Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (PRAKTIKUM)

“LAPORAN PENDAHULUAN FISIOTERAPI DADA, SUCTION, DAN EKG”

Dosen Pembimbing : Fanni Okviasanti, S.Kep., Ns., M. Kep

DISUSUN OLEH :

KUMALA MADURAHAYU NIRWANA

151911913037

3A-LAMONGAN

D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS VOKASI UNIVERSITAS AIRLANGGA


I. DEFINISI FISIOTERAPI DADA

. Fisioterapi dada adalah suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri atas
perkusi dan vibrasi, postural drainase, latihan pernapasan/napas dalam, dan batuk yang
efektif. Tujuan: untuk membuang sekresi bronkial, memperbaiki ventilasi, dan
meningkatkan efisiensi otot-otot pernapasan.

II. TUJUAN FISIOTERAPI DADA (FTD)

Tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah:


1. Mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan
2. Membantu membersihkan sekret dari bronkus
3. Untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret.
4. Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru.
5. Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup
6. Mengeluarkan sekret dari saluran pernapasan.
Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada penyakit
paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk kelainan neuromuskuler
dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim paru seperti fibrosis dan pasien yang
mendapat ventilasi mekanik.

III . INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi. Kontra
indikasi fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan jantung, status
asmatikus, renjatan dan perdarahan masif, sedangkan kontra indikasi relatif seperti infeksi
paru berat, patah tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan kemungkinan
adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.

A. KONSEP FISIOLOGIS FISIOTERAPI DADA.


1. Clapping/ Perkusi Dada
a. Pengertian
Perkusi atau disebut clapping adalah tepukkan atau pukulan ringan pada
dinding dada klien menggunakan telapak tangan yang dibentuk seperti mangkuk,
tepukan tangan secara berirama dan sistematis dari arah atas menuju kebawah.
dilakukan perkusi selama 1-2 menit.
b. Tujuan:
Perkusi dilakukan pada dinding dada dengan tujuan melepaskan atau
melonggarkan secret yang tertahan.
c. Indikasi Klien Yang Mendapat Perkusi Dada
Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi
semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.

2. Vibrasi
a. Pengertian
Vibrasi adalah kompresi dan getaran kuat secara serial oleh tangan yang
diletakan secara datar pada dinding dada klien selama fase ekshalasi
pernapasan.Vibrasi dilakukan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara
ekspirasi sehingga dapat melepaskan mucus kental yang melekat pada bronkus dan
bronkiolus. Vibrasi dan perkusi dilakukan secara bergantian.

b. Tujuan
Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara ekspirasi dan
melepaskan mukus yang kental. Sering dilakukan bergantian dengan perkusi.
c. Indikasi Klien Yang Mendapat Vibrasi
Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis yang tidak diobati.
3. Postural Drainase
Postural drainase adalah pengaliran sekresi dari berbagai segmen paru dengan
bantuan gravitasi. Postural drainase menggunakan posisi khusus yang memungkinkan
gaya gravitasi membantu mengeluarkan sekresi bronkial.

B. PROSEDUR TINDAKAN (SOP / STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) :


1. Perkusi
a. Persiapan Alat :
1) Handuk (jika perlu)
2) Peniti (jika perlu)
3) Tempat sputum
b. Prosedur Pelaksanaan:
1) Ikuti protokol standar umum dalam intervensi keperawatan seperti perkenalkan diri
perawat, pastikan identitas klien, jelaskan prosedur dan alasan tindakan, cuci
tangan.
2) Tutup area yang akan dilakukan perkusi dengan handuk atau pakaian tipis untuk
mencegah iritasi kulit dan kemerahan akibat kontak langsung.
3) Anjurkan klien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan relaksasi
4) Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk.
5) Secara bergantian lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan secara cepat
untuk menepuk dada.
6) Perkusi pada setiap segmen paru selama 1-2 menit.
7) Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur yang mudah cedera
seperti mamae, sternum,kolumna spinalis, dan ginjal.
8) Cuci tangan

2. Vibrasi
a. Persiapan Alat: sama seperti pada perkusi.
b. Prosedur Pelaksanaan:
1) Ikuti protokol standar umum dalam intervensi keperawatan seperti perkenalkan diri
perawat, pastikan identitas klien, jelaskan prosedur dan alasan tindakan, cuci
tangan.
2) Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area dada yang akan
didrainase, satu tangan di atas tangan yang lain dengan jari-jari menempel bersama
dan ekstensi. Cara lain tangan bisa diletakkan secara bersebelahan.
3) Anjurkan klien tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan relaksasi
4) Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan serta siku lalu
getarkan, gerakkan ke arah bawah.Perhatikan agar gerakan dihasilkan dari otot-otot
bahu.Hentikan gerakan jika klien inspirasi.
5) Vibrasi selama 3 - 5 kali ekspirasi pada segmen paru yang terserang.
6) Setelah setiap kali vibrasi ,anjurkan klien batuk dan keluarkan sekresi ke tempat
sputum.
7) Cuci tangan

3. Postural Drainase
a. Persiapan Alat:
1) Bantal ( 2 atau 3 buah)
2) Tisue
3) Segelas Air hangat
4) Sputum Pot
b. Prosedur Pelaksanaan:
1) Ikuti protokol standar umum dalam intervensi keperawatan seperti perkenalkan diri
perawat, pastikan identitas klien,jelaskan prosedur dan alasan tindakan, cuci tangan.
2) Pilih area tersumbat yang akan didrainase berdasarkan pada pengkajian semua
bidang paru, data klinis dan gambaran foto dada. Agar efektif, tindakan harus
dibuat individual untuk mengatasi spesifik dari paru yang tersumbat.
3) Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang tersumbat. Bantu klien
untuk memilih posisi sesuai kebutuhan. Ajarkan klien untuk mengatur postur, posisi
lengan dan kaki yang tepat. Letakkan bantal sebagai penyangga dan kenyamanan.
Posisi khusus dipilih untuk mendrainase setiap area yang tersumbat.
4) Minta klien mempertahankan posisi selama 10-15 menit.
Pada orang dewasa, pengaliran setiap area memerlukan waktu. Anak-anak,
prosedur ini cukup 3-5 menit.
5) Selama 10-15 menit drainase pada posisi ini, lakukan perkusi dan vibrasi dada atau
gerakan iga di atas area yang didrainase.Memberikan dorongan mekanik yang
bertujuan memobilisasi sekresi pada jalan napas.
6) Setelah drainase pada posisi pertama, minta klien duduk dan batuk. Tampung
sekresi yang dikeluarkan dalam sputum pot. Jika klien tidak bisa batuk, harus
dilakukan pengisapan. Setiap sekresi yang dimobilisasi ke dalam jalan napas harus
dikeluarkan melalui batuk atau pengisapan sebelu klien dibaringkan pada posisi
drainase selanjutnya.Batuk akan sangat efektif bila klien duduk dan membungkuk
ke depan.
7) Minta klien istirahat sebentar, bila perlu.
Periode istirahat sebentar di antara drainase postural dapat mencegah kelelahan dan
membantu klien menoleransi terapi dengan lebih baik.
8) Minta klien minum sedikit air.
Menjaga mulut tetap basah sehingga membantu ekspetorasi sekresi.
9) Ulangi langkah 3 hingga 8 sampai semua area tersumbat yang dipilih telah
terdrainase. Setiap tindakan tidak lebih dari 30-60 menit. Drainase postural
digunakan hanya untuk mengalirkan area yang tersumbat dan berdasarkan pada
pengkajian individual.
10) Ulangi pengkajian dada pada setiap bidang paru.
Memungkinkan anda mengkaji kebutuhan drainase selanjutnya atau mengganti
program drainase.
11) Cuci tangan.
Mengurangi transmisi mikroorganisme.
SUCTION

A. Pengertian Suctions
tindakan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses
pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri.
Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter
penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT),orotraceal tube (OTT), traceostomy tube (TT) pada
saluran pernafasa bagian atas.
B. Tujuan Suctions
1. Untuk memelihara saluran nafas tetap bersih.
2. Untuk mengeluarkan sekret dari pasien yang tidak mampu mengelurkan sendiri.
3. Diharapkan suplay oksigen terpenuhi dengan jalan nafas yang adekuat.

C. Indikasi penghisapan sekret endotrakeal diperlukan untuk


1. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence)
a. Pasien tidak mampu batuk efektif.
b. Di duga ada aspirasi.
2. Membersihkan jalan napas (branchial toilet) bila ditemukan :
a. Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara napas tambahan.
b. Di duga ada sekresi mukus di dalam sal napas.
c. Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan.
3. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.
4. Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi.
5. Mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal.
Penerapan prosedur suction diharapkan sesuai dengan standar prosedur yang sudah
ditetapkan dengan menjaga kesterilan dan kebersihan agar pasien terhindar dari infeksi tambahan
karena prosedur tindakan suction.

D. Kontraindikasi
1. Pasien dengan stridor.
2. Pasien dengan kekurangan cairan cerebro spinal.
3. Pulmonary oedem.
4. Post pneumonectomy, ophagotomy yang baru.

E. Standar alat
1. Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai.
2. Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa.
3. Pinset steril atau sarung tangan steril.
4. Cuff inflator atau spuit 10 cc.
5. Arteri klem.
6. Alas dada atau handuk.
7. Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam pinset.
8. Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter.
9. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang sudah dipakai.
10. Ambubag / air viva dan selang o2.
11. Pelicin / jely
12. Nacl 0,9 %
13. Spuit 5 cc.
F. Standar pasien.
1. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan.
2. Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan.
E. Prosedur.
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
2. Sebelum dilakukan penghisapan sekresi :
a. Memutar tombol oksigen menjadi 100 %
b. Menggunakan air viva dengan memompa 4–5 kali dengan kosentrasi oksigen 15 liter.
c. Melepaskan hubungan ventilator dengan ETT.
3. Menghidupkan mesin penghisap sekresi.
4. Menyambung selang suction dengan kateter steril kemudian perlahan- lahan dimasukakan
ke dalam selang pernafasan melalui ETT.
5. Membuka lubang pada pangkal kateter penghisap pada saat kateter dimasukkan ke ETT.
6. Menarik kateter penghisap kira–kira 2 cm pada saat ada rangsangan batuk untuk mencegah
trauma pada carina
7. Menutup lubang melipat pangkal, kateter penghisap kemudian suction kateter ditarik
dengan gerakan memutar.
8. Mengobservasi hemodinamik pasien.
9. Memberikan oksigen setelah satu kali penghisapan dengan cara baging.
10. Bila melakukan suction lagi beri kesempatan klien untuk bernafas 3-7 kali.
11. Masukkan Nacl 0,9 % sebanyak 3-5 cc untuk mengencerkan sekresi.
12. Melakukan baging.
13. Mengempiskan cuff pada penghisapan sekresi terahir saat kateter berada dalam ETT,
sehingga sekresi yang lengket disekitar cufft dapat terhisap.
14. Mengisi kembali cuff dengan udara menggunakan cuff infaltor setelah ventilator dipasang
kembali.
15. Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam dengan cairan desinfektan
dalam tempat yang sudah disediakan.
16. Mengobservasi dan mencatat
a. Tensi, nadi, dan pernafasan.
b. Hipoksia.
c. Tanda perdarahan, warna, bau, konsentrasi.
d. Disritmia.

A. Prosedur Tindakan
Langkah-langkah :
1. Siapkan peralatan di samping tempat tidur.
2. Cuci tangan dan pakai sarung tangan.
3. Jelaskan pada klien bagaimana prosedur akan membantu membersihkan jalan
nafas dan menghilangkan jalan nafas dan menghilangkan beberapa masalah
pernafasannya. Jelaskan bahwa batuk, bersin, atau menelan adalah normal.
4. Posisikan klien dengan tepat :
- Bila sadar dengan refleks gag berfungsi baringkan klien pada posisi semi
Fowler’s dengan kepala miring ke satu sisi untuk penghisapan oral.
Baringkan klien pada posisi Fowler’s dengan leher ekstensi untuk
penghisapan nasal.
- Bila sadar-baringkan klien pada posisi lateral menghadap pada anda
untuk penghisapan oral atau nasal.
5. Tempatkan handuk pada bantal atau dibawah dagu klien.
6. Pilihlah tekanan dan tipe unit penghisap yang tepat. Untuk semua unit penghisap
adalah 120-150 mmHg pada orang deawasa, 100-120 mmHg. Pada anak –anak,
atau 60-100 mmHg pada bayi.
7. Tuangkan air steril atau normal salin kedalam dominan anda.
8. Kenakan sarung tangan steril pada tangan dominan anda.
9. Gunakan tangan yang telah menggunakan sarung tangan, sambungkan kateter ke
mesin penghisap.
10. Perkirakan jarak antara daun telinga klien dan ujung hidung dan letakan ibu jari
dan jari telunjuk dari tangan yang telah menggunakan sarung tangan.
11. Basahi ujung kateter dengan larutan steril. Pasang penghisap dengan ujungnya
terletak dalam larutan.
12. Penghisap.
- Orofaringeal dengan perlahan masukan kateter ke dalam satu sisi mulut
klien dan arahkan ke orofaring. Jangan lakukan penghisapan selama
pemasangan.
- Nasofaringeal dengan perlahan masukan kateter kesalah satu lubang
hidung. Arahkan kearah medial sepanjang dasar rongga hidung. Jangan
dorong paksa kateter. Bila lubang hidung yang satu tidak paten, coba
hidung yang lain. Jangan lakukan penghisapan selama pemasangan.
13. Sumbar port penghisap dengan ibujari anda. Dengan perlahan notasi kateter saat
anda menariknya. Keseluruhan proses prosedur tidak boleh dari 15 detik.
G. Komplikasi yang dapat terjadi akibat penghisapan sekret endotrakeal sebagai berikut
:
1. Hipoksia / Hipoksemia.
2. Kerusakan mukosa bronkial atau trakeal.
3. Cardiac arest.
4. Arithmia.
5. Atelektasis.
6. Bronkokonstriksi / bronkospasme.
7. Infeksi (pasien / petugas).
8. Pendarahan dari paru.
9. Peningkatan tekanan intra kranial.
10. Hipotensi.
11. Hipertensi.

H. Evaluasi dari hasil yang diharapkan setelah melakukan tindakan


penghisapan sekret endotrakeal adalah :
1. Meningkatnya suara napas
2. Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan saluran pernapasan,
meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya tidal volume.
3. Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen yang bisa dipantau
dengan pulse oxymeter
4. Hilangnya sekresi pulmonal.

1. Gambar Nebulizer

2. Gambar Nebulizer Kit

3. Cairan yang digunakan untuk penguapan lendir


Larutan garam steril (saline)
Nebulizer juga dapat digunakan untuk memberikan larutan saline untuk membantu dalam
membuka saluran napas dan mengencerkan dahak. Dahak yang encer akan lebih mudah
dikeluarkan lewat batuk.
Cairan Hangat

Tak hanya menjaga hidrasi tubuh, cairan hangat juga mampu mengatasi penumpukan lendir atau
dahak yang ada di dada. Berkat cairan hangat, lendir tersebut akan keluar melalui tenggorokan
bersama dengan batuk.

Di samping memanfaatkan air putih hangat biasa, manfaat cairan hangat untuk mengatasi lendir
di dada juga bisa Anda rasakan dengan mengonsumsi kuah kaldu, teh hitam atau hijau tanpa
kafein, dan teh herbal.

4. Obat yang digunakan untuk nabulasi


Beberapa jenis obat yang biasanya diberikan melalui nebulizer meliputi:

1. Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat yang dapat membantu dalam membuka saluran napas dan
melancarkan pernapasan. Dokter sering meresepkannya untuk penderita asma, penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK), dan masalah saluran napas lainnya.Beberapa jenis obat golongan
bronkodilator yang digunakan dalam alat nebulizer melipui:

• Agonis beta-2, contohnya salbutamol, terbutaline, salmeterol, dan procaterol


• Methylxanthine, misalnya teofilin dan aminofilin
• Antikolinergik, seperti ipratropium dan glycopyrronium

2. Antibiotik
Beberapa jenis antibiotik juga bisa diberikan melalui nebulizer, sehingga langsung masuk
ke paru-paru dan saluran napas. Obat antibiotik biasanya diberikan pada pasien dengan
infeksi saluran napas berat. Beberapa jenis antibiotik untuk di nebulasi gentamicin,
amikacin, ceftazidime, and amphotericin B

POSISI DALAM MOBILISASI PASIEN


A. POSISI SEMI FOWLER
1. Pengertian
Posisi semi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan
kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.

2. Tujuan
1) Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi
2) Meningkatkan rasa nyaman
3) Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatnya ekspansi dada dan
ventilasi paru
4) Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang menetap

3. Indikasi
1) Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan
2) Pada pasien yang mengalami imobilisasi

B. POSISI SIMS
1. Pengertian
Posisi sim adalah posisi miring kekanan atau miring kekiri. Posisi ini dilakukan untuk
memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria). Berat badan terletak
pada tulang illium, humerus dan klavikula.
2. Tujuan
1) Meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi
2) Mengurangi penekanan pada tulang secrum dan trochanter mayor otot pinggang
3) Memasukkan obat supositoria
4) Mencegah decubitus

3. Indikasi
1) Pasien dengan pemeriksaan dan pengobatan daerah perineal
2) Pasien yang tidak sadarkan diri
3) Pasien paralisis
4) Pasien yang akan dienema
5) Untuk tidur pada wanita hamil.

C. POSISI TRENDELENBERG
1. Pengertian
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.

2. Tujuan
1) Pasien dengan pembedahan pada daerah perut.
2) Pasien shock.
3) Pasien hipotensi.

3. Indikasi
1) Pasien dengan pembedahan pada daerah perut
2) Pasien shock
3) Pasien hipotensi

D. POSISI DORSAL RECUMBEN


1. Pengertian
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau
direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa
serta pada proses persalinan.

2. Tujuan
Meningkatkan kenyamanan pasien, terutama dengan ketegangan punggung belakang.

3. Indikasi
1) Pasien dengan pemeriksaan pada bagian pelvic, vagina dan anus
2) Pasien dengan ketegangan punggung belakang.

E. POSISI LITHOTOMI
1. Pengertian
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada
proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.

2. Tujuan
1) Memudahkan pemeriksaan daerah rongga panggul, misal vagina,taucher,
pemeriksaan rektum, dan sistoscopy
2) Memudahkan pelaksanaan proses persalinan, operasi ambeien, pemasangan alat intra
uterine devices (IUD), dan lain-lain.

3. Indikasi
1) Pada pemeriksaan genekologis
2) Untuk menegakkan diagnosa atau memberikan pengobatan terhadap penyakit pada
uretra, rektum, vagina dan kandung kemih.

F. POSISI GENU PECTROCAL


1. Pengertian
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki di tekuk dan dada menempel pada
bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rektum dan
sigmoid.
2. Tujuan
1) Memudahkan pemeriksaan daerah rektum, sigmoid, dan vagina.

3. Indikasi
1) Pasien hemorrhoid
2) Pemeriksaan dan pengobatan daerah rectum, sigmoid dan vagina.

G. POSISI ORTHOPENEIC
1. Pengertian
Posisi pasien duduk dengan menyandarkan kepala pada penampang yang sejajar dada,
seperti pada meja.

2. Tujuan
Memudahkan ekspansi paru untuk pasien dengan kesulitan bernafas yang ekstrim dan
tidak bisa tidur terlentang atau posisi kepala hanya bisa pada elevasi sedang.

3. Indikasi
Pasien dengan sesak berat dan tidak bisa tidur terlentang.

H. POSISI SUPINASI
1. Pengertian
Posisi telentang dengan pasien menyandarkan punggungnya agar dasar tubuh sama
dengan kesejajaran berdiri yang baik.
2. Tujuan
Meningkatkan kenyamanan pasien dan memfasilitasi penyembuhan terutama pada
pasien pembedahan atau dalam proses anestesi tertentu.

3. Indikasi
1) Pasien dengan tindakan post anestesi atau penbedahan tertentu
2) Pasien dengan kondisi sangat lemah atau koma.

I. POSISI PRONASI
1. Pengertian
Pasien tidur dalam posisi telungkup Berbaring dengan wajah menghadap ke bantal.

2. Tujuan
1) Memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut dan pinggang
2) Mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut.
3. Indikasi
1) Pasien yang menjalani bedah mulut dan kerongkongan
2) Pasien dengan pemeriksaan pada daerah bokong atau punggung.

J. POSISI LATERAL
1. Pengertian
Posisi miring dimana pasien bersandar kesamping dengan sebagian besar berat tubuh
berada pada pinggul dan bahu.

2. Tujuan
1) Mempertahankan body aligemen
2) Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi
3) Meningkankan rasa nyaman
4) Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang
menetap.
3. Indikasi
1) Pasien yang ingin beristirahat
2) Pasien yang ingin tidur
3) Pasien yang posisi fowler atau dorsal recumbent dalam posisi lama
4) Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi.

Anda mungkin juga menyukai