya paretese
2. Akral hangat 3. Instruksikan keluarga untuk
3. RR 16-20x/menit mengobservasi kulit jika ada lsi atau
laserasi
4. SpO2 > 98%
4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
5. Tidak ada sianosis perifer 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan
punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
8. Monitor adanya tromboplebitis
9. Diskusikan menganai penyebab
perubahan kondisi
Respiratory Monitoring
(3350)
1. Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma
( gerakan paradoksis )
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan napas utama
9. Uskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
7. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas stress
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Environment Management (Manajemen
tindakan keperawatan cidera tidak lingkungan)
terjadi pada klien. 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk
Kriteria hasil : pasien
1. Klien terbebas dari cedera 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
2. Klien mampu menjelaskan sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
cara untuk mencegah cedera kognitif pasien dan riwayat penyakit
3. Klien mampu menjelaskan terdahulu pasien
factor resiko dari 3. Menghindarkan lingkungan yang
lingkungan/perilaku personal berbahaya (misalnya memindahkan
4. Mampu memodifikasi gaya perabotan)
hidup untukmencegah injury 4. Memasang side rail tempat tidur
5. Menggunakan fasilitas 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman
kesehatan yang ada dan bersih
6. Mampu mengenali perubahan 6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang
status kesehatan mudah dijangkau pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk menemani
pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab
penyakit.
Daftar Pustaka
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999
(Buku asli diterbitkan tahun 1993
Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik Approach
(Keperawatan kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto,
Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997
Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun
1992)
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J.
Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999)
Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi. Jakarta: EGC, 1998
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2001
I. Pengkajian Primer
a. Airway
Look : Klien tidak sadarkan diri, terpasang ETT pada jalan nafas yang dibantu
ventilator,
Listen :terdengar suara ronchi pada jalan nafas kemudian dilakukan pengisapan
lendir.
Feel : Pernafasan dibantu ventilator.
b. Breathing
Inspeksi : Memakai ETT dengan ventilator, nafas mesin:10, nafas klien: 26
x/mnt, SPO2: 96%, bunyi suara ronchi. .
Palpasi : taktil fremitus tidak dapat dikaji karena klien mengalami penurunan
kesadaran.
Perkusi : terdengar suara nafas tambahan pada lapang paru
Auskultasi : terdengar bunyi napas pada paru dan bunyi nafas.
c. Circulation
Frekuensi nadi klien 80 kali/menit,, akral teraba hangat, SpO2 96% (menggunakan
ventilator), tidak ada sianosis, tidak terdapat diaphoresis, tekanan darah klien 100/60
mmHg.
d. Disability
GCS klien 3 (E1M1V1) , tingkat kesadaran koma.
e. Exposure
- Suhu tubuh klien 37oC
- Tidak terdapat jejas pada tubuh klien
II. Data Demografi
Nama Lengkap :Tn. LI Tanggal masuk RS : 24-04-2021
Tempat/tgl lahir : 19-06-1966 Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam Suku :-
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Manembo
V. Pengkajian Sekunder
Kepala
Inspeksi / Palpasi : bulat, rambut warna hitam, tampak bersih
Keluhan : tidak ada
Mata
Fungsi penglihatan : normal Palpebra : Terbuka
Ukuran pupil : normal Isokor
Akomodasi : normal
Konjungtiva : anemis
Edema Palpebra : tidak ada
Keluhan : tidak ada
Telinga
Fungsi Pendengaran : normal Fungsi keseimbangan : normal
Keluhan : tidak ada
Hidung dan sinus
Inspeksi : normal
Pembangkakan : tidak ada Pendarahan : tidak ada
Keluhan : tidak ada
Mulut dan tenggorok
Inspeksi : normal
Keadaan gigi : terdapat caries
Keadaan membran mukosa : kering
Kesulitan menelan : klien tidak bisa menelan makanan karena mengalami penurunan
kesadaran
Leher
Inspeksi / palpasi : tidak ada pembesaran kelnjar tiroid
Thoraks
Inspeksi : simetris
Sirkulasi
Frekwensi nadi : 62x/m Sa O2 : 99%
Tekanan darah : 162/100 mmhg
Suhu tubuh : 360 c
Sianosis : Bibir / kuku tidak ada Pucat :ya
Turgor : kering
Abdomen
Inspeksi : perut datar, tidak ada jaringan parut dan lesi pada kulit perut,
tidak ada spider nevi.
Auskultasi : peristaltik usus 7 kali/menit.
Perkusi : terdengar bunyi timpani pada area lambung
Palpasi :tidak ada massa, tidak ada pembesaran jaringan heparFrekwensi
BAB : 1x1/hr Konsistensi feses : lunak
Keluhan makan dan BAB : Klien tidak bisa makan dan BAB tanpa alat bantu
Frekwensi BAK : 500 CC tiap 6 jam
Keluhan BAK : Terjadi infeksi disaluran kemih dan klien memakai kateter
untuk BAK
Ekstremitas
Ekstremitas atas
Tidak ada lesi pada kulit dan tidak ada benjolan.
Ekstremitas bawah
Inspeksi : tidak terdapat lesi pada kulit ekstremitas bawah.
Palpasi : tidak terdapat benjolan, nyeri tekan saat tidak terkaji,
capillaryrefill 3 detik, tidak ada sianosis, akral teraba hangat
No Diagnosa Keperawatan dan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi dan Aktivitas
Batasan karakteristik
1. D.0001 Bersihan jalan nafas Bersihan Jalan Napas (L.01001) I. 01011 Menejemen Jalan
tidak efektif Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam oksigenasi Napas
dan/atau eliminasi karbondioksida Observasi
pada membran alveolus-kapiler
Normal dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola
napas (frekuensi,
1. Produksi Sputum menurun kedalaman, usaha napas)
2. Mengi menurun 2. Monitor bunyi
napas tambahan (mis.
3. Pola nafas Membaik Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
Terapeutik
3. Pertahankan
kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
4. Posisikan semi-
Fowler atau Fowler
5. Lakukan
fisioterapi dada, jika perlu
6. Lakukan
penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
7. Berikan
oksigen, jika perlu
Kolaborasi
8. Kolaborasi
pemberian bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2. D.0005. POLA NAFAS TIDAK Pola Nafas Membaik (L.01004) Menejemen Jalan Napas (I.
EFEKTIF Setelah dilakukan tindakan 01011)
keperawatan 3x24 jam inspirasi
Observasi
dan atau ekspirasi yang tidak
1. Monitor pola
memberikan ventilasi adekuat
napas (frekuensi, kedalaman,
membaik dengan kriteria hasil :
usaha napas)
1. Dipsnea membaik
2. Monitor bunyi
2. Frekuensi napas membaik
napas tambahan (mis.
3. Kedalaman napas membaik
Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
Terapeutik
3. Pertahankan
kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
4. Posisikan semi-
Fowler atau Fowler
5. Berikan minum
hangat
6. Lakukan
fisioterapi dada, jika perlu
7. Lakukan
penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
8. Berikan
oksigen, jika perlu
Kolaborasi
9. Kolaborasi
pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
IMPLEMENTASI
No dx Hari/tanggal Implementasi Evaluasi
1,2 Kamis, 22/04/2021 1. Memonitor pola napas S:-
Hasil :
Klien Memakai ETT dengan O :
ventilator, nafas mesin:10, nafas - Jalan nafas klien
klien: RR : 26 x/mnt, SPO2: 96%, terbebaskan dengan
bunyi suara ronchi. memakai ETT SPO2: 96%
2. Memonitor bunyi napas - Ekspansi paru
tambahan klien meningkat
Hasil : - Mobilisasi sekresi
Bunyi suara ronchi. meningkat
3. Memertahankan - RR : 26 x/mnt,
kepatenan jalan napas dengan SPO2: 96%
memakaikan ETT - Ekspansi paru
Hasil : klien meningkat
Jalan nafas klien terbebaskan dengan
memakai ETT SPO2: 96% A : Masalah belum teratasi
4. Memposisikan semi-
Fowler atau Fowler P : Lanjutkan Intervensi
Hasil : 1. Memonitor pola
Ekspansi paru klien meningkat napas
5. Melakukan fisioterapi 2. Memonitor bunyi
dada, jika perlu napas tambahan
Hasil : 3. Memertahankan
Mobilisasi sekresi yang mengganggu kepatenan jalan napas dengan
oksigenasi memakaikan ETT
6. Melakukan penghisapan 4. Memposisikan
lendir kurang dari 15 detik semi-Fowler atau Fowler
Hasil : 5. Melakukan
Jalan nafas dibebaskan dengan fisioterapi dada, jika perlu
mengeluarkan secret 6. Melakukan
7. Melakukan kolaborasi penghisapan lendir kurang dari
pemberian ventilator nafas mesin 10. 15 detik
Hasil : 7. Melakukan
Terpasang ventilator dengan nafas kolaborasi pemberian
mesin 10, SPo2 96 % ventilator nafas mesin 10.
1,2 Jumat, 23/04/2021 1. Memonitor pola napas S:-
Hasil :
Klien Memakai ETT dengan O :
ventilator, nafas mesin:10, nafas - Jalan nafas klien
klien: RR : 25 x/mnt, SPO2: 97%, terbebaskan dengan
bunyi suara ronchi. memakai ETT SPO2: 97%
2. Memonitor bunyi napas - Ekspansi paru
tambahan klien meningkat
Hasil : - Mobilisasi sekresi
Bunyi suara ronchi. meningkat
3. Memertahankan - RR : 25 x/mnt,
kepatenan jalan napas dengan SPO2: 97%
memakaikan ETT - Ekspansi paru
Hasil : klien meningkat
Jalan nafas klien terbebaskan dengan
memakai ETT SPO2: 97% A : Masalah belum teratasi
4. Memposisikan semi-
Fowler atau Fowler P : Lanjutkan Intervensi
Hasil : 1. Memonitor pola
Ekspansi paru klien meningkat napas
5. Melakukan fisioterapi 2. Memonitor bunyi
dada, jika perlu napas tambahan
Hasil : 3. Memertahankan
Mobilisasi sekresi yang mengganggu kepatenan jalan napas dengan
oksigenasi memakaikan ETT
6. Melakukan penghisapan 4. Memposisikan
lendir kurang dari 15 detik semi-Fowler atau Fowler
Hasil : 5. Melakukan
Jalan nafas dibebaskan dengan fisioterapi dada, jika perlu
mengeluarkan secret 6. Melakukan
7. Melakukan kolaborasi penghisapan lendir kurang dari
pemberian ventilator nafas mesin 10. 15 detik
Hasil : 7. Melakukan
Terpasang ventilator dengan nafas kolaborasi pemberian
mesin 10, SPo2 97 % ventilator nafas mesin 10.
1,2 1. Memonitor pola napas S:-
Hasil :
Klien Memakai ETT dengan O :
ventilator, nafas mesin:10, nafas - Jalan nafas klien
klien: RR : 24 x/mnt, SPO2: 98%, terbebaskan dengan
bunyi suara ronchi. memakai ETT SPO2: 97%
2. Memonitor bunyi napas - Ekspansi paru
tambahan klien meningkat
Hasil : - Mobilisasi sekresi
Bunyi suara ronchi. meningkat
3. Memertahankan - RR : 24 x/mnt,
kepatenan jalan napas dengan SPO2: 98%
memakaikan ETT - Ekspansi paru
Hasil : klien meningkat
Jalan nafas klien terbebaskan dengan
memakai ETT SPO2: 97% A : Masalah belum teratasi
4. Memposisikan semi-
Fowler atau Fowler P : Lanjutkan Intervensi
Hasil : 1. Memonitor pola
Ekspansi paru klien meningkat napas
5. Melakukan fisioterapi 2. Memonitor bunyi
dada, jika perlu napas tambahan
Hasil : 3. Memertahankan
Mobilisasi sekresi yang mengganggu kepatenan jalan napas dengan
oksigenasi memakaikan ETT
6. Melakukan penghisapan 4. Memposisikan
lendir kurang dari 15 detik semi-Fowler atau Fowler
Hasil : 5. Melakukan
Jalan nafas dibebaskan dengan fisioterapi dada, jika perlu
mengeluarkan secret 6. Melakukan
7. Melakukan kolaborasi penghisapan lendir kurang dari
pemberian ventilator nafas mesin 10. 15 detik
Hasil : Melakukan kolaborasi pemberian
Terpasang ventilator dengan ventilator nafas mesin 10.
nafas mesin 10, SPo2 97 %