933 2116 1 SM
933 2116 1 SM
Oleh
Muh. Zuhri Abu Nawas
dosen tetap IAIN Palopo
zuhri_abunawas@iainpalopo.ac.id
ABSTRAK
Al-Qur'an merupakan teks suci yang secara historis sudah mapan, sementara pemahaman
maknanya merupakan produk ijtihad manusia dalam memberikan intrepretasi untuk
menemukan maknanya. Karena itu, wajar apabila interpretasi terhadap teks yang
termuat dalam al-Qur'an terjadi perbedaan antara seorang penafsir dengan penafsir
lainnya. Dalam menafsirkan al-Qur’an dikenal dua teknik interpretasi; tekstual dan
kontekstual. Kedua teknik interpretasi ini memiliki fokus yang berbeda dalam menganalisis
teks al-Qur'an. Teknik interpretasi tekstual lebih terfokus pads teks "apa adanya teks",
sedang kontekstual selain memperhatikan teks juga mempertimbangkan unsur
konteks yang melingkupi teks tersebut. Teknik interpretasi tekstual, bila ditinjau dari sisi
etimologisnya, adalah cara penafsiran yang berdasarkan teks atau naskah dan teknik
interpretasi kontektual adalah cara penafsiran yang mempertimbangkan konteks yang
melingkupi suatu teks.
ABSTRACT
Al-qur' an is a sacred text of established historically , while knowledge is the product ijtihad
man in giving intrepretasi to find the interpretation of it . Therefore , plausible if interpretation
of a text that is contained in an al-quran differences between an interpreter of with other
interpreters of . In interpreting it an known two textual interpretation technique and contextual
. This interpretation was having second technique different focal al-quran text in the
following analysis of an. The technique of textual interpretation more focused pads text ' teks'
them as they are and was also taken into consideration other than see contextual text the
context element which accounted for the text. The technique of textual interpretation , when
viewed from the side of etimologisnya , is the way an interpretation of the based on a text or
manuscript and techniques kontektual interpretation is the way the interpretation of that takes
into account the context of which accounted for a text .
73
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
74
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
76
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
9Ayat muhkam dapat dipahami sebagai yang 10Masdar F. Mas'udi, "Memahami Ajaran
jelas benar yang tidak memerlukan takwil, sama Suci dengan Pendekatan Transformasi", dalam
halnya ayat mutasyabih dapat dipahami sebagai Iqbal Abdul Rauf Saimima (ed.), Polemik
yang samar yang membutuhkan takwil. Nasr Reaktualisasi Ajaran Islam (Jakarta: Pustaka
Hamad Abu Zaid, Mafhum al-Nas: Dirasah fi Panjimas, 1998), h. 182.
‘Ulum al-Qur'an, diterjemahkan oleh Khoiron 11Taufiq Adnan Amal, Tafsir Kontekstual
Nahdliyyin dengan judul Tekstualitas al-Qur'an: at-Qur'an, (Cet. IV; Bandung.- Mizan, 1994), h.
Kritik Terhadap Ulumul Qur'an (Cet. I; 30-31.
Yogyakarta: I.KiS, 2001), h. 239. lihat juga penjelasan 12Masdar F. Mas'udi, loc. cit.
dalam Manna Khalil al-Qaththan, op. cit., h.214-220.
77
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
adalah dalil yang dari segi kebenaran Berbeda dengan pendapat di atas,
kedatangannya tidak memberikan menurut penelitian Shalabiy, benih
keyakinan akan kebenaran pembagian ini telah ada sejak mass khulafa
kedatangannya. Qath'iy al-wurud, al-rasyidun dan sahabat besar, yaitu sejak
adalah dalil yang dari segi wafatnya Rasul, (II H) sampai pertengahan
penunjukannya atas hukum mempunyai abad IV H. Di masa para sahabat itu telah
makna tunggal, sedang zhanniy al- berkembang pemikiran tentang kepastian
dalalah adalah dalil yang memiliki dan ketidakpastian, ketika memperdebatkan
banyak makna.13 Atas dasar konsep khabar wahid (tunggal), apakah
yang demikian, maka al-Qur'an dari menghasilkan kepastian atau tidak.
segi kedatangannya adalah qath'iy, Terbukti Ali pernah berkata, "Perkataan
sedang dari penunjukannya atas hukum satu orang pasti aku tolak, kecuali orang
bisa qath'iy dan bisa zhanniy. itu Abu Bakar Sidiq". Dalam hal ini, Ali
Tidak ada catatan yang pasti sejak telah mengakui dan memastikan
kapan konsep ini diformulasikan secara tegas. kebenaran khabar wahid dari Abu Bakar,
Imam Syafi'i dalam al-Risalahnya yang hanya seorang.15 Pendapat Shalabiy
belum menggunakan kedua istilah ini. ini, lebih banyak didukung oleh fakta
Ia menggunakan istilah al-bayan, zahir, historis daripada pendapat pertama.
mafhum, dan lain-lain. Penalaran para Walaupun demikian, pemikiran qath'iy-
sahabatpun belum ada petunjuk bahwa zhanniy pads masa sahabat belum
mereka telah menggunakan konsep ini berbentuk suatu konsepsi yang formal
dalam penalaran fiqh mereka. Karenanya, dan tegas sebagaimana pada periode
ada yang menganggap konsep ini sebelumnya.
berkembang sesudah masa empat imam Dalam periode Syafi'i (767-820
mazhab. 14 M), benih pemikiran qath'iy-zhanniy
13'Abd al-Wahab al-Khallaf (Khallaf), ‘Ilm dan Ketidakpastian dalil Syari'at dalam Al-Jami'ah,
Ushul al-Fiqh (Cet. XII; Quwait: Dar al-Qalam, Vol. 39 No. 2 Juli-Desember, h. 440-441
1978), h. 34-35. 15Ibid., h. 441.
14Muhyar Fanani "Sejarah Perkembangan Konsep
Qath'iy-Zhanniy: Perdebatan Ulama tentang Kepastian
78
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
juga telah ada. Bahkan ada yang keterangan saksi yang mungkin saja
berpendapat Syafi`ilah orang pertama berbohong dan juga kebenaran qiyas.17
yang menggagas konsep qath'iy- Lebih jauh menurut Syafi'i, dalalah
zhanniy itu, walaupun ia belum al-Qur'an dan hadis itu bertingkat-tingkat.
mempunyai istilah khusus untuk Dalalah itu memiliki kedudukan
menampung konsep tersebut. Pendapat berbeda-beda dalam istidlal. Ayat yang
ini didukung oleh bukti-bukti yang sarih (jelas) dalam al-Qur'an tidak
akurat. menerima takwil. Ketika para ulama
Dalam. al-Risalah, Syafi'i periode Syafi'i banyak berdebat tentang
menggambarkan ide tentang qath'iy- khabar ahad, apakah zhanniy atau
zhanniy pada dua tempat; pertama, qath'iy, Syafi'i mengambil sikap bahwa
ketika menjelaskan pengetahuan hukum khabar ahad itu zhanniy tapi bisa sebagai
yang diperoleh berdasarkan khabar hujjah. Salah satu alasannya adalah
ahad; dan kedua, ketika menjelaskan mengikuti contoh Rasulullah dan tindakan
otoritas qiyas. Khabar ahad menurutnya para sahabat. Rasul walaupun seorang diri
tidak rnenghasilkan kepastian (ihatah), (khabar ahad), tetapi para sahabat
sebagaimana kepastian yang dihasilkan meyakini kebenaran risalahnya.18 Jadi,
oleh nashsh al-Qur'an dan khabar Syafi'i adalah sarjana pertama yang
mutawatir.16 Dalil yang berupa al- mengakui keabsahan khabar ahad.19
Qur'an dan sunnah yang diriwayatkan Benih pemikiran qath'iy zhanniy ini
secara mutawatir menghasilkan kebenaran kemudian berkembang di tangan
lahir batin, sedangkan dalil yang berupa ulama-ulama periode selanjutnya.
khabar ahad menghasilkan kebenaran pads Dari uraian di atas, dapat
lahirnya saja, seperti kebenaran yang disimpulkan bahwa pencetus utama
disimpulkan oleh hakim berdasarkan adanya konsep ini adalah Imam Syafi'i (w. 204
16Muhammad ibn Idris al-Syafi'iy (al- 19Ahmad Hasan, The Early Development of
Syafi'iy), Al-Risalah edisi Ahmad Muhammad Islamic Jurisprudence, diterjemahkan oleh Agah
Syakir (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, t, th.), Garnadi, et al dengan judul Pintu Ijtihad Sebelum
h. 460-461. Tertutup (Bandung: Pustaka, 1984), h. 111-112 dan
17Ibid., h. 477-483. 121
18Muhyar Fanani, op. cit., h. 442.
79
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
H/820 M). Walaupun demikian, benih Qarafiy, khabar wahid itu hanya
dari konsep ini telah ada sejak masa al- menghasilkan zhann (persangkaan).
khulara al-rasyidun. Konsep ini Imam al-Haramain juga berpendapat
kemudian dikembangkan oleh para sebagaiman al-Qarafiy, meskipun Imam
ulama sesudah Syafi'i dan mencapai Syafi'iy yang menjadi panutan Imam al-
wujudnya yang lebih tegas di tangan Haramain mengabsahkan khabar wahid.
Imam al-Haramain (w.478 H/ 1085 M), Bagi Syafi'iy, Abu Hanifah, Ahmad,
walaupun ia belum menggunakan dan Ibn Thaimiyah, khabar wahid
istilah qath'iy-zhanniy. Isfilah qath'iy- berubah memberikan kepastian (boleh
zhanniy baru dipopulerkan oleh ulama dibuat pegangan), jika memenuhi syarat.
ushul mutaakhkhir seperti Ab. 'Aziz Persyaratan yang mereka ajukan yakni
al-Bukhariy (w. 730 H/ 1330 M) dan ulama apabila ulama sepakat dan
Kamal ibn Hamam (w. 861 H/1457 menerima untuk melaksanakannya. Jika
M).20 tidak, maka tetap dianggap zhanniy.
Telah disebutkan sebelumnya, Namun demikian, baik yang berpendapat
bahwa teori qath'iy-zhanniy terdiri dari khabar wahid itu menghasilkan qath'iy
wurud dan dalalah. Berkaitan dengan atau sebaliknya, telah sepakat bahwa
wurud, walaupun terjadi perdebatan,21 khabar wahid wajib diamalkan.22 Sebab
mayoritas ulama berpendapat bahwa apabila tidak, maka ada kejadian yang
yang qath'iy al-wurud adalah al-Qur'an kosong dari hukum. Imam al-Haramain
dan sunnah mutawatir sedang yang misalnya, menganggap khabar wahid itu
zhanniy al-wurud adalah khabar ahad wajib diamalkan, meskipun menurutnya
dan qiy'as. Qath’iy dalalah adalah nash hanya menghasilkan zhann tapi
yang hanya bermakna tunggal dan yang pengamalannya telah ditunjukkan oleh
zhanniy al-dalalah adalah nash yang Nabi dan ijma' sahabat.23
bermakna lebih dari satu. Menurut al-
20Muhyar Fanani, op.cit., h. 444 22Alasan yang mereka perpegangi adalah QS.
21Perdebatan seputar qath'iy-zhanniy al- al-Hujurat (49): 6 dan QS. al-Taubah (9): 122.
dalalah dapat dilihat lebih jauh dalam Ibid., 449- 23Muhyar Fanani, loc. cit.
450.
80
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
24Khallaf, op. cit., h. 34-35. Abd Allah Daraz (Mesir: Mathba'ah al-
25Menurut riwayat, motto ini Rahmazu-yah, t. th.), juz 11, h. 88.
pertamakali dimunculkan oleh Ibn Abbas. Ibn 26Muhyar Fanani, op. cit., h. 451.
Abbas mengatakan, "tidak ada 'am kecuali- 27Ibid.
ditakhshish". Lihat al-Syatibiy, Al-Muwafaqat, edisi
81
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
tetapi mereka sepakat tentang qath'iy al- kesetaraan manusia, hukum kebebasan
dalalah pada dalil khash. Para ulama beragama, atau berkeyakinan, dan
sepakat bahwa dalil khash itu adalah musyawarah. Sedangkan yang zhanniy
qath'iy al-dalalah. adalah yang membicarakan tentang
2. Konsep Qath'iy-Zhanniy di Era ontologi dan aksiologi dari nilai dasar
Modern yang universal, seperti ayat tentang
Pada era klasik konsepsi terhadap potong tangan atas pencuri. 28
teori qath'iy-zhanniy tidak pernah Sarah dengan Masdar, Kassim
digugat, karena keserupaannya yang Ahmad dari Malaysia juga menggugat
kuat dengan kategori muhkam- konsep tersebut. Kassim membalik konsep
mutasyabih yang diintrodusir langsung yang telah dikenal sebelumnya di kalangan
dari al-Qur'an Akan tetapi di era modem umat Islam. Bagi Kassim, ayat yang
ini konsep dari teori ini telah mulai mufassar yang terperinci itu hanya
digugat. merupakan contoh penerapan sezaman
Masdar F. Mas'udi menganggap yang bisa saja berubah. Yang menjadi
konsep yang ada dari konsep ini hanya berpijak dasar pokok adalah ayat mujmal.
pads teks (simbol) bukan pada subtansi Misalnya dalam kasus waris, ayat yang
dari satu ayat. Konsekuesinya adalah menyatakan wanita dan laki-laki
kekakuan dan tidak bisa operasional dalam mendapat bagian dari peninggalan orang
era modern. Seharusnya, konsepsi itu harus tua dan kerabat mereka (QS. al-Nisa [4]: 7)
berpijak pads subtansi yang dikandung adalah prinsip umum. Sedang ayat bahwa
oleh ayat. Dengan demikian yang bagian wanita separuh dari bagian laki-laki
qath'iy adalah ayat yang berisi prinsip- (QS. al-Nisa [4]: 11-12) adalah contoh
prinsip dasar yang kebenarannya bersifat penerapan pada waktu itu terhadap
universal. Seperti ayat yang prinsip umum.29 Jadi Kassim Ahmad
menunjukkan keesaan Tuhan, keadilan, ingin membalikkan konsepsi yang telah
persamaan lahir dasar kemanusiaan, dikenal sebelumnya, sehingga ayat
82
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
mufassar tidak qath'iy dan yang qath'iy melaksanakan ayat-ayat Makkiyah dan
adalah ayat mujmal. sebaliknya menunda pelaksanaan ayat-
Subtansi pemikiran Kassim ini ayat Madaniyah. Tema-tema pokok ayat-
sangat mirip dengan pemikiran ayat Makkiyah, seperti egalitarianisme
Mahmud Muhammad Thaha, seorang antar sesama manusia, harus dijunjung
pemikir Sudan, yang menyatakan bahwa tinggi.30 Pemikiran semacam ini
seharusnya umat Islam di zaman modern ini dilanjutkan oleh murid Thaha, Abdullahi
menjalankan ayat-ayat umum yang berupa Ahmed al-Naim, yang banyak berbicara
ayat-ayat Makkiyah dan "meninggalkan" tentang hukum Islam dan HAM. 31
ayat-ayat khusus, ayat-ayat Madaniyah. Alasan Bahkan di era modern ini, tidak
Thaha adalah karena ayat-ayat Makiyyah itulah hanya konsepsi teori (isi) qath'iy-zhanniy
prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. Pada abad yang digugat, eksistensi dari teori
ke-7 M. ayat itu terlalu maju untuk dijalankan tersebut juga tidak lepas dari gugatan.
di masa. itu. Oleh karena itu masyarakat Taufiq Adnan Amal, menganggap teori itu
Mekah menolaknya. Kemudian Allah mencerminkan kebingungan serta
menyuruh Nabi untuk hijrah ke Madinah dan kesewenangan ulama dalam memahami
menurunkan ayat-ayat yang lebih terperinci pesan-pesan al-Qur'an. Menurutnya
dan applicable untuk ukuran saat itu. Jadi dikotomi itu sangat subjektif dan
ayat-ayat Madaniyah hanya contoh bergantung pada selera si penafsir. MisaInya,
pelaksanaan ayat-ayat pokok, ayat-ayat ayat pembunuhan (al-Nina [4]: 92-93)
Makkiyah. Lanjut Thaha, saat ini situasi dipandang oleh ulama klasik sebagai
manusia sudah canggih, maka sudah solusi khas yang harus diberlakukan
merupakan masa yang cocok untuk sebagai hukum. Sedangkan ayat yang
30Pendapat Thaha Husain ini tertuang dalam an Islamic Reformation: Civil Liberties,
bukunya al-Risalah al-Tsaniyah min al-Islam yang Human Rights, and International Law,
kemudian diterjemahkan oleh muridnya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan
Abdullahi Ahmed al-Na'im ke dalam bahasa judul Dekonstruksi Syari'ah: Wacana Kebebasan
Inggris dengan judul The Second Message of Islam. sipil, Hak Asasi Manusia, dan Hubungan
Buku ini ditebitkan pertamakali pada tahun 1987. International dalam Islam (Cet. I; Yogyakarta:
karya iri dan pemikiran. Thaha pada umumnya, LKiS, 1994), h. xi.
disajikan dalam istilah al-Na'im "tafsir modern dan 31Lihat bukunya, Toward an Islamic
evolusioner terhadap a1-Qur'an". Lihat pengantar Reformation, yang mendapat tanggapan luas.
LKiS dalam Abdullahi Ahmed al-Naim, Toward
83
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
84
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
teks dalam al-Qur'an yang siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”
mengandung pengertian lebih dari satu
dan memungkinkan untuk ditakwilkan. Kata "tangan" dalam ayat ini
Contohnya: mengandung kemungkinan yang
ََََ ُ َ َ َ َت ُي ََ ۡ
َُت َب ۡص َن ُبِأنفسِ ِه َن ُثلَٰثة ُ ُ ََُٰوٱل ُم َطلق
dimaksudkan adalah tangan kanan atau
ُ
ق ُر ٓو ُءٖ ن
tangan kiri, disamping itu juga mengandung
kemungkinan tangan itu hanya sampai
Terjemahnya: pergelangan tangan saja atau sampai siku.
wanita-wanita yang ditalak
handaklah menahan diri Menurut para ulama ushul fiqh kedua
(menunggu) tiga kali quru'....” (QS. ayat di atas mengandung dalalah yang
al-Baqarah/2: 228)
sifatnya zhanniy (relatif).36
Kata quru merupakan lafal Mengomentari ayat ini, dapat
musytarak yang mengandung dua dikemukakan bahwa kata yang berarti
makna, yaitu "suci" dan "haid".
"potonglah" harus dipahami dengan
Syafi'iyah lebih cenderung mengartikan makna hakikinya bukan makna
quru' dengan suci sedang kalangan metaforisnya. Karena tidak ada
Hanafiyyah lebih cenderung argumentasi yang dapat membawa kita
memaknainya dengan haid. Contoh lain kepada pemaknaan selain makna
adalah firman Allah dalam surah al- hakikinya. Hal ini tentu saja berimbas
Maidah/5: 38:
َ ۡ َ َُ َ َ ُ َ َ
terhadap penetapan hukum potong
ُلسارِق ُة ُ ُفٱق َط ُع ُٓواُ ُأيۡد َِي ُه َما ق ُ ُوٱ
ُ ُِوٱلسار tangan bagi para pencuri. Lebih jauh
ٗ َ َ َ ٓ
ُُ َ ّلل ِه ُ َُوٱ
ُّلل ُ َ ِن ُٱ
َُ َج َزا َء َۢ ُب ِ َما ُك َس َبا ُنكَٰٗل ُم
bahwa hukum potong tangan lebih
َ يز ٌ َعز
efektif dibanding hukuman yang lain bagi
ُُحكِيم ِ para pencuri. Hukuman ini dapat
Terjemahnya: membendung merajalelanya pencurian
Laki-laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, di masyarakat.
potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai
36ibid, h. 33.
86
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
Berkaitan dengan persoalan tekstual- agar tetap relevan dengan tuntutan dan
kontekstual, Fazlur Rahman menjelaskan kebutuhan sepanjang zaman dan
bahwa al-Qur'an tidak memberikan berbagai tempat dan situasi.
prisip-prinsip umum dalam jumlah Kedua tuntutan ini pada prinsipnya
banyak; kebanyakan isi al-Qur'an hanya sudah ditemukan dalam al-Qur'an, yakni
memberikan jawaban tehadap kasus-kasus ada sejumlah ayat yang memuat prinsip-
hukum tertentu dan kepada isu dalam satu prisip umum dan jumlahnya tidak terlalu
konteks sejarah konkrit. jawaban.- banyak. Demikian juga ada sejumlah
jawaban al-Qur'an, menurut Rahman, ayat yang kasuistik yang khusus
menyediakan rasio, baik diungkapkan menjawab masalah-masalah yang
secara eksplisit ataupun implicit. Rasio muncul ketika itu, dan jumlahnya
yang ada di batik jawaban-jawaban mayoritas.
tertentu tersebut akan dirumuskan Pembagian nash normative-
menjadi prinsip umum (general universal disatu sisi, dengan nash praktis-
principel).37 temporal di sisi lain, pada prinsipnya sama
Dari pendapat Rahman ini dengan pembagian nash qath'iy di satu sisi,
tampak bahwa posisi al-Qur'an pada dengan nash zhannly di sisi lain.
satu sisi dituntut harus realistis untuk Berdasarkan hal di atas, Rahman
menyelesaikan permasalahan- mengajukan sebuah teori yang dikenal
permasalahan yang dihadapi masyarakat dengan teori double movement 38 dan
Arab ketika masa pewahyuan sebagai metode sintetik logik. Teori ini
objek wahyu. Namun, di pihak lain, berangkat dari situasi sekarang ke masa
sebagai kitab wahyu yang universal al-Qur'an diturunkan dan kembali lagi
tanpa batas waktu dan tempat, al-Qur'an ke masa kini. 39
harus mengandung prinsip-prinsip umum
37Pendapat Rahman ini dikutip oleh 38Istilah ini dalam bahasa Indonesia dikenal
Khoiruddin Nasution, "Kontribusi Fazlur dengan teori bolak-balik. Teori ini: diberlakukan
Rahman dalam Ushul Fiqh Kontemporer” untuk ayat-ayat yang dapat dikontekstualkan
dalam Al-Jami’ah, Vol. 40, No.2, July- 39Teori yang diajukan Rahman ini dipengaruhi
Desember, 2002. oleh model pembacaan hermeneutika yang berkembang
di Eropa, khususnya aliran hermeneutika objektif
87
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
(metodis) yang dirintis oleh Emilio Betti. Untuk lebih 40Untuk lebih jelasnya lihat ibid., h. 41-
jelasnya mengenai hal ini hhat A.Rafiq Zainul Mun'im, 42.
"Fazlur Rahman dan Tafsir Kontekstual" dalam Jurnal 41Dalam metode sintetik-analogik ini, Rahman
Wacana vol. V. No. 1., Maret 2005, h. 38-40. membiarkan al-Qur'an berbicara sendiri. Ibid., h. 42.
88
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
kemustahilan suami untuk berlaku adil pemahaman yang parsial terhadap al-
terhadap istri-istrinya. Dalam hal ini ia Qur'an serta upayanya untuk membawa
merujuk pada ayat al-Qur'an yang berbunyi: pada "pikiran yang menciptakannya".
Saat ini kecenderungan untuk
mengkontekstualkan pemahaman terhadap
42Ibid., h. 42-43
89
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
ayatayat al-Qur'an semakin marak. Hal ini berimbas pada makna subtansial yang
positif selama penafsiran tersebut tidak universal. Dalil yang qath'iy dipahami
keluar dari muatan teks. sebagai dalil yang bermakna satu dan
jelas. Sedang dalil yang zhanniy
Kesimpulan dipahami sebagai dalil yang bermakna
Dari kupasan di atas dapat lebih dari satu dan belum jelas sehingga
disimpulkan bahwa teknik interpretasi dapat ditakwilkan.
tekstualkontekstual mengarah kepada Dengan mengetahui ayat-ayat
upaya untuk bagaimana seharusnya yang dapat diinterpretasi dengan teknik
memahami teks/ayat al-Qur'an. interpretasi tekstual maupun kontekstual akan
Teknik iterpretasi tekstual- memudahkan memberikan penafsiran
kontekstual terkait erat dengan konsep terhadap ayat-ayat al-Qur'an. Sehingga para
qath'iy-zhanniy yang terdapat dalam penafsir dapat terhindar dari pemahaman
lapangan ushul fiqh. Telah lama konsep itu yang "kaku" terhadap muatan ayat al-Qur'an
didefenisikan sama dengan kategori dan terhindar pula dari pemahaman yang
muhkam-mutasyabih. Artinya keluar rel "yang seharusnya".
berbasis pads tekstual-verbal dan
-----
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zaid, Nasr Hamid. Mafhum al-Nas Dirasah fi 'Ulum al-Qur'an, diterjemahkan
oleh Khoiron Nandliyyin dengan judul Tekstualitas al-Qur'an: Kritik Terhadap
Ulumul Qur'an. Cet. 1; Yogyakarta: LKiS, 2001.
Amal, Taufiq Adnan. Tafsir kontekstual al-Qur'an. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1994.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar bahasa Indonesia. edisi
II. Cet. VII; Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
Fannani, Muhyar. "Sejarah Perkembangan Konsep Qath'iy-Zhanniv: Perdebatan
Ulama tentang Kepastian dan Ketidakpastian dalil Syari'at" dala m Al-
jami'ah, Vol. 39 No. 2 juh Desember.
90
Jurnal al-Asas, Vol. II, No. 1, April 2019 Teknik Interpretasi Tekstual Dan Kontekstual
Haroen, Nasrun. Ushul Fiqh 1. Cet. II; Jakarta: Logos Wacana flmu, 1997.
Hasan, Ahmad. The Early Development of Islamic Jurisprudence, diter
emahkan oleh Agah Garnadi, et. al. dengan judul Pintu Ijtihad Sebelum
Tertutup. Bandung: Pustaka, 1984.
Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian
Hermeneutik. Jakarta: Paramadina, 1996.
Al-Khallaf, 'Abd al-Wahab. 'Ilm Ushul al-Fiqh. Cet. XII; Kuwait: Dar al-Qalam, 1978.
Mas'udi, Masdar F. "Memahami Ajaran Suci dengan Pendekatan Transformasi",
dalam lqbal Abdul Rauf Saimima (ed.), Polemik reaktualisasi Ajaran Islam. Cet.
I; Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998.
Mun'im, A. Rafiq Zainul. "Fazlur Rahman dan Tafsir Kontekstual" dalam Jurnal
Wacana vol. V. No. 1., Maret 2005.
Al-Naim, Abdullahi Ahmed. Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human
Rights, and International Law, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
dengan judul Dekonstruksi Syari'ah: Wacana Kebebasan sipil, Hak Asasi
Manusia, dan Hubungan International dalarn Islam. Cet. I; Yogyakarta: LKiS,
1994.
Al-Qaththan, Manna’ Khalil. Mabahits fi 'Ul fum al-Qur'an. Cet. III; t.t.:
Mansyurat al-'Ashr al-Hadis, 1973.
Salim, Abd. Muin. "Metodologi Tafsir: sebuah Rekonstruksi Epistimologis,
Memantapkan Keberadaan Ilmu Tafsir Sebagai Disiplin Ilmu". Disampaikan
di hadapan Rapat Senat Luar Biasa IAIN Alauddin Ujung Pandang, Tanggal 26
April 1999.
Salim, Peter. The Contemporary English-Indonesian Dictionary. Cet. VII; Jakarta:
Modern English Press, 1996.
Al-Syafi'iy, Muhammad ibn Idris. Al-Risalah, edisi Ahmad Muhammad Syakir.
Beirut: Dar alKutub al-'Ibniyah, t. th.
Al-Syatibiy, Al-Muwafaqat, edisi Abdullah Daraz. Mesir: Mathba'ah al-Rahmaniyah,
t.th.
Taylor, C. Ralph. Webster's World University Dictionary. Washinton D.C.: Publisher
Company, INC, 1965.
91