Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS GAGAL GINJAL KRONIK

Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:
Erlita Kundartiari Saka Widya Agung Wahyu PM
24.20.1422

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGAL GINJAL KRONIK

A. DEFINISI
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer,
2009). Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007).
Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan
homeostasis tubuh dalam mempertahankan keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal
menyekresi hormon dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan
darah serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolism dan
menyesuaikan ekskresi air daan pelarut. Ginjal mengatur cairan tubuh, asiditas, dan
elektrolit sehingga mempertahankan komposisi cairan yang normal. (Mary Baradero,
2008).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan rumus
Kockroft – Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
I Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
II Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
III Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
IV Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
V Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Saluran kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Saluran kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis
menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis
kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%.
Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan
lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000
menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan
46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi
dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo,
2006).

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik menurut (Smeitzer, 2001) antara lain: 
1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem rennin-
angiostenin-aldosteron)
2. Gagal jantung kongesif dan odema pulmoner akibat cairan berlebihan dan
perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik pruritis)
3. Anoreksia, mual, muntah, dan cegukan
4. Kedutan otot, kejang
5. Perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi.
Manifestasi klinik menurut (Suyono, 2001) adalah sebagai berikut :
1. Sistem kardiovaskuler:
a. Hipertensi
b. Pitting
c. Edema
d. Edema periorbital
e. Pembesaran vena leher
f. Friction sub pericardial
2. Sistem pulmoner
a. Krekel
b. Nafas dangkal
c. Kusmaull
d. Sputum kental dan liat
3. Sistem gastrointestinal
a. Anoreksia, mual dan muntah
b. Perdarahan saluran GI
c. Ulserasi dan perdarahan mulut
d. Nafas berbau amonia
4. Sistem muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kehilangan kekuatan otot
c. Fraktur tulang
5. Sistem integumen
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Pruritis
c. Kulit kering bersisik
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
6. Sistem reproduksi
a. Amenorhoe
b. Atrofi testis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
E. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi  kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) di duga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesis nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bsa diabsorpsi berakibat
diuretik osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yangrusak bertambah banyak oligouri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun 15ml/menit atau lebih
rendah itu. (Barbara C.Long 1996)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normal
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timmbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Sunddarth, 2001).
F. PATHWAY
G.

KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
2. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa
kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
3. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
4. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
5. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
6. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
7. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.

8. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
9. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta
sisa fungsi ginjal
10. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi pericarditis
11. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
12. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
13. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
14. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
15. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
16. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
- Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
- Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
- Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
- Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.

c. Ureum dan Kreatinin


- Ureum:
- Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolik
I. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan
hipotensi.
3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi
medis yang kuat.
8) Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2) Kendalikan terapi ISK.
3) Diet protein yang proporsional.
4) Kendalikan hiperfosfatemia.
5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6) Terapi hiperfosfatemia.
7) Terapi keadaan asidosis metabolik.
8) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala azotemia
1) Pembatasan konsumsi protein hewani.
2) Terapi keluhan gatal-gatal.
3) Terapi keluhan gastrointestinal.
4) Terapi keluhan neuromuskuler.
5) Terapi keluhan tulang dan sendi.
6) Terapi anemia.
7) Terapi setiap infeksi.
2. Terapi Simtomatik
a. Asidosis metabolic
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+
(hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35
atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan
pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolysis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Berat
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ).
Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a) HCT < atau sama dengan 20 %
b) Hb < atau sama dengan 7 mg5
c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high
output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hyperkalemia
d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1. Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden
meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan
lichen symply.
Beberapa pilihan terapi :
1) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
2) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
3) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi
ini bisa diulang apabila diperlukan
4) Pemberian obat
- Diphenhidramine 25-50 P.O
- Hidroxyzine 10 mg P.O  
2. Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan
denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang
diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya : 
1. HD reguler.
2. Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3. Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya
meliputi :
1. Restriksi garam dapur.
2. Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3. Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi Pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis
Dialisis adalah suatu proses dimana solute da air mengalami difusi secara
pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju
kompartemen leinnya. Hemodialisa dan dialisis peritoneal merupakan dua
tekhnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua tekhnik
tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma kelarutan dialisa sebagai
respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
1) Hemodialisa
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergeraka larutan dan air dari darah
pasien melewati membran semifermiabel (dializer) kedalam dialisat.
Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar
volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana
tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma
(dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan
memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi
dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi
metode yag domina dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di
Amerika Serikat. Hemodialisa merupakan sebuah mesin dialisa dan
sebuah filter khusus yang dinamakan dializer yag digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarka dari tubuh penderita dan beredar
dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk
kealiran darah, maka dibuat suatu hubungan antara arteri dan vena
(fistula arteriovenosa) melalui pembedahan.
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adala:
a) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan
GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
b) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi:
- Hiperkalemia > 17 mg/lt
- Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
- Kegagalan terapi konservatif
- Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia,
asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi,
edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah
dengan nilai kreatinin > 100 mg %
- Kelebihan cairan
- Mual dan muntah hebat
- BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
- preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
- Sindrom kelebihan air
- Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau >
40 mmol per liter dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
(2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang
dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa
gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan
adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik
diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-
kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang
14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
- Kontra Indikasi
Kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak
responsive terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak
organic. Tida didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler
sulit, instabilitas hemodinamik da koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa
yang lain diantaranya adalah penyakit Alzheimer, demensia multi infark,
sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati da keganasan
lanjut.
- Tujuan Hemodialisa
Tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain:
a) Menggantika fungsi ginjal dalam fungsi eksresi, yaitu membuang sisa-
sisa metaolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolism lainnya.
b) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal seha.
c) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penuruna fungsi
ginjal.
d) Menggantikan fungsi ginjal sambal menunggu program pengobatan
yang lain.
- Proses Hemodialisa
Suatu mesin hemodialisa yag digunakan untuk tindakan
hemodialisaberfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat),
mengalirkan dialisat da aliran darah melewati suatu membrane
semipermiabel, da memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit
darah korporel. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik.
Darah da dialisat dialirkan pada sisi yag berlawanan untuk memperoleh
efisiensi maksimal dari pemindahan larutan komposisi dialisat,
karakteristik da ukuran membrane dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran
darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan. Dalam proses
hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan
sebagai ginjal tiruan yag disebut dialyzer, yang digunakan untuk
menyaring da membersihkan dari ureum, kreatinin da zat-zat sisa
metaolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh, untuk melaksanakan
hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebaggai tempat suplai dari darah
yang akan masuk kedalam mesin.
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membrane
semipermiabel yag terdiri dari dua bagian, bagian darah dan bagian lain
untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan denga arah
darah ataupun dalam darah yang sama dengan arah aliran darah. Dialyzer
merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dialyzer yang terdiri dari
ribua serabut kapiler halus yang tersusun parallel. Darah mengalir melalui
bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi
baian bagian luarnya. Dialyzer ini sangat kecil dan kompak karena
memiliki permukaan yang luas akibat adanyak banyak tabung kapiler.
Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter
masuk kedalam sebuah mesin yag dihubungka dengan sebuah membrane
semipermiabel (dialyzer) yang terdiri dari dua ruagan. Satu ruangan yang
dialirkan darah dan ruangan yag lain dialirka dialisat, sehingga keduanya
terjadi difusi setelah darah selesai dilaukan pembersiha oleh dialyzer
darah dikembalikan kedalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-
shunt). Suatu sistem sialisa terdiri dua sirkuit, satu untuk darah dan satu
lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung
plastic (jalur arteri/blood line) melalui dialyzer hollow fiber dan kembali
lagi kepasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua.
Air kran difiltrasi dan dihangatkan sapai sesua dengan suhu tubuh,
kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa
pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat
kemudian dimasukkan ke dalam dialyzer, dimana cairan akan mengalir
diluar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan
antara darah da dialisat terjadi sepanjang membrane semipermiabel dari
hemodializer melalui proses difusi, sosmosis, dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi
terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara
darah dengan dialisat.
Perbedaan tekana hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatka tekana
positif didalam kompartemen darah dialyzer yaitu dengan meningkatkan
resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum
dalam ruag dialisat dengan memainkan pengatur tekana negative.
Perbedaan tekanan hidroostatik diantara membrane dialisa juga
meningkatkan kecepatan difusi solute. Sirkuit darah pada sistem dialisa
dilengkapi dengan larutan garam atau NaCL 0,9%, sebelum dihubungkan
dengan sirkulasi penderita. Tekana darah pasien mungkin cukup untuk
mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporel (diluar tubuh), atau
mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran denga
quick blood (QB) (sekitar 200-400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan
yag baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri
melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap
bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi
udara atau bekuan darah kembali kedalam aliran darah pasien. Untuk
menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi
dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter.
Waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan
individu. Tiap hemodialisa dilaukan 4-5 jam dengan frekuensi 2x
seminggu. Hemodialisa idealnya dilaukan 10-15 jam/minggu dengan QB
200-300 ml/menit. Sedangkan menurut Corwin, (2000) hemodialisa
memerlukan waktu 3-5 jam dan dilakukan 3x seminggu. Pada akhir
interval 2-3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH
sudah tida normal lagi. Hemodialisaikut berperan menyebakan anemia
karenasebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa (Nuari,
dan Widayati, 2017).
- Komplikasi Hemodialisa
1. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat
asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jatung arterosklerotik,
neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
2. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia delama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, da bikarbonat serum yang
cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
3. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat
diaibatkan dari osmol-osmol lan dari otak dan bersihan urea yag
kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu
gradient osmotic diantara kompartemen-kompartemen ini.
Gradient osmotic ini menyebabkan perpindahan air kedalam otak
yang menyebakan oedem serebri. Sindrom ini tida lazim dan
bisanya terjadi pada pasien yag menjalani hemodialisa pertama
dengan azotemia berat.
4. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yag mengalami gangguan fungsi
kardiopolmunar.
5. Perdarahan
Uremia menyebakan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit
dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan
heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor resiko
terjadinya perdarahan.
6. Gangguan pencernaan
Gangguan urologi yang sering terjadi adalah mual da muntah yang
disebabkan karena hipoglikema. Gangguan urologi sering disertai
dengan sakit kepala.
7. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler
Pembekuan darah bisa disebakan karena dosis pemberian heparin
yag tida adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
(Nuari, dan Widayati, 2017)
2) Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity  dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar,
2006).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan untuk pasien dengan gagal ginjal adalah rumit.
Pengkijain keperawatan mencakup parameter fisik, psikologis, dan social. (Mary
Baradero, 2008).
a. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai
hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya.
b. Riwayat Penyakit yang Diderita
Seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik,
hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian
bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
d. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
e. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea,
nadi meningkat dan reguler.
3) Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir
karenakekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.
4) Pemeriksaan Head to toe
a) Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,mulut bau
ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah
kotor.
b) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
c) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar
suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran
jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
d) Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
e) Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
f) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
g) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin, diet
berlebih dan retensi cairan dan natrium.
b. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
c. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa
mulut.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perlemahan aliran darah
keseluruh tubuh.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
f. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, penurunan curah
jantung, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat.
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus, gangguan gangguan
status metaolik sekunder.
3. Rencana Asuhan Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Kode NIC Intervensi Keperawatan


O
1. Kelebihan volume cairan Tujuan: 4130 Fluid Management :
b.d penurunan haluaran Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
urin, diet berlebih dan selama 3x24 jam volume cairan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
retensi cairan dan natrium seimbang. 2. Batasi masukan cairan
Kriteria Hasil: 3. Identifikasi sumber potensial cairan
NOC : Fluid Balance 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
 Terbebas dari edema, efusi, cairan
anasarka 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
 Bunyi nafas bersih,tidak adanya
dipsnea 2100 Hemodialysis therapy
 Memilihara tekanan vena sentral, 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah
tekanan kapiler paru, output (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat
jantung dan vital sign normal. phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon
thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
2 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 Respiratory Monitoring
berhubungan dengan selama 3x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
NOC : Respiratory Status otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
 Peningkatan ventilasi dan
3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
oksigenasi yang adekuat
hiperventilasi, cheyne stokes
 Bebas dari tanda tanda distress
4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
pernafasan
adanya ventilasi dan suara tambahan
 Suara nafas yang bersih, tidak ada
3320 Oxygen Therapy
sianosis dan dyspneu (mampu
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
mengeluarkan sputum, mampu
2. Ajarkan pasien nafas dalam
bernafas dengan mudah, tidak ada
3. Atur posisi senyaman mungkin
pursed lips)
4. Batasi untuk beraktivitas
 Tanda tanda vital dalam rentang
5. Kolaborasi pemberian oksigen
normal
3 ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1100 Nutritional Management
kurang dari kebutuhan selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan muntah

tubuh berhubungan dengan adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
anoreksia, mual muntah, Kriteria Hasil: status nutrisi.
pembatasan diet, dan NOC : Nutritional Status 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
perubahan membrane  Nafsu makan meningkat hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
mukosa mulut.  Tidak terjadi penurunan BB untuk perencanaan treatment selanjutnya.

 Masukan nutrisi adekuat 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.

 Menghabiskan porsi makan 5. Berikan makanan sedikit tapi sering


6. Berikan perawatan mulut sering
 Hasil lab normal (albumin, kalium)
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066 Circulatory Care
berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
perlemahan aliran darah adekuat. periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
keseluruh tubuh. Kriteria Hasil: ekstremitas).
NOC: Circulation Status 2. Kaji nyeri
 Membran mukosa merah muda 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
 Conjunctiva tidak anemis 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk

 Akral hangat memperbaiki sirkulasi.

 TTV dalam batas normal. 5. Monitor status cairan intake dan output
6. Evaluasi nadi, oedema
 Tidak ada edema
7. Berikan therapi antikoagulan.
5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4310 Terapi Aktivitas
berhubungan dengan selama 3x24 jam intoleransi dapat 1. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
keletihan, anemia, retensi diatasi. merencanakan program terapi yang tepat
produk sampah dan Kriteria Hasil: 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
prosedur dialysis. NOC : mampu dilakukan
Energy Conservation 3. Bantu untuk memilih ativitas konsisten yag sesuai dengan
Activity tolerance kemapuan fisik, psikologi, dan sosial
Self care: ADLs 4. Bantu untuk mengidentifikasi da mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
- Berpartisipasi dalam aktivitsa fisik
5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas sperti
tanpa disertai peningkatan tekanan
kursi roda, krek
darah, nadi, dan RR
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
- Mampu melakukan aktivitas
7. Batu klien untuk membuat jadwal latiha diwaktu luang
sehari-hari (ADLs) secara mandiri
8. Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi
- Tanda-tandavital dalam batas
kekurangan dalam berativitas
normal
9. Sediakan penguatan positif bagi yag aktif beraktivitas
- Energy psikomotor
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
- Level kelemahan
penguatan
- Mampu berpindah: dengan atau
11. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
tanpa alat bantuan
- Status kardiopulmonari adekuat
- Sirkulasi status baik
- Status respirasi: pertukaran gas da
ventilasi adekuat
6 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3140 Manajemen Jalan Nafas
berhubungan dengan selama 3x24 jam pertukaran gas 1. Buka jalan nafas, gunaka teknik chin lift atau jaw thrust
kongesti paru, penurunan adekuat. bila perlu
curah jantung, penurunan Kriteria Hasil: 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
perifer yang mengakibatkan NOC: 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
asidosis laktat. Respiratory status: gas exchange buatan
Respiratory status: ventilation 4. Pasang mayo bila perlu
Vital sign status 5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
- Mendemonstrasikan peningkatan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
ventilasi dan oksigenasi yang 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
adekuat 8. Lakukan suction pada mayo
- Memelihara kebersihan paru-paru 9. Berikan bronkodilator bilaperlu
dan bebas dari tanda-tanda distress 10. Berikan pelembab udara
pernafasan 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Mendemonstrasikan batuk efektif keseimbangan
da suara nafas yang bersih, tidak 3350 12. Monitor respirasi da status O2
ada sianosis dan dyspnea (mapu Monitor Pernafasan
mengeluarkan sputum, mapu 1. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
bernafas dengan mudah, tidak ada 2. Catat pergerakkan dada, amati kesimetrisan, penggunaan
pursed lips) otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
- Tanda-tanda vital dalam rentang intercostal
normal 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas: bradipnea, takipnea, kusmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area penuruna,/ tida adanya
ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles da ronkhi pada jalan nafas utama
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya
7 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4258 Manajemen Tekanan
berhubungan dengan selama 3x24 jam kerusakan integritas 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
pruritus, gangguan kulit dapat teratasi. longgar
gangguan status metaolik Kriteria Hasil: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
sekunder. NOC: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih da kering
Tissue integrity: skin and mucous 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
Membranes sekali
Hemodyalis akses 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Integritas kulit yag baik bisa 6. Oleskan lotion/minya/bay oil pada daerah yag tertekan
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
temperature, hidrasi, pigmentasi) 8. Memandikan pasien dengan saun da air hangat
tidak ada luka/lesi pada kulit Insision Site Care
- Perfusi jaringan baik 1. Membersihkan, memantau, dan meningkatkan proses
- Menunjukkan pemahaman dalam penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip
proses perbaikan kulit da atau straples
mencegah terjadinya cidera 2. Monitor proses kesembuhan area insisi
berulang 3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
- Mapu melindungi kulit dan 4. Bersihka area sekitar jahitan atau straples, menggunakan
mempertahankan kelembaban kulit lidi kapas steril
dan perawatan alami 5. Gunakan preparat antiseptik, sesuai program
6. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau
biarkan luka tetap terbuka (tida dibalut) sesuai program
Dialysis Acces Maintenance
K. DISCHARGE PLANNING
1. Diet tinggi kalori da rendah protein
2. Optimalisasi da pertahankan keseimbangan cairan dan garam
3. Kontrol hipertensi
4. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
5. Deteksi dini da terapi infeksi
6. Dialysis (cuci darah)
7. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemide (membantu berkemih)
8. Transplantasi ginjal
L. DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume
2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001

Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar ilmu Penyalit Dalam. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai