JUDUL PROGRAM
Jakarta
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GT
Diusulkan oleh:
SURABAYA
2014
JUDUL PROGRAM
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GT
Diusulkan oleh:
Made Gita Pitaloka (3113100135) Angkatan 2013
Vanessa (3113100072) Angkatan 2013
M Samsul Anam (311100076) Angkatan 2011
Indra Kusuma J. R. S (3112100045) Angkatan 2012
SURABAYA
2014
1. Judul Kegiatan : J-VERUV : Jakarta Verti cal Ur ban F arming Vil lage Kampung
Pertanian Vertikal dengan Sistem Poli cir cular Shape Stru ctur e
(Postruct) sebagai
Solusi untuk Mengatasi Permasalahan Ketahanan Pangan dan Pemukiman di
Jakarta
3. Ketua
a. Nama Lengkap : Vanessa
b. NIM : 3113100072
c. Jurusan : Teknik Sipil
d. Universitas/Institut/Politeknik : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
e. Alamat email : nesscht19@gmail.com
Menyetujui,
Ketua Jurusan Teknik Sipil ITS Ketua Pelaksana Kegiatan
Prof. Dr. Ing. Herman Sasongko Trihanyndio Rendy Satria, S.T., M.T
NIP. 19601004198611001 NIP. 0010108401
ii
KATA PENGANTAR
Tim penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan karya tulis ini ini dengan lancar dan tepat
pada waktunya.
Penulisan karya tulis ini ditujukan untuk Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan
Tertulis (PKM-GT) dengan judul J-VERUV : Jakarta Verti cal Ur ban F arming Vil lage
Kampung Pertanian Vertikal dengan Sistem Poli cir cular Shape Stru cture (Postruct)
sebagai Solusi untuk Mengatasi Permasalahan Ketahanan Pangan dan Pemukiman di
Jakarta . Pertanian vertikal yang sekaligus menjadi sebuah pemukiman sebagai solusi dari
masalah pangan, padatnya pemukiman dan kurangnya lahan untuk Ruang Terbuka Hijau di
kota DKI Jakarta dengan konsep bangunan berbentuk oval disertai sistem open frame dan
Policircular Shape Structur.
Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak tertentu yang telah
membantu menyelesaikan karya tulis ini. Adapun pihak yang telah membantu penulisan
karya tulis ini antara lain:
1. Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. Ing. Herman
Sasongko aas bantuan moral dan materiil yang telah diberikan
2. Trihanyndio Rendy Satrya, ST, MT selaku pembimbing atas bimbingan dan
motivasi yang telah diberikan
3. Dosen-dosen Teknik Sipil ITS yang telah senantiasa memberikan ilmunya
4. Pihak-pihak lain yang telah membantu proses terselesaikannya karya tulis ini
Tim Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna guna perbaikan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat
bagi tim penulis dan pembaca pada umumnya
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Ringkasan
Pendahuluan
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Manfaat Penulisan
Gagasan
Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan
Meningkatnya Kebutuhan Pangan dalam Negeri
Akibat Pertumbuhan Penduduk terhadap Pemukiman di DKI Jakarta
Kondisi Pangan di Indonesia
Kesimpulan
Konsep Vertical Urban Farming
Prediksi keberhasilan Gagasan Vertical Urban Farming
Langkah-Langkah Strategis Implementasi Gagasan
Daftar Pustaka
Lampiran
iv
RINGKASAN
Ketersediaan lahan yang ada tidak betambah atau tetap beralih fungsi menjadi
gedung-gedung pencakar langit di perkotaan. Pembangunan ini terus menggusur ketersediaan
lahan pertanian yang ada di Indonesia mengakibatkan para petani kehilangan mata
pencaharian dan menyebabkan kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi memaksa masyarakat
mencari kehidupan yang lebih layak dengan cara urbanisasi ke daerah perkotaan. Kepadatan
penduduk di perkotaan, seperti Jakarta yang minim lahan pemukiman, mengakibatkan
pemukiman kumuh yang terlihat jelas disisi kota
Tidak hanya permasalah pemukiman yang mendesak, Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
Jakarta juga sangat minim jumlahnya. Pemerintah dituntut untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut dengan solusi yang menguntungkan berbagai sektor.
masyarakat di perkotaan.
Dengan adanya Vertical Urban Farming diharapakan kota besar, seperti Jakarta, dapat
menyokong kebutuhannya sendiri dan menjadi alternatif solusi atas persoalan-persoalan di
kota besar.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia memiliki banyak gedung pencakar langit
yang berdiri kokoh di setiap sisi kota. Selain itu gedung-gedung pencakar langit menjadi
tempat persinggahan dan pemukiman yang dikhayalkan bagi masyarakat menengah ke
bawah. Namun, tidak semua orang berkesempatan untuk dapat hidup dan memiliki tempat
tinggal layak di Jakarta. Secara umum jumlah penduduk Indonesia terus meningkat,
khususnya wilayah Jakarta. Menurut data Badan Pusat Statistik, BPS Provinsi Jakarta (2010)
menunjukan bahwa jumlah penduduk Jakarta terus meningkat secara signifikan dari 8 juta
penduduk dari tahun 2000 menjadi 10 juta pada tahun 2010 mengakibatkan tingkat kebutuhan
lahan pemukiman bagi penduduk juga semakin meningkat. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk, tentu akan menyebabkan kebutuhan pangan meningkat. Kebutuhan pangan akan
semakin meningkat lagi seiring dengan meningkatnya daya konsumsi dari setiap masyarakat.
Disisi lain jumlah prouduksi pertanian dalam negeri sampai saat ini belum mampu
memenuhi kebutuhan domestik. Menurut BPS bulan Agustus 2012, jumlah impor beras
sudah mencapai 1.033.794,255 ton. Sementara itu, rata-rata harga beras September 2012 naik
0,22% dibanding Agustus 2012 dan naik 7,98% dibandingkan September 2011. Produksi
jagung tahun 2011 sebesar 17,64 juta ton turun sebanyak 684,39 ribu ton (3,73%)
dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 477,290
ton dan di luar Pulau Jawa sebesar 207.100 ton. Hal ini menunjukan bangsa ini masih belum
mampu memenuhi kebutuhan domestik. Selain itu permasalahan lahan pertanian yang
semakin berkurang akibat pembangunan yang tidak terkontrol juga akan menyebabkan daya
produksi pangan dalam negeri semakin tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik.
Tidak lepas dari permasalahan pangan, pada tahun 2011 masih tercatat ada 5.560 titik
lokasi kumuh perkotaan di seluruh Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Pemukiman
kumuh ini akan mengakibatkan timbulnya banyak penyakit dan rentan terjadi kebakaran.
Kondisi ini perlu dibenahi dengan diadakannya relokasi pemukiman kumuh. Selain itu
Jakarta sebagai kota besar harus memiliki RTH (Ruang Terbuka Hijau) sebesar 30% dari
luas wilayah kota (UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR)). Menurut Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Provinsi, DKI Jakarta memiliki 8 taman kota, 1.172 taman
lingkungan, dan lain-lain seluas 9,664,471. Kondisi ini masih belum memenuhi standar RTH
untuk sebuah kota besar.
Kondisi ini terus berlanjut dari era pembangunan yang memfokuskan pada
pengembangan sektor industri sehingga mengesampingkan perkembangan sektor pertanian
dalam negeri yang sempat berjaya. Kini kebutuhan pangan yang semakin meningkat
memaksa pemerintah untuk mengimpor kebutuhan pangan dari luar negeri.
TUJUAN PENULISAN
MANFAAT PENULISAN
GAGASAN
peningkatan jumlah penduduk di kota-kota besar. Menurut data Badan Pusat Statistik, BPS
Provinsi Jakarta (2010) menunjukan bahwa jumlah penduduk Jakarta terus meningkat secara
signifikan dari 8 juta penduduk dari tahun 2000 menjadi 10 juta pada tahun 2010. Selain
petumbuhan jumlah penduduk, tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi juga akan
meningkatkan tingkat kebutuhan pangan nasional. Jika pada tahun 1950, seseorang makan
dengan nasi dan lauk sudah cukup, maka di era modern seperti ini, kebutuhan tersebut
tidaklah cukup bagi masyarakat. Gaya hidup masyarakat yang terus meningkat ini yang
berpengaruh pada tingkat selera konsumsi masyarakat. hal ini secara tidak langsung akan
meningkatkan tingkat kebutuhan pangan nasional.
