Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN NON STERIL


PRAKTIKUM IV (KRIM)

HARI, TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis,22 April 2021

KELOMPOK : 2

ASISTEN DOSEN :
DOSEN PENGAMPU :

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2021
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Agar mahasiswa mengetahui formulasi dan cara pembuatan krim beserta cara
uji kualitasnya

II. DASAR TEORI


II.1 Definisi Krim
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes RI, 1979). Farmakope
Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar
yang sesuai (Depkes RI, 1995). Formularium Nasional, krim adalah
sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang
dari 60% dan direaksikan untuk pemakaian luar (Depkes RI, 1978).
Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang
terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan
air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim
dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (Ditjen POM,
1995).
Sifat umum sediaan semi padat terutama krim ini adalah mampu
melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama
sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim yang digunakan sebagai
obat umumnya digunakan untuk mengatasi penyakit kulit seperti jamur,
infeksi ataupun sebagai anti radang yang disebabkan oleh berbagai jenis
penyakit (Anwar, 2012).
II.2 Kualitas Dasar Krim
Kualitas dasar krim menurut (Anief, 1993) yaitu :
1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada
dalam kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak dan homogen, sebab krim digunakan untuk kulit yang
teriritasi, inflamasi, dan ekskoriasi.
3. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
4. Dasar krim yang cocok, yaitu dasar krim harus kompatibel secara fisika
dan kirima dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh
merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas
obatnya pada daerah yang diobati.
5. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada pengobatan.

II.3 Penggolongan Krim


Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal
asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat
dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakain kosmetika dan
estetika. Krim dapat juga digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal.
Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan krim tipe
air dalam minyak (A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan
dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe A/M
digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera.
Sedangkan untuk krim tipe M/A digunakan sabun monovalen, seperti
trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain
itu juga dipakai tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum,
caseinum, CMC dan emulygidum.
a. Tipe M/A atau O/W
Vanishing cream adalah kosmetika yang digunakan untuk maksud
membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing
cream. Krim m/a (vanishing cream) yang digunakan melalui kulit akan
hilang tanpa bekas. Pembuatan krim m/a sering menggunakan zat
pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang
umumnya merupakan rantai panjang alcohol walaupun untuk beberapa
sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular.
Contoh: vanishing cream. Dapat sebagai pelembab (moisturizing)
meninggalkan lapisan berminyak atau film pada kulit.
b. Tipe A/M atau W/O
Krim berminyak mengandung zat pengemulsi a/m yang spesifik seperti
adeps lane, wool alcohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari
asam lemak dengan logam bervalensi 2, misal Ca. Krim A/M dan M/A
membutuhkan emulgator yang berbeda beda. Jika emulgator tidak
tepat, dapat terjadi pembalikan fasa.
Contoh: Cold cream. Cold cream adalah sediaan kosmetika yang
digunakan untuk maksud memberikan rasa dingin dan nyaman pada
kulit, sebagai krim pembersih berwarna putih dan bebas dari butiran.
Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar.

II.4 Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Krim


Kelebihan dari sediaan krim yaitu :
1. Mudah menyebar rata
2. Praktis
3. Mudah dibersihkan atau dicuci
4. Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat
5. Tidak lengket terutama tipe m/a
6. Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m
7. Digunakan sebagai kosmetik
8. Bahan untuk pemakaian topikal sejumlah yang diabsorpsi tidak cukup
beracun
9. Aman digunakan pada dewasa maupun anak-anak

Kekurangan dari sediaan krim yaitu :


1. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam
keadaan panas
2. Mudah pecah disebabkan dalam pembuatan formulasi tidak pas
3. Mudah kering dan mudah rusak khususknya tipe a/m karena terganggu
sistem campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara
berlebihan
4. Mudah lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak)
5. Pembuatannya harus secara aseptis
(Sumardjo & Damin, 2006)

II.5 Bahan-Bahan Penyusun Krim


Formula dasar sediaan krim antara lain:
1. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.
Contoh: asam stearat, adeps lanae, paraffin liquidum, paraffin solidum,
minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan
sebagainya.
2. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh: Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/ TEA, NaOH,
KOH, Na2CO3, Gliserin, Polietilenglikol/ PEG, Propilenglikol,
Surfaktan (Na lauril sulfat, Na setostearil alkohol, polisorbatum/ Tween,
Span dan sebagainya).
3. Bahan penyusun krim, antara lain:
a. Zat berkhasiat
b. Minyak
c. Air
d. Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan
dengan jenis dan sifat krim yang akan dibuat atau dikehendaki.
Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan emulgide, lemak bulu
domba, setaseum, setil alcohol, stearil alcohol, trietanolalamin
stearat, polisorbat, PEG.
4. Bahan – bahan tambahan dalam sediaan krim agar peningkatan
penetrasi pada kulit , antara lain :
a. Zat pengawet berfungsi untuk meningkatkan stabilitas sediaan
dengan mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Karena
pada sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka pada
sediaan ini mudah ditumbuhi bakteri dan jamur. Oleh karena itu perlu
penambahan zat yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme
tersebut. Zat pengawet yang digunakan umumnya metil paraben
0.12% sampai 0,18% atau propil paraben 0,02%-0,05%.
b. Pendapar berfungsi untuk mempertahankan pH sediaan untuk
menjaga stabilitas sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan
aktif. Pemilihan pendapar harus diperhitungkan ketercampurannya
dengan bahan lainnya yang terdapat dalam sediaan, terutama pH
efektif untuk pengawet. Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena
perubahan kimia zat aktif atau zat tambahan dalam sediaan pada
penyimpanan karena mungkin pengaruh pembawa atau lingkungan.
Kontaminasi logam pada proses produksi atau wadah (tube)
seringkali merupakan katalisator bagi pertumbuhan kimia dari bahan
sediaan.
c. Pelembab Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan
topical dimaksudkan untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada
kulit menyebabkan jaringan menjadi lunak, mengembang dan tidak
berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat
tambahan ini adalah gliserol, PEG, sorbitol.
d. Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini
dapat membentuk kompleks dengan logam yang mungkin terdapat
dalam sediaan, timbul pada proses pembuatan atau pada
penyimpanan karena wadah yang kurang baik. Contoh: Sitrat, EDTA,
dsb.
e. Antioksidan berfungsi untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi
oleh cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi.
Antioksidan dibagi menjadi:
- Antioksidan sejati (anti oksigen) Kerjanya yaitu mencegah
oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas dan mencegah
reaksi cincin. Contoh: tokoferol, alkil gallat, BHA, BHT.
- Antioksidan sebagai agen produksi. Zat zat ini mempunyai
potensial reduksi lebih tinggi sehingga lebih mudah teroksidasi
dibandingkan zat yang lain kadang-kadang bekerja dengan cara
bereaksi dengan radikal bebas. Contoh: garam Na dan K dari asam
sulfit.
- Antioksidan sinergis. Yaitu senyawa yang bersifat membentuk
kompleks dengan logam, karena adanya sedikit logam dapat
merupakan katalisator reaksi oksidasi. Contoh: sitrat, tamat,
EDTA.
f. Peningkat penetrasi yaitu zat tambahan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar dapat digunakan
untuk tujuan pengobatan sistemik lewat dermal (kulit). Syarat-syarat:
- Tidak mempunyai efek farmakologi
- Tidak menyebabkan iritasi alergi atau toksik
- Bekerja secara cepat dengan efek terduga (dapat diramalkan)
- Dapat dihilangkan dari kulit secara normal
- Tidak mempengaruhi cairan tubuh, elektrolit dan zat endogen
lainnya
- Dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan banyak zat
- Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik
- Dapat menyebar pada kulit
- Dapat dibuat sebagai bentuk sediaan
- Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
(Sumardjo & Damin, 2006)

II.6 Metode Pembuatan Krim


Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses
emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti
minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di penangas air pada suhu 70-
75°C, sementara itu semua larutan berair yang tahan panas, komponen
yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen
lemak. Kemudian larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke
dalam campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur
dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin atau
lemak. Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan dengan
pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental. Bila larutan
berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa
lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak
dengan fase cair (Munson, 1991).

II.7 Alasan Pembuatan Sediaan Krim


Alasan pembuatan sediaan krim untuk mendapatkan efek emolien atau
pelembut jaringan dari preparat tersebut dan keadaan permukaan kulit.
Karena emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai
emulsi m/a (minyak dalam air) atau emulsi a/m (air dalam minyak),
tergantung pada berbagai faktor seperti sifat zat terapeutik yang akan
dimasukkan ke dalam emulsi.
Zat obat yang akan mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika
ada dalam fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit. Tentu
saja dapat bercampurnya dan kelarutan dalam air dan dalam minyak dari
zat obat yang digunakan dalam preparat yang diemulsikan menentukan
banyaknya pelarut yang harus ada dan sifatnya yang meramalkan fase
emulsi yang dihasilkan.
Suatu emulsi air dalam minyak juga lebih lembut ke kulit, karena ia
mencegah mengeringnya kulit dan tidak mudah hilang bila kena air.
Sebaliknya jika diinginkan preparat yang mudah dihilangkan dari kulit
dengan air, harus dipilih suatu emulsi minyak dalam air, harus dipilih suatu
emulsi minyak dalam air. Seperti untuk absorpsi, abnsorpsi melalui kulit
(absorpsi perkutan) bisa ditambah dengan mengurangi ukuran partikel dari
fase dalam.

II.8 Uji Kualitas Sediaan Krim


Uji kualitas sediaan krim meliputi: (Rahmawati et al., 2010)
1. Uji organoleptis
Evalusai organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,
tekstur sedian serta penampilan secara visual.
2. Uji homogenitas
Krim ditimbang 1gram dioleskan pada plat kaca, lalu digosok dan
diraba. Bila homogen maka massa krim tidak tersisa bahan padatnya
atau teksturnya nyata.
3. Uji daya sebar
Krim ditimbang 1 gram, lalu diletakan di atas plat kaca, biarkan 1 menit,
ukur diameter sebar krim, kemudian ditambah dengan beban 50 gram,
beban didiamkan selama 1 menit, lalu diukur diameter sebarnya. Hal
tersebut dilakukan sampai didapat diameter sebar yang konstan.
4. Uji daya lekat
Krim ditimbang 1 gram, lalu dioleskan pada plat kaca dengan luas 2,5
cm. Kedua plat ditempelkan sampai plat menyatu, diletakan dengan
beban seberat 1 kg selama 5 menit setelah itu dilepaskan, lalu diberi
beban pelepasan 80g untuk pengujian. Waktu dicatat sampai kedua plat
saling lepas. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
5. Pengukuran viskositas
Viskositas krim diukur dengan menggunakan LV viscometer Brook
Field dan masing-masing formula di replikasi tiga kali. Sediaan
sebanyak 30 gram dimasukan kedalam pot salep ukuran 30 gram
panjang, kemudian dipasang spindle dan rotor dijalankan. Hasil
viskositas dicatat setelah jarum viscometer menunjukan angka yang
stabil setelah lima kali putaran.
6. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat Indikator pH
Universal, dan masing-masing formula direplikasi 3 kali. Universal
indikator pH dicelupkan kedalam sediaan krim dan dibiarkan beberapa
detik, lalu warna pada kertas dibandingkan dengan pembanding pada
kemasan.
7. Uji penentuan ukuran droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan
emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada
objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan – tetesan fase dalam
ukuran dan penyebarannya.

II.9 Penyimpanan Sediaan Krim


Penyimpanan krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam
tube, botol yang digunakan biasanya berwarna gelap atau buram. Wadah
dari gelas buram dan berwarna berguna untuk krim yang mengandung obat
yang peka terhadap cahaya. Tube biasa saja terbuat dari kaleng atau plastik,
beberapa diantaranya diberi tambahan kemasan bila krim akan digunakan
untuk penggunaan khusus. Tube dari krim kebanyakan dikemas dalam tube
kaleng dan dapat dilipat yang dapat menampung sekitar 5 sampai 15 gr
(Ansel, 1989).
III. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
1. Cawan porselen
2. Spatel logam
3. Penjepit kayu
4. Mortir dan stamper
5. Gelas ukur
6. Waterbath
7. Batang pengaduk
8. Stopwatch
9. Alat evaluasi sediaan
b. Bahan
1. Kloramfenikol 400 mg
2. Nipagin 20 mg
3. Parfum 20 mg
4. Asam stearate 3 mg
5. Trietanolamin 300 mg
6. Lemak bulu domba 600 mg
7. Paraffin cair 5 gram
8. Aquadest 11 gram
IV. CARA KERJA

1. Siapkan alat dan bahan


2. Timbang bahan sesuai dengan perhitungan



3. Masukkan kloramfenikol kedalam mortar, tambahkan nipagin aduk
sampai homogen.

4. Tambahkan sebagian aquadest aduk sampai homogen ( campuran I )


5. Buat basis krim : asam stearate, trietanolamin, adeps lanae, paraffin


cair dan sebagian aquadest dalam cawan porselen dilebur diatas
watterbath hingga melebur sempurna (campuran II)

6. Campurkan campuran I dan campuran II dalam mortar yang panas,


aduk cepat

7. Tambahkan parfum, aduk ad homogen


8. Masukkan dalam pot

V. UJI KUALITAS
VI. HASIL PERHITUNGAN BAHAN

BAHAN KONSENTRASI (%)


Setil Alkohol 0,2
Asam Astearat 20
Trietanolamin 1
Gliserin 10
Nipagin 0,18
Nipasol 0,05
Aquadest 100

Perhitungan Bahan
1. Setil Alkohol
x 100 = 0,2 g

2. As. Stearat

x 100 = 20 g

3. TEA

x 100 = 1 g

4. Glicerin

x 100 = 10 g

5. Nipagin

x 100 = 0,8 g

6. Aquadest
100- (0,2 + 20+ 1 + 10 + 0,8)
= 68
LAMPIRAN

Alat

Beaker glass

Gelas Ukur
Anak Timbangan

Batang Pengaduk

Mortir dan Stamper


Sudip

Penjepit kayu

Penggaris
Kompor Listrik

Alat uji daya sebar

Alat uji daya lekat


Bahan

Asam stearat

Gliserin

Trietanolamin
Aquadest

Cetil Alkohol

Nipagin
Nipasol

Sediaan krim dipasaran

Sediaan krim hasil praktikum


Pembuatan krim

Peleburan bahan

Penggerusan bahan

Penambahan bahan
Penggerusan hingga homogen

Hasil sediaan krim praktikum


Uji daya sebar Sediaan krim dipasaran

Tanpa beban selama 1 menit


Beban 50 gram selama 1 menit

Baban 500mg selama 10 menit

Sediaan krim hasil praktikum

Tanpa beban selama 1 menit


Baban 50 gram selama 1 menit

Beban 500 gram selama 10 menit


Uji daya lekat Sediaan krim dipasaran

Beban 5 kg selama 5 menit


Dilepas dengan beban 80 gram

Sediaan krim hasil praktikum

Beban 5kg selama 5 menit

Dilepas dengan beban 80 gram


DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1993. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anief, M. A. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III, 82, 140, 453. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700,
Jakarta: UI Press.

Anwar. 2012. Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi. Jakarta:
Penerbit Dian Rakyat.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi


Kedua. Jakarta: Depkes RI.

Munson, J.W. 1991. Analisis Farmasi, diterjemahkan oleh Harjana, 231-235,


Surabaya: Univeresitas Air Langga.
Rahmawati D., Sukmawati A., Indrayudha P. 2010. Formulasi krim minyak atsiri
rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val & Zijp): uji sifat fisik dan
daya antijamur terhadap Candida albicans secara in vitro. Maj. Obat
Trad. 15:56-63.

Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa


Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksata. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai