Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh:
Erlita Kundartiari Saka Widya Agung Wahyu PM
24.20.1422
A. DEFINISI
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer,
2009). Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007).
Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan
homeostasis tubuh dalam mempertahankan keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal
menyekresi hormon dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan
darah serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolism dan
menyesuaikan ekskresi air daan pelarut. Ginjal mengatur cairan tubuh, asiditas, dan
elektrolit sehingga mempertahankan komposisi cairan yang normal. (Mary Baradero,
2008).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan rumus
Kockroft – Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
I Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
II Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
III Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
IV Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
V Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Saluran kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Saluran kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis
menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis
kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%.
Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan
lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000
menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan
46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi
dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo,
2006).
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik menurut (Smeitzer, 2001) antara lain:
1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem rennin-
angiostenin-aldosteron)
2. Gagal jantung kongesif dan odema pulmoner akibat cairan berlebihan dan
perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik pruritis)
3. Anoreksia, mual, muntah, dan cegukan
4. Kedutan otot, kejang
5. Perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi.
Manifestasi klinik menurut (Suyono, 2001) adalah sebagai berikut :
1. Sistem kardiovaskuler:
a. Hipertensi
b. Pitting
c. Edema
d. Edema periorbital
e. Pembesaran vena leher
f. Friction sub pericardial
2. Sistem pulmoner
a. Krekel
b. Nafas dangkal
c. Kusmaull
d. Sputum kental dan liat
3. Sistem gastrointestinal
a. Anoreksia, mual dan muntah
b. Perdarahan saluran GI
c. Ulserasi dan perdarahan mulut
d. Nafas berbau amonia
4. Sistem muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kehilangan kekuatan otot
c. Fraktur tulang
5. Sistem integumen
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Pruritis
c. Kulit kering bersisik
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
6. Sistem reproduksi
a. Amenorhoe
b. Atrofi testis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
E. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) di duga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesis nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bsa diabsorpsi berakibat
diuretik osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yangrusak bertambah banyak oligouri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun 15ml/menit atau lebih
rendah itu. (Barbara C.Long 1996)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normal
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timmbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Sunddarth, 2001).
F. PATHWAY
G.
KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
2. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa
kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
3. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
4. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
5. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
6. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
7. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
8. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
9. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta
sisa fungsi ginjal
10. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi pericarditis
11. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
12. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
13. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
14. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
15. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
16. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
- Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
- Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
- Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
- Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
tubuh berhubungan dengan adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
anoreksia, mual muntah, Kriteria Hasil: status nutrisi.
pembatasan diet, dan NOC : Nutritional Status 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
perubahan membrane Nafsu makan meningkat hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
mukosa mulut. Tidak terjadi penurunan BB untuk perencanaan treatment selanjutnya.
TTV dalam batas normal. 5. Monitor status cairan intake dan output
6. Evaluasi nadi, oedema
Tidak ada edema
7. Berikan therapi antikoagulan.
5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4310 Terapi Aktivitas
berhubungan dengan selama 3x24 jam intoleransi dapat 1. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
keletihan, anemia, retensi diatasi. merencanakan program terapi yang tepat
produk sampah dan Kriteria Hasil: 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
prosedur dialysis. NOC : mampu dilakukan
Energy Conservation 3. Bantu untuk memilih ativitas konsisten yag sesuai dengan
Activity tolerance kemapuan fisik, psikologi, dan sosial
Self care: ADLs 4. Bantu untuk mengidentifikasi da mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
- Berpartisipasi dalam aktivitsa fisik
5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas sperti
tanpa disertai peningkatan tekanan
kursi roda, krek
darah, nadi, dan RR
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
- Mampu melakukan aktivitas
7. Batu klien untuk membuat jadwal latiha diwaktu luang
sehari-hari (ADLs) secara mandiri
8. Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi
- Tanda-tandavital dalam batas
kekurangan dalam berativitas
normal
9. Sediakan penguatan positif bagi yag aktif beraktivitas
- Energy psikomotor
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
- Level kelemahan
penguatan
- Mampu berpindah: dengan atau
11. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
tanpa alat bantuan
- Status kardiopulmonari adekuat
- Sirkulasi status baik
- Status respirasi: pertukaran gas da
ventilasi adekuat
6 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3140 Manajemen Jalan Nafas
berhubungan dengan selama 3x24 jam pertukaran gas 1. Buka jalan nafas, gunaka teknik chin lift atau jaw thrust
kongesti paru, penurunan adekuat. bila perlu
curah jantung, penurunan Kriteria Hasil: 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
perifer yang mengakibatkan NOC: 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
asidosis laktat. Respiratory status: gas exchange buatan
Respiratory status: ventilation 4. Pasang mayo bila perlu
Vital sign status 5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
- Mendemonstrasikan peningkatan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
ventilasi dan oksigenasi yang 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
adekuat 8. Lakukan suction pada mayo
- Memelihara kebersihan paru-paru 9. Berikan bronkodilator bilaperlu
dan bebas dari tanda-tanda distress 10. Berikan pelembab udara
pernafasan 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Mendemonstrasikan batuk efektif keseimbangan
da suara nafas yang bersih, tidak 3350 12. Monitor respirasi da status O2
ada sianosis dan dyspnea (mapu Monitor Pernafasan
mengeluarkan sputum, mapu 1. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
bernafas dengan mudah, tidak ada 2. Catat pergerakkan dada, amati kesimetrisan, penggunaan
pursed lips) otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
- Tanda-tanda vital dalam rentang intercostal
normal 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas: bradipnea, takipnea, kusmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area penuruna,/ tida adanya
ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles da ronkhi pada jalan nafas utama
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya
7 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4258 Manajemen Tekanan
berhubungan dengan selama 3x24 jam kerusakan integritas 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
pruritus, gangguan kulit dapat teratasi. longgar
gangguan status metaolik Kriteria Hasil: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
sekunder. NOC: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih da kering
Tissue integrity: skin and mucous 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
Membranes sekali
Hemodyalis akses 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Integritas kulit yag baik bisa 6. Oleskan lotion/minya/bay oil pada daerah yag tertekan
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
temperature, hidrasi, pigmentasi) 8. Memandikan pasien dengan saun da air hangat
tidak ada luka/lesi pada kulit Insision Site Care
- Perfusi jaringan baik 1. Membersihkan, memantau, dan meningkatkan proses
- Menunjukkan pemahaman dalam penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip
proses perbaikan kulit da atau straples
mencegah terjadinya cidera 2. Monitor proses kesembuhan area insisi
berulang 3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
- Mapu melindungi kulit dan 4. Bersihka area sekitar jahitan atau straples, menggunakan
mempertahankan kelembaban kulit lidi kapas steril
dan perawatan alami 5. Gunakan preparat antiseptik, sesuai program
6. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau
biarkan luka tetap terbuka (tida dibalut) sesuai program
Dialysis Acces Maintenance
K. DISCHARGE PLANNING
1. Diet tinggi kalori da rendah protein
2. Optimalisasi da pertahankan keseimbangan cairan dan garam
3. Kontrol hipertensi
4. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
5. Deteksi dini da terapi infeksi
6. Dialysis (cuci darah)
7. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemide (membantu berkemih)
8. Transplantasi ginjal
L. DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume
2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar ilmu Penyalit Dalam. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI