ْت أَعْ َماِل َنا َمن ِ شر ُْو ِر أَ ْنفُسِ َنا َو َس ِّي َئا
ُ ْهلل ِمن ِ هلل َنحْ َم ُدهُ َو َنسْ َت ِع ْي ُن ُه َو َنسْ َت ْغفِ ُرهُ َو َنع ُْو ُذ ِبا
ِ َإِنَّ ْال َحمْ د
ك َل ُه َو َ ِي َل ُه أَ ْش َه ُد أَنْ الَ إِ َل َه إِالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي َ َي ْه ِد هللاُ َفالَ مُضِ َّل َل ُه َو َمنْ يُضْ لِ ْل َفالَ َهاد
أَ ْش َه ُد أَنَّ م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه
“dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kematian kepadamu.” (Q.S. al-Hijr/15:
99) .
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Tiada tujuan lain amalan seorang muslim, kecuali untuk
menghadapi kematian.”
Oleh karena itu, merupakan suatu keharusan bagi seorang muslim untuk lebih serius
memperhatikan dan mengerahkan segala kemampuannya pada mawâsimil khair (waktu-
waktu yang utama untuk melakukan kebaikan). Di antara bentuk rahmat Allâh Subhanahu
wa Ta’ala yaitu Dia menyediakan bagi para hamba-Nya waktu-waktu utama yang pada saat
itu semua kebaikan dilipat gandakan balasannya dibandingkan waktu-waktu lainnya. Di
antara waktu itu adalah bulan Ramadhân yang penuh berkah. Pada bulan ini, Allâh
Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Alqurân yang merupakan petunjuk bagi umat manusia.
Inilah musim melakukan kebaikan yang sangat agung.
َّام أ ُ َخ َر َ َ َ َف َمن َش ِهدَ مِن ُك ُم ال َّشه َْر َف ْل َيصُمْ ُه َو َمن َك
ٍ ان َم ِريضًا أ ْو َع َلى َس َف ٍر َف ِع َّدةٌ مِّنْ أي
Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari
yang lain. (Q.S. al-Baqarah/2: 185).
Juga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan keringanan kepada orang yang sudah
berusia lanjut dan tidak mampu lagi untuk berpuasa. Orang seperti ini tidak dikenai
kewajiban mengganti pada bulan yang lain. Dia hanya dikenai kewajiban membayar fidyah
sesuai dengan ketentuan syariat.
َ ف ُكت
ِب َل ُه ِق َيا ُم َل ْي َل ٍة َ َمنْ َقا َم َم َع اإْل ِ َم ِام َح َّتى َي ْن
َ ص ِر
Barangsiapa yang shalat bersama imam, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mencatat
untuknya pahala shalat semalam penuh.
Para ulama mengatakan bahwa shalat ini hukumnya sunat mukkad, sehingga
seharusnya bagi seluruh kaum muslimin memperhatikannya dengan baik. Hendaknya kita
memperhatikan cara pelaksanaanya agar sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, tidak hanya sekadar mengikuti adat atau kebiasaan. Sangat disayangkan
fenomena di tengah masyarakat, banyak di antara mereka yang melaksanakannya, namun
seakan sebagai adat saja. Sehingga, apa yang mereka lakukan tidak berbekas sama sekali
dalam jiwa. Nas’alullah ‘afiyah.
ُ
ِ ت م َِن ْال ُهدَى َو ْالفُرْ َق
ان ِ نز َل فِي ِه ْالقُرْ َءانُ ُه ًدى لِّل َّن
ٍ اس َو َب ِّي َنا ِ ان الَّذِي أ
َ ضَ َش ْه ُر َر َم
Bulan Ramadhân, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alqurân sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
hak dan yang bathil). (Qs al-Baqarah/2:185)
Apabila bulan Ramadhân telah tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan
setan-setan dibelenggu. (H.R. Muslim).
Dengan demikian, kesempatan untuk melakukan kebaikan itu terbuka lebar. Kita
juga bisa menyaksikan pada bulan Ramadhân, banyak orang yang berubah drastis. Dari
yang tidak pernah ke masjid jadi gemar ke masjid; dari yang bakhil berubah menjadi
pemurah dan lain sebagainya.
Namun sangat disayangkan, banyak orang yang tidak mengerti hakikat bulan yang
mulia ini, yang mereka tahu adalah bulan ini merupakan kesempatan untuk menghidangkan
dan menyantap makanan dan minuman yang bervariasi. Asumsi ini mendorong berusaha
keras untuk memenuhi apapun yang diinginkan oleh hawa nafsunya. Mereka mengeluarkan
biaya yang banyak untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan.
Mereka berfoya-foya. Padahal sudah dimaklumi bersama, bahwa terlalu banyak makan
menyebabkan seseorang malas melaksanakan perbuatan taat. Sementara pada bulan yang
mulia ini, seorang muslim diharapkan mengurangi makan sehingga bisa bersungguh-
sungguh dalam beribadah.
Sebagian lagi memahaminya sebagai kesempatan untuk tidur dan bermalas-malasan. Dia
pun “memanfaatkan” sebagian besar waktunya untuk mendengkur, bahkan sampai
tertinggal shalat jamaah di masjid. Mereka berdalil dengan hadits lemah,
Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah. (Hadits ini dinyatakan dhaif oleh Syaikh al-Albâni
rahimahullah dalam Silsilah Ahadits adh-Dhaifah, no. 4696) Ini jelas sebuah kekeliruan.
Sebagian lagi memahaminya sebagai waktu untuk begadang, bukan dalam rangka
beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tapi mereka habiskan waktu malam mereka
dengan bercanda-ria dan melakukan berbagai aktivitas yang sama sekali tidak bermanfaat
bagi mereka di akhirat. Ketika badan sudah terasa lelah akibat begadang, mereka segera
sahur, selanjutnya tidur sampai melewati shalat Shubuh. Na’udzubillah.
Sebagian lagi asik menyantap hidangan saat berbuka sampai lupa diri dan
meninggalkan shalat Maghrib berjama’ah di masjid. Inilah di antara fenomena meyedihkan
yang sering kita temukan di tengah masyarakat pada bulan Ramadhân. Mereka
meninggalkan berbagai kewajiban dan melakukan aneka perbuatan yang kurang berfedah.
Rasa takut kepada adzab Allâh Subhanahu wa Ta’ala seakan sudah tidak ada lagi di hati
mereka. Kalau kelakuan mereka seperti demikian, masihkah Ramadhân memiliki
keistimewaan di mata mereka? Manfaat apa yang bisa mereka petik darinya?
Kaum Muslimin, rahimakumullâh
Ada lagi sebagian orang yang memahami bulan Ramadhân sebagai kesempatan
emas untuk berbisnis. Mereka mencurahkan segala kemampuan untuk menyusun strategi
demi meraup untung sebanyak-banyaknya di bulan ini. Waktu-waktu mereka dihabiskan di
lokasi-lokasi bisnis, sampai-sampai tidak lagi untuk ke masjid, kecuali sebentar saja dan
itupun dalam suasana terburu-buru. Di kepala mereka, Ramadhân merupakan kesempatan
meraih dunia dan bukan akhirat. Mereka letihkan diri mereka pada bulan Ramadhân demi
mencari sesuatu yang fana dan meninggalkan sesuatu yang manfaatnya kekal abadi.
Inilah beberapa contoh sikap yang keliru dalam menyikapi kemuliaan bulan
Ramadhân. Tanpa disadari, ini merupakan musibah besar bagi mereka. Mereka terhalang
dari berbagai kebaikan yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala janjikan bagi orang-orang yang
memanfaatkan momen berharga ini dalam rangka beribadah kepada Allâh Subhanahu wa
Ta’ala semata. Semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang
yang mengerti akan arti Ramadhân dan semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa
memberikan taufik kepada kita semua untuk senantiasa beramal shaleh
فاستغفروه إنه هو، وأستغفر هللا لي ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات،أقول قولي هذا
الغفور الرحيم