Anda di halaman 1dari 34

PENDAHULUAN

Masa Praaksara ialah suatu masa dimana mayoritas masyarakat belum


mengenal tulisan, serta dalam pengungkapan sejarah nya masih secara lisan. Ciri-
ciri daripada masa ini ialah, belum mengenal tulisan, pengungkapan sejarah
dilakukan secara lisan, dan Masa Praaksara sering disebut sebagai tradisi lisan.

Dan Masa Praaksara ini sering dikatakan mendahului tradisi tulis/ Masa
Aksara. Jejak sejarah dalam tradisi lisan/ Masa Praaksara dapat diikuti dalam
sumber-sumber sejarah yaitu sbb, Folkor, Mitos, Legenda, Upacara-upacara Adat.
BAB 1
PEMBAHASAN

A. Sebelum Mengenal Tulisan


Dilakukan melalui tradisi lisan, dimana pengertian tradisi lisan itu sendiri adalah sebagai
berikut.

> Tradisi lisan merupakan tradisi yang terkait dengan kebiasaan/ adat istiadat, menggunakan
bahasa lisan dalam menyampaikan pengalaman sehari-hari dari seseorang kepada orang lain.

> Tradisi lisan dapat juga diartikan sebagai penggungkapan lisan dari satu generasi ke generasi
yang lain,dst.

>Menurut Kuntowijoyo,tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa lampau
masyarakat manusia.

Tradisi sejarah masyarakat sebelum menggenal tulisan merupakan tradisi dalam


mewariskan pengalaman masa lalu serta pengalaman hidup sehari-hari yang terkait dengan adat
istiadat, kepercayaan, nilai moral pada generasi mereka sendiri dan generasi yang akan datang
melalui tradisi lisan, peringatan-peringatan berupa bangunan serta alat hidup sehari-hari. Tradisi
lisan mengandung kejadian-kejadian sejarah, nilai-nilai moral, keagamaan, adat istiadat, cerita
khayalan, peribahasa, lagu dan mantra, serta petuah leluhur.

Tradisi lisan ada sejak manusia memiliki kemampuan berkomunikasi meskipun belum
mengenal tulisan tetapi mereka telah mampu merekam pengalaman masa lalunya.

Sebagai contoh tradisi lisan:

>Aktivitas bercocok tanam sampai sekarang masih ada karena diwariskan secara bertahap dan
turun temurun dari nenek moyang kita kepada generasi selanjutnya.

>Aktivitas membuat gerabah yang mulai dikenal pada masa bercocok tanam yang semakin
berkembang, Bagaimana cara mereka mewariskan keahliannya?
B.Terbentuknya Kepulauan Indonesia
Pulau-pulau cikal bakal dari kepulauan Indonesia mulai terbentuk sekitar 50 juta tahun lalu
(Mya).Pada Periode Quaternary (sekitar 2 juta tahun yang lalu- sekarang) itulah proses utama
pembentukan kepulauan Indonesia. sekitar 1 juta tahun yang lalu, pada saat Pulau Sumatra,
Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Borneo masih menyatu dengan Semanjung Asia, disebut dengan
“Paparan Sunda”.
Paparan sunda ini terpisah oleh naiknya permukaan air laut, mulai dari 20,000 tahun yang
lalu sampai sekarang, dengan permukaan air laut yang naik/turun karena dipengaruhi oleh suhu
Bumi dan Glacier, beberapa kali pulalah Paparan sunda ini terpisah menjadi beberapa pulau,
kemudian menyatu kembali, dan terpisah kembali secara berulang-ulang, sampai kita lihat pada
saat sekarang ini.
Dengan demikian asal usul dari pulau-pulau yang terdapat di Indonesia berbeda-beda. Pulau
Papua yang berasal dari craton Australia dahulunya, dan telah terbentuk beberapa juta tahun lalu,
sebelum terbentuknya pulau lain di Indonesia.
Pulau Sumatra, Jawa dan Borneo yang merupakan bagian dari craton China Utara, yang
kemudian akibat pergerakan kulit bumi membentuk daratan Asia, dan pada Periode Tertiary,
pulau Sumatra, Jawa dan Borneo terpisah.
Berdasarkan rekonstruksi ini, kita bisa melihat dari mana asal Fauna dan Flora yang
terdapat di Indonesia. sehingga Fauna yang terdapat pad pulau Sumatra, Jawa dan Borneo
memiliki karakter yang sama dengan yang terdapat di benua Asia, begitu juga denga pulau Papua
yang berasal dari craton Australia.
Sedangkan pulau unik Sulawesi yang terbentuk dari gabungan beberapa daratan Asia,
Australia dan beberapa pulau dari Samudara Pasifik, menyebabkan pulau ini memiliki fauna
yang unik dan khas.

Menurut para ahli bumi, posisi pulau-pulau di Kepulauan Indonesia terletak di atas tungku
api yang bersumber dari magma dalam perut bumi. Inti perut bumi tersebut berupa lava cair
bersuhu sangat tinggi. Makin ke dalam tekanan dan suhunya semakin tinggi.

Pada suhu yang tinggi itu material-material akan meleleh sehingga material di bagian
dalam bumi selalu berbentuk cairan panas. Suhu tinggi ini terus menerus bergejolak
mempertahankan cairan sejak jutaan tahun lalu.
Ketika ada celah lubang keluar, cairan tersebut keluar berbentuk lava cair.Ketika lava
mencapai permukaan bumi, suhu menjadi lebih dingin dari ribuan derajat menjadi hanya bersuhu
normal sekitar 30 derajat. Pada suhu ini cairan lava akan membeku membentuk batuan beku atau
kerak.
Keberadaan kerak benua (daratan) dan kerak samudera selalu bergerak secara dinamis
akibat tekanan magma dari perut bumi.Pergerakan unsur-unsur geodinamika ini dikenal sebagai
kegiatan tektonis.Sebagian wilayah di Kepulauan Indonesia merupakan titik temu di antara tiga
lempeng, yaitu lempeng Indo-Australia di selatan, Lempeng Eurasia di utara dan Lempeng
Pasifik di timur.Pergerakan lempeng-lempeng tersebut dapat berupa subduksi (pergerakan
lempeng ke atas), obduksi (pergerakan lempeng ke bawah) dan kolisi (tumbukan lempeng).
Pergerakan lain dapat berupa pemisahan atau divergensi (tabrakan) lempeng-lempeng.
Pergerakan mendatar berupa pergeseran lempeng-lempeng tersebut masih terus berlangsung
hingga sekarang.Perbenturan lempeng-lempeng tersebut menimbulkan dampak yang berbeda-
beda.Namun semuanya telah menyebabkan wilayah Kepulauan Indonesia secara tektonis
merupakan wilayah yang sangat aktif dan labil hingga rawan gempa sepanjang waktu.
Pada masa Paleozoikum (masa kehidupan tertua) keadaan geografis Kepulauan Indonesia
belum terbentuk seperti sekarang ini. Di kala itu wilayah ini masih merupakan bagian dari
samudera yang sangat luas, meliputi hampir seluruh bumi.Pada fase berikutnya, yaitu pada akhir
masa Mesozoikum, sekitar 65 juta tahun lalu, kegiatan tektonis itu menjadi sangat aktif
menggerakkan lempenglempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik.
Kegiatan ini dikenal sebagai fase tektonis (orogenesa laramy), sehingga menyebabkan
daratan terpecah-pecah.Benua Eurasia menjadi pulau-pulau yang terpisah satu dengan lainnya.
Sebagian di antaranya bergerak ke selatan membentuk pulau-pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi serta pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan Kepulauan Banda.
Hal yang sama juga terjadi pada Benua Australia. Sebagian pecahannya bergerak ke utara
membentuk pulau-pulau Timor, Kepulauan Nusa Tenggara Timur dan sebagian Maluku
Tenggara. Pergerakan pulau-pulau hasil pemisahan dari kedua benua tersebut telah
mengakibatkan wilayah pertemuan keduanya sangat labil.
Kegiatan tektonis yang sangat aktif dan kuat menyebabkan terbentuknya Kepulauan
Indonesia pada masa Tersier sekitar 65 juta tahun lalu.Sebagian besar daratan Sumatra,
Kalimantan dan Jawa telah tenggelam menjadi laut dangkal sebagai akibat terjadinya proses
kenaikan permukaan laut atau transgresi.
Sulawesi pada masa itu sudah mulai terbentuk, sementara Papua sudah mulai bergeser ke
utara, meski masih didominasi oleh cekungan sedimentasi laut dangkal berupa paparan dengan
terbentuknya endapan batu gamping.
Pada kala Pliosen sekitar lima juta tahun lalu, terjadi pergerakan tektonis yang sangat
kuat, yang mengakibatkan terjadinya proses pengangkatan permukaan bumi dan kegiatan
vulkanis. Ini pada gilirannya menimbulkan tumbuhnya (atau mungkin lebih tepat terbentuk)
rangkaian perbukitan struktural seperti perbukitan besar (gunung), dan perbukitan lipatan serta
rangkaian gunung api aktif sepanjang gugusan perbukitan itu.
Kegiatan tektonis dan vulkanis terus aktif hingga awal masa Pleistosen, yang dikenal
sebagai kegiatan tektonis Plio-Pleistosen. Kegiatan tektonis ini berlangsung di seluruh
Kepulauan Indonesia.Gunung api aktif dan rangkaian perbukitan struktural tersebar di sepanjang
bagian barat Pulau Sumatra, berlanjut ke sepanjang Pulau Jawa ke arah timur hingga Kepulauan
Nusa Tenggara serta Kepulauan Banda.Kemudian terus membentang sepanjang Sulawesi Selatan
dan Utara.
Pembentukan daratan yang semakin luas itu merupakan proses terbentuknya Kepulauan
Indonesia pada kedudukan pulau-pulau seperti sekarang ini. Hal itu telah berlangsung sejak kala
Pliosen hingga awal Pleistosen (1,8 juta tahun lalu). Jadi pulau-pulau di kawasan Kepulauan
Indonesia ini masih terus bergerak secara dinamis, sehingga tidak heran jika masih sering terjadi
gempa, baik vulkanis maupun tektonis.

C. Mengenal Manusia Purba


1.1 Manusia Purba

Manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah) disebut manusia purba.
Tanah air kita sudah dihuni manusia sejak jutaan tahun yang lalu. Fosil-fosil manusia purba
banyak ditemukan di Indonesia yaitu sejak jutaan tahun yang lalu terutama di Pulau Jawa.
Manusia purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika
manusia belum mengenal tulisan.
Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Fosil adalah sisa-sisa
organisme (manusia, hewan, dan tumbuhan) yang telah membatu yang tertimbun di dalam tanah
dalam waktu yang sangat lama. Sedangkan artefak adalah peninggalan masa lampau berupa alat
kehidupan/hasil budaya yang terbuat dari batu, tulang, kayu dan logam.
Cara hidup mereka masih sangat sederhana dan masih sangat bergantung pada alam.
Jenis-jenis manusia purba dibedakan dari zamannya yaitu :
1. Zaman Palaeolitikum artinya zaman batu tua. Zaman ini ditandai dengan penggunaan
perkakas yang bentuknya sangat sederhana dan primitif. Ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman
ini, yaitu hidup berkelompok; tinggal di sekitar aliran sungai, gua, atau di atas pohon; dan
mengandalkan makanan dari alam dengan cara mengumpulkan (food gathering) serta berburu.
Maka dari itu, manusia purba selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain
(nomaden) belum tahu bercocok tanam.
Pada zaman ini alat-alatnya terbuat dari batu yang masih kasar dan belum dihaluskan.
Contoh alat-alat tersebut adalah : Kapak Genggam, banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini
biasanya disebut "Chopper" (alat penetak/pemotong).Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk
rusa : alat penusuk (belati), ujung tombak bergerigi
Flakes, yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan
untuk mengupas makanan. Alat-alat dari tulang dan Flakes, termasuk hasil kebudayaan
Ngandong. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu, menangkap ikan,
mengumpulkan ubi dan buah-buahan. Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat
kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat dikelompokan menjadi kebudayaan Pacitan dan
Ngandong.
2. Zaman Mezolitikum artinya zaman batu madya (mezo) atau pertengahan. Zaman ini
disebut pula zaman "mengumpulkan makanan (food gathering) tingkat lanjut", yang dimulai
pada akhir zaman es, sekitar 10.000 tahun yang lampau. Para ahli memperkirakan manusia yang
hidup pada zaman ini adalah bangsa Melanesoide yang merupakan nenek moyang orang Papua,
Semang, Aeta, Sakai, dan Aborigin. Sama dengan zaman palaeolitikum, manusia zaman
mezolitikum mendapatkan makanan dengan cara berburu dan menangkap ikan.
Mereka tinggal di gua-gua di bawah bukit karang (abris souche roche), tepi pantai, dan
ceruk pegunungan. Gua abris souche roche menyerupai ceruk untuk dapat melindungi diri dari
panas dan hujan.Hasil peninggalan budaya manusia pada masa itu adalah berupa alat-alat
kesenian yang ditemukan di gua-gua dan coretan (atau lukisan) pada dinding gua, seperti di gua
Leang-leang, Sulawesi Selatan, yang ditemukan oleh Ny. Heeren Palm pada 1950. Van Stein
Callenfels menemukan alat-alat tajam berupa mata panah, flakes, serta batu penggiling di Gua
Lawa dekat Sampung, Ponorogo, dan Madiun.
Selain itu, hasil peninggalannya ditemukan di tempat sampah berupa dapur kulit kerang
dan siput setinggi 7 meter di sepanjang pantai timur Sumatera yang disebut kjokkenmoddinger.
Peralatan yang ditemukan di tempat itu adalah kapak genggam Sumatera, pabble culture, dan alat
berburu dari tulang hewan.

3. Zaman Neolitikum artinya zaman batu muda. Di Indonesia, zaman Neolitikum dimulai
sekitar 1.500 SM. Cara hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah mengalami perubahan pesat,
dari cara food gathering menjadi food producing, yaitu dengan cara bercocok tanam dan
memelihara ternak. Pada masa itu manusia sudah mulai menetap di rumah panggung untuk
menghindari bahaya binatang buas.Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah mulai membuat
lumbung-lumbung guna menyimpan persediaan padi dan gabah.
Tradisi menyimpan padi di lumbung ini masih bisa dilihat di Lebak, Banten. Masyarakat
Baduy di sana begitu menghargai padi yang dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci. Mereka tak
perlu membeli beras dari pihak luar karena menjualbelikan padi dilarang secara hukum adat.
Mereka rupanya telah mempraktikkan swasembada pangan sejak zaman nenek moyang. Pada
zaman ini, manusia purba Indonesia telah mengenal dua jenis peralatan, yakni beliung persegi
dan kapak lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia bagian Barat, diperkirakan budaya ini
disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang berimigrasi ke Laos dan selanjutnya ke Kepulauan
Indonesia. Kapak lonjong tersebar di Indonesia bagian timur yang didatangkan dari Jepang,
kemudian menyebar ke Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Maluku, Irian dan kepulauan
Melanesia.
Contoh dari kapak persegi adalah yang ditemukan di Bengkulu, terbuat dari batu
kalsedon yang digunakan sebagai benda pelengkap upacara atau bekal kubur. Sedangkan kapak
lonjong yang ditemukan di Klungkung, Bali, terbuat dari batu agats yang digunakan dalam
upacara-upacara terhadap roh leluhur. Selain itu ditemukan pula sebuah kendi yang dibuat dari
tanah liat berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur.Kendi ini digunakan sebagai bekal kubur.
4. Zaman Megalitikum artinya zaman batu besar. Pada zaman ini manusia sudah
mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme merupakan kepercayaan terhadap
roh nenek moyang (leluhur) yang mendiami benda-benda, seperti pohon, batu, sungai, gunung,
senjata tajam. Sedangkan dinamisme adalah bentuk kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki
kekuatan atau tenaga gaib yang dapat memengaruhi terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam
kehidupan manusia.
Dari hasil peninggalannya, diperkirakan manusia pada Zaman Megalitikum ini sudah
mengenal bentuk kepercayaan rohaniah, yaitu dengan cara memperlakukan orang yang
meninggal dengan diperlakukan secara baik sebagai bentuk penghormatan.Adanya kepercayaan
manusia purba terhadap kekuatan alam dan makhluk halus dapat dilihat dari penemuan
bangunan-bangunan kepercayaan primitif.
Peninggalan yang bersifat rohaniah pada era Megalitikum ini ditemukan di Nias, Sumba,
Flores, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan, dalam bentuk menhir, dolmen,
sarkofagus, kuburan batu, punden berundakundak, serta arca.Menhir adalah tugu batu sebagai
tempat pemujaan; dolmen adalah meja batu untuk menaruh sesaji; sarkopagus adalah bangunan
berbentuk lesung yang menyerupai peti mati; kuburan batu adalah lempeng batu yang disusun
untuk mengubur mayat; punden berundak adalah bangunan bertingkat-tingkat sebagai tempat
pemujaan; sedangkan arca adalah perwujudan dari subjek pemujaan yang menyerupai manusia
atau hewan.

Zaman Logam
Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari
batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang
diinginkan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang
disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini
juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil
melakukan pekerjaan tangan.
Zaman logam ini dibagi atas:

1. Zaman Perunggu
Manusia purba Indonesia hanya mengalami zaman perunggu tanpa melalui zaman tembaga.
Kebudayaan Zaman Perunggu merupakan hasil asimilasi dari antara masyarakat asli Indonesia
(Proto Melayu) dengan bangsa Mongoloid yang membentuk ras Deutero Melayu (Melayu
Muda). Disebut zaman perunggu karena pada masa ini manusianya telah memiliki kepandaian
dalam melebur perunggu. Di kawasan Asia Tenggara, penggunaan logam dimulai sekitar tahun
3000-2000 SM.
Masa penggunaan logam, perunggu, maupun besi dalam kehidupan manusia purba di
Indonesia disebut masa Perundagian. Alat-alat besi yang banyak ditemukan di Indonesia berupa
alat-alat keperluan sehari-hari, seperti pisau, sabit, mata kapak, pedang, dan mata tombak.
Pembuatan alat-alat besi memerlukan teknik dan keterampilan khusus yang hanya mungkin
dimiliki oleh sebagian anggota masyarakat, yakni golongan undagi. Di luar Indonesia,
berdasarkan bukti-bukti arkeologis, sebelum manusia menggunakan logam besi mereka telah
mengenal logam tembaga dan perunggu terlebih dahulu. Mengolah bijih menjadi logam lebih
mudah untuk tembaga dari pada besi.

2. Zaman Besi
Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat
yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun
perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C.
Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain: mata kapak bertungkai kayu, mata pisau, mata
sabit, mata pedang, cangkul. Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor
(Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur)

1.2 Jenis-Jenis Manusia Purba

Ada beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di wilayah Indonesia adalah sebagai berikut :

2.2.1 Meganthropus Paleojavanicus

Meganthropus paleojavanicus berasal dari kata-kata; Megan artinya besar, Anthropus


artinya manusia, Paleo berarti tua, Javanicus artinya dari Jawa. Jadi bisa disimpulkan bahwa
Meganthropus paleojavanicus adalah manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa. Fosil manusia
purba ini ditemukan di daerah Sangiran, Jawa tengah antara tahun 1936-1941 oleh seorang
peneliti Belanda bernama Von Koeningswald. Fosil tersebut tidak ditemukan dalam keadaan
lengkap, melainkan hanya berupa beberapa bagian tengkorak, rahang bawah, serta gigi-gigi yang
telah lepas. Fosil yang ditemukan di Sangiran ini diperkirakan telah berumur 1-2 Juta tahun.

Ciri-Ciri Meganthropus paleojavanicus :

a.Mempunyai tonjolan tajam di belakang kepala.

b.Bertulang pipi tebal dengan tonjolan kening yang mencolok.

c.Tidak mempunyai dagu, sehingga lebih menyerupai kera.

d.Mempunyai otot kunyah, gigi, dan rahang yang besar dan kuat.

e.Makanannya berupa daging dan tumbuh-tumbuhan.


2.2.2 Pithecanthropus
Fosil manusia purba jenis Pithecanthrophus adalah jenis fosil manusia purba yang paling banyak
ditemukan di Indonesia. Pithecanthropus sendiri berarti manusia kera yang berjalan tegak. Fosil
Pithecanthropus berasal dari Pleistosen lapisan bawah dan tengah. Mereka hidup dengan cara berburu dan
mengumpulkan makanan Mereka sudah memakan segala, tetapi makanannya belum dimasak. Terdapat
tiga jenis manusia Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia, yaitu Pithecanthrophus erectus,
Pithecanthropus mojokertensis, dan Pithecanthropus soloensis.
Berdasarkan pengukuran umur lapisan tanah, fosil Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia
mempunyai umur yang bervariasi, yaitu antara 30.000 sampai 1 juta tahun yang lalu.Pithecanthropus
erectus, ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891 di sekitar lembah sungai Bengawan Solo, Trinil,
Jawa Tengah. Mereka hidup sekitar satu juta sampai satu setengah juta tahun yang lalu. Pithecanthropus
Erectus berjalan tegak dengan badan yang tegap dan alat pengunyah yang kuat. Volume otak
Pithecanthropus mencapai 900 cc. Volume otak manusia modern lebih dari 1000 cc, sedangkan volume
otak kera hanya 600 cc.(Pithecanthropus erectus)
Pithecanthropus mojokertensis, disebut juga dengan Pithecanthropus robustus. Fosil manusia
purba ini ditemukan oleh Von Koeningswald pada tahun 1936 di Mojokerto, Jawa Timur. Temuan
tersebut berupa fosil anak-anak berusia sekitar 5 tahun. Makhluk ini diperkirakan hidup sekitar 2,5
sampai 2,25 juta tahun yang lalu. Pithecanthropus Mojokertensis berbadan tegap, mukanya menonjol ke
depan dengan kening yang tebal dan tulang pipi yang kuat.
Pithecanthropus soloensis, ditemukan di dua tempat terpisah oleh Von Koeningswald dan
Oppernoorth di Ngandong dan Sangiran antara tahun 1931-1933. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak
dan juga tulang kering.

Ciri-ciri Pithecanthropus :
a.Memiliki tinggi tubuh antara 165-180 cm.
b.Badan tegap, namun tidak setegap Meganthrophus.
c.Volume otak berkisar antara 750 – 1350 cc.
d.Tonjolan kening tebal dan melintang sepanjang pelipis.
e.Hidung lebar dan tidak berdagu.
f.Mempunyai rahang yang kuat dan geraham yang besar.
g.Makanan berupa tumbuhan dan daging hewan buruan.

2.3 Corak Kehidupan Prasejarah Indonesia dan Hasil Budayanya

1. Hasil kebudayaan manusia prasejarah untuk mempertahankan dan memperbaiki pola hidupnya
menghasilkan dua bentuk budaya yaitu :

a.Bentuk budaya yang bersifat Spiritual

b.Bentuk budaya yang bersifat Material


2.Masyarakat Prasejarah mempunyai kepercayaan pada kekuatan gaib yaitu :

a.Dinamisme, yaitu kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib.
Misalnya : batu, keris

b.Animisme, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang mereka yang bersemayam dalam batu-
batu besar, gunung, pohon besar. Roh tersebut dinamakan Hyang.

3.Pola kehidupan manusia prasejarah adalah :

a.Bersifat Nomaden (hidup berpindah-pindah), yaitu pola kehidupannya belum menetap dan
berkelompok di suatu tempat serta, mata pencahariannya berburu dan masih mengumpulkan makanan

b.Bersifat Permanen (menetap), yaitu pola kehidupannya sudah terorganisir dan berkelompok serta
menetap di suatu tempat, mata pencahariannya bercocok tanam. Muali mengenal norma adat, yang
bersumber pada kebiasaan-kebiasaan

4.Sistem bercocok tanam/pertanian

a.Mereka mulai menggunakan pacul dan bajak sebagai alat bercocok tanam

b.Menggunakan hewan sapi dan kerbau untuk membajak sawah

c.Sistem huma untuk menanam padi

d.Belum dikenal sistem pemupukan

5.Pelayaran
Dalam pelayaran manusia prasejarah sudah mengenal arah mata angin dan mengetahui posisi
bintang sebagai penentu arah (kompas)

6.Bahasa
Menurut hasil penelitian Prof. Dr. H. Kern, bahasa yang digunakan termasuk rumpun bahasa
Austronesia yaitu : bahasa Indonesia, Polinesia, Melanesia, dan Mikronesia.Terjadinya perbedaan bahasa
antar daerah karena pengaruh faktor geografis dan perkembangan bahasa.

FOOD GATHERING
Ciri zaman ini adalah :

a.Mata pencaharian berburu dan mengumpulkan makanan

b.Nomaden, yaitu Hidup berpindah-pindah dan belum menetap

c.Tempat tinggalnya : gua-gua

d.Alat-alat yang digunakan terbuat dari batu kali yang masih kasar, tulang dan tanduk rusa

e.Zaman ini hampir bersamaan dengan zaman batu tua (Palaeolithikum) dan Zaman batu tengah
(Mesolithikum)
FOOD PRODUCING

Ciri zaman ini adalah :

a.Telah mulai menetap

b.Pandai membuat rumah sebagi tempat tinggal

c.Cara menghasilkan makanan dengan bercocok tanam atau berhuma

d.Mulai terbentuk kelompok-kelompok masyarakat

e.Alat-alat terbuat dari kayu, tanduk, tulang, bambu ,tanah liat dan batu

f.Alat-alatnya sudah diupam/diasah

g.Zaman bercocok tanam ini bersamaan dengan zaman Neolithikum (zaman batu muda) dan Zaman
Megalithikum (zaman batu besar)

2.4 Homo Sapiens


Homo Sapiens merupakan sebuah spesies dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Dalam sebuah mitos, manusia seringkali dibandingkan dengan ras lain.
Dalam antropologi kebudayaan, manusia dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya,
organisasi mereka dimasyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, serta berdasarkan
kemampuan mereka membentuk sebuah kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain
serta pertolongan.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk budaya yang harus membudayakan dirinya.
Manusia sebagai makhluk budaya mampu melepaskan diri dari ikatan dorongan nalurinya serta
mampu menguasai alam sekitarnya dengan alat pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini berbeda
dengan binatang sebagai makhluk hidup yang sama-sama makhluk alamiah, berbeda dengan
manusia hewan tidak dapat melepaskan dari ikatan dorongan nalurinya dan terikat erat oleh alam
sekitarnya.
Jenis manusia ini termasuk manusia yang memiliki pikiran yang cerdas dan bijaksana. Dengan
daya pikirnya manusia dapat berpikir apakah yang sebaiknya dilakukan pada masa sekarang atau masa
yang akan datang berdasar kan pertimbangan masa lalu yang merupakan pengalaman. Pemikiran yang
sifatnya abstrak merupakan salah satu wujud budaya manusia yang kemudian diikuti wujud budaya lain,
berupa tindakan atau perilaku, ataupun kemampuan mengerjakan suatu tindakan. Manusia purba jenis ini
memiliki bentuk tubuh yang sama dengan manusia sekarang.
Dibandingkan manusia purba sebelumnya, homo sapiens lebih banyak meninggalkan benda –
benda berbudaya. Diduga, inilah yang menjadi nenek moyang bangsa – bangsa di dunia.
Ciri-ciri Homo Sapiens :

a.Tinggi tubuh 130-210 cm

b.berat badan 30 – 159 kg, dan volume otak 1350 – 1450 cc.
c.Otak lebih berkembang dari pada Meganthropus danpithecanthropus.

d.Otot kunyah, gigi, dan rahang sudah menyusut.

e.Tonjolang kening sudah berkurang dan sudah berdagu.

f.Mempunyai ciri-ciri ras Mongoloid dan Austramelanosoid.

2.5 Jenis-Jenis Homo Sapiens


Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan
manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan mereka sangat
sederhana, dan hidupnya mengembara.
Jenis kaum Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia ada 2 yaitu:

1.Homo Soloensis ( Manusia dari Solo)

Fosil ini ditemukan pada tahun 1931 – 1934 oleh Von Koenigswald dan Wedenreich di desa
Ngadong lebah Bengawan Solo. Fosilnya berupa tengkorak menurut penelitian terrnyata Homo Soloensis
tingkatanya lebih tinggi di banding Pithecanthropus Erektus.

Ciri-ciri homo soloensis :

a.Otak kecilnya lebih besar dari pada otak kecil Pithecanthropus Erectus.

b.Tengkoraknya lebih besar daripada Pithecanthropus Erectus.

c.Tonjolan kening agak terputus di tengah (di atas hidung).

d.Tinggi badan antara 130 – 210 cm

e.Volume otaknya antara 1000 – 1200 cc

f.Otot tengkuk mengalami penyusutan

g.Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna

2.Homo Wajakensis
Fosil ini ditemukan pada tahun 1889 oleh Eugene Dobois di desa Wajak( Tulung Agung) Jawa
Timur. Fosil yang ditemukan berupa tulang tengkorak, rahang atas dan rahang bawah tulang pah dan
tulang kering. Homo Wajakensis golongan homo Sapiens kelompok manusia purba maju dan terakhir.
Dan ini membuktikan bahwa Indonesia sejak 40.000 tahun yang lalu sudah didiami manusia sejenis
Homo Sapiens.

Ciri-ciri homo wajakensis :

a.Berbadan tegap

b.Mukanya tidak terlalu menonjol ke depan.

c.Hidung lebar dan bagian mulutnya menonjol


d.Tengkoraknya lebih besar dibanding Pithecanthropus.

e.Dahinya agak miring dan di atas mata terdapat busur kening yang nyata

f.Tenggorokannya sedang, agak lonjong, dan agak bersegi di tengah-tengah atap tengkoraknya dari
muka ke belakang

g.Tingginya sekitar 180 cm

h.Memiliki volume otak kecil, yaitu sekitar 1000-2000 cc dengan rata-rata 1350-1450 cc.

i.Tinggi badang antara 130-210 cm, berat badan antara 30-150 kg.

j.Hidup antara 25.000-40.000 tahun yang lalu

k.Mampu membuat alat-alat dari batu dan tulang yang masih sederhana.

2.6 Kebudayaan Homo Sapiens


Hasil kebudayaan Homo sapiens adalah perkakas yang terbuat dari batu dan zaman
manusia mempergunakan perkakas dari batu disebut Zaman Batu. Zaman batu terbagi dua tahap, yaitu:
Zaman Batu Tua (paleolithikum) dan Zaman Batu Baru (Neolithikum).
Zaman batu tua berlangsung antara 300 ribu tahun sebelum masehi sampai 35 ribu tahun
sebelum masehi, yaitu dalam masa 2.650 abad lamanya. Meskipun manusia yang hidup dan
berkebudayaan Batu Tua dan berkembang dalam masa 2.650 abad itu, kebudayaannya masih rendah, akan
tetapi mereka termasuk dalam jenis Homo Sapiens (manusia berbudaya) untuk membedakan dari
makhluk-makhluk masa sebelumnya.
Zaman batu baru. Secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama kebudayaan homo
sapiens berangsur-angsur meningkat. Homo sapiens dapat membelah dan mengasah batu, kemudian
membentuk batu itu menjadi perkakas disesuaikan dengan keperluannya, seperti kapak, ujung tombak,
mata panah dan lain sebagainya. Secara perlahan-lahan pula kebudayaan Batu Baru menyebar ke daerah-
daerah yang beriklim hangat di dunia.

D. Asal Usul Pesebaran Nenek Moyang

ASAL USUL MANUSIA DI INDONESIA


Indonesia termasuk salah satu negara tempat ditemukannya manusia purba. Penemuan
manusia purba di Indonesia dapat dilakukan berdasarkan fosil-fosil yang telah ditemukan. Fosil
adalah tulang belulang, baik binatang maupun manusia, yang hidup pada zaman purba yang
usianya sekitar ratusan atau ribuan tahun. Adapun untuk mengetahui bagaimana kehidupan
manusia purbapada saat itu, yaitu dengan cara mempelajari benda-benda peninggalannya yang
biasa disebut dengan artefak.
Manusia purba yang ditemukan di Indonesia memiliki usia yang sudah tua, hampir sama
dengan manusia purba yang ditemukan di negara-negara lainnya di dunia.Bahkan Indonesia
dapat dikatakan mewakili penemuan manusia purba di daratan Asia. Daerah penemuan manusia
purba di Indonesia tersebar di beberapa tempat, khususnya di Jawa.Penemuan fosil manusia
purba di Indonesia terdapat pada lapisan pleistosen. Salah satu jenis manusia purba yang
ditemukan di Indonesia hampir memiliki kesamaan dengan yang ditemukan di Peking Cina,
yaitu jenis Pithecanthropus Erectus.
Penelitian tentang manusia purba di Indonesia telah lama dilakukan. Sekitar abad ke-19
para sarjana dari luar meneliti manusia purba di Indonesia. Sarjana pertama yang meneliti
manusia purba di Indonesia ialah Eugene Dubois seorang dokter dari Belanda. Dia pertama kali
mengadakan penelitian di gua-gua di Sumatera Barat. Dalam penyelidikan ini, ia tidak
menemukan kerangka manusia. Kemudian dia mengalihkan penelitiannya di Pulau Jawa. Pada
tahun 1890, E. Dubois menemukan fosil yang ia beri nama Pithecanthropus Erectus di dekat
Trinil, sebuah desa di Pinggir Bengawan Solo, tak jauh dari Ngawi (Madiun). E. Dubois
pertama-tama menemukan sebagian rahang.
Kemudian pada tahun berikutnya kira-kira 40 km dari tempat penemuan pertama,
ditemukan sebuah geraham dan bagian atas tengkorak. Pada tahun 1892, beberapa meter dari situ
ditemukan sebuah geraham lagi dan sebuah tulang paha kiri.Untuk membedakan apakah fosil itu,
fosil manusia atau kera, E.Dubois memperkirakan isi atau volume otaknya. Volume otak dari
fosil yang ditemukan itu, diperkirakan 900 cc. Manusia biasa memiliki volume otak lebih dari
1000 cc, sedangkan jenis kera yang tertinggi hanya 600 cc. Jadi, fosil yang ditemukan di Trinil
merupakan makhluk di antara manusia dan kera.
Bentuk fisik dari makhluk itu ada yang sebagian menyerupai kera, dan ada yang
menyerupai manusia. Oleh karena bentuk yang demikian, maka E. Dubois memberi nama
Pithecanthropus Erectus artinya manusia-kera yang berjalan tegak (pithekos = kera, anthropus =
manusia,erectus = berjalan tegak). Jika makhluk ini kera, tentu lebih tinggi tingkatnya dari jenis
kera, dan jika makhluk ini manusia harus diakui bahwa tingkatnya lebih rendah dari manusia
(Homo Sapiens).Sebelum menemukan fosil tempurung kepala (cranium) dan tulang paha tengah
(femur), Dubois memulai pencariannya dengan berlandaskan pada tiga teori.
Ketiga dasar teori tersebut selaindigunakan sebagai acuan akademik sekaligus untuk
meyakinkan pemerintah kolonial Belanda, bahwa pencarian missing link dalam mempelajari
evolusi manusia penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan.Pada masa itu Indonesia masih
berada dalam kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda.Perhatikanlah tiga landasan teori
yang dikemukakan oleh Dubois. Pertama, seperti halnya dengan Darwin, Dubois percaya bahwa
evolusi manusia berasal dari daerah tropika. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya rambut pada
tubuh manusia purba yang hanya dapat ditoleransi di daerah tropika yang hangat. Kedua, Dubois
mencatat bahwa dalam dunia binatang, pada umumnya mereka tinggal di daerah geografi yang
sama dengan asal nenek moyangnya.
Dari segi biologi, binatang yang paling mirip dengan manusia ialah kera besar. Sehingga
nenek moyang kera besar diduga mempunyai hubungan kekerabatan (kinship) yang dekat
dengan manusia. Charles Darwin dalam bukunya The Descent of Man (1871) mengatakan,
manusia lebih dekat dengan kera besar di Afrika seperti gorila dan simpanse. Dalam hal ini
Dubois berbeda dengan Darwin, ia percaya bahwa Asia Tenggara merupakan asal-usul manusia
karena di sana ada orangutan dan siamang. Menurut Dubois, juga didukung oleh beberapa ahli
seperti Wallace danLyell, orangutan dan siamang lebih dekat hubungannya dengan manusia
dibanding gorilla dan simpanse. Alasan ketiga, Dubois mengikuti perkembangan penemuan fosil
rahang atas dari sejenis kera seperti manusia yang ditemukan di Bukit Siwalik, India pada tahun
1878. Kalau di India ditemukan fosil semacam itu, maka terbuka kemungkinan penemuan fosil
selanjutnya di Jawa.
Berlandaskan ketiga dasar teori tersebut dan setelah mendapat dukungan dari
pemerintah Hindia Belanda, maka Dubois memulai usaha pencariannya. Keberhasilan kedua
adalah ditemukannya fosil “java man” atau Pithecanthropus Erectus,sekarang lebih dikenal
dengan nama Homo Erectus di Trinil (Jawa Timur). Saat ini Homo Erectus dipercaya merupakan
salah satu kerabat dekat manusia modern (Homo Sapiens). Berdasarkan analisis para ahli dari
Berkeley dengan menggunakan metode mutakhir argon40/argon-39 (laser-incremental heating
analysis), diduga umur fosil tersebut sekitar 1 juta tahun. Hasil pengukuran yang melibatkan tim
peneliti dari Indonesia itu, pernah dipublikasi dalam majalah ilmiah bergengsi Science vol. 263
(1994).
Walau begitu, ada juga kegagalan Dubois yang dalam kaitannya dengan perkembangan
ilmu pengetahuan menjadi bermakna. Salah satu kelemahan teori Dubois adalah di missing link,
yang menyebutkan mata rantai keramanusia telah terjawab dengan ditemukannya “java man”.
Pendapat itu keliru karena penemuan-penemuan selanjutnya fosil manusia purba di
Sangiran(Jawa Tengah), Mojokerto (Jawa Timur), juga di Cina dan Tanzania ternyata jauh lebih
tua sekitar 500.000 sampai 750.000 tahun dibanding temuannya.Selain itu, ada kesalahan teori
Dubois mengenai volume otak yang meningkat 2 kali lipat sebanding dengan peningkatan
ukuran tubuh.
Menurut Dubois volume otak fosil “java man” sekitar 700 cc, kurang lebih setengah dari
volume otak manusia modern yang sekitar 1.350 cc. Teori tersebut runtuh karena volume otak
“java man” berdasarkan penghitungan yang lebih akurat adalah sekitar 900 cc. Sebagai
pembanding pada kera besar yang ada sekarang, simpanse misalnya, volume otaknya sekitar 400
cc. “Java man” terlalu pandai untuk mengisi missing link kera-manusia, ia lebih tepat disebut
manusia purba.
Penemuan fosil manusia purba yang telah dilakukan oleh Dubois pada akhirnya
mendorong penemuan-penemuan selanjutnya yang dilakukan oleh para peneliti lainnya. Pada
tahun 1907-1908, dilakukan upaya penyelidikan dan penggalian yang dipimpin oleh Selenka di
daerah Trinil (Jawa Timur). Penggalian yang dilakukan oleh Selenka memang tidak berhasil
menemukan fosil manusia. Akan tetapi upaya penggaliannya telah berhasil menemukan fosil-
fosil hewan dan tumbuh-tumbuhan yang dapat memberikan dukungan untuk menggambarkan
lingkungan hidup manusia Pithecanthropus.
G.H.R von Koenigswald mengadakan penelitian dari tahun 1936 sampai 1941 di daerah
sepanjang Lembah Sungai Solo. Pada tahun 1936 Koenigswald menemukan fosil tengkorak
anak-anak di dekat Mojokerto. Dari gigi tengkorak tersebut, diperkirakan usia anak tersebut
belum melebihi 5 tahun. Kemungkinan tengkorak tersebut merupakan tengkorak anak dari
Pithecanthropus Erectus, tetapi von Koenigswald menyebutnya Homo Mojokertensis. Pada
tahun-tahun selanjutnya, von Koenigswald banyak menemukan bekas-bekas manusia prasejarah,
di antaranya bekas-bekas Pithecanthropuslainnya. Di samping itu, banyak pula didapatkan fosil-
fosil binatang menyusui. Berdasarkan atas fauna (dunia hewan), von Koeningswald membagi
diluvium Lembah Sungai Solo (pada umumnya diluvium Indonesia) menjadi tiga lapisan, yaitu
lapisan Jetis (pleistosen bawah), di atasnya terletak lapisan Trinil (pleistosen tengah) dan paling
atas ialah lapisan Ngandong (pleistosen atas).Pada setiap lapisan itu ditemukan jenis manusia
purba.Pithecanthropus Erectus penemuan E. Dubois terdapat pada lapisan Trinil, jadi dalam
lapisan pleistosen tengah.Pithecanthropus lainnya ada yang di pleistosen tengah dan ada yang di
pleistosen bawah.
Di plestosen bawah terdapat fosil manusia purba yang lebih besar dan kuat tubuhnya
daripadaPithecanthropus Erectus, dan dinamakan Pithecanthropus Robustus. Dalam lapisan
pleistosen bawah terdapat pula Homo Mojokertensis, kemudian disebut pula Pithecanthropus
Mojokertensis. Jenis Pithecanthropus memiliki tengkorak yang tonjolan keningnya tebal.
Hidungnya lebar dengan tulang pipi yang kuat dan menonjol. Mereka hidup antara 2 setengah
sampai 1 setengah juta tahun yang lalu. Hidupnya dengan memakan tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Pithecanthropus masih hidup berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka belum
pandai memasak, sehingga makanan dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu. Sebagian mereka
masih tinggal di padang terbuka, dan ada yang tewas dimakan binatang buas. Oleh karenanya,
mereka selalu hidup secara berkelompok.
Pada tahun 1941, von Koeningwald di dekat Sangiran Lembah Sungai Solo juga,
menemukan sebagian tulang rahang bawah yang jauh lebih besar dan kuat dari rahang
Pithecanthropus. Geraham-gerahamnya menunjukkan corak-corak kemanusiaan, tetapi banyak
pula sifat keranya. Tidak ada dagunya. Von Koeningwald menganggap makhluk ini lebih tua
daripadaPithecanthropus. Makhluk ini ia beri nama Meganthropus Paleojavanicus (mega=besar),
karena bentuk tubuhnya yang lebih besar.
Diperkirakan hidup pada 2 juta sampai satu juta tahun yang lalu. Von Koenigswald dan
Wedenreich kembali menemukan sebelas fosil tengkorak pada tahun 1931-1934 di dekat Desa
Ngandong Lembah Bengawan Solo. Sebagian dari jumlah itu telah hancur, tetapi ada beberapa
yang dapat memberikan informasi bagi penelitiannya. Pada semua tengkorak itu, tidak ada lagi
tulang rahang dan giginya. Von Koeningswald menilai hasil temuannya ini merupakan fosil dari
makhluk yang lebih tinggi tingkatannyadaripada Pithecanthropus Erectus, bahkan sudah dapat
dikatakan sebagai manusia. Makhluk ini oleh von Koeningswald disebutHomo Soloensis
(manusia dari Solo).
Pada tahun 1899 ditemukan sebuah tengkorak di dekat Wajak sebuah desa yang tak jauh
dari Tulungagung, Kediri. Tengkorak ini ini disebut Homo Wajakensis. Jenis manusia purba ini
tinggi tubuhnya antara 130 – 210 cm, dengan berat badan kira-kira 30 – 150 kg. Mukanya lebar
dengan hidung yang masih lebar, mulutnya masih menonjol. Dahinya masih menonjol, walaupun
tidak seperti Pithecanthropus. Manusia ini hidup antara 25.000 sampai dengan 40.000 tahun yang
lalu. Di Asia Tenggara juga terdapat jenis ini.

Tempat-tempat temuan yang lain ialah di Serawak (Malaysia Timur), Tabon (Filipina),
juga di Cina Selatan. Homo ini dibandingkan jenis sebelumnya sudah mengalami
kemajuan.Mereka telah membuat alat-alat dari batu maupun tulang. Untuk berburu mereka tidak
hanya mengejar dan menangkap binatang buruannya. Makanannya telah dimasak, binatang-
binatang buruannya setelah dikuliti lalu dibakar. Umbian-umbian merupakan jenis makanan
dengan cara dimasak.
Walaupun masakannya masih sangat sederhana, tetapi ini menunjukkan adanya kemajuan
dalam cara berpikir mereka dibandingkan dengan jenis manusia purba sebelumnya. Bentuk
tengkorak ini berlainan dengan tengkorak penduduk asli bangsa Indonesia, tetapi banyak
persamaan dengan tengkorak penduduk asli benua Australia sekarang. Menurut Dubois, Homo
Wajakensis termasuk dalam golongan bangsa Australoide, bernenek moyang Homo Soloensis
dan nantinya menurunkan bangsa-bangsa asli di Australia.
Menurut von Koenigswald, Homo Wajakensis seperti juga Homo Solensisberasal dari
lapisan bumi pleistosin atas dan mungkin sekali sudah termasuk jenis Homo Sapiens, yaitu
manusia purba yang sudah sempurna mirip dengan manusia. Mereka telah mengenal penguburan
pada saat meninggal. Berbeda dengan jenis manusia purba sebelumnya, yang belum mengenal
cara penguburan.Selain di Indonesia, manusia jenis Pithecanthropus juga ditemukan di belahan
dunia lainnya. Di Asia, Pithecanthropusditemukan di daerah Cina, di Cina Selatan
ditemukanPithecanthropus Lautianensis dan di Cina Utara ditemukanPithecanthropus Pekinensis.
Diperkirakan mereka hidup berturut-turut sekitar 800.000 – 500.000 tahun yang lalu.
Di Benua Afrika, fosil jenis manusia Pithecanthropus ditemukan di daerah Tanzania,
Kenya dan Aljazair. Sedangkan di Eropa fosil manusiaPithecanthropus ditemukan di Jerman,
Perancis, Yunani, dan Hongaria. Akan tetapi, penemuan fosil manusia Pithecanthropusyang
terbanyak yaitu di daerah Indonesia dan Cina.Di Australia Utara ditemukan fosil yang serupa
dengan manusia jenis Homo Wajakensis yang terdapat di Indonesia.
Sebuah tengkorak kecil dari seorang wanita, sebuah rahang bawah, dan sebuah rahang
atas dari manusia purba yang ditemukan di Australia itu sangat mirip dengan manusia Wajak.
Apabila menilik peta Indonesia yang terbentuk pada masa glasial,memperlihatkan bahwa pulau
Jawa bersatu dengan daratan Asia dan bukan dengan Australia. Oleh karena itu, diperkirakan
manusia Wajak ini bermigrasi ke Australia dengan menggunakan jembatan penghubung. Diduga
mereka telah memiliki keterampilan untuk membuat perahu serta mengarungi sungai dan lautan,
sehingga akhirnya sampai di daratan Australia.
Setelah masa penjajahan Belanda selesai, penelitian manusia purba dilanjutkan oleh
orang Indonesia sendiri. Pada tahun 1952 penelitian dimulai. Penelitian ini terutama dilakukan
oleh dokter dan geolog yang kebetulan harus meneliti lapisan-lapisan tanah. Seorang dokter dari
UGM yang mengkhususkan dirinya pada penyelidikan tersebut adalah Prof. Dr. Teuku Jacob.Dia
memulai penyelidikannya di daerah Sangiran. Penelitian ini kemudian meluas ke Bengawan
Solo.

Berbagai jenis ras diperkiraan berasal dari asia tengah hal tersebut didasarkan atas
penemuan tulang belulang kuno. Contohnya Papua Melanosoid, Europoid, Mongoloid, dan
Austroloid. Dari percampuran mereka lahirlah bangsa melayu yang menyebar melalui sungai dan
lembah kedaerah pantai dikarenakan adanya wabah penyakit , ke teluk Tonkin lalu indo cina
menyebar ke Kamboja, Muang Thai yang kemudian menjadi bangsa Austroasia. Yang kemudian
mereka munuju kepulaan dan kemudian menjadi bangsa Austronesia.Bangsa Thailand Selatan,
Singapura, Indonesia, Brunei, dan Philipina Selatan memiliki kesamaan terhadap bangsa cina di
sebelah timur dan bangsa India di sebelah barat

a.Penyebaran Manusia dan Bahasa Austronesia


Bahasa di asia tengah berasal dari keluarga sinn-tibet yang melahirkan bahasa Cina, Siam,
Tibet, Miao, Yiu, dan Burma. Penyebaran keselatan melahirkan bahasa Dravida,yaitu Telugu,
Tamil, Malayalam, sedangkan penyebaran ke Asia Timur dan Tenggara melahirkan bahasa
Austronesia yang menurunkan bahasa Melayu, Melanesia, Mikronesia, Polinesia.Oleh karena itu
ada kesamaan istilah ,bahasa,nama hewan dan tumbuhan,jadi bangsa pendukung bahasa
Austronesia itu berasal dari daerah campa.cochin china,dan kamboja dan daerah di sekitar pantai
, namun wilayah itu bukanlah penduduk asli.tempat asal mereka berada di daerah yang jauh
lebih tinggi.

b.Penyebar Pendukung Kapak Persegi


Menurut Kern dan Von Heine Geldern persebaran kapak persegi berasal dari daerah
Yunan di Cina Selatan , yaitu di daerah hulu sungai sungai terbesar di Asia Tenggara seperti di
sungai Brahmaputra, Irrawaddy, Salwin, Yang-tse-kiang, sungai Mekhong, dan sungai Menam.
Dengan melalui lembah sungai itu kebudayaan dan manusia pendukungnya menyebar menuju
hilir sungai sehingga sampai ke asia tenggara bagian utara. Disini kebudayaan itu mempunyai
cabang kebudayaan kapak bahu. Dalam perkembangnya masing-masing berdiri sendiri dan
mempunyai jalan penyebaran yang berbeda. Pendukung kebudayaa kapak persegi yaitu adalah
bangsa Austronesia,mempunyai pusat di daerah Tonkin. Karena mereka memiliki kepandaian
membuat perahu bercadik, mereka berlayar menggunakan perahu tersebut ke Malaysia barat
kemudian ke Sumatra, Jawa, Bali, dan terus ke timur. Sebagian menuju Kalimantan, dari
Kalimantan barat laut kebudayaan kapak persegi tersebar ke Philipina , Formosa, dan Jepang .

c.Penyebaran Manusia dengan Perahu Bercadik


Hornell yang mengadakan penyelidikan terhadap jenis-jenis perahu di Nusantara dan
negar-negara disekitarnya menyimpulkan bahwa perahu bercadik adalah perahu khas bangsa
Indonesia. Di India selatan ada beberapa suku yang menurut corak kebudayaan dan fisiknya
banyak menyerupai orang Indonesia. Diantaranya suku terkenal sebagai penyelam mutiara di
teluk Manar. Mereka juga menggunakan perahu bercadik, sedangkan suku Shanar kehidupannya
terutama dari perkebunan kelapa. Tanaman kelapa tersebut diperkirakan berasal dari Indonesia
melalui Srilangka.

d.Gelombang Kedatangan Penduduk dari Asia Daratan ke Wilayah Nusantara


Berdasarkan fosil-fosil yang telah di temukan di wilayah Indonesia dapat diketahui bahwa
sejak 2 juta tahun yang lalu wilayah ini telah di huni. Penhuninya adalah manusia-manusia purba
dengan kebudayaan seperti : meganthropus paleojavanicus, pithecanthropus erectus,
pithecanthropus soloensis dan homo wajakensis. Manusia-manusia purba ini utamanya homo
wajakensis lebih mirip dengan manusia-manusia yang kini dikenal sebagai penduduk asli
Australia, aborigin.
Dengan demikian,”penduduk asli Indonesia” adalah kaum negroid atau melanesoid atau
astroloid, yang berkulit hitam. Wilayah nusantara kemudian kedatangan bangsa melanesoid yang
berasal dari Tonkin, tepatnya dari bacson-hoabinh. Dari artefak-artefak yang ditemukan di
tempat asalnya menunjukan bahwa induk bangsa ini berkulit hitam, berbadan kecil dan termasuk
tipe veddoid-austrolaid. Sebelum didatangi bangsa-bangsa pengembara dari luar, tanah
dinusantara belum menjadi kepemilikan siapa pun. Hal ini berbeda dengan Manusia Indonesia
Purba yang tidak memerlukan tanah sebagai modal untuk hidup karena mereka berpindah-
pindah. Ketika sampai di satu tempat yang dilakukannya adalah mengumpulkan makanan (food
gathering).
Biasanya mencari lembah-lembah atau wilayah yang terdapat aliran sungai untuk
mendapatkan ikan atau kerang (terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil manusia purba
diwilayah nusantara di lembah-lembah sungai), walaupun tidak tertutup kemungkinan ada pula
yang memilih mencari di pedalaman. Ketika bangsa Melanesoid datang, mereka mulai menetap,
walaupun seminomaden. Jika sudah tidak mendapatkan lagi makanan mereka akan pindah. Oleh
karena itu, mereka memilih daerah yang banyak menghasilkan. Wilayah aliran sungai pula yang
akan menjadi targetnya. Alat-alat sederhana seperti: kapak genggam atau choppers, alat-alat
tulang dan tanduk rusa berhadapan dengan kapak genggam yang lebih halus atau febble, kapak
pendek dan sebagainya.
Kebudayaan bangsa Melanesoide ini adalah kebudayaan Mesolitikum yang sudah mulai
hidup menetap dalam kelompok, sudah mengenal api, meramu dan berburu binatang. Teknologi
pertanian juga sudah mereka miliki sekalipun mereka belum dapat menjaga agar satu bidang
tanah dapat ditanami berkali-kali. Cara bertani mereka masih dengan sistem perladangan
berpindah-pindah. Dengan demikian, mereka harus berpindah ketika lahan yang lama tidak bisa
ditanami lagi atau karena habisnya makanan ternak. Gaya hidup ini dinamakan dengan
seminomaden.
Dalam setiap perpindahan manusia beserta kebudayaan yang datang ke nusantara, selalu
di lakukan oleh bangsa yang tingkat peradabannya lebih tinggi dari bangsa yang dating
sebelumnya. Dari semua gelombang pendatang dapat di lihat bahwa mereka adalah bangsa-
bangsa yang mulai bahkan telah menetap. Jika kehidupan mereka masih berpindah, maka
perpindahan bukanlah sesuatu hal yang aneh. Namun dalam kehidupan yang telah menetap,
pilihan untuk meninggalkan daerah asal bukan tanpa alasan yang kuat. Ketika kehidupan mulai
menetap, maka tanah yang mereka butuhkan adalah tanah sebagai media untuk tetap hidup.
Mereka sangat membutuhkan tanah yang luas karena teknologi pertaniannya masih rendah.
Sekitar tahun 2000SM, bangsa melanesoid yang akhirnya menetap di nusantara kedatangan pula
bangsa dan kebudayaannya lebih tinggi yang berasal dari rumpun melayu austronosia yakni
bangsa melayu tua atau proto melayu, suatu ras mongoloid yang berasal dari daerah yunan, dekat
lembah sungai Yang Tze, Cina Selatan.
Orang-orang melayu tua, telah mengenal budaya bercocok tanam yang cukup maju dan
bahkan mereka sudah beternak. Dengan demikian mereka telah dapat menghasilkan makanan
sendiri (food producing). Kemampuan ini membuat mereka dapat menetap secara lebih
permanen. Pola menetap ini mengharuskan mereka untuk mengembangkan berbagai jenis dasar-
dasar kebudayaan.Mereka juga mulai membangun satu sistem politik dan pengorganisasian
untuk mengatur pemukimannya. Pengorganisasian ini membuatnya sanggup belajar membuat
peralatan rumah tangga dari tanah dan berbagai perlatan lain dengan lebih baik. Mereka
mengenal adanya sistem kepercayaan untuk membantu menjelaskan gejala alam yang ada
sehubungan dengan pertanian mereka.
Arus pendatang tidak hanya datang dalam sekali saja. Pihak-pihak yang kalah dalam
perebutan tanah di daerah asalnya akan mencari tanah-tanah di wilayah lain. Demikian juga,
yang menimpa bangsa melayu tua yang sudah mengenal bercocok tanam, berternak, dan
menetap. Kembali lagi, daerah subur dengan aliran sungai atau mata air yang menjadi incaran.
Namun kedatangan bangsa melayu tua juga memungkinkan terjadinya percampuran darah antara
bangsa ini dengan bangsa Melanesia yang telah terlebih dahulu datang di nusantara.
Pada tahun 200-300SM, datanglah orang-orang melayu tua yang telah bercampur dengan
bangsa aria di daratan yunan. Mereka disebut orang melayu muda atau deutero melayu dengan
kebudayaan perunggunya. Kebudayaan ini lebih tinggi lagi dari kebudayaan batu muda yang
telah ada karena telah mengenal logam sebagai alat perkakas hidup dan alat produksi.
Kedatangan bangsa melayu muda mengakibatkan bangsa melayu tua yang tadinya hidup
disekitar aliran sungai dan pantai terdesak pula ke pedalaman karena kebudayaannya tidak
banyak berubah. Dengan menguasai tanah, bangsa melayu muda dapat berkembang dengan pesat
kebudayaannya bahkan menjadi penyumbang terbesar untuk cikal bakal bangsa indonesia
sekarang.Dalam kedatangan-kedatangan tersebut penduduk yang lebih tua menyerap bahasa dan
adat para imigran.Jarang terjadi pemusnahan dan pengusiran bahkan tidak ada penggantian
penduduk secara besar-besaran.
Percampuran-percampuran inilah yang menjadi cikal bakal nusantara yang telah menjadi
titik pertemuan dari ras kuning ( mongoloid ) yang bermigrasi ke selatan dari yunan, ras hitam
yang di miliki oleh bangsa melanesoid.

E. Corak Hidup Masyarakat Pra-aksara


Kehidupan Masyarakat Indosnesia pada Masa Pra Aksara,Corak kehidupan masyarakat
Indonesia pada masa pra aksara dapat dikelompokkan menjadi :

1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana


Kehidupan masyarakat masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
(zaman paleolitikum) masih sangat sederhana. Mereka hidup sangat tergantung dengan alam
dengan cara menumpulkan makanan dan berburu hewan. Kegiatan tersebut dikenal dengan food
gathering.Perkakas yang dihasilkan pada masa ini adalah:
> Chopper ( kapak penetak / kapak genggam / kapak seterika, dinamakan demikian sesuai
dengan bentuk dan cara penggunaannya.

> Flakes (serpih bilah) yaitu pecahan batu kecil dan pipih serta tajam yang digunakan sebagai
pisau.

> Tulang dan Tanduk Hewan, alat ni digunakan sebagai mata panah, pengorek ubi dan ujung
tombak.
Perkakas-perkakas tersebut ditemukan di Pacitan Jawa Timur, Ngandong dan Sangiran
(Jawa Tengah).Kebudayaan rohani yang ditemukan pada masa ini adalah penguburan orang yang
telah meninggal, berbeda dengan binatang.

2. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut


Masa ini disebut juga masa Mesolitikum.Berkembangnya pemikiran manusia menyebabkan
peningkatan penggunaan pikiran dab meningkatnya kebutuhan manusia dalam mempertahankan
hidupnya. Peningkatan jumlah anggota kelompok dan perpindahan tempat akan menyebabkan
permasalahan baru. Perpindahan tempat ( nomaden) dalam rangka berburu dan mengumpulkan
makanan (food gathering) dianggap sudah tidak memadai lagi maka manusia purba mulai
membuat tempat tinggal tetap untuk sementara (semi sedenter).
Kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan tetap berlangsung, namun kegiatan
mengolah lahan tingkat sederhana dan berternak tingkat awal sudah dimulai.Peninggalan budaya
dari masa ini adalah budaya kjokkenmodding yang ditemukan di pantai timur Sumatra dari
Langsa (NAD) sampai Medan berupa bukit kerang setinggi 7 meter, dan abris sous roche yang
ditemukan di gua di darah Sampung Ponorogo Jawa Timur dan Lamoncong Sulawesi Selatan
>Hasil kebudayaan: Peable (Kapak Sumatra), hachecourte, pipisan batu, flakes, tulang dan
tanduk

3. Masa Bercocok Tanam di Sawah


Masa bercocok tanam di sawah juga zaman neolitikum. Pada masa ini terjadi perubahan
besar dalam kehidupan manusia atau revolusi dari food gathering menjadi food producing, dari
nomaden menjadi menetap. Dengan perubahan tersebut, semua kebutuhan dan perkakas untuk
memenuhi kebutuhan juga berubah. Perkakas menjadi lebih halus, manusia sudah mulai
memasak, mulai mempercantik diri dengan ditemukan berbagai perhiasan.
Perkakas yang dihasilkan: kapak persegi; kapak lonjong; gerabah/tembikar; barang-barang
perhiasan dari batu.

4. Masa Perundagian Logam


Sebagai salah satu dampak kehidupan menetap adalah bahwa manusia mulai semakin
berkembang cara berpikirnya, sehingga mulai mampu menemukan cara membuar perkakas dari
logam. Penemuan logam mendorong manusia menciptakan perkakas-perkakas untukmkebutuhan
sehari-hari. Pengolahan logam memerlukan keahlian khusus, sehingga kemudian berkembang
menjadi mata pencaharian untuk kelompok masyarakat tertentu.Pembuatan perkakas dari logam
menggunakan dua teknik, yaitu a cire perdue dan bivalve.
Pembuatan perkakas dengan teknik a cire perdue, caranya dengan membuat model
terlebih dahulu dari lilin. Perkakas lilin kemudian dibungkus dengan tanah liat basah yang bagian
atas dan bawahnya diberi lubang, selanjutnya dikeringkan dan kemudian dibakar. Pada saat
dibakar, lilin melelh dan meninggalkan rongga. Rongga pada tanah liat tadi kemudian diisi
dengan cairan logam, dan setelah dingin, tanah liat dipecah maka jadilah perkakas dari logam.
teknik ini tidak ekonomis karena hanya menghasilkan satu perkakas dari setiap model.
Maka kemudian dikembangkan teknik bivalve, yaitu membuat perkakas dengan cetak
masal, yaitu dibuat cetakan batu dengan tutup yang bisa dibuka dan dipakai berulang-
ulang.Perkakas yang dihasilkan pada zaman perundagian: kapak corong; candrasa; nekara;
mokko; bejana; dan barang-barang perhiasan dari logam lainnya

5. Masa Batu Besar / Megalithikum


Kebudayaan baru besar atau Megalithikum sebenarnya bukan babakan budaya tersendiri.
Kebudayaan ini berkembang seiring dengan perkembangan kebudayaan spiritual / rohani
manusia purba. Manusia purba sudah mempercayai bahwa setelah kematian ada kehidupan,
meski mereka belum faham benar tentang hal itu. Maka kemudian setiap kematian selalu
ditandai dengan menggunakan bangunan batu yang besar.

Perkakas megalitikum:

> Menhir

> Dolmen

> Sarkofagus

> Waruga

> Kubur Batu

> Punden Berundak-undak

F. Perkembangan Teknologi
Pada kehidupan berburu dan meramu pada tahap awal, penguasaan manusia terhadap
teknologi masih sangat sederhana dan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar manusia pada saat
itu. Setelah manusia menetap di goa-goa, mereka mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan daya imajinasinya dan keterampilan membuat alat-alat.

Pembuatan alat-alat dari bahan batu, kayu, maupun tulang-tulang hewan masih sangat
sederhana dalam bentuk maupun cara pembuatannya. Hasil budaya fisik pada saat itu berupa
alat-alat dari batu oleh para ahli dianggap sebagai tahap awal dari manusia menguasai satu
bentuk teknologi sederhana yang disebut teknologi paleolitik. Di Indonesia, alat-alat yang terbuat
dari batu dengan berbagai bentuk itu dikelompokkan dalam dua tradisi kapak perimbas dan
tradisi alat serpih.
Pada tingkat permulaan budaya, manusia membuat alat-alat yang sangat sederhana dan
bahannya dari batu, tulang, duri ikan, dan kayu. Alat-alat yang terbuat dari bahan kayu sukar
ditemukan bekas-bekasnya karena kayu tidak tahan lama. Alat-alat dari zaman prasejarah itu
mula-mula ditemukan di atas permukaan tanah, sehingga para peneliti tidak dapat memastikan
pada lapisan manakah asal alat-alat tersebut.
Dalam sistem berburu dan meramu ini diutamakan cara-cara memburu dan menangkap
hewan dengan alat-alat yang diciptakan secara sederhana. Alat- alat perburuan yang memainkan
peranan penting pada masa itu, tetapi tidak dapat ditemukan kembali karena telah musnah,
misalnya gada dari kayu atau tulang, tombak kayu dan jebakan-jebakan kayu. Cara-cara lain
dengan membuat jebakan berupa lubang-lubang atau dengan cara menggiring hewan buruan ke
arah jurang yang terjal. Perburuan biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil dan
hasilnya dibagi bersama.
Kelompok berburu terdiri dari keluarga kecil, yaitu orang laki-laki melakukan perburuan
dan para perempuan mengumpulkan makanan (tumbuh-tumbuhan). Di samping itu, para
perempuan juga memelihara anak-anak. Peranan para perempuan penting sekali dalam memilih
(seleksi) tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan dan membimbing anak-anak dalam meramu
makanan. Setelah ditemukan penggunaan api, maka perempuan menemukan cara-cara memasak
makanan, memperluas pengetahuan tentang jenis-jenis tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan
dan cara memasaknya.Dengan melihat ciri-ciri tertentu, alat-alat yang terbuat dari batu ini
digolongkan menjadi empat, yaitu kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam, dan kapak
genggam awal.
Kapak perimbas mempunyai ciri-ciri antara lain bagian tajamnya berbentuk cembung
atau lurus dengan memangkas satu sisi pinggiran batu dan kulit batu masih melekat
dipermukaan. Kapak penetak mempunyai ciri-ciri ketajamannya dibentuk liku-liku dengan cara
penyerpihan yang dilakukan berselang-seling pada kedua sisi ketajamannya. Pahat genggam
mempunyai ciri-ciri tajamannya berbentuk terjal mulai dari permukaan atas batu sampai
pinggirannya dan dibuat juga dengan cara penyerpihan.
Kapak genggam awal mempunyai ciri-ciri bentuknya meruncing dan kulit batu masih
melekat pada pangkal alatnya serta tajamannya dibentuk melalui pemangkasan pada satu
permukaan batu.Dari empat jenis utama kapak itu terdapat jenis-jenis lain dengan bentuk dan
variasinya sendiri. Hal itu terlihat, misalnya jenis kapak perimbas tipe setrika, kura-kura, dan
serut samping di daerah Punung, (Pacitan). Sementara itu, alat-alat serpih yang paling umum
ditemukan mempunyai ciri-ciri kerucut pukulnya menonjol dan dataran pukulnya lebar dan rata.
Ciri-ciri itu digolongkan ke dalam jenis-jenis alat serpih sederhana. Temuan-temuan alat serpih
di Indonesia juga menunjukkan variasinya, bahkan terdapat beberapa alat serpih yang
menunjukkan teknik pembuatannya yang lebih maju.Perkakas-perkakas batu yang digunakan
pada masa berburu dan meramu tingkat awal ini ditemukan tersebar dibeberapa tempat, terutama
daerah-daerah yang banyak mengandung bahan batuan yang cocok untuk pembuatan alat
tersebut.
Ini menunjukkan bahwa tradisi kapak perimbas pada masa itu sudah digunakan hampir di
seluruh Indonesia.Ditemukan dua ribu alat batu di Kali Baksoko, kabupaten Pacitan, tempat
penemuan itu ditentukan sebagai kompleks kapak perimbas dengan sebutan Budaya pacitan.
Semua jenis kapak batu itu umumnya berbentuk besar dan cara pembuatannya kasar. Kulit batu
masih melekat pada permukaan alat dan tajamannya berliku atau bergerigi. Sementara itu, satu
jenis yang juga penting selain kapak perimbas adalah kapak genggam.
Kapak genggam ini pada umumnya dibuat secara kasar, tetapi terdapat beberapa kapak
yang diserpih secara teliti dan lebih halus berbentuk bulat atau lonjong.Daerah penyebaran kapak
perimbas ini adalah di daerah Punung, Gombong, jampang kulon, dan Parigi (jawa). Di Sumatera
kapak perimbas ditemukan di daerah Tambangsawah, Lahat, dan Kalianda. Di Sulawesi kapak
ini ditemukan di daerah Cabbenge. Di Bali kapak ini ditemukan di daerah Sembiran dan
Trunyan. Di Sumbawa kapak tersebut ditemukan di daerah Batutring. Di Flores kapak tersebut
ditemukan di daerah wangka, Soa, Maumere, dan mangeruda, dan di Timor kapak perimbas
ditemukan di daerah Atambua dan Ngoelbaki.
Jenis kapak perimbas ini juga ditemukan di negara-neara Asia yang lain, seperti Pakistan,
Birma, Malaysia, Cina, Thailand, Filipina dan Vietnam. Ada pula alat-alat serpih yang berukuran
kecil yang diduga digunakan sebagai pisau, gurdi atau penusuk. Dengan alat itu manusia purba
dapat mengupas, memotong dan mungkin juga menggali umbi-umbi.Kapak genggam Sumatera
atau pebble ditemukan tersebar di pantai timur Sumatera terutama di daerah Lhok Seumawe,
Tamiang, Binjai, di bukit-bukit kerang di Aceh, dan di Sangiran Jawa Tengah.
Bahan-bahan yang digunakan biasanya dari batu andesit yang dibuat melalui
pemangkasan satu sisi atau dua sisi. Para ahli menganggap bahwa kapak genggam Sumatera ini
mengikuti tradisi pembuatan kapak genggam di daratan Asia.Dilihat dari cara pembuatannya,
alat-alat batu yang digunakan pada masa berburu dan meramu tingkat awal digolongkan menjadi
dua. Pertama, disebut tradisi batu inti, pembuatan alat dilakukan dengan cara pemangkasan
segumpal batu atau kerakal untuk memperoleh satu bentuk alat, misalnya kapak perimbas, kapak
genggam, atau kapak penetak. Kedua, disebut tradisi serpih yaitu alat- alat batu yang dibuat dari
serpihan atau pecahan-pecahan batu.
Alat-alat serpih ini ditemukan bersama-sama dengan kapak perimbas atau alat-alat batu
lainnya dan ditemukan secara terpisah. Di beberapa tempat seperti Sangiran (Jawa Tengah) atau
di Sagadat (Timor) alat-alat serpih menjadi unsur pokok perkembangan budaya masyarakat
waktu itu.Tradisi alat-alat serpih yang berkembang pada masa berburu dan meramu tingkat awal
bentuk alat-alatnya masih sederhana. Pada masa berikutnya, terutama ketika manusia sudah
menetap sementara di goa-goa, tradisi alat serpih menjadi penting dan menjadi perkakas utama
dalam kehidupan sehari- hari.
Bentuknya pun beraneka ragam dan teknik pembuatannya lebih maju dibanding masa
sebelumnya. Ketika bahan dasar dari alat serpih yang berupa batuan obsidian mulai digunakan,
alat-alat ini mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia.Tradisi alat serpih ini
persebarannya juga luas. Di Jawa misalnya, alat serpih ditemukan di daerah Punung, Gombong,
Jampangkulon, Parigi, Sangiran, dan Ngandong. Sedangkan di Sumatera, alat serpih hanya
ditemukan di daerah Lahat.
Di Sulawesi alat serpih tersebut ditemukan juga di satu daerah Cabbenge. Di Sumbawa
alat serpih tersebut ditemukan di daerah Wangka, Soa, dan Mangeruda. Di Timor alat serpih
tersebut ditemukan di daerah Atambua, Ngoelbaki, Gassi Liu, dan Sagadat.Pembuatan alat
dengan menggunakan bahan tulang dan tanduk agaknya pada masa berburu dan meramu tingkat
awal ini masih sangat terbatas.
Hal itu terlihat dari temuan alat-alat yang hanya ada di satu tempat, yakni di Ngandong.
Alat-alat dari tulang ini biasanya digunakan untuk sudip atau mata tombak yang berbgerigi di
kedua sisinya. Sedangkan alat-alat dari tanduk menjangan kemungkinan digunakan untuk
mengorek tanah karena di bagian ujung terdapat runcingan. Pembuatan alat dari tulang dan
tanduk ini terus berlanjut ketika manusia sudah menetap di goa-goa. Bahkan dari beberapa
temuan terdapat alat tanduk yang sudah dihaluskan.

PROSES TERBENTUKNYA KEPULAUAN INDONESIA


DIAKRONIS
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakronis adalah segala sesuatu yang berkenaan
dengan pendekatan terhadap bahasa dengan melihat perkembangan sepanjang waktu; bersifat
historis. Secara etimologi, diakronis berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “dia” dan
“khronos”, “dia” yang berarti “melintasi atau melewati” dan “khronos” yang berarti “perjalanan
waktu”.
Menurut Galtung, sejarah adalah ilmu diakronis berasal dari kata diachronich; (dia dalam
bahasa latin artinya melalui/ melampaui dan chronicus artinya waktu). Diakronis artinya
memanjang dalam waktu tetapi terbatas dalam ruang. Sejarah mementingkan proses, sejarah
akan membicarakan satu peristiwa tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A sampai waktu
B.
Sejarah berupaya melihat segala sesuatu dari sudut rentang waktu. Pendekatan diakronis
adalah salah satu yang menganalisis evolusi/perubahan sesuatu dari waktu ke waktu, yang
memungkinkan seseorang untuk menilai bagaimana bahwa sesuatu perubahan itu terjadi
sepanjang masa.
Contoh:
a.Perkembangan Sarekat Islam di Solo, 1911-1920
b.Terjadinya Perang Diponegaro, 1925-1930;

SINKRONIS
Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti dengan, dan khronos yang
berarti waktu, masa. Dengan demikian, berpikir sinkronis dalam sejarah adalah mempelajari
peristiwa yang sezaman, atau bersifat horisontal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Sinkronik artinya segala sesuatu yang bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi di suatu masa
yang terbatas.
Menurut Galtung pengertian sejarah secara sinkronik artinya mempelajari pristiwa sejarah
dengan berbagai aspeknya pada waktu atau kurun waktu yang tertentu atau terbatas. Atau
meneliti gejala-gejala yang meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang terbatas. Pendekatan
sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, titik tetap pada waktunya. Ini tidak
berusaha untuk membuat kesimpulan tentang perkembangan peristiwa yang berkontribusi pada
kondisi saat ini, tetapi hanya menganalisis suatu kondisi seperti itu.

Contoh: satu mungkin menggunakan pendekatan sinkronis untuk menggambarkan keadaan


ekonomi di Indonesia pada suatu waktu tertentu, menganalisis struktur dan fungsi ekonomi
hanya pada keadaan tertentu dan pada di saat itu.

Penelitian arsip memungkinkan orang untuk meneliti waktu yang panjang. Istilah
memanjang dalam waktu itu meliputi juga gejala sejarah yang ada didalam waktu yang panjang
itu. Ada juga yang menyebutkan ilmu sinkronis, yaitu ilmu yang meneliti gejala - gejala yang
meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang terbatas.
Sedangkan contoh penulisan sejarah dengan topik - topik dari ilmu sosial yang disusun
dengan cara sinkronis lainnya misalnya adalah:
- Tarekat Naqsyabandiyah
- Qodiriyah di pesantren - pesantren Jawa´;
- Kota - kota metropolitan : Jakarta , Surabaya dan Medan´; (metode survey dan interview hanya
memungkinkan topik yang kontemporer dengan jangka waktu yang pendek, tetapi bisa jadi
ruangnya yang sangat luas.

Kedua ilmu ini saling berhubungan ( ilmu sejarah dan ilmu – ilmu sosial ). Kita ingin
mencatat bahwa ada persilangan antara sejarah yang diakronis dan ilmu sosial lain yang
sinkronis. Artinya ada kalanya sejarah menggunakan ilmu sosial, dan sebaliknya, ilmu sosial
menggunakan sejarah Ilmu diakronis bercampur dengan sinkronis
Contoh:
-Peranan militer dalam politik,1945-1999 ( yang ditulis seorang ahli ilmu politik )
-Elit Agama dan Politik 1945- 2003 (yang ditulis ahli sosiologi )

KONSEP RUANG DAN WAKTU


Ruang merupakan tempat terjadinya berbagai peristiwa - peristiwa sejarah dalam perjalanan
waktu. Penelaahan suatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya tidak dapat terlepaskan dari
ruang waktu terjadinya peristiwa tersebut. Jika waktu menitik beratkan pada aspek kapan
peristiwa itu terjadi, maka konsep ruang menitikberatkan pada aspek tempat, dimana peristiwa
itu terjadi.
Masa lampau sendiri merupakan sebuah masa yang sudah terlewati. Tetapi, masa lampau
bukan merupakan suatu masa yang final, terhenti, dan tertutup. Masa lampau itu bersifat terbuka
dan berkesinambungan. Sehingga, dalam sejarah, masa lampau manusia bukan demi masa
lampau itu sendiri dan dilupakan begitu saja, sebab sejarah itu berkesinambungan apa yang
terjadi dimasa lampau dapat dijadikan gambaran bagi kita untuk bertindak dimasa sekarang dan
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sejarah dapat digunakan sebagai
modal bertindak di masa kini dan menjadi acuan untuk perencanaan masa yang akan datang.

> Keterkaitan konsep ruang dan waktu dalam sejarah:


- Konsep ruang dan waktu merupakan unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu
peristiwa dan perubahannya dalam kehidupan manusia sebagai subyek atau pelaku sejarah
-Segala aktivitas manusia pasti berlangsung bersamaan dengan tempat dan waktu kejadian

TERBENTUKNYA KEPULAUAN INDONESIA


Secara diakronis,
Sebuah teori geologi kuno menyebutkan, proses terbentuknya daratan yang terjadi di Asia
belahan selatan adalah akibat proses pergerakan anak benua India ke utara yang bertabrakan
dengan lempeng bumi bagian utara. Pergerakan lempeng bumi inilah yang kemudian melahirkan
Gunung Himalaya. Konon proses yang terjadi pada 20-36 juta tahun yang silam itu
menyebabkan sebagian anak benua di selatan terendam air laut, sehingga yang muncul di
permukaan adalah gugusan-gugusan pulau (nusantara) yang merupakan mata rantai gunung
berapi.
Menurut ilmu kebumian yang lazim saat ini, pembentukan kepualuan Indonesia terkait
dengan teori tektonik lempeng. Teori tektonik lempeng (tectonic plate) adalah teori yang
menjelaskan pergerakan di kulit bumi sehingga memunculkan bentuk permukaan bumi seperti
yang sekarang kita diami.
Pergerakan diawali dengan menunjamnya lempeng dasar samudera yang disebabkan oleh
desakan lempeng benua yang lebih tebal dan keras dan di tempat inilah terbentuk palung laut
(dasar laut yang dalam dan memanjang). Dampak dari pergerakan lempeng terhadap wilayah
Indonesia membuat wilayah Indonesia rawan akan gempa bumi (namun juga kaya sumber daya
mineral). Padahal Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng besar dunia (Lempeng
Eurasia, Indo-Australia, Filipina dan Pasifik).

Lempeng-lempeng itu selalu bergerak 5-9 cm per tahun dan karena massa batuan yang
bergerak besar maka energi yang dihasilkan besar pula. Hal tersebut berdampak bukan hanya
pada banyaknya aktivitas vulkanis dan tektonis di Indonesia, tapi juga tenaga besar yang terjadi
pada fenomena-fenomena tersebut.
Adanya pergerakan subduksi antara dua lempeng kemudian menyebabkan terbentuknya
deretan gunung berapi dan parit samudera. Demikian pula subduksi antara lempeng Indo-
Australia dan lempeng Eurasia menyebabkan terbentuknya deretan gunung berapi yang tak lain
adalah Bukit Barisan di Pulau Sumatera dan deretan gunung berapi di sepanjang pulau Jawa,
Bali dan Lombok, serta parit samudera yang tak lain adalah Parit Jawa (Sunda).
Lempeng tektonik terus bergerak hingga suatu saat gerakannya mengalami gesekan atau
benturan yang cukup keras. Fenomena seperti inilah yang dapat menimbulkan gempa, tsunami
dan meningkatnya kenaikan magma ke permukaan bumi.
Dari tiga tipe batas lempeng yang dikenal (konvergen, divergen dan shear), terbentuknya
kepulauan Indonesia dapat dijelaskan sebagai batas lempeng konvergen dimana terjadi tumbukan
antara lempeng Indo-Australia dari selatan, lempeng Pasifik dari timur dan lempeng Asia dari
utara.

Secara sinkronis,
Berdasarkan sejarah terbentuknya secara diakronis, dengan letak Indonesia yang strategis
dan berada di jalur rawan bencana alam (secara astronomis, geologis, maupun geografis),
maka:
-Membuat Indonesia bisa menjalin hubungan baik dengan negara – negara di benua Asia dan
Australia Juga membuat Indonesia berada di jalur lalu lintas internasional dan dapat menjadi
tempat transit jalur perdagangan dunia.
-Kawasan Indonesia yang terdiri dari banyak pulau membuat Indonesia kaya akan budaya,
karena terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dll. Selain itu juga timbul banyak bentukan
alam seperti danau, gunung api, pantai, dll. Hal itu dapat memajukan pariwisata Indonesia.
-Laut yang luas dan garis pantai yang panjang membuat Indonesia menyimpan hasil laut seperti
ikan, kerang, serta bahan tambang seperti minyak bumi.Hal itu dapat menambah pendapatan
Negara.
-Letaknya yang berada dikawasan tropis membuat Indonesia kaya akan hasil hutan, berbagai
jenis tanaman, dan berbagai jenis hewan.
-Tanah Indonesia yang subur membuat Indonesia menghasilkan banyak hasil pertanian
-Wilayah hutan yang masih cukup luas menjadikan hutan Indonesia sebagai paru-paru dunia.
-Indonesia rawan bencana gunung meletus karena wilayah Indonesia banyak terdapat gunung
api.
-Indonesia rawan gempa karena wilayah Indonesia pertemuan empat lempeng besar dunia yaitu
Lempeng Benua Asia, Lempeng Benua Australia, Lempeng Samudra Hindia dan Lempeng
Samudra Pasifik.
-Indonesia rawan gelombang tsunami karena wilayah Indonesia dikelilingi oleh perairan.
BAB II

PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah) disebut manusia purba.Manusia
purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum
mengenal tulisan. Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Jenis-jenis
manusia purba dibedakan dari zamannya yaitu zaman palaeolitikum, zaman mezolitikum, zaman
neolitikum, zaman megalitikum, zaman logam dibagi menjadi 2 zaman yaitu zaman perunggu
dan zaman besi. Ada beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di wilayah Indonesia
Meganthropus Paleojavanicus yaitumanusia purba bertubuh besar tertua di Jawa
danPithecanthrophus adalah manusia kera yang berjalan tegak.
Corak kehidupan prasejarah indonesia dilihat dari segi hasil kebudayaan manusia
prasejarah menghasilkan dua bentuk budaya yaitu : bentuk budaya yang bersifat spiritual dan
bersifat material; segi kepercayaan ada dinamisme dan animisme; pola kehidupan manusia
prasejarah adalah bersifat nomaden (hidup berpindah-pindah dan bersifat permanen (menetap);
sistem bercocok tanam/pertanian; pelayaran; bahasa; food gathering dan menjadi food
producing.
Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan
manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan mereka
sangat sederhana, dan hidupnya mengembara.

Jenis kaum Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia ada 2 yaitu:


> Homo Soloensis
>· Homo Wajakensis
Hasil kebudayaan Homo sapiens adalah perkakas yang terbuat dari batu dan zaman
manusia mempergunakan perkakas dari batu disebut Zaman Batu.
Zaman batu terbagi dua tahap, yaitu: Zaman Batu Tua (paleolithikum) dan Zaman Batu
Baru (Neolithikum).
Daftar Pustaka
http://www.plengdut.com/2013/03/Manusia-Purba-Indonesia-yang-Hidup-pada-Masa-Praaksara.html

http://indonesiaindonesia.com/f/89905-manusia-purba-indonesia/

http://www.info-asik.com/2012/10/sejarah-manusia-purba.html

http://marhadinata.blogspot.com/2013/01/sejarah-manusia-purba-di-indonesia.html

http://smpn1sdk91bubun2013.blogspot.com/2013/03/sejarah-manusia-purba.html

http://yessicahistory.blogspot.com/2013/04/sejarah-manusia-purba-di-indonesia.html

http://zulfahmigo.blogspot.com/2013/01/manusia-purba-pithecanthropus-erectus.html

http://jagoips.wordpress.com/2012/12/28/kehidupan-manusia-pra-aksara/

http://cahayawhyra.blogspot.com/2013/06/makalah-manusia-purba-dan-homo-sapiens.html

http://bimonugraha18.blogspot.com/2013/12/contoh-makalah-asal-usul-dan-persevaran.html

https://www.academia.edu/8253556/Proses_Terbentuknya_Kepulauan_Indonesia
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya. Kami berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan untuk para pembaca.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin,25 juli 2019

Kelompok 2
Daftar isi
Kata Pengantar……………………………………………………………… v
Daftar isi……………………………………………………………………... vi
Pendahuluan…................................................................................................. vii

BAB 1 PEMBAHASAN……………………………………………………… 1
A.Sebelum Mengenal Tulisan………………………………………… 1
B.Terbentuknya Kepulauan Indonesia……………………………….... 2
C.Mengnal Manusia Purba…………………………………………….. 3
1.1.Manusia Purba…………………………………………………... 3
1.2.Jenis-jenis Manusia Purba………………………………………. 6
2.3.Corak Kehidupan PraSejarah Indonesia dan Hasil Budayanya….. 7
FOOD GATHERING………………………………………………….. 8
FOOD PRODUCING………………………………………………….. 9
2.4.Homo Sapiens……………………………………………………. 9
2.5.Jenis-jenis Homo Sapiens………………………………………... 10
2.6.Kebudayaan Homo Sapiens……………………………………… 11
D.Asal usul Persebaran Nenek Moyang………………………………...11
E.Corak Hidup Masyarakat Pra Aksara…………………………………18
F.Perkembangan Teknologi……………………………………………..20
Proses Terbentuknya Kepulauan Indonesia……………………………..23
Diokronis……………………………………………………………....23
Sinkronis……………………………………………………………….24
KONSEP RUANG DAN WAKTU……………………………………...25
TERBENTUKNYA KEPULAUAN INDONESIA……………………...25

BAB 2 PENUTUP………………………………………………………………..27
3.1.Simpulan…………………………………………………………….27
Daftar Pustaka………………………………………………………………….. 28
MAKALA PELAJARAN SEJARAH
Tentang : Peradaban awal diKepulauan Indonesia

D
I
S
U
S
U
N
oleh:
Kelompok 2
-Andraw.U.B.A
-Billy Justin
-Natalia Putri .E
- Prulley.W.Lewerissa
-Navea Dayma .S
-Ardelius Novaldo.K

Anda mungkin juga menyukai