Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


DENGAN GANGGUAN POLA PEMENUHAN AKTIVITAS
“MOBILISASI”
A. Pengertian Mobilisasi
1. Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas
(Konsier, 1989)
2. Mobilisasi adalah kemampuan orang untuk bergerah secara bebas, mudah dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. (Buku Ajar KDM Teori dan Aplikasi
dalam Praktik. 2007)
3. Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri dan terarah. (Diagnosis Keperawatan “ Definisi dan Klasifikasi” .2010)
4. Suatu keterbatasan dalam kemandirian pergerakan fisik yang bermanfaat dari tubuh satu
ekstremitas atau lebih dengan tingkatan:
a. Tingkat 0 : Mandiri penuh
b. Tingkat 1 : memerlukan peralatan atau alat bantu
c. Tingkat 2 : memerlukan bantuan orang lain untuk pertolongan, pengawasan atau
pembelajaran
d. Tingkat 3 : membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan / alat bantu
e. Tingkat 4 : ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktivitas
B. Konsep Dasar Mobilisasi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas men\rupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Imobilisai adalah suatu keadaan dimana
individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan
imobilisasi berada pada suatu rentang. Imobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang
bertujuan mengurangi aktifitas fisik dan kebutuhan oksigentubuh, mengurangi nyeri dan
untuk mengembalikan kekuatan. Individu normal mengalami tirah baring akan kehilangan
kekuatan otot rata-rata 3 % sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskuler, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, tendon, kartilago dan saraf
Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal
ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik)
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang : panjang,
pendek, pipih dan ireguler (tidak beraturan). Sistem sekeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu ,engatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pementukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di atara tulang, diklasifikasikan menjadi :
1. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas.
Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh : sakrum, pada sendi vertebrata
2. Sendi kartilaginous/sinkondrial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan
menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya.
3. Sendi fibrosa/sindesmodial adalah sendi dimana kedua permukaan tulang disatukan
dengan ligamen atau membran.
4. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara
bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago atikular dan
dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial
Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih mengkilat, fleksibel mengikat
sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis
dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat yang menghubungkanotot
dengan tulang. Tendon itu kuat, f;eksibel dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan
ketebalan yang bervariasi
Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler,
terutama berada di sendi dan thoraks, trakea, laring, hidung dan telinga.
Sistem sengatur pergerakan dan postur tubuh
Proprisosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan
aktivitas nol.
C. Tujuan Mobilisasi
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Memperhatikan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari-hari
5. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
D. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
a. Gaya hidup
b. Proses penyakit dan injury
c. Kebudayaan
d. Tingkat energi
e. Usia dan status perkembangan
E. Etiologi
Postur abnormal
a. Tortikolis : kepala miring pada satu sisi, dimana adanya kontraktur pada otot sternoklei
demanstoid
b. Lordosis : kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/ anterior
c. Kifosis : peningkatan kurva spinal torakal
d. Kipolordosis : kombinasi dari kifosis dan lordosis
e. Skoliosis : kurva spinal yang miring ke samping, tidak samanya tinggi hip/ pinggul dan
bahu.
f. Kiposkoliosis : tidak normalnya kurva spinal anteroposterior dan lateral
g. Footdrop : plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki karena kerusakan saraf
peroneal
h. Gangguan perkembangan otot, seperti distropi muskular, terjadi karena gangguan yang
disebabkan oleh degenerasi serat otot skeletal
i. Kerusakan sistem saraf pusat
j. Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal.
F. Manifestasi Klinis
a. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada :
– Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan
abnormalnya sendi dan gangguan metebolisme kalsium
– Kardiovaskuler seperti hipotensi orthostastik, peningkatan beban kerja jantung dan
pembentukan thrombus
– Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah beraktivitas
– Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolik, metabolik karbohidrat, lemak dan
protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium dan gangguan
pencernaan
– Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkanresiko infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal
– Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan
– Neurosensori : sensori deprivation
b. Respon psikososial antara lain meningkatkan respon emosional, intelektual, sensori dan
sosiokultural
c. Keterbatasan rentan pergerakan sendi
d. Pergerakan tidak terkoordinasi
e. Penurunan waktu reaksi (lambat)
G. Komplikasi
1. Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan irama dan tidak teratur.
2. Tekanan darah biasanya terjadi penurunan distol/ hipotensi orthostatic
3. Pernafasan tidak terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal
4. Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan
5. Kecepatan dan posisi disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidakstabilan
posisi tubuh
6. Status emosi stabil
H. Patofisiologi
– Menghambat proses pengosongan vasika urinary yang akan menimbulkan statis urine
(terhambat/ terhentinya pengeluaran urine)
– Terjadi retensi urine
– Mempengaruhi sistem gastrointestinal (ingesti, digesti dan eliminasi) yang akan
menyebabkan konstipasi
– Terjadi hipotensi
– Kerusakan kulit
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X tulang
Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan perbuatan tualang
2. Laboratorium
Darah rutin, faktor pembekuan darah crostet dan analisa
3. Radiologis
a. Dua gambar antero posterior (AP) dan lateral
b. Memuat 2 sendi diroksimal dan distol fraktur
c. Memuat gambar foto 2 ekstremitas yaitu ekstremitas yang terkena cidera dan ekstremitas
yang tidak terkena cidera (pada anak dilakukan 2 kali yaitu sebelum dan sesudah tindakan)
J. Penatalaksanaan
1. Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satucara mempertahankan kemampuan mobilitas pasien
Tujuan :
a. Mempertahankan kenyamanan
b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas
2. Mengatur posissi pasien di tempat tidur
a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah dudu/ duduk
Tujuan :
1) Mempertahankan kenyamanan
2) Memfasilitasi fungsi pernafasan
b. Posisi sim adlah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ker kiri
Tujuan :
1) Melancarkan peredaran darah ke otak
2) Memberikan kenyamanan
3) Melakukan huknah
4) Memberikan obat peramus (inpositoria)
5) Melakukan pemeriksaan daerah anus
c. Posisi terlentang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah dari bagian kaki
Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah
d. Posisi dorsal recumbent adalah posisi pasien ditempatkan pada posisi terlentang dengan
kedua lutut fleksi di atas tempat tidur
Tujuan :
1) Perawatan daerah genetalia
2) Pemeriksaan genetalia
e. Posisi litotomi adalah posisis pasien yang ditempatkan pada posisi terlentang dengan
mengangkat kedua kaki dan ditarik ke atas abdomen
Tujuan :
1) Pemeriksaan genetalia
2) Proses persalinan
3) Pemasangan alat kontrasepsi
f. Posisi genu pectoral adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian atas tempat tidur
Memindahkan pasien ke tempat tidur / ke kursi roda
Tujuan :
1) Melakkukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur
2) Mempertahankan kenyamanan pasien
3) Mempertahankan kontrol diri pasien
4) Memindahkan pasien untuk pemeriksaan
Membantu pasien berjalan
Tujuan :
1) Toleransi aktifitas
2) Mencegah terjadinya kontraktur sendi
K. Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis
1) Usia
2) Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktifitas, jenis
latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain
3) Pemeriksaan fisik meliputi rentang gerak kekuatan otot sikap tubuh dan dampak
imobilisasi terhadap sistem tubuh
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji diantaranya alah bagaimana respon psikologis terhadap
masalah gangguan aktifitas yang dialaminya
c. Aspek sosiokultural
Pengkajian pada aspek sosio kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang
terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut
dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang
e. Kemunduran muskuloskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada sistem muskuloskeletal adalah penurunan
tonus, kekuatan, ukuran dan ketahanan otot, rentang gerak sendi dan kekuatan skeletal
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyakinkan
tentang perkenbangan komplikasi imobilitas
g. Kemunduran respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala eletasis dan pneumonia.
Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperatur dan denyut jantung. Perubahan-
perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi nafas dan gas arteri mengindikasaikan
adanya perluasan kondisi yang terjadi
h. Perubahan-perubahan Integumen
Indikator cedera iskhemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terluihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur
dan didefinisikan sangat buruk diatas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit
setelah tekanan dihilangkan
i. Perubahan-perubahan Fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsiurinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih
sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah dan batas kandung kemih yang dapat
diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih
dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah.
j. Perubahan-perubahan gastrointestinal
Sensasi subyektif dan konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian
bawah, rasapenuh, tekanan. Pengosongan rectum yang tidak sempurna, anorexia, mual
gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan dan sakit
k. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Didalam rumah, kamar
mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang
tinggi, lantai licin dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.
Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang,
tempat tidur yang posisinya tinggi dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan
hambatan-hambatan yang potensial dapat meniingkatkan mobilitas

