Anda di halaman 1dari 45

Pengobatan Non Kimia Tumor Ganas Non Melanoma

Disusun oleh
Danesh A/L Agilan (112018121)
Dominic Timotius (112018044)
Virginia Marsella Teiseran (112017206)
Chandra Franata (112018057)
Rasyadi bin Razali (112018111)
Wynda Muljono (112018091)

Pembimbing
dr. Chadijah Rifai Latif, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 3 AGUSTUS – 9 SEPTEMBER 2020
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA JAKARTA
Pendahuluan
Tidak ada definisi kanker yang sepenuhnya memuaskan dari sudut pandang biologi
sel, meskipun fakta bahwa kanker pada dasarnya adalah penyakit seluler, yang ditandai
dengan populasi sel yang berubah dengan pertumbuhan sel otonom dan perilaku invasif.
Evaluasi mikroskopis pada suatu bagian jaringan diambil dari tumor kulit yang telah dieksisi
tetap menjadi gold standard untuk menentukan diagnosis kanker kulit.1
Kanker kulit non-melanoma (NMSCs) yang juga dikenal sebagai kanker keratinosit
merupakan bentuk neoplasia yang paling umum di dunia,dengan lebih dari 3 juta kasus yang
baru didiagnosis diperkirakan terjadi di AS setiap tahun. 2,3Sel basal karsinoma (BCC) dan
karsinoma sel skuamosa (SCC) kulit merupakan sekitar 99% dari semua NMSC, dengan
BCC menjadi 3 hingga 5 kali lebih umum dibandingkan SCC.
Bentuk NMSC lain yang jauh lebih umum termasuk adalah karsinoma sel merkel
(MCC), limfoma sel B kulit primer, sarkoma Kaposi, karsinosarkoma, dan
dermatofibrosarcoma.3 Pada tipe NMSC mempunyai beberapa karekteristik yang berbeda dari
segi faktor perilaku, pertumbuhan, dan kapabilitas metastasisnya, namun pada kasus BCC
maupun SCC apabila dideteksi pada tahap awal mempunyai prognosis yang baik.4
BCC berkontribusi minimal terhadap angka mortalitas (MR) pada kasus kelompok
NMSC. Kadar metastasis pada BCC menunjukkan kejadian 1 kasus per 14.000.000 dan 2
pasien per 14.000.000 yang meninggal akibat BCC local stadium lanjut. Oleh karena itu, MR
diharapkan sebesar 0,02 per 10.000. Di sisi lain, SCC menunjukkan tingkat metastasis
variabel 0,1-9,9% dan menyumbang sekitar 75% kematian.4

Epidemiologi
Kanker kulit adalah salah satu kanker paling umum di dunia. Insiden kanker kulit
semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir dan beberapa didapatkan beberapa factor
yang menyumbang kepada prevalensi yang meningkat yaitu oleh paparan sinar matahari
berulang kali, perubahan iklim, termasuk perubahan ketebalan dari lapisan pelindung ozon
bersama dengan perubahan dalam kebiasaan individu dan sosial.5
Tipe kanker NMSC biasanya memiliki prognosis yang lebih buruk. Kedua jenis
kanker tersebut berasal dari sel epidermis dan memiliki kesamaan fitur epidemiologis dan
karsinogenik. Kejadian kanker non-melanoma pada orang kulit putih adalah lebih tinggi
dibandingkan orang kulit hitam dan lainnya.5
Menurut data Global Cancer Society (Globocan) tahun 2018 dari WHO didapatkan
bahwa angka kasus baru kanker kulit non melanoma berada di peringkat 5 secara global
dengan jumlah 1,042,056 kasus baru dan angka mortalitas sebanyak 65,155 kasus. (Gambar
1)6
Hasil data Globacan 2018 menunjukkan bahwa kadar insiden age standardized (ASR)
kasus non melanoman berdasarkan jenis kelamin di Asia tenggara didapatkan laki-laki adalah
2.4 per 100,000 orang sedangkan pada data jenis kelamin perempuan didapatkan 1,7 per
100,000 orang. Seterusnya, kadar angka mortalitis berdasarkan jenis kelamin di Asia tenggara
pada golongan laki-laki adalah sebanyak 2.0 per 100,000 orang dan golongan perempuan
sebanyak 0.82 per 100,000 orang.(Gambar 2)6

Gambar 1: Prevalensi Kasus Kanker Global Menurut WHO Tahun 20186


Gambar 2: Age standardized (ASR) World anagka insiden kasus baru dan angka mortalitas
tahun 20186

Gambar 3: Hasil statistik kasus kanker Globcan di negara Indonesia tahun 20186
Gambar 4: Data Globocan tahun 2018 negara Indonesia6

Di negara Indonesia, didapatkan data kasus kanker kulit melanoma berdasarkan data
Globocan tahun 2018 yaitu 1,392 kasus dan berada di peringkat 23 dalam jumlah kasus
kanker yang terbanyak di Indonesia. (Gambar 4)6
Selain itu, didapatkan 5 jenis kasus kanker yang sering ditemukan di Indonesia selain
kasus kanker non melanoma yaitu kanker payudara, kanker serviks uteri, kanker paru, kanker
kolorektal dan kanker hati. (Gambar 3)6
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
Dr. Cipto Mangunkusumo menyatakan bahwa belum terdapat publikasi data nasional data
kanker di Indonesia. Namun, rumha sakit tersebut memounyai hasil data kanker kulit dari
tahun 1996 hingga 1998 yang menunjukkan angka 91 kasus BCC dan kasus SCC sebanyak
32 kasus. Seterusnya, pada tahun 2005 hingga 2009, kejadian BCC adalah sekitar 171 dan
SCC 196.7
Secara statistik didapatkan bahwa beban ekonomi dan kesehatan akibat kasus
melanoma akan meningkat pada tahun 2030 apabila tanpa adanya tindakan pencegahan.
Meskipun kematian akibat NMSC pada umumnya jarang terjadi, pengobatan NMSC secara
signifikan telah menimbulkan beban pada sistem kesehatan.
HDI adalah indeks gabungan indeks dalam tiga factor yaitu harapan hidup, tingkat
studi, dan dominasi lebih dari sumber yang dibutuhkan untuk kehidupan stabil. Insiden dan
mortalitas kanker kulit (melanoma dan non-melanoma) terkait dengan perkembangan indeks
(HDI). Kenaikan indeks HDI meningkatkan akses ke layanan kesehatan dan deteksi dini
penyakit dan pengobatan penyakit di sebuah tahap awal, sehingga mengurangi kematian.5

Karsinoma Sel Basal


Definisi
Karsinoma sel basal adalah neoplasma ganas yang bersifat destruktif dan timbul dari
sel basal epidermis.8,9 Meskipun kanker ini jarang bermetastasis, potensi kerusakan lokal
membuktikan sifat ganasnya. Radiasi UV adalah penyebab sebagian besar karsinoma sel
basal pada manusia. Empat jenis karsinoma sel basal yang berbeda secara klinis dan
histopatologis telah dikenali: nodular, berpigmen, superfisial, dan jaringan parut (sklerotik).8

Etiologi
Berdasarkan beberapa penelitian yang menyarankan teori kejadian melanoma
terutama disebabkan oleh paparan sinar matahari intermiten, kanker keratinosit terkait dengan
dosis kumulatif cahaya ultra-kekerasan.3 Faktor karsinogenik utama adalah sinar ultraviolet
(UV), yang menjelaskan teori bahwa sebagian besar tumor terlokalisir pada area yang
terekspos pada sinar matahari.BCC merupaka tumor manusia yang angka bermutasi yang
paling tinggi yaitu 65 mutasi / megabases dan menyimpan persentase besar mutasi yang
disebabkan UV.10 Faktor risiko tambahan untuk pengembangan NMSC termasuk terapi
radiasi, menurunkan jenis kulit Fitzpatrick 1-4, imunosupresi berkepanjangan, human
immunodeficiency virus (HIV), human papilloma virus (HPV), dan diagnosis sindrom atau
kelainan genetik tertentu.3

Faktor Resiko

Gambar 5: Faktor resiko yang dapat mempengaruhi pathogensis3

a. UV radiation
Paparan sinaran UV adalah penyebab utama BCC dan SCC kulit sebagaimana
dibuktikan oleh studi migran, dimana korelasi insiden secara garis lintang dengan
hewan yang diteliti.1 Faktor risiko utama untuk karsinogenesis kulit adalah paparan
UV kumulatif dari sinar matahari dan / atau tanning bed, yang menyebabkan terhadap
perubahan ekspresi protein kulit yang diinduksi oleh sinaran UV.
Paparan sinar UV dianggap sebagai karsinogen, karena mempengaruhi setiap
tahap karsinogenesis. Faktanya, hal itu menyebabkan kerusakan sel karena
pengurangan respon imun yang dimediasi sel, produksi spesies oksigen reaktif (ROS)
dan perubahan DNA.4,11 Pada kasus BCC, episode terpapar UV yang intens secera
intermediate dan sengatan matahari yang terputus-putus pada usia berapa pun
tampaknya meningkatkan risiko, sedangkan paparan UV jangka panjang kumulatif
dan sengatan matahari pada masa kanak-kanak meningkatkan risiko pengembangan
SCC dan actinic keratosis (AK). Selain itu, paparan sinar matahari di awal kehidupan
tampaknya memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap risiko kanker kulit
selanjutnya dibandingkan resiko kanker pada usia yang lebih tua.1,4,11
Fase paling awal setelah paparan sinaran UV yang tinggi adalah fase apoptosis
keratinosit yang dipimpin oleh jalur p53 / p21 / bax / bcl-2 diikuti oleh fase
hiperproliferatif, yang menyebabkan hiperplasia epidermal.4
b. Fitzpatrick Skin Types
Karsinogenesis yang diinduksi UVB memperkuat risiko pengembangan BCC
pada pasien yang mengalami imunosupresi dan pada orang dengan kulit Fitzpatrick
tipe I dan II. Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa iradiasi UV pada
keratinosit meningkatkan produksi gen pro-opiomelanocortin (POMC) dan
melanocyte-stimulating hormone (MSH), yang sangat berperan dalam menentukan
apakah kulit menghasilkan pigmen coklat-hitam (eumelanin) atau pigmen merah-
kuning (pheomelanin).1,4
c. Ionizing Radiation
Paparan ionizing radiation menyebabkan peningkatan risiko NMSC tiga kali
lipat. Risikonya sebanding dengan dosis radiasi. Dosis fraksionasi yang lebih besar (>
12-15 Gy) dianggap perlu untuk menginduksi pembentukan tumor, oleh karena itu,
risiko dengan dosis total yang diberikan mungkin lebihrendah jika dosis fraksinasi
yang digunakan adalah lebih kecil diberikan.1 Kebanyakan SCC dan BCC yang
muncul setelah terpapar ionizing radition terjadi setelah periode laten yang lama
hingga beberapa dekade, dengan sebagian besar tumor muncul dengan estimasi
sekitar 20 tahun setelah paparan awal.1,4
d. Human papillomavirus infection
Human papillomaviruses (HPV) mewakili sekelompok besar virus tumor
DNA yang menginfeksi epitel kulit dan mukosa, menyebabkan lesi hiperproliferatif,
paling umum kutil.4 HPV kulit diklasifikasikan menjadi tipe alfa, beta, dan gamma.
Beta-HPV dianggap sebagai kofaktor dalam patogenesis SCC pada pasien dengan
imunosupresi. Memang, banyak penelitian telah mendeteksi DNA dari beberapa tipe
beta-HPV pada lesi SCC, menyimpulkan bahwa beta-HPV spesies 2 adalah subtipe
berisiko tinggi.1
Beta-papillomavirus dianggap memiliki peran awal dalam tumorigenesis SCC,
mengubah perkembangan siklus sel, perbaikan DNA, dan pengawasan kekebalan,
yang mengarah pada perluasan klonal keratinosit dengan kerusakan DNA yang
diinduksi UV.Namun, peran pasti HPV pada SCC masih belum jelas, karena DNA
HPV telah ditemukan juga pada sampel kulit normal dari pasien SCC. HPV SCC
genital juga berperan.4
Memang, HPV menyebabkan ekspresi gen virus E6 dan E7, yang
menonaktifkan gen penekan tumor. Kadar heat shock protein (Hsp) 70 yang tinggi
telah terdeteksi pada SCC penis.4 Hal ini menunjukkan bahwa ia dapat membantu sel
tumor untuk bertahan dari apoptosis dan nekrosis, sebagian karena ia juga ditemukan
meningkat pada beberapa jenis kanker lainnya.1
e. Imunosupresi
Imunosupresi sebgai salah satu factor berperan dalam karsinogenesis, yang
mengarah pada perkembangan NMSC dengan lebih mudah. Kasus golongan pasien
penerima transplantasi organ memiliki risiko 30-80 kali lebih tinggi untuk
mengembangkan NMSC. Penerima transplantasi organ memiliki peningkatan
kejadian NMSC yang nyata, terutama SCC. Insiden BCC pada penerima transplantasi
organ hingga lima hingga sepuluh kali lebih besar dibandingkan pada populasi umum,
sedangkan insiden SCC 40-250 kali lebih besar. Faktor risiko termasuk jenis kulit,
paparan sinar matahari kumulatif, usia saat transplantasi, dan derajat dan lamanya
imunosupresi.1,4
Patogenesis kanker kulit pada penerima transplantasi multifaktorial,
melibatkan penurunan imunitas, efek karsinogenik langsung dari obat imunosupresif,
infeksi HPV dan paparan sinar UV. DNA HPV ditemukan di sekitar 70-90% SCC
terkait transplantasi. Tumor dari penerima transplantasi mengandung strain HPV yang
terjadi pada kutil kulit jinak yang umum (HPV tipe 1 dan 2), EV (HPV-5 dan
lainnya), kutil onkogenik risiko tinggi (HPV tipe 16 dan 18) dan kutil genital
onkogenik risiko rendah (HPV tipe 6 dan 11).1
f. Penyakit Genetik
Faktor karakteristik fenotipe seperti rambut merah, kulit cerah, kemampuan
yang buruk untuk tan dan bintik-bintik kulit (freckles) telah diidentifikasi sebagai
faktor risiko melanoma serta NMSC. Pigmentasi adalah sifat poligenik, dengan
polimorfisme pada beberapa gen yang mengarah pada variasi yang dapat diamati pada
ras manusia. Gen kunci mengkodekan reseptor melanokortin-1 manusia (MC1R) yang
diekspresikan pada permukaan sel melanosit. Studi berbasis populasi di berbagai
kelompok etnis telah menunjukkan bahwa wilayah pengkodean MC1R manusia
sangat polimorfik.4
Beberapa gen telah dikaitkan dengan perkembangan BCC. Sitokrom 450
(CYP) dan glutathione S-transferase (GST) terlibat dalam detoksifikasi berbagai
mutagen. Polimorfisme spesifik dalam supergena ini telah diidentifikasi, khususnya
GSTM1, GSTT1, GSTP1 dan CYP2D6. Sindrom naevus sel basal (BCNS) terjadi
akibat mutasi pada gen PTCH yang terletak pada kromosom 9q22. Gen PTCH adalah
homolog manusia dari gen yang ditambal drosofilia, yang secara negatif mengatur
pensinyalan Hedgehog melalui penghambatan Smoothened (Smo), protein
transmembran.11
g. Usia
BCC paling sering terjadi pada orang dewasa, terutama pada populasi lansia,
meskipun akhir-akhir ini sering terlihat pada orang dewasa yang berusia kurang dari
50 tahun. BCC lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan rasio pria-
wanita sekitar 2:110
h. Bahan Kimia Karsinogenik
Risiko mengembangkan SCC juga meningkat dengan paparan bahan kimia
karsinogenik, terutama arsenik. Memang, ekspresi beberapa protein, termasuk keratin
7 dan keratin 9, meningkat setelah paparan arsenik in vitro.4
Paparan bahan kimia di tempat kerja yang dapat menyebabkan kanker kulit
paling sering melibatkan pestisida, aspal, tar dan hidrokarbon aromatik polisiklik, dan
biasanya menyebabkan SCC. NMSC yang diinduksi oleh paparan bahan kimia
biasanya terlokalisasi, paling sering di lengan, dan biasanya multipel.1 Arsenik adalah
penyebab SCC yang jelas.
Paparan arsenik adalah adanya
keratosis arsenik palmoplantar.
SCC yang diinduksi arsenik
seringkali multipel. Semakin
banyak bukti menunjukkan bahwa
arsenik bertindak sebagai
promotor tumor dengan memodulasi
jalur pensinyalan yang
bertanggung jawab untuk
pertumbuhan sel.1,4
Gambar 6: Faktor resiko karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa.4
Patogenesis
Paparan sinar matahari dan situs anatomi tampaknya menjadi etiologi penting dalam
pengembangan BCC. Paparan sinar matahari rekreasional, radiasi UV kumulatif, merupakan
faktor risiko yang signifikan terutama dengan spektrum ultraviolet B (290–320 nm) yang
menginduksi mutasi pada gen penekan tumor.
Perkembangan BCC terbatas pada kulit yang mengandung unit pilosebaceous. Fakta
bahwa BCC umumnya berkembang pada letak anatomis di wajah, dan khususnya di hidung,
menunjukkan bahwa lokasi anatomi, yaitu area kulit tertentu yang mengandung jumlah sel
progenitor target yang lebih tinggi dan memainkan peran penting.
Radiasi UVB merusak DNA dan memengaruhi kekebalan tubuh. sistem yang
mengakibatkan perubahan genetik dan neoplasma progresif. Mutasi yang diinduksi UV pada
gen penekan tumor p53 telah ditemukan pada sekitar 50% kasus BCC. 4 Saat ini, diperkirakan
bahwa peningkatan regulasi jalur pensinyalan perkembangan mamalia, Hedgehog (HH),
merupakan kelainan penting di pada kasus BCC.11

Mutasi yang mengaktifkan jalur pensinyalan HH yang menyimpang ditemukan di


PTCH1 dan Smoothened (SMO). Sekitar 90% BCC sporadis memiliki mutasi yang dapat
diidentifikasi pada setidaknya satu alel PTCH1, dan 10% tambahan memiliki mutasi aktif
pada protein SMO hilir. Mutasi yang paling sering diidentifikasi pada PTCH1 dan SMO
adalah jenis yang konsisten dengan imbas UV. kerusakan.12
Gambar 7: Hedgehog–Patched signaling.4
Bentuk BCC non-agresif, seperti BCC superfisial dan nodular, tampak berkembang
secara de novo dan terus tumbuh tanpa berlanjut ke bentuk BCC yang lebih agresif. Bentuk
BCC yang agresif, mis. morpheaform BCC, juga menunjukkan stabilitas genom yang tidak
biasa, dengan pola pertumbuhan invasif lokal yang persisten dan kerusakan jaringan, tetapi
tanpa perkembangan menjadi penyakit metastasis.1
BCC adalah tumor dengan karakteristik pertumbuhan yang unik. Hal ini bergantung
pada stroma jaringan ikat longgar spesifik untuk pertumbuhannya yang berkelanjutan, dan
satu hipotesis ketidakmampuan BCC untuk berubah menjadi tumor yang bermetastasis adalah
ketergantungan tanpa syarat pada stroma yang diproduksi oleh fibroblas dermal.1,4
Stroma jaringan ikat longgar yang secara khas mengelilingi sarang sel BCC terdiri
dari fibroblas dermal dan serat kolagen tipis. Cross-talk antara sel tumor dan sel mesenkim
dari stroma serumpun mensimulasikan interaksi epitel-stroma yang ditemukan dalam folikel
rambut dewasa yang sedang berkembang dan dewasa.1,12
Miofibroblas ini mengeluarkan faktor pertumbuhan hepatosit yang mendorong invasi
sel epitel melalui pengikatannya ke c-Met, reseptor tirosin kinase yang diekspresikan dalam
epitel BCC morfetik29. Sifat invasif BCC dapat dijelaskan sebagian oleh aktivitas proteolitik
tumor. Peningkatan ekspresi enzim seperti metaloproteinase dan kolagenase, yang
mendegradasi jaringan dermal yang sudah ada sebelumnya dan memfasilitasi penyebaran sel
tumor, dapat ditemukan di sel BCC dan sel stroma.1
Perubahan genetik paling umum kedua yang ditemukan pada BCC adalah mutasi titik
pada gen p53. Mutasi p53 muncul lebih awal selama karsinogenesis dan setidaknya 50%
BCC memiliki gen p53 yang bermutasi. Peran mutasi p53 dalam karsinogenesis BCC dapat
didasarkan pada perluasan jumlah sel target, klon p53 epidermal, rentan terhadap
transformasi.1
Potensi replikatif tak terbatas penting untuk fenotipe ganas, dan pemeliharaan telomer
juga terlihat pada BCC, karena aktivitas telomerase yang tinggi. BCC mengekspresikan
tingkat telomerase yang sama atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan keganasan tingkat
tinggi. Kehadiran gen perbaikan DNA utuh juga sangat penting.1
BCC adalah tumor kulit yang umum dan invasif lokal, dimana radiasi UV dan
perubahan pada gen PTCH penting faktor etiologi. BCC bergantung pada stroma untuk
pertumbuhannya, muncul tanpa prekursor, dan menunjukkan pertumbuhan berkelanjutan
tanpa perkembangan ke metastasis penyakit.1,4,12

Klasifikasi dan Manifestasi Klinis


Gambaran KSB bervariasi sesuai tipe klinis yang berbeda, yaitu: nodular, superfisial,
morfeaformis, berpigmen, dan fibroepitelioma Pinkus (FEP).13 KSB nodular merupakan jenis
KSB yang paling sering, terutama terdapat di bagian yang terpajan sinar matahari, daerah
kepala dan leher, lokasi yang paling banyak ditemukan adalah di hidung dan pipi (37%),
telinga (26%), bibir (18%), mata (12%), serta kulit kepala berambut (8%).14 Gambarannya
dimulai dari nodulus kecil yang berkilat dan beberapa telangiektasis kecil di permukaannya.
Nodulus ini dapat membesar perlahan dan berulserasi di bagian tengah. Ulkus membesar dan
dikelilingi tepi yang meninggi seperti mutiara, disebut sebagai ulkus roden. Kadang-kadang
ulkus ini dapat bersifat infiltratif dan agresif, sehingga membesar dan menginvasi lebih
dalam.13 KSB berpigmen merupakan subtipe KSB tipe nodular dengan melanisasi. Gambaran
klinis menunjukkan papul hiperpigmentasi yang translusen dan dapat terjadi erosi.13 Bentuk
basalioma berpigmen sering pada populasi kulit hitam dan Hispanik, serta dapat menyerupai
melanoma.15 KSB superfisial sering terjadi pada bagian badan dan ekstremitas dan
menunjukkan gambaran klinis menyerupai eksema.15 Pada plak tersebut terdapat bagian
dengan ulkus kecil superfisial dan krusta, bagian tengahnya halus dan terdapat skar atrofi.13
KSB morfeaformis (sklerosing) merupakan varian KSB dengan pertumbuhan agresif.
Gambaran klinis menyerupai skleroderma, yaitu indurasi plak putih, tidak berbatas jelas. 15
Hampir selalu terdapat di wajah. Permukaannya halus dan berkilat. Kulit di dasarnya tetap
utuh hingga diperlukan jangka waktu yang cukup lama sebelum akhirnya terjadi ulserasi dan
infiltrasi yang dalam.13 Gambaran klinis fibroepitelioma Pinkus (FEP) menyerupai fibroma,
yaitu berupa nodus padat, sedikit bertangkai, ditutupi oleh kulit yang halus dan berwarna
merah muda. Paling sering terdapat di punggung bawah. 13 Basalioma halo berupa papula
eritema 1-2 mm, terjadi pada bagian yang terpapar sinar matahari dan dikelilingi oleh daerah
hipopigmentasi. Jenis basalioma ini bersifat lebih agresif dengan invasi ke jaringan yang
lebih dalam dan mengenai struktur di luar dermis seperti tulang, otot, dan tulang rawan,
bermetastasis, serta mempunyai prognosis yang lebih buruk.15

Pemeriksaan Penunjang
a. Histopatologi
Karakteristik histologik umum dari basalioma ialah adanya sel-sel tumor
basaloid dalam kelompok dengan bagian tepi tersusun palisading, sel-sel dengan inti
mitosis, badan apoptosis, stroma miksoid, dan adanya celah artefak di daerah
peritumor antara sel-sel tumor dan stroma sekitarnya.15
Sifat-sifat histopatologis pada KSB sangat bervariasi tetapi pada umumnya
mempunyai inti yang besar, oval atau memanjang dengan sedikit sitoplasma. 16 Secara
umum, KSB dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu tidak
berdiferensiasi (solid) dan berdiferensiasi.
Karsinoma sel basal tidak berdiferensiasi dibagi dengan pertumbuhan lambat
dan agresif.13,16
KSB dengan pertumbuhan lambat terdiri dari:13
a). KSB superfisial: KSB superfisial ditandai oleh proliferasi sel basaloid
atipikal dan menunjukkan slit-like retraction pada sel basal yang
tersusun palisade di stroma. Sel-sel tumor dapat menempati folikel
rambut serta struktur adneksa ekrin, dan seringkali berasal dari
follicular bulges. Di sekitar proliferasi sel tumor kadang ditemukan
susunan fibroblas dalam jumlah cukup banyak. Dapat terlihat atrofi
epidermis, dan invasi dermis. Beberapa kasus menunjukkan melanin di
epitelium dan histiosit dalam stroma. Kadang tampak infiltrat limfoid
menyerupai pita tebal pada dermis bagian atas.
b). KSB nodular: KSB nodular merupakan bentuk KSB tersering, ditandai
dengan kelompok sel basaloid besar dan kecil yang saling terpisah
pada dermis papilare dan retikulare. Pada stroma tidak terjadi slit-like
retraction. Fibroblas tidak terlihat menonjol atau proplasia. Pada tumor
nodular terlihat beberapa unsur yang berdiferensiasi (ekrin, sebaseus).
Stroma di sekitarnya menunjukkan perubahan miksoid dan kalsifikasi
pada kelompokan yang terpisah dari tumor. Slit-like retraction dapat
menyebabkan kelompok tumor tersingkir dari stroma dan
mengakibatkan ruangan yang kosong berbentuk bulat pada dermis
tengah atau bawah. Hal ini merupakan tanda penting dalam
mendiagnosis pola pertumbuhan KSB nodular/infiltratif. Juga dapat
terlihat pigmentasi melanin pada sel tumor dan histiosit.13
c). KSB mikronodular: KSB tipe ini menunjukkan gambaran menyerupai
tipe nodular, tetapi dengan kelompok tumor yang lebih kecil dan
tersebar, distribusi asimetris serta lebih menyebar ke dermis dan/atau
subkutis. Kelompok tumor ini disertai proliferasi stroma. Stroma
dengan gambaran miksoid atau kolagenisasi, menunjukkan bahwa lesi
ini merupakan tahapan antara KSB tipe nodular dan agresif.13

KSB dengan pertumbuhan agresif terdiri dari:13


a). KSB morfeaformis. KSB tipe ini paling banyak melibatkan jaringan
ikat. KSB morfeaformis atau infiltratif terdiri atas deretan sel tumor
yang berada dalam stroma fibrosa yang padat dengan fibroblas.
Nekrosis dan mitosis terjadi secara aktif, serta menunjukkan
penyebaran luas ke dermis retikulare dan penetrasi ke jaringan
subkutan. Jarang didapati slit-like retraction.13
b). KSB infiltratif. Pada tipe ini terlihat kelompok sel tumor dengan
ukuran dan bentuk iregular. Kelompok ini memiliki tepi yang tajam,
kadang-kadang terdapat daerah yang menunjukkan slit-like retraction,
dan aktivitas mitosis serta sering terjadi nekrosis sel. Selain itu ukuran
dan bentuk kelompok-kelompok ini beragam dengan jagged contours.
Stroma seringkali fibrotik dengan fibroblas stroma yang lebih
cembung. Tumor ini dapat melakukan invasi hingga subkutis dan
muskulus serta struktur lain yang berada di sekitarnya.13
c). KSB metatipikal. KSB metatipikal ditandai dengan juluran sel tumor
yang bergerigi dan berinfiltrasi. Beberapa menunjukkan gambaran
palisade perifer yang tidak sempurna (abortive). Morfologi basaloid
terlihat jelas, dengan beberapa area menunjukkan jembatan interselular
dan/atau keratinisasi sitoplasmik.13

Karsinoma sel basal berdiferensiasi, terdiri dari:


a) KSB jenis keratotik: jenis ini disebut juga sebagai KSB pilar karena
berdiferensiasi sepanjang batas pilosebaseus. KSB keratotik
menunjukkan kelompok tumor basaloid yang besar dan bulat, serta
terdapat keratinisasi dan degenerasi di bagian sentral. Kista yang
terletak di sentral biasanya mengandung sedikit lapisan sel granular
dan dipenuhi keratin serta debris parakeratotik.
b) KSB infundibulokistik: tumor dengan diferensiasi di infundibulum
folikel rambut. Sel basaloid akan berproliferasi membentuk kelompok
membujur dan melingkar, mengelilingi struktur berisi keratin yang
dibatasi epitel berlapis serta menunjukkan lapisan sel granular. Sel
yang membatasi kista berisi keratin ini selanjutnya akan mengalami
diferensiasi skuamoid dengan tepi luar basaloid.13
c) KSB pleiomorfik: tipe ini disebut sebagai KSB pleiomorfik atau
“epitelioma sel basal dengan sel monster”, karena gambaran nukleus
hiperkromatik raksasa yang lebih besar disertai nukleoplasma yang
amorfik. Inti sel raksasa dapat tersebar di luar lobulus tumor atau
berkelompok.13
d) KSB berdiferensiasi sebasea: ahulu disebut dengan bentuk kistik. KSB
subtipe ini merupakan bentuk solid yang mengalami nekrobiosis.13
e) Fibroepithelioma of Pinkus (FEP): Pada FEP terlihat rantai panjang sel
basaloid yang panjang dan tipis, dan terjalin pada stroma fibrosa.
Selain itu, terlihat sel dengan warna lebih gelap yang tersusun palisade
di lapisan sel perifer matriks miksoid dengan dasarnya berupa sel
kumparan dengan banyak kolagen.13

Gambar 8. histopatologik basalioma13,15. A) Tipe nodular. B) Tipe superfisial. C) Tipe


infiltratif. D)Tipe fibroepiteliomatous. E) Tipe infundibulokistik. F) Tipe morfeaformis.

b. Sitologi
Pemeriksaan sitologi bertujuan untuk mengevaluasi sel secara mikroskopis.
Pemeriksaan sitologi merupakan prosedur yang cepat dan mudah dilakukan. Pada
KSB, pemeriksaan sitologi dilakukan untuk membedakan dari keganasan kulit lain,
yaitu karsinoma sel skuamosa (KSS). Pada kasus keganasan kulit, beberapa studi
menyebutkan angka sensitivitas pemeriksaan ini sebesar 91% dan spesifisitasnya
sebesar 87%. Cara pengambilan sediaan pada KSB bergantung pada jenis KSB, dapat
dengan aspirasi jarum halus, impression smears, atau gentle tissue scraping. Kriteria
untuk mendiagnosis KSB secara sitologi yaitu kohesi interselular yang tinggi pada
fragmen jaringan, kelompok sel kecil yang seragam dan padat dengan sitoplasma
basofilik. Nukleus berbentuk oval atau fusiformis, terkadang bulat dengan struktur
kromatin yang samar, dan biasanya tidak terdapat nukleoli. Pada beberapa lesi
terdapat bahan amorfik berwarna merah muda.13

Gambar 9. Hapusan sitologi dari KSB13

c. Imunohistokimia KSB
Gen p53 berfungsi penting dalam menekan perkembangan tumor, termasuk
KSB. Pada keadaan normal, p53 teraktivasi saat terjadi induksi kerusakan DNA untuk
membuat siklus sel dalam keadaan istirahat atau untuk menginduksi apoptosis. Saat
terjadi mutasi, p53 tidak lagi mampu menjalankan fungsi ini. Mutasi gen p53
menghasilkan protoonkogen dominan yang mampu menambah potensiasi keganasan
tumor. Hal ini disebut sebagai peningkatan fungsi mutasi gen p53, yang merupakan
mekanisme utama pada progresivitas KSB. Pada pemeriksaan imunohistokimia
terlihat inti sel yang terwarnai p53. Jika inti sel yang terwarnai melebihi 10%, maka
dinyatakan positif. 13
Beta-catenin merupakan kelompok yang berasal dari kompleks E-
cadherin/catenin, yang berperan penting dalam adesi antar sel melalui interaksi E-
cadherin dan sitoskeleton. β-catenin juga terlibat dalam jaras transduksi sinyal Wnt
(Wnt-signalling pathway), proses yang berperan dalam karsinogenesis, termasuk
KSB. Saat terdapat sinyal Wnt, kelompok sitoplasma β-catenin akan meningkat dan
melakukan translokasi ke inti yang akan melakukan aktivasi transkripsi dari faktor
sel-T (T-cell factor) atau lymphocyte enhancement factor family. Pada keadaan tidak
terdapat sinyal Wnt, kompleks multiprotein akan meningkatkan degradasi β-catenin,
sehingga tidak terjadi aktivasi faktor sel-T. Pada pemeriksaan imunohistokimia,
antibodi yang digunakan adalah antibodi primer poliklonal βcatenin. Kemudian
dilakukan interpretasi ekspresi βcatenin yang terlihat, berdasarkan pada intensitas dan
lokasi. Intensitas dibagi menjadi dua, yaitu sedang dan kuat, sedangkan lokasi juga
dibagi menjadi dua, yaitu ekspresi di inti atau nukleositoplasmik. Pewarnaan βcatenin
dikatakan positif jika berwarna cokelat.13
Pada kulit normal, ekspresi β-catenin terutama terdapat pada sitoplasma,
sedangkan pada KSB dan KSS terutama pada inti dan nukleositoplasmik. Konsentrasi
βcatenin inti yang lebih tinggi pada tumor merupakan salah satu tanda bahwa β-
catenin berperan sebagai signal transducer dalam tumerogenesis. Beberapa peneliti
menemukan korelasi yang signifikan antara intensitas ekspresi β-catenin dengan
indeks mitosis, derajat, ukuran dan tingkatan tumor. Ditemukannya β-catenin di inti
berhubungan dengan agresivitas tumor.13

A B

Gambar 10. A) Pengecatan imunohistokimia protein p53 pada KSB. B) Ekspresi β-


catenin pada sel tumor KSB13

d. Dermoskopi
Dermoskopi atau yang sering disebut dermatoskopi merupakan suatu metode in vivo
dengan menggunakan mikroskop epiluminens untuk melihat lesi kulit epidermis dan dermis.14
Karakteristik gambaran dermoskopi yang ditemukan pada KSB dapat berupa arborizing
vessel dan atau superfisial fine telangiectasis, ulserasi dan atau multiple small erosions, blue-
gray ovoid nest, multiple blue-gray dots/globules, maple leaf-like areas, atau spoke-wheel
area. Arborizing vessels adalah salah satu karakteristik gambaran dermoskopi KSB yang
mirip seperti ranting pohon. Gambaran ini berupa pembuluh darah dengan diameter yang
besar, berwarna merah terang, bercabang, tidak teratur, di atas permukaan tumor. Gambaran
tersebut merupakan pelebaran pembuluh darah di dermis akibat peningkatan volume
vaskularisasi atau neo-vaskularisasi untuk nutrisi sel tumor.14
Superfisial fine telangiectasis merupakan gambaran dermoskopi berupa garis lurus,
pendek, berwarna merah muda, tanpa cabang, yang merupakan pembuluh darah yang pendek,
halus, lurus. Ulserasi atau multiple small erosion pada gambaran dermoskopi berupa
gambaran yang tidak berstruktur (berwarna putih), gambaran lesi dapat soliter atau multipel
di atas area yang berwarna merah atau merah kehitaman. Gambaran tersebut dikarenakan
hilangnya lapisan epidermis, sering pula ditutupi oleh krusta hemoragik. Blue-gray ovoid nest
merupakan gambaran berbentuk bulat seperti telur yang berkonfluens, lebih besar dari
globules, berbatas tegas, berwarna biru keabu-abuan. Gambaran tersebut terbentuk akibat sel
tumor yang berpigmen berkumpul di lapisan dermis. Multipel blue-gray dots/globules adalah
gambaran berbentuk lonjong atau bulat, berbatas tegas, ukurannya lebih kecil dari ovoid nest.
Gambaran dots berukuran kurang dari 0,1 mm, sedangkan globules berukuran lebih dari 0,1
mm. Gambaran tersebut terbentuk akibat kumpulan sel tumor berpigmentasi yang berlokasi
di dermis. Maple leaf-like areas adalah gambaran berbentuk daun, berwarna cokelat
transparan sampai biru keabuan dan berkumpul di daerah perifer lesi. Gambaran ini terbentuk
akibat sel-sel tumor berpigmen yang bergabung, banyak ditemukan di lapisan epidermis,
tetapi kadang-kadang juga ditemukan di lapisan dermis. Spoke wheel areas merupakan
gambaran berbentuk jari-jari roda berbatas tegas, dengan warna yang bervariasi seperti
cokelat, hitam, biru, dan abu-abu. Pada tengah spoke wheel area warna terlihat lebih gelap
(axis sentral). Gambaran tersebut merupakan kumpulan sel tumor yang sering ditemukan
pada lapisan epidemis.14
Berikut ini dipaparkan berbagai manifestasi klinis setiap subtipe KSB beserta masing-
masing gambaran dermoskopinya.14
a. KSB subtipe Nodular : gambaran dermoskopi pada lesi tersebut ditemukan arborizing
vessel

Gambar 11. KSB tipe nodular A) Gambaran klinis tipe nodular: nodul
translusen. B) Gambaran dermoskopi memerlihatkan aborizing vessels (tanda bulat)14

b. KSB subtipe Superfisial : gambaran dermoskopi terbanyak berupa superfisial fine


telangiectasis dan multipel small erosions.
Gambar 12. KSB tipe superfisial A. Gambaran klinis tipe superfisial; B. Gambaran
dermoskopi superfisial fine telangiectasis (tanda bulat) dan multipel small erosions
(tanda panah)14

c. KSB subtipe Pigmentasi : berupa gambaran adanya suatu kumpulan melanin seperti
blue-gray ovoid nests, leaflike area, spoke wheel area.

Gambar 13. KSB subtipe pigmentasi yang menyerupai subtipe nodular A. Gambaran
klinis subtipe superfisial; B. Gambaran dermoskopi blue-gray avoid nest (tanda
panah) dan superfisial fine telangictasis (tanda bulat)14

Gambar 14. KSB subtipe pigmentasi yang menyerupai subtipe superfisial. A.


Gambaran klinis KSB pigmentasi; B. Gambaran demoskopi spoke wheel areas (tanda
kotak), multipel small erosions (tanda panah)14
Gambar 15. KSB subtipe pigmentasi yang menyerupai subtipe superfisial A.
Gambaran klinis KSB pigmentasi (superfisial); B. Gambaran dermoskopi meaple leaf-
like areas (tanda panah) dan superfisial fine telangictasis (tanda bulat)14

d. KSB subtipe Morfeaformis : ditemukan gambaran berupa superfisial fine


telangiectasis dengan latar belakang warna putih menunjukkan suatu jaringan parut.

Gambar 16. KSB tipe morfeaformis A. Gambaran klinis KSB tipe morfeaformis; B.
Gambaran dermoskopi superfisial fine telangiectasis (tanda bulat)14

e. KSB subtipe Fibroepitelioma of Pinkus : gambaran white streaks area merupakan


gambaran khas pada KSB subtipe FOP, yaitu berupa gambaran berwarna putih yang
merupakan area fibrosis.
Gambar 17. KSB tipe fibroepitelioma of pinkus (FOP) A. Gambaran klinis KSB
subtipe FOP; B. Gambaran dermoskopi ditemukan aborizing vessel (tanda panah) dan
white streaks area (tanda bulat)14

Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis pada karsinoma sel basal (BCC), anamnesa dan
gambaran makroskopis lesi penting untuk menegakkan diagnosa awal BCC.17 Selain itu,
manifestasi klinis, serta lokasi lesi juga penting dan mayoritas lesi yaitu lebih dari 80% BCC
ditemukan di kulit bagian kepala dan leher serta 90% darinya ditemukan di wajah. 18
Penggunaan dermoskopi juga dapat membantu dalam menegakkan diagnosis karena hasilnya
cepat dan tidak invasif. Hasil dermoskopi akan disesuaikan dengan hasil subtipe dari
histopatologi. Hal ini karena, pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas dalam
penegakkan diagnosa BCC. 18
Pengambilan sampel histopatologi direkomendasikan menggunakan shave biopsy dan
juga biopsi plong atau dikenali sebagai punch biopsy. Shave biopsy menggunakan scalpel No.
15A yang steril agar operator dapat mengatur kedalaman specimen yang diambil dengan
tepat. Pada biopsi plong, digunakan untuk lesi yang datar pada BCC morfeaform atau pada
BCC kambuh yang terjadi pada scar dan pengambilan specimen haruslah dengan jumlah
jaringan yang adekuat karena spesimen yang sedikit dapat menyulitkan penegakkan diagnosis
dan sulit untuk menentukan subtipe dari BCC yang akan memberi kesan pada pemilihan
terapi.17

Diagnosis Banding
Tabel 1. Diagnosa Banding Karsinoma Sel Basal17
Nodular BCC Pigmented BCC Superficial BCC Morpheaform Fibroepitheliom
BCC a of Pinkus
- Dermal nevus - Nodular - Bowen`s - Scar -Skin tag
- Squamous cell melanoma disease - Morphea Fibroma
carcinoma - Superficial - Mammary or Trichoepithelio -Papillomatous
- Appendegeal spreading extramammary ma dermal nevus
tumor melanoma Paget`s disease
- Dermatofibroma - Appendageal - Superficial
tumor spreading
- Compund nevus melanoma
- Blue nevus - Single plaque
of
psoriasis
- Single plaque
of
psoriasis

Tatalaksana
Tatalaksana BCC adalah berdasarkan lokasi anatomis lesi dan juga dari hasil
histopatologis dan peluang terbaik untuk menyembuhkan BCC adalah dengan terapi yang
adekuat karena kekambuhan BCC dapat berulang dan akan terjadi destruksi yang lebih
jauh.17 Operasi dan radioterapi dilihat sebagai modalitas terapi yang paling afektif dalam
terapi BCC di lokasi yang beresiko rendah. Terdapat juga studi menggunakan imiquimod
sebagai terapi BCC, namun harus diklarifikasi adakah imiquimod sebagai pilihan terapi
berbanding pemebedahan. Berikut merupakan algoritma managemen terapi karsinoma sel
basal:17

Gambar 18. Algortima managemen karsinoma sel basal.17

1. Pembedahan Mikrografi Mohs (MMS)


MMS memberikan analisa histologi daripada margin tumor dengan konservasi dari
jaringan lebih maksimal berbanding dengan eksisi standar, Berdasarkan laporan Rowe,
Carrol dan Day, didapatkan tingkat kekambuhan BCC dengan terapi MMS kira-kira 1%
dan hal ini minimal berbanding modalitas terapi yang lain seperti eksisi standar (10%),
kuretase dan pengeringan (C& D) (7.7%), XRT (8.7%) dan krioterapi (7.5%).17 Selain
itu, berdasarkan sebuah penelitian tingkat rekurensi setelah 5 tahun operasi, didapatkan
terapi dengan MMS mempunyai tingkat kekambuhan yang terendah yaitu 2.1 %
berbanding modalitas lain yaitu destruksi (4.9%) dan eksisi (3.5%).19 MMS digunakan
untuk terapi BCC tipe morfeaform, gambaran yang buruk, tidak dibuang dengan komplit
dan tumor BCC resiko tinggi dan karena tingkat rekurensi yang rendah,17
Penggunaan MMS adalah pengobatan utama pada BCC di daerah wajah dengan
histopatologi yang agresif dan rekuren.17 Selain itu, karsinoma sel basal yang diterapi
dengan MCC menunjukkan tingkat kesembuhan yang baik dan MMS juga merupakan
prosedur terapi yang hemat biaya untuk terapi BCC yang beresiko tinggi dan untuk
tujuan kosmetik pada tumor di daerah yang sensitif.20
2. Eksisi Standar
Eksisi memberikan kelebihan dalam mengevaluasi spesimen berbanding terapi non-
eksisi. Berdasarkan Cohcran review, disimpulkan bahwa terapi bedah merupakan terapi
standar pada karsinoma sel basal. Walaupun eksisi standar digunakan dalam banyak
kasus BCC, namun tingkat kesembuhan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
MMS.17 Namun antara kekurangan dari eksisi standar ini adalah potensi untuk eksisi
yang tidak lengkap dan terjadi kira-kira 4.7% hingga 13,2% pasien.17 Margin eksisi pada
jaringan BCC adalah 4-5mm untuk memastikan pembersihan perifer sehingga 95% dan
pada tumor besar, margin eksisi 3-15 mm untuk mendapatkan kadar pembersihan yang
sama. Namun, sejak kekambuhan karsinoma sel basal berhubungan dengan tingkat
kesembuhan yang buruk setelah eksisi, margin eksisi yang direkomendasikan adalah 5-
10mm.21
Selain itu, Farhi et al menemukan eksisi yang tidak lengkap berhubungan dengan
lokasi eksisi yaitu di hidung, canthus bagian dalam dengan infiltrasi dan tipe histologi
yang multifokal.17 Kebanyakan otoritas merekomendasikan reeksisi pada eksisi yang
tidak komplit dengan atau tanpa kontrol frozen-section atau dengan kontrol margin
histologi. Radioterapi adjuvan setelah operasi juga diterima sebagai terapi alterbnatif
sekiranya eksisi seterusnya sulit dilakukan. 21 Kuretase preoperasi dapat menurunkan
frekuensi margin positif dalam terapi karsinoma sel basal.17
3. Curettage and Desiccation (C&D)
C&D merupakan modalitas terapi yang kerap dilakukan pada pasien dengan
karsinoma sel basal dan berdasarkan Kopf et al, ditemukan terapi C&D adalah operator-
dependen karena terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat kesembuhan pasien
yaitu 94.3% pada praktis swasta dan 81.2% pada residen. 17 Tingkat kesembuhan dengan
C&D juga tinggi yaitu 98.8% pada karsinoma sel basal primer, nonfibrosing BCC dan
lokasi beresiko tinggi di wajah jika operasi di lakukan oleh operator yang
berketrampilan. Terapi dengan C&D ini digunakan untuk tumor yang bersaiz kecil yaitu
< 1 cm.22 Tingkat penyembuhan menurun seiiring dengan ukuran lesi yaitu untuk lesi
yang di bawah 1.0cm, tingkat kesembuhan 98.8%, lesi ukuran 1.0 dan 2.0 cm 95.5% dan
lesi di atas 2.0cm adalah 84%. Tingkat kekambuhan dilihat sering tejadi di bagian dahi,
telinga, hidung dan bahu.17 Selain itu, terapi ini juga tidak direkomendasikan untuk terapi
pada kasus tumor yang rekuren dan jika dibandingkan dengan eksisi standar dan MMS,
C&D tidak meningkatkan kualitas kehidupan pasien setelah diterapi.21
4. Cryosurgery
Cryosurgery adalah modalitas terapi yang lainnya menggunakan teknik ablasi
menggunakan cecair nitrogen atau nitrogen oksida untuk induksi sel neoplasma dengan
memberikan suhu yang rendah pada dasar tumor yaitu -50o hingga -60o. Metoda ini
digunakan pada tumor dengan tingkat resiko rekurensi yang rendah dan dengan ukuran di
atas 2 cm.18 Berdasarkan literatur, pada tahun 1970dan 1997 didapatkan tingkat
kekambuhan 5 tahun setelah operasi dengan terapi cryosurgery pada karsinoma sel basal
primer adalah 4% hingga 17%. Selain itu, terdapat efek samping akibat cryosurgery yaitu
terjadinya scar dan juga masalah pigmentasi. 22 Tingkat kepuasan pasien setelah diterapi
dilihat lebih tinggi pada pasien yang diterapi dengan bedah eksisi berbanding dengan
cryosurgery dan hal ini harus dijadikan pertimbangan dalam pemilihan terapi.17
5. Terapi Fotodinamik
Terapi fotodinamik atau PDT adalah terapi dengan pemberian bahan fotosesitisasi
melalui intavena atau topical yang mana setelah 24 hingga 48 jam akan berakumulasi di
dalam sel tumor dan akan diradiasi dengan panjang gelombang 630 hingga 660nm atau
laser dengan foto-oksidasi yang akan menyebabkan kematian dari sel kanker.22
Penggunaan bahan tersbeut adalah dengan Exogenous δ-aminolevulinic acid dan
berdasarkan Morrison et al melaporkan 88% pembersihan tumor setelah satuhingga tiga
kali terapi. Namun, berdasarkan Marmur et al, menyatakan tingkat kekambuhan terapi
PDT pada kanker kulit non-melanoma adalah dari 0% hingga 31% pada karsinoma sel
basal.17 Selain itu, The Cochrane collaboraion menemukan bahwa hasil kosmetik pada
PDT lebih bak dari operasi namun terdapat tingkat kegagalan terapi yang tinggi pada
PDT jika dibandingkan dengan operasi, radioterapi dan cryotheraphy.17
6. Terapi Radiasi
Terapi radiasi (XRT) digunakan pada kasus karsinoma sel basal primer atau pada
kasus margin positif setelah operasi. Kelebihan dari terapi ini adalah meminimalisir
ketidakselsaan pasien dan dapat mengelakkan prosedur invasif pada psien yang tidak
dapat menjalani prosedur operasi.17 Hasil terapi dengan XRT sangat baik dan
berdasarkan sebuah analisis retrospektif, persentase dalam 5 tahun kasus yang berhasil
diterapi dengan XRT adalah 93% hingga 96% dan resiko rekurensi adalah 4% hingga
16% serta XRT menunjukkan hasil yang baik pada lesi yang kecil dan subtipe nodular. 18
Terapi radiasi juga efektif sebagai terapi adjuvan dan merupakan metoda pilihan pada
kanker kulit non melanoma yang beresiko tinggi dan dapat juga digunakan sebagai terapi
paliatif untuk meningkatkan kualitas kehidupan pada kasus yang tidak dapat
disembuhkan.5 Namun, kekurangan dari terapi ini adalah seperti kurangnya verifikasi
histologis tumor, pengobatan jangka Panjang, terjadi perburukan kosmetis seperti atrofi
kulit serta telangiectasia dan juga disposisi untuk menjadi agresif dan kambuh.
Cochrane Collaboration menyatakan Tindakan operasi dan radioterapi menrupakan
terapi yang paling efektif pada BCC tetapi hasil secara keseluruhan didapatkan terapi
yang paling baik adalah dengan operasi.17
7. Terapi Alternatif (Terapi Botani)
Ekstrak botani adalah senyawa tunggal yang semakin meningkat penggunaanya dalam
kosmetik tetapi juga pada obat bebas dan suplemen makanan. Botani adalah sekelompok
senyawa yang berasal dari tumbuhan, rempah-rempah, batang, akar dan bahan yang lain
yang dapat digunakan dalam bentuk tumbuhan kering atau segar dan memberikan khasiat
seperti antioksidan, anti-inflamasi dan sifat imunomodulator dan dipercayai dapat
sebagai agen kemopreventif yang dapat menekan proses karsinogenesis. Pengobatan
botani dirujuk pada pengobatan herba, phytotheraphy atau phytomedicine.7 Terdapat
peningkatan minat dalam penggunaan obatan topikal alternatif sebagai pencegah dan
terapi pada kanker kulit non melanoma terutama pada bagian superfisial. 24 Berikut
merupakan jenis agen botani yang telah diuji coba pada manusia dan hewan:

Tabel 2. Ringkasan afek agen botani yang diuji coba pada manusia24
Agen Sumber Khasiat Assessmen
Botani histopatologi
terhadap khasiat
agen botani
Ingenol Euphorbia Menunjukkan respon klinis Tiada
mebutate peplus (pembersihan tumor) pada BCC dan
SCC
Hypericin Hypericum Menunjukkan respon klinis pada Ada
perforatum BCC dan SCC terhadap hypericin
dan terapi fotodinamik pada satu
studi tapi kombinasi tersebut kurang
afektif pada sebuah studi pada
manusia.
Kopi Pokok Kopi Komsumsi kopi berhubungan Tiada
dengan penurunan prevalensi kanker
non melanoma pada dua studi.
Namun, satu studi menunjukkkan
tidak ada hubungan antara kedua
variabel.
Teh Camellia Hasil yang tidak konsisten. Tiada
sinensis Komsumsi teh secara berhubungan
dengan penurunan resiko BCC dan
SCC, tetapi pada satu lagi studi tidak
ada hubungannya dengan SCC.
Terdapat laporan khasiat the pada
basal cell necus syndrome.
Agen botani Black salve, Laporan menunjukkan tidak ada Tiada
escharotic bloodroot perbaikan BCC dan nekrosis kulit
dengan aplikasi salep black salve.
Terdapat laporan metastasis dari
BCC dengan bloodroot.
Paclitaxel Taxus Pada studi in vitro, didapatkan Tiada
brevifolia paclitaxel topical meningkatkan
aktivitas antiproliferasi pada
karsinoa sel skuamosa. Didapatkan
juga respon klinis pada kasus BCC
rekuren.
Beta- Tumbuhan Tidak terdapat khasiat pada kanker Tiada
carotene yang kaya kulit non-melanoma.
warna
Tabel 3. Ringkasan afek agen botani yang diuji coba pada hewan24
Agen Botani Sumber Khasiat
Hypericin Hypericum perforatum Kombinasi hypericin dan terapi
photodynamic mempunyai kahsiat yang
rendah terhadap satu model mencit.
Tea Camellia sinensis Studi pada hewan menunjukkan terdapat
efek antitumor pada mencit.

Karsinoma Sel Skuamosa


Definisi
Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah tumor ganas kulit nonmelanoma yang
berasal dari keratinosit suprabasal epidermis. Pajanan radiasi ultraviolet diketahui
merupakan salah satu pemicu utama sehingga tempat predileksi keganasan ini adalah area
yang sering terpajan sinar matahari, terutama kepala dan leher.25

Faktor Resiko
a. Faktor pejamu meliputi usia, pigmentasi, status imunitas, dan adanya kelainan genetik
misalnya pada xeroderma pigmentosum, mutasi tumor supresor p53 yang
menjadikan sel tumor resisten terhadap apoptosis, overekspresi onkogen H-ras, dan
disfungsi telomer.25
b. Faktor lingkungan yang paling berperan adalah akumulasi pajanan sinar ultraviolet.
Ultraviolet A dan B berbahaya bagi kulit, namun sinar ultraviolet B (UVB) dengan
panjang gelombang (200-320 nm) lebih bersifat karsinogenik. Radiasi UVB
menyebabkan terbentuk ikatan kovalen antar pirimidin dan pembentukan mutagen.
Akumulasi pajanan sinar ultraviolet dapat menyebabkan akumulasi mutasi genetik
keratinosit sehingga muncul sel yang potensial ganas.25
c. Faktor lain yang berperan antara lain lesi prakanker (aktinik keratosis dan penyakit
Bowen), infeksi virus Human Papilloma, radiasi ion, jaringan parut, dermatosis kronik,
luka bakar, merokok, dan pajanan bahan kimia yang bersifat karsinogen misalnya: arsen
atau coal-tar.25

Patogenesis
Karsinoma sel skuamosa sel berasal dari sel epidermis yang mempunyai beberapa
tingkatan kematangan, dapat intraepidermal, dapat pula bersifat invasif dan bermetastasis.26
Manifestasi Klinis
Sekitar 80-90% kasus KSS ditemukan pada daerah kepala dan leher, dengan lokasi
terbanyak pada daerah skalp dan telinga. Pada populasi kulit putih lesi kulit biasanya
ditemukan pada daerah yang terpajan sinar matahari seperti kepala, leher, dan punggung
tangan. Pada populasi kulit berwarna terdapat distribusi yang sama baik ditempat yang sering
terpajan matahari maupun tidak. Tumor biasanya soliter, merupakan kelanjutan dari lesi
prekursor.27
Karsinoma sel skuamosa di kaki lebih sering terjadi pada wanita. Kelainan kulit dapat
berupa papul keratotik atau plak eritematosa, atau ulkus yang tidak kunjung sembuh. Batas
lesi dapat tegas atau difus, dan dapat disertai rasa nyeri.Tumor yang bersifat progresif
biasanya terfiksasi dengan jaringan di bawahnya. Lesi pada daerah leher, bila disertai
pembesaran KGB lokal menandakan suatu metastasis.25
Gambaran Tumor Risiko Tinggi menurut (NCCN 2012):27
1. Area M ≥10 mm
2. Area H ≥6 mm
3. Poorly defined
4. Rekurensi
5. Imunosupresi
6. Site of prior RT atau proses inflamasi kronis
7. Tumor yang berkembang dengan cepat
8. Gejala neurologi
9. Patologi
a. Moderately or poorly differentiated histology
b. Subtipe akantolitik, adenoskuamosa atau desmoplastic
10. Kedalaman: ≥2 mm atau Clark levels IV,V
11. Keterlibatan perineural atau vaskular
Dikatakan tumor risiko tinggi apabila ada salah satu tanda diatas.
M: “medium” risk -> daerah kening, kulit kepala, pipi, dan leher
H: “High” risk -> wajah bagian tengah, telinga, periaurikular, kelopak mata,
periorbital, hidung, pelipis, dan bibir

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, yaitu :
1. Dermoskopi
Struktur vaskular polimorfik berupa linear ireguler/serpentine, hairpin/looped,
glomerular/coiled dan dotted. Sedangkan struktur keratin berupa white circle, white
pearl/clod central keratin, dan central keratin with blood spot.27

Gambar 19. A. Karsinoma sel skuamosa dengan dot dan pembuluh glomerular. B.
KSS dengan hairpin dan pembuluh serpetine28
2. Biopsi Spesimen diambil pada bagian lesi yang dicurigai infiltrasi lebih dari
superfisial (NCCN kategori 2A). Biopsi kulituntuk pemeriksaan histo – patologis
menunjukan adanya masa sel tumor yang tumbuh ke dermis, terdiri atas sel
skuamosa normal dan atipik. Semakin banyak sel atipik, semakin buruk differensiasi
sel. Sel atipik ini bervariasi bentuk, ukuran, nucleus, hiperplasi, hiperkromasi,
jembatan antar sel menghilang, keratinisasi sel individual dan mitosis atipik.27
3. Histopatologi Pada pemeriksaan harus mencantumkan subtipe perubahan morfologi
pada sel, derajat diferensiasi, dalamnya tumor dalam millimeter, kedalaman invasi,
dan pemeriksaan keterlibatan saraf, vaskular, dan kelenjar getah bening. (NCCN
kategori 2A). 27
4. Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) Dilakukan bila
terdapat kecurigaan perluasan penyakit pada tulang, saraf maupun jaringan lunak
lain (NCCN kategori 2A).1-5 Pemeriksaan kelenjar getah bening (NCCN
kategori2A).27

Klasifikasi dan Diagnosis


Kecurigaan SCC harus meminta pemeriksaan lengkap dari seluruh kulit dan palpasi
dan/atau pemeriksaan ultrasonografi kelenjar getah bening regional untuk keterlibatan nodal.
Sampai saat ini, tidak ada klasifikasi prognostik yang memuaskan untuk cSCC primer
yang telah diusulkan. Klasifikasi dan stadium SCC kulit didasarkan pada sistem TNM terbaru
dari International Union Against Cancer dan American Joint Committee on Cancer. 29,30
Sistem penentuan stadium ini tidak optimal karena telah dikembangkan untuk semua SCC
kepala dan leher, yang mencakup tumor dengan agresivitas yang sangat berbeda. Mereka juga
tidak memiliki validasi ekstensif, karena mereka hanya divalidasi dalam serangkaian
penerima transplantasi organ dengan cSCC.31 Selain itu, mereka kekurangan diskriminasi
prognostik akurat dalam tahap tertentu di mana ukuran hasil bervariasi secara signifikan.
Kategori T1 digunakan untuk mendefinisikan tumor 'risiko rendah' berdasarkan ukuran tumor
horizontal <2 cm. T2 digunakan untuk tumor 'berisiko tinggi' berdasarkan diameter> 2 cm.
Karena heterogenitas hasil klinis pada tumor T2 dari sistem stadium TNM / AJCC, sistem
pementasan alternatif telah diusulkan bahwa stratifikasi tahap ini lebih akurat pada tumor
berisiko rendah dan tinggi berdasarkan hasil klinis dan prognosis. 32 Empat faktor sedang
dipertimbangkan dalam sistem ini yang telah divalidasi dalam satu institusi akademis,
misalnya (1) karakteristik histologis yang dibedakan dengan buruk, (2) diameter 2 cm atau
lebih, (3) invasi perineural dan (4) invasi di luar jaringan subkuta. Tumor T2 (dengan
ketebalan> 2 mm) dikelompokkan menjadi stadium T2a risiko rendah (dengan salah satu
faktor risiko di atas) dengan 16% dari pasien ini bertanggung jawab atas semua kejadian
terkait SCC (rekurensi, metastasis nodal dan/atau kematian) dan T2b risiko tinggi dengan
tumor yang menggabungkan 2–3 faktor risiko dan 64% dari semua kejadian terkait SCC.
Tahap T3 termasuk tumor itu menggabungkan semua faktor risiko serta faktor-faktor yang
menyebabkan invasi tulang (tidak ada stadium T4 dalam sistem stadium alternatif). Validasi
lebih lanjut dengan studi prospektif multisenter yang lebih besar diperlukan untuk stratifikasi
cSCC yang lebih baik secara prognosis dan menggambarkan pasien yang lebih membutuhkan
pengobatan adjuvan.
Karena keterlibatan kelenjar getah bening oleh SCC kulit meningkatkan risiko
kekambuhan dan kematian (tingkat kelangsungan hidup 30% pada 5 tahun), USG kelenjar
getah bening sangat dianjurkan (konsensus ahli EDF-EADO-EORTC), terutama pada tumor
dengan karakteristik risiko tinggi. - akteristik. 33 Dalam kasus kecurigaan klinis atau temuan
positif pada pencitraan, konfirmasi histologis harus dicari baik dengan aspirasi jarum halus
atau dengan biopsi kelenjar getah bening terbuka. Pada tumor berukuran besar dengan tanda
keterlibatan struktur yang mendasari (jaringan lunak, tulang), tes pencitraan tambahan,
seperti pencitraan CT atau MRI mungkin diperlukan untuk menilai secara akurat luas tumor
dan adanya penyebaran metastasis. Dalam skema klasifikasi TNM / UICC, penyakit nodal
diklasifikasikan dalam tiga kelompok (N1, N2, N3) dengan memperhitungkan hanya ukuran
dan jumlah node yang terkena. Sistem stadium AJCC mengkategorikan penyakit nodal dalam
lima kategori (N1, N2a, N2b, N2c, N3) berdasarkan jumlah (tunggal versus multipel), lokasi
(ipsilateral /kontralateral) dan ukuran kelenjar getah bening (<3 cm, 3-6 cm, > 6 cm). Faktor
lain yang dapat meningkatkan diskriminasi prognostik antara subkelompok pasien termasuk
ada atau tidaknya invasi ekstrakapsular dan imunosupresi. Peran penyakit mikrometastasis,
dievaluasi dengan biopsi kelenjar getah bening sentinel, sejauh ini belum diperhitungkan
dalam sistem klasifikasi yang diusulkan.29,30

Tabel 3. Klasifikasi TNM dari KSS invasif berdasarkan UICC


(tanpa termasuk tumor pada kelopak mata, penis atau vulva).29

Tabel 4. Klasifikasi TNM dari karsinoma sel skuamosa kulit invasif berdasarkan AJCC
(tanpa termasuk tumor pada kelopak mata, penis, atau vulva)30

Stadium klinis ini berpengaruh terhadap kekambuhan karsinoma sel skuamosa kulit
karena pada stadium yang lebih tinggi sudah terjadi metastase pada kelenjar limfe regional
ataupun T dari tumor yang lebih besar atau sudah infiltrasi lebih dalam. Pertumbuhan sel
kanker juga dikarenakan zeta chain TCR (T cell receptor) yang hilang. Makin banyak zeta
chain yang hilang maka makin agresif atau makin tinggi stadiumnya.30
Tabel 5. Stadium klinis berdasarkan klasifikasi AJCC – TNM30

Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada sel skuamosa karsinoma adalah keratoankatoma, ulkus atau
granuloma kronik, karsinoma sel basal.
Pengobatan
Pengobatan Pilihan untuk SCC invasif mencakup modalitas bedah dan non-bedah.
Pilihan terapi bergantung pada beberapa faktor, seperti lokasi anatomi, faktor risiko
kekambuhan tumor, usia, dan status kesehatan pasien. 34 Klasifikasi TNM, yang
dikembangkan oleh AJCC / IUAC / UICC, yang digunakan untuk semua kanker kulit kecuali
melanoma, tidak cocok untuk SCC, karena tidak dipertimbangkan dalam beberapa kriteria
prognostik yang diidentifikasi dalam literatur. Tujuan utama pengobatan adalah untuk
mengangkat atau menghancurkan tumor sepenuhnya, dengan tetap menjaga fungsi dan
penampilan estetika.
Pembedahan masih merupakan pendekatan standar emas dan dapat dikombinasikan
dengan rekonstruksi plastik, bedah mikro-grafis (MMS) Mohs, elektrodesikasi, atau kuretase.
Pilihan non-bedah untuk cSCC invasif termasuk kemoterapi topikal, pengubah respon imun
topikal, radioterapi, dan kemoterapi sistemik. Yang terakhir biasanya disediakan untuk pasien
dengan lesi metastasis. Pendekatan semacam itu direkomendasikan hanya jika pasien
menolak pembedahan atau pembedahan tidak dapat dilakukan.
1. Operasi
Operasi pengangkatan lengkap dengan kontrol histopatologis dari margin
eksisi merupakan pengobatan lini pertama untuk cSCC. Tujuan utama pembedahan
adalah untuk mendapatkan eksisi tumor yang lengkap dengan tetap
mempertahankan fungsi dan hasil kosmetik yang memuaskan, terutama di area
sensitif seperti bibir, suara bising, telinga, dan lubang alami. Pembedahan juga
diindikasikan dengan radiasi adjuvan untuk mengontrol penyakit regional dengan
adanya metastasis nodal dan invasi periural. Namun, sulit untuk memprediksi
risiko pengembangan metastasis kelenjar getah bening dari cSCC dan data klinis
tentang kegunaan biopsi sentinel node (SNB) masih kurang dalam literatur. Hal ini
menyebabkan dokter menjadi tidak yakin pasien mana yang memerlukan stadium
dan prosedur apa yang digunakan dalam penentuan stadium nodal. Sehingga
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui peran SLNB pada pasien
dengan cSCC. Sedangkan untuk perawatan bedah, dua teknik dapat dilakukan:
eksisi bedah standar dengan penilaian margin pasca operasi atau bedah mikrografik
dan variannya: teknik MMS dan “Mohs lambat”.
Eksisi standar memungkinkan konfirmasi diagnosis histologis cSCC dan
verifikasi pengangkatan tumor secara menyeluruh. Margin eksisi mengacu pada
jumlah minimal kulit sehat yang melebihi batas yang terlihat dari tumor yang harus
diangkat untuk memastikan pemberantasan tumor lengkap. 35 Margin eksisi harus
disesuaikan dengan ukuran klinis dan derajat agresi tumor. Sebuah studi prospektif
yang melibatkan 141 kasus cSCC menunjukkan bahwa margin 4 mm
memungkinkan pengangkatan 95% tumor berisiko rendah sepenuhnya, dengan
ukuran yangberdiameter lebih dari 2 cm.36 Tumor yang lebih besar (> 2 cm)
membutuhkan margin eksisi lebih dari 6 mm. Selain itu, pada tumor dengan faktor
prognostik risiko tinggi, seperti diferensiasi sedang atau buruk, tumor berulang,
invasi perineural, pelebaran jauh ke dalam lemak subkutan, dan / atau lokasi di
telinga atau bibir, direkomendasikan margin lebih dari 6 mm, tergantung dari
diameter klinis.37
2. Bedah Terkontrol Secara Mikroskopis (Mohs 'Micrographic Operasi).
Operasi terkontrol secara mikroskopis (MCS) atau operasi mikrografik Mohs
(MMS) diperkenalkan pada paruh pertama abad ke-20 sebagai alternatif untuk
eksisi standar, elektrodesikasi, dan terapi radiasi untuk karsinoma kulit MMS
terdiri dari pengangkatan bagian horizontal serial dari margin tumor, untuk
meminimalkan risiko kekambuhan.38 Tujuan utama MMS adalah untuk
mengangkat tumor sepenuhnya sambil menyisakan jaringan sebanyak mungkin.
Di pertama, tumor diangkat melalui pembedahan dengan margin minimal;
kemudian potongan horizontal tipis (2 mm) dari kulit di sekitarnya ditandai dan
dihilangkan secara topografis dan dianalisis secara histologis dengan cara yang
tidak terduga. Jika margin positif untuk sel tumor, eksisi ulang lokal dilakukan
sampai area tersebut benar-benar bebas tumor.
Tumor irisan diperiksa intraoperatif menggunakan bagian beku (operasi Mohs)
atau pada bagian parafin (operasi "Mohs lambat").
Kekurangan MMS terdiri dari durasi operasi yang lebih lama dan biaya yang lebih
tinggi.
MMS menunjukkan tingkat kekambuhan 5 tahun untuk cSCC dibandingkan
dengan operasi standar masing-masing 3% versus 8%, dan harus direkomendasikan
dalam kasus tertentu:39,40
(i) Pada cSCC risiko tinggi sebagai pengobatan lini pertama.41
(ii) Pada cSCC risiko rendah ketika margin positif setelah eksisi standar
dengan margin 4–6 mm.41
(iii) Ketika eksisi lengkap sulit dicapai.42
(iv) Dalam kasus risiko tinggi kambuh
(v) Untuk cSCCs terlokalisasi di situs sensitif seperti daerah wajah pusat
dan daerah periorificial, hidung dan bibir.42
(vi) Dalam kasus di mana eksisi bedah dapat menyebabkan gangguan
fungsi.43
(vii) Pada tumor dengan pola pertumbuhan histologis yang agresif.44
3. Radioterapi.
Radioterapi didasarkan pada pemberian radiasi pengion untuk pengobatan
kanker kulit melalui dua teknik yang berbeda: radioterapi eksternal dan terapi
antialergi (brachytherapy).
Radioterapi eksternal menggunakan sinar-X superfisial atau dalam, sinar
gamma (telecobalt), atau berkas elektron (akselerator linier). 45 Regimen yang
berbeda telah digunakan sampai saat ini, yang bervariasi dalam hal durasi,
fraksinasi, dan dosis total yang diberikan. 46 NCCN merekomendasikan algoritme
yang terdiri dari dosis total 45–50 Gy dalam fraksi 2.5–3 Gy untuk SCC dengan
diameter <2 cm dan 60–66 Gy dalam fraksi 2 Gy atau 50–60 Gy dalam fraksi 2.5
Gy untuk tumor > 2 cm.47 Bidang radiasi melibatkan tumor dan batas keamanan 1–
1,5 cm dari kulit di sekitarnya.
Radioterapi direkomendasikan untuk cSCC dalam kasus-kasus berikut:
(i) Itu direkomendasikan sebagai alternatif untuk operasi ketika pasien
menolak operasi atau kondisi pasien mengkonstruksikan operasi.48
(ii) Itu direkomendasikan sebagai pengobatan utama untuk SCC yang tidak
dapat dioperasi atau dalam pengaturan adjuvan.48,49
(iii) Itu dianjurkan untuk pasien yang lemah yang tidak dapat mentolerir
pembedahan ekstensif.
(iv) Itu dianjurkan bila eksisi bedah akan sangat melukai.
(v) Pada cSCC rekuren, radioterapi harus dianggap sebagai terapi adjuvan
untuk meningkatkan pengendalian tumor.
(vi) Itu dianjurkan dalam penanganan metastasis.
(vii) Itu dianjurkan bila tepi jaringan tidak bebas tumor setelah eksisi bedah.
(viii) Pembantu radioterapi harus direkomendasikan pada semua pasien yang
terkena SCC agresif dengan invasi perineural dan untuk individu yang
telah menjalani diseksi kelenjar getah bening dengan penyakit nodal di
daerah kepala dan leher.47
(ix) Itu direkomendasikan dalam kasus SCC yang melibatkan situs
bermasalah seperti wajah atau tangan.
(x) Akhirnya, radioterapi harus dipertimbangkan pada pasien yang
mengalami imunosupresi.
Radioterapi tidak dianjurkan pada SCC verukosa,50 pada pasien dengan
genodermatosis yang merupakan predisposisi kanker kulit seperti xeroderma
pigmentosum atau sindrom Gorlin-Goltz, dan pada pasien dengan penyakit
jaringan ikat (misalnya, sklerosis sistemik).
Radioterapi merupakan kontraindikasi pada kulit yang rusak karena sinar
matahari dan pada area yang sebelumnya diradiasi, untuk cSCC yang terlokalisasi
di tempat yang mengalami vaskularisasi atau trauma yang buruk dan untuk lesi
lanjut yang menyerang tulang, sendi, atau tendon.48
Efek samping akut dan kronis (radiodermatitis) umumnya terkait dengan
pemberian radioterapi, yang terakhir termasuk perubahan pigmen, atrofi, rambut
rontok, fibrosis, limfedema, dan telangiektasia. Insidennya tergantung pada area
yang dirawat dan rejimen radioterapi yang diberikan; jadwal hiperfraksionasi
biasanya dikaitkan dengan kejadian lebih rendah dari efek samping terlambat dan
sebaliknya.51,52
4. Cryosurgery
Cryosurgery didasarkan pada aplikasi nitrogen cair pada suhu -196,5∘C untuk
menghancurkan sel tumor melalui efek langsung dari pembekuan dan stasis
vascular. Kerusakan jaringan tergantung pada pembentukan kristal intraseluler dan
ekstraseluler. Untuk cSCC, pendinginan cepat lebih disukai karena mengarah pada
pembentukan kristal intraseluler yang lebih cepat yang menghasilkan kerusakan sel
tumor yang lebih baik.
Setelah pengobatan, pasien mungkin menunjukkan vesikulasi, eritema,
eksudasi, dan edema, tetapi setelah periode 4-6 minggu area yang rusak biasanya
sembuh tanpa gejala sisa. Hipopigmentasi adalah efek samping utama cryosurgery
akibat kerusakan melanosit selama pembekuan.
Metode ini direkomendasikan untuk merawat cSCC dengan batas yang jelas
pada pasien lanjut usia dan penyandang disabilitas.

5. Kuretase dan Elektrodesikasi


Kuretase dan elektrodesikasi adalah teknik destruktif yang sering digunakan
untuk menangani cSCC risiko rendah superfisial pada badan dan ekstremitas, yaitu
bentuk yang sangat berbeda. Ini lebih disukai pada orang tua. Setelah anestesi
lokal, jaringan tumor yang rapuh dikikis dengan kuretase dan kemudian area
tersebut dielektrodesik untuk menyebabkan nekrosis sel sisa.
Untuk lesi superfisial, satu siklus sudah cukup. Area tersebut kemudian
sembuh dengan niat kedua, yang biasanya menghasilkan bekas luka bundar merah
muda sampai putih. Serupa dengan cryosurgery, pendekatan ini tidak mengizinkan
pemeriksaan histologis dan tidak direkomendasikan untuk tumor berisiko tinggi,
lesi dengan diameter lebih dari 2 cm, atau tumor rekuren.53
6. Kemoterapi
a. Kemoterapi Mulut
Capecitabine adalah prodrug oral 5-FU yang dapat menjadi pengganti
infusional 5- FU.54,55
b. Kemoterapi Intravena. Kemoterapi intravena dapat digunakan untuk SCC pada
pasien dengan metastasis jauh, bila pembedahan dan radioterapi gagal atau bila
pengobatan ini merupakan kontraindikasi. Senyawa platinum mewakili pilihan
standar; selain itu mereka telah dikombinasikan dengan paclitaxel, 5-FU, dan
adriamycin.56-58
7. Elektrokemoterapi.
Prosedur yang melibatkan elektroporasi yang dikombinasikan dengan obat
antineoplastik ini dapat mewakili pilihan konservatif baru untuk pengobatan
cSCC yang ekstensif di mana prosedur pembedahan akan memerlukan
pengorbanan jaringan yang luas. Sebuah penelitian retrospektif satu pusat yang
mendaftarkan 22 pasien menunjukkan respon pada 18 (81,8%) pasien, menilai
keamanan dan efektivitas prosedur ini.54
8. Pengubah Respons Biologis (BRMs).
Pengubah respons biologis (BRM) telah digunakan dalam onkologi untuk
meningkatkan aktivitas imun antitumor inang. Di SCC, ada kekurangan data
tentang penggunaan BRM untuk tahap lanjutan. Karena penelitian in vitro
menunjukkan sinergisme antara retinoid dan interferon, 59 agen-agen ini telah
digunakan dalam kombinasi. Secara khusus, dua studi fase II yang menggunakan
kombinasi interferon alfa-2a dan 13-cis-retinoid (13-cRA), dengan atau tanpa
cisplatin, menunjukkan beberapa aktivitas klinis pada tumor lanjut lokal yang
luas.55,57

9. Terapi Target.
Reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR) umumnya diekspresikan
dalam SCC kulit pada wajah dan tubuh, serta pada metastasis kelenjar getah
bening; lebih lanjut, ekspresi berlebih EGFR telah dikaitkan dengan hasil
prognostik yang lebih buruk.62 Cetuximab adalah antibodi monoklonal anti-EGFR
manusia dan tikus chimeric, yang saat ini disetujui untuk pengobatan SCC kepala
dan leher yang bermetastasis; sebaliknya, penggunaannya sebagai pengobatan lini
kedua setelah kegagalan mono- atau polikemoterapi dibahas.
Dalam kelompok inhibitor EGFR terdapat juga inhibitor molekuler kinase
kecil (erlotinib, gefitinib, dan dasatinib) yang telah disetujui untuk pengobatan
SCC kepala dan leher. Dalam studi fase II pada 23 pasien dengan SCC yang
agresif secara lokal, penggunaan gefitinib untuk 2 siklus sebagai pengobatan
neoadjuvan yang diikuti dengan pembedahan dan/atau radioterapi menunjukkan
tingkat respons keseluruhan sebesar 45,5% dengan tingkat kelangsungan hidup
spesifik penyakit selama 2 tahun sebesar 72 % dan tingkat kelangsungan hidup
bebas perkembangan 63% .61 Bahkan, studi fase II lainnya pada 36 pasien dengan
SCC yang tidak dapat dioperasi yang diobati dengan cetuximab melaporkan
tingkat respons 25% dan stabilisasi penyakit pada 42% kasus.65 Di sisi lain, studi
fase III secara acak pada 117 pasien dengan SCC kepala dan leher metastasis
mengungkapkan bahwa cetuximab dikombinasikan dengan rejimen standar
cisplatin