Peningkatan jumlah penduduk yang selalu terjadi setiap tahunnya seharusnya segera
di tindak lanjuti. Karena dapat menimbulkan permasalahan di berbagai bidang seperti
pemukiman, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan sanitasi lingkungan. Salah satu masalah
yang utama adalah lahirnya pemukiman yang kurang layak dan pemukiman kumuh (Slump
area) di beberapa wilayah di DKI Jakarta.
Grafik diatas menunjukan jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi di DKI Jakarta.
(Menurut BPLHD Jakarta). Banyaknya jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta membuat
mereka tidak mampu mencari rumah yang layak digunakan. Alhasil, mereka mendirikan
pemukiman kumuh yang jumlahnya tidak sedikit.
Sebagai komoditas pangan uang strategis di negara kawasan Asia Pasifik, lebih dari
80% produksi beras dijadikan sebagai bahan pangan pokok. Isu beras sebagai penopang
ketahanan pangan berkelanjutan di kawasan ini. Setelah harga beras yang melambung tinggi
pada tahun 2008 menandai krisi pangan global dan adanya perubahan iklim global.
(http://bkp.pertanian.go.id/berita-228-strategi-perberasan-untuk-asia-pasifik.html)
Komoditas pangan beras menempati peran yang sangat strategis dalam perekonomian
Indonesia, karena sekitar 95 persen penduduk yang jumlahnya saat ini hampir mencapai 220
juta jiwa, masih mengandalkan beras sebagai komoditas pangan utama. Dalam kondisi
demikian, ketersediaan dan distribusi beras serta keterjangkauan daya beli masyarakat
merupakan isyu sentral yang tidak hanya berperan penting bagi terciptanya stabilitas
ekonomi, tetapi juga stabilitas sosial dan politik nasional. Konversi lahan pertanian
merupakan permasalahan utama yang menjadi ancaman bagi peningkatan produksi beras
domestik mengungkapkan bahwa dampak konversi lahan selama periode 1985 – 1998 telah
menyebabkan hilangnya peluang peningkatan produksi padi sekitar 2.82 juta ton per 68 tahun
atau setara dengan volume impor beras yang secara rata-rata sekitar 1.5 juta ton per tahun.
Konversi lahan lebih banyak terjadi di daerah lahan sawah karena infrastruktur ekonomi lebih
banyak tersedia di lahan persawahan.
Kurun waktu 1978-1999 luas konversi lahan sawah secara nasional mencapai 2.37
juta hektar atau 118.7ribu hektar per tahun (Deptan ,2003). Di sisi lain konversi lahan juga
dibarengi dengan pencetakan sawah baru yang jumlahnya mencapai 3.82 juta hektar per
tahun, karena luas pencetakan sawah masih lebih tinggi daripada konversi sawah maka secara
nasional luas sawah nasional meningkat sebesar 72.2 ribu hektar per tahun. Meskipun
demikian, keterbatasan potensi lahan mengakibatkan masalah konversi perlu mendapat
perhatian yang lebih serius dimasa yang akan datang.
Permasalahan lainnya adalah ketidakseimbangan antara pertumbuhan luas lahan
pertanian (yang semakin melambat) dengan pertumbuhan populasi petani sehingga rata-rata
luas lahan yang dikuasai petani semakin menyempit. Rata-rata penguasaan lahan pertanian
berdasarkan Sensus Pertanian (SP) 1983 di Indonesia adalah 0,98 hektar per keluarga petani,
masing-masing di Jawa sebesar 0,58 dan di luar Jawa sebesar 1,58 hektar per keluarga tani.
Adapun pada tahun 1993 rata-rata nasional penguasan tanah per keluarga tani turun menjadi
0,83 hektar; dengan rata-rata di Jawa 0,47 dan di Luar Jawa 1,27 hektar per pertani.
Memperkirakan bahwa setiap terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sebesar satu
persen maka akan menyebabkan rata-rata luas garapan petani menurun sebesar 0,23 persen.
Kemudian dengan asumsi sebagian besar petani adalah penduduk yang tinggal di pedesaan
maka peningkatan satu persen penduduk pedesaan akan menyebabkan rata-rata luas lahan
petani menurun sebesar 0,46 persen. Penguasaan lahan yang semakin mengecil tersebut akan
berdampak tidak menguntungkan bagi upaya peningkatan efisiensi usahatani dan
kesejahteraan petani.
Selain masalah keterbatasan sumberdaya lahan, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi usaha peningkatan produksi beras domestik pada saat ini diantaranya adalah
prasarana produksi yang terbatas khususnya sistem pengairan tata air mikro (irigasi) di luar
Pulau Jawa, kondisi anomali iklim yang terjadi pada saat ini, keengganan dan keterbatasan
kemampuan petani untuk mengadopsi atau megakses bibit unggul, kejenuhan lahan akibat
menipisnya unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan berbagai hambatan dalam
pengembangan teknologi produksi dan penanganan pasca panen.
yang menjadi
memnuhi kebutuhan
kebutuhan primer
pangan di manusia
Indonesiauntuk hidup.
adalah Beberpa
dengan solusi yang
mengadakan diusulkan
impor untuk
bahan-bahan
pangan. Impor memang membantu terhadap pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Akan
tetapi di sisi lain impor akan membuat negeri kita tidak mandiri pangan serta hanya akan
mematikan perekonomian masyrakat kalangan menengah ke bawah. Sehingga impor
kebutuhan pangan harus dikurangi, caranya dengan meningkat produksi hasil pertanian dalam
negeri. Impor akan menutup pasar pertanian Indonesia yang berdampak pada para petani di
daerah yang semakin terhimpit keadaan.
Peningkatan hasil pertanian dalam negeri bisa melalui upaya ekstensifikasi dan
intensifikasi. Upaya yang sulit dilakukan adalah ekstensifikasi, salah satunya adalah
perluasan lahan pertanian. Permasalahan yang ada adalah bukan lahan pertanian yang
bertambah, akan tetapi bahan lahan pertanian yang berubah menjadi perumahan –
perumahan. Hal ini tidak hanya terjadi di daerah yang berada di sekitar kota besar, di
beberapa kabupaten telah banyak lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi perumahan elit.
Sehingga upaya ekstensifikasi dengan perluasan lahan secara horizontal tidak dimungkinkan
untuk mengatasi produksi pangan dalam negeri.
Permasalahan lain yang sangat terkait adalah dengan permasalahan ketahan pangan di
atas adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan horizontal untuk memnuhi
kebutuhan hunian horizontal akibat terus meningkatnya jumlah pertumbuhan penduduk.
sehingga pemukiman/perumahan horizontal harus diganti dengan perumahan sistem vertikal.
Salah satu solusi yang telah ada adalah apartemen. Apartemen terkesan hanya sebagai tempat
tinggal saja tanpa mempertimbangkan aspek ruang terbuka hijau yang ada dalam sebuah
bangunn. Apartemen terkesan sempit dan kurang memberikan kenyaman dan kesejukan bagi
para penghuni. Selain itu hunian vertikal seperti apartemen hanya bisa dinikmati untuk
masyarakat menengah ke atas. Jika permasalahan pemukiman ini ingin diselesaikan maka
masyarakat menengah ke bawah juga harus mendapat kesempatan mendapatkan hunian
vertikal, karena sebagian besar masyarakat indonesia adalah masyarakat menengah ke bawah.
Telah disinggung terkait permasalahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang minim di kota-kota
besar. Sebagai salah satu contoh solusinya adalah Urban Farming yang dikembangakan di
Kota Bandung. Untuk mengatasi ketersediaan lahan untuk RTH, maka pemerintah kota
Bandung memperkenalkan pertanian perkotaan dimana di setiap Rukun Warga (RW) wajib
menanam berbagai tanaman produktif seperti sayur-sayuran yang dapat dipanen sendiri
dalam skala kecil. Tetapi program ini tidaklah dapat menjawab kebutuhan pokok masyarakat
Konsep pertanian vertikal sebagai solusi dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam
negeri. Lahan pertanian yang semakin tergusur oleh pembangunan gedung-gedung pencakar
langit kini dapat direlokasikan dengan sistem pertanian dalam gedung. Pembangunan gedung
tersebut dilokasikan di kota-kota besar, seperti Jakarta, dengan lahan minim sehingga dapat
memaksimalkan fungsi lahan yang ada. Konsep gedung dengan pertanian didalamnya tidak
hanya menyelesaikan permasalahan pangan, namun juga permasalahan pemukiman yang ada.
Konsep ini menggabungkan pertanian didalam gedung dan ruang-ruang tinggal disisi lainnya.
Konsep Vertical Urban Farming ini memiliki keuntungan sebagai berikut:
-
Menghemat energi dan memaksimalkan sumber daya
- Mengurangi pencemaran tanah, air, dan udara
- Merestorasi ekosistem
dapat dihindari dan kualitas hasil panen dapat terkontrol dengan baik. Beberapa aspek
tersebut meliputi suhu, kelembapa, intensitas cahaya matahari, yang dapat dikendalikan
karena sistemnya indoor openframe. Sehingga gagal panen dapat dihindari.
- Pengelolaan hasil panen lebih terintegrasi
Dengan sistem vertikal, secara tidak langsung akan membuat setiap petak sawah menjadi
suatu sistem superblok lahan pertanian. Sehingga mobilisasi pra tanam sampai pasca
penen, dilakukan secara vertikal. Setelah pasca panen, hasil panen akan diolah langsung
di rumah produksi yang berada di sekitar Vertical Urban Farming . Sehingga para petani
dapat langsung menjual produknya tanpa melalui makelar, dan harga jual hasil panen
juga lebih tinggi.
- Sistem pengairan akan semakin efisien
Dengan diterapkanya konsep ini, energi yang dibutuhkan hanya pompa untuk menaikan
air dari tanah ke lantai tertinggi. Setelah itu air dapat dialirkan secara gravitasi, pengairan
dapat dilakukan secara efisien.
Sistem struktur yang digunakan pada J-Veruv ini adalah sistem open frame
menggunakan sistem Policircular Shape Structure (Postruct). Sistem ini digunakan dengan
beberapa pertimbangan kekuatan struktur bangunan dan pertimbangan pertumbuhan tanaman
pertanian. Beberapa pertimbangan tersebut antara lain :
a. Pertimbangan aerodinamis angin yang bekerja pada struktur bangunan. Dengan adanya
Policircular Shape Structure angin akan diarahkan sesuai bentuk lengkung dari struktur
bangunan. Angin yang mengenai struktur bangunan akan diarahkan oleh Policircular
Shape Structure menuju ke sebuah turbin angin sumbu horizontal. Fungsi turbin ini adalah
untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk sistem pengairan tanaman.
b. Pertimbangan radiasi matahari yang diperlukan tanaman. Dengan sistem Policircular
Shape Structure, struktur bangunan berbentuk oval dengan sistem circular disisinya
memaksimalkan fungsi lengkung bangunan untuk konversi cahaya matahari kedalam
bangunan. Pencahayaan maksimal didapat dari sistem circular building dimana cahaya
matahari terkonversi secara merata yang dibiaskan dinding kaca berbentuk lengkung. Sisi
dinding yang terbuat dari plastik transparan atau panel Ethylene Tetraflouroethylene
(ETFE) untuk menggantikan kaca memiliki sifat transparan seperti air. Sehingga cahaya
matahari dapat diteruskan dan sangat membantu fotosintesis tumbuhan. Tidak hanya
menggunakan ETFE, sisi dinding akan dilapisi dengan titanium oxide, dimana dapat
menyaring polutan.
Secara garis besar J-Veruv dengan sistem Policircular Shape Structure terbagi atas
Upper structure meliputi urban farming area, housing area, jalur transportasi vertikal dan
horizontal, turbin sumbu horizontal dan generator. Sedangkan lower structure meliputi sistem
pondasi tiang pancang dan basement yang berfungsi sebagai rumah produksi hasil pertanian
serta gudang penyimpanan. Beberapa bagian tersebut dijelaskan sebagai berikut :
bawang merah, cabai, dsb. Sistem tanam yang diterapkan pada area pertanian ini meliputi
sistem zoning dan sistem tumpang sari. Sistem zoning berarti setiap jenis tanaman akan
ditanam pada tempat/zona masing-masing jenis tanaman karena pertimbangan
produktivitas pertumbuhan. Sedangkan sistem tumpang sari artinya 2 atau lebih jenis
tanaman akan ditanam dalam satu zona/wilayah dengan pertimbangan tidak
mempengaruhi pertumbuhan tanaman, sehingga lahan yang digunakan akan lebih efektif.
Sistem polikultur (tumpang sari) harus meperhatikan sistem perkaran tanaman, dan waktu
tanam.
Pengaturan tumpang sari harus diingat bahwa tanaman selalu mengadakan
kompetisi dengan tanaman semusim yang dapat saling menguntungkan, misalnya antara
kacang-kacangan dengan jagung. Jagung menghendaki nitrogen tinggi, sementara kacang-
kacangan, karena kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas. Beberapa
kombinasi tanaman yang diterapkan pada sistem tanam di urban farming area antara lain :
1. Tomat-petcai atau kubis diantaranya cabai
2. Bawang merah - cabai diantaranya
3. Cabai - selang baris labu-labuan
4. Terung-labu-labuan
5. Cabai atau terung atau tomat-jagung
6. Cabai rawit-kedele
Sementara tanaman padi ditanam secara terpisah karena kebutuhan nutrisi dan
konsisi lahan dari jenis tanaman ini sangat berbeda jauh dengan jenis tanaman lainyya,
sehingga lahan tanam perlu disendirikan
b. Housing Area
Housing area merupakan wilayah yang diperuntukan sebagai hunian masyrakat yang
bekerja dalam farming area. Housing area memilki luas wilayah mencapai 20 % dari luas
total bidang horizontal yang ada pada upper structure. area ini dikonsep sebagi area
perkampungan modern, akan tetapi masih memperhatikan aspek budaya. Hal ini
ditunjukan dengan desian arsitektur betawi yang diterapkan pada rumah. Beberapa
komponen penting yang harus ada dalam housing area adalah sebagai berikut :
- Energi : untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, basis energi yang
digunakan adalah energi matahari dengan memanfaatkan panel surya. Selain energi
matahari energi, sumber energi biogas, hasil sisa metabolisme penduduk dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi setiap hari. energi listrik rumah tangga
dipenuhi dari energi matahari dan sebagian energi biogas. Sedangkan energi untuk
Turbin berukuran kecil diarahkan oleh sebuah baling-baling angin (baling-baling cuaca)
yang sederhana, sedangkan turbin berukuran besar pada umumnya menggunakan sensor
angin yang dihubungkan ke sebuah servo motor. Sebagian besar memiliki sebuah gearbox
yang mengubah perputaran kincir yang pelan menjadi lebih cepat berputar. Turbin
biasanya diarahkan melawan arah anginnya. Bilah-bilah turbin dibuat kaku agar mereka
tidak terdorong menuju menara oleh angin berkecepatan tinggi. Sebagai tambahan, bilah-
bilah itu diletakkan di depan menara pada jarak tertentu dan sedikit dimiringkan.
Dengan melihat potensi tenaga angin yang melimpah di Indonesia, maka dalam
hal optimalisasi fungsi bangunan tinggi ini, digunakan Turbin Angin sumbu Horizontal
di sisi atas dan pada bagian tengah gedung tinggi. Hal ini memungkinkan turbin angin
bisa mendapatkan angin yang lebih maksimal dalam perputarannya. Secara umum kerja
turbin angin bisa maksimal dengan memperbesar kecepatan angin yang datang ke
turbin. Untuk mendapatkan hal ini maka bentuk bangunan ini dibuat sedemikian rupa
sehingga mampu mengumpulkan angin secara optimal yang datang ke arah gedung.
Dengan teknologi TASH ini diharapkan bisa membantu suplai listrik yang
dibutuhkan sebesar 30%-40% dari kebutuhan listrik yang digunakan oleh bangunan
gedung. Peletakan turbin angin yang memanfaatkan lantai atas ini diharapkan bisa
mendapatkan kecepatan angin yang lebih memadai. Karena kecepatan angin bertambah
20% setiap kenaikan 10 meter.
10
(Tahapan Rencana)
Milestone
Pada jangka pendek (2015-2020), studi mengenai sistem dan teknologi yang
diterapkan di Vertical Urban Farming ini dilakukan guna mendapatkan teknologi yang tepat,
murah, dan mudah diaplikasikan. Studi dikhususkan pada penerapan Policircular Shape
11
Kontraktor
Kontraktor termasuk salah satu pihak yang memiliki peran dalam mewujudkan
gagasan ini. Peran kontraktor dalam pembangunan Vertical Urban Farming ini antara lain:
1. Melaksanakan pembangunan sesuai dengan gambar rencana, hitungan struktur,
syarat-syarat dan rencana anggaran yang sudah dibuat oleh pengguna jasa
2. Menyediakan segala properti demi keselematan kerja para pekerja dan masyarakat
12
3. Memberi penjelasan kepada kontraktor tentang hal-hal yang kurang jelas, misalnya
gambar kerja,rencana kerja, syarat-syarat.
Kon sul tan Pengawas
Badan yang diharapkan mampu membantu terwujudnya Vertical Farming ini adalah
konsultan pengawas konsultan pengawas yang membantu mengelola pelaksanaan dari awal
mula sampai akhir pekerjaan pembangunan ini. Adapun peran yang penting adalah
mengkoordinasikan segala informasi antar berbagai bidang guna menghindari terjadinya
kesalahan.
Arsitek
Seorang arsitek disini memiliki peran yang cukup penting dalam pembangunan Vertical
Urban Farming. Di harapkan sorang aristek disini mampu mengeluarkan idenya demi
terwujudnya sebuah bangunan yang memiliki desain yang unik dan menarik dengan konsep
bangunan berbentuk oval disertai sistem open frame dan Policircular Shape Structure.
Perusahaan Penyedia Energi, Air, dan Sanitasi
Pihak-pihak ini saling terkait dan bertanggung jawab dalam penyediaan komponen-
komponen penting dalam bangunan Vertical Urban Farming, terutama dalam Housing Area
karena semua komponen ini penting adanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pemerintah
Disini, pemerintah diharapkan mampu memperhitungkan segala aspek yang ada. Baik dari
segi keamanan, sosial ekonomi dan lingkungan. Uji kelayakannya dapat dilaksanakan
bersama dengan departemen yang terkait serta dengan menjalin kerja sama dengan para ahli
sesuai bidangnya masing-masing.
M asyar akat
Pada akhirnya, masyarakat menjadi akhir tujuan adanya pembangunan Urban Vertical
Farming ini dengan cara ikut mendukung pembangunan ini agar dapat terlaksana
sebagaimana mestinya.
KESIMPULAN
pencapaian ketahanan pangan Indonesia. Pembaharuan ini melibatkan Jakarta tak hanya
sebagai kota besar ataupun ibukota yang hanya fokus terhadap pembangunan gedung-gedung
pencakar langit dengan fungsi perkantoran dan industri. Dengan ruang lingkup penyelesaian
masalah yang luas (pangan, pemukiman, dan RTH), maka solusi ini dalam jangka menengah
ataupun panjang dapat terlihat perkembangannya dalam pembenahan fungsi kota di
Indonesia.
13
terwujud. Pencapaian pemahaman oleh masyarakat dapat dilakukan dengan metode iklan dan
berita publik sehingga dapat dikenal secara luas.
DAFTAR PUSTAKA
( Vanessa)
NRP. 3113100072
14
Anggota
Nama : M Samsul Anam
NRP : 3111100076
Jurusan/ Fakultas : Teknik Sipil/ Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Tempat, tanggal lahir : Nganjuk, 11 Juli 1993
Institut : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
HP : 085708509743
Alamat : Keputih Utara, No 7A Surabaya
Email : msamsulanam@gmail.com
Anggota
(M Samsul Anam )
NRP. 3111100076
Anggota
Nama : Made Gita Pitaloka
NRP : 3113100135
Jurusan/ Fakultas : Teknik Sipil/ Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Tempat, tanggal lahir : Jayapura, 16 November 1995
Institut : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
HP : 081288286130
Alamat : Jl. Baskara Selatan D4, Surabaya
Email : gitapitalokaa@gmail.com
Anggota
Anggota
Nama : Indra Kusuma Jati Raj Suweda
NRP : 3112100045
Jurusan/ Fakultas : Teknik Sipil/ Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Tempat, tanggal lahir : Denpasar, 10 September 1993
Institut : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
HP : 089676481165
Alamat :
Email : tv_brained@yahoo.co.id
Anggota
15
LAMPIRAN
16
17