L. Diagnosa keperawatan
a. Ganguan mobilitas fisik
b. Nyeri akut
c. Intoleransi aktivitas
d. Defisit perawatan diri
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Gangguan mobilisai fisik berhubungan dengan kerusakan sensori persepsi Setelah
dilakukan asuhan keperawatan …. x 24 jam klien menunjukkan :
 Mampu mandiri total
 Membutuhkan alat bantu
 Membutuhkan bantuan orang lain
 Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
 Tergantung total
Dalam hal :
– Penampilan posisi tubuh yang benar
– Pergerakan sendi dan otot
– Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring kanan-kiri, berjalan, kursi roda  Latihan
Kekuatan
1. Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin
2. Latihan ambulasi
 Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga.
 Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
 Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.
 Latihan mobilisasi
 Ajarkan cara pemakaian kursi roda, cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
 Latihan Keseimbangan
 Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.
 Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
 Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan ….
x 24 jam klien menunjukkan :
 Pain level
 Pain kontrol
 Comfort level
Kriteria hasil :
– Mampu mengontrol nyeri
– Melaporkan bahwa nyeri berkurang ddengan menggunakan managemen nyeri
– Mampu mengenali nyeri (skala, istensitas, frekuensi dan tanda-tanda nyeri)
– Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
– Tanda vital dalam rentang normal Pain managemen :
– Lakukan pengkajian komprekensif
– Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan
– Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
– Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri
– Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
– Tingkatkan istirahat
– Ajarkan tentang teknik non farmakologis

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum Setelah dilakukan asuhan


keperawatan …. x 24 jam klien menunjukkan :
 Klien mampu mengidentifikasi aktifitas dan situasi yang menimbulkan kecemasanyang
berkonstribusi pada intoleransi aktifitas.
 Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, N, RR dan
perubahan ECG
 Klien mengungkapkan secara verbal, pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
pengobatan dan atau alat yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktifitas.
 Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri tanpa bantuan atau dengan bantuan
minimal tanpa menunjukkan kelelahan  Managemen Energi
1. Tentukan penyebab keletihan : nyeri, aktifitas, perawatan, pengobatan
2. Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
3. Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan aktifitas.
4. Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktifitas : takikardi, disritmia, dispnea, diaforesis,
pucat.
5. Monitor asupan nutrisi untuk memastikan ke adekuatan sumber energi.
6. Monitor respon terhadap pemberian oksigen : nadi, irama jantung, frekuensi Respirasi
terhadap aktifitas perawatan diri.
7. Letakkan benda-benda yang sering digunakan pada tempat yang mudah dijangkau
8. Kelola energi pada klien dengan pemenuhan kebutuhan makanan, cairan, kenyamanan /
digendong untuk mencegah tangisan yang menurunkan energi.
9. Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.
 Terapi Aktivitas
1. Bantu klien melakukan ambulasi yang dapat ditoleransi.
2. Rencanakan jadwal antara aktifitas dan istirahat.
3. Bantu dengan aktifitas fisik teratur : misal: ambulasi, berubah posisi, perawatan personal,
sesuai kebutuhan.
4. Minimalkan anxietas dan stress, dan berikan istirahat yang adekuat
5. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi, sesuai indikasi
4 Defisit perawatan diri berhubungan dengan:Kerusakan neurovaskuler Setelah dilakukan
asuhan keperawatan …. x 24 jam klien menunjukkan :
Klien mampu :
 Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut, kuku, penis/vulva, rambut, berpakaian,
toileting, makan-minum, ambulasi Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut,
penil/vulva, rambut, kulit
– Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus
– Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan kuku, rambut, gigi dan
mulut, perineal dan anus, sesuai kondisi
– Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral hygiene sesudah makan dan bila perlu
– Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bila ada lesi, iritasi, kekeringan mukosa mulut, dan
gangguan integritas kulit.
– Bantuan perawatan diri : berpakaian
– Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri
– Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada ektremitas yang sakit/
terbatas terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang longgar
– Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum melakukan aktivitas berpakaian sesuai
indikasi
– Bantuan perawatan diri : Makan-minum
– Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan makanan
– Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan klien
– Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien saat makan
– Bantuan Perawatan Diri: Toileting
– Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik (inkontinensia),kognitif(menahan untuk
toileting), fisik (kelemahan fungsi/ aktivitas)
– Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia pegangan dinding/ bel), nyaman dan jaga
privasi selama toileting
– Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang mudah dijangkau
– Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan toileting secara teratur

Daftar Pustaka

Uliyah, Musrifatul dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk
Kebidanan edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Wilkinson. 2007. Buku Diagnosa Keperawatan ddengan Intervensi (NIC)dan Kriteria Hasil
(NOC). Jakarta : EGC
Mubarak, Wahit Iqbal dkk. 2007. Buku Ajar kebutuhan Dasar Mnusia : Teori & Aplikasi
dalam Praktek. Jakarta : EGC.
Herdman, T Heather. 2010. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2010.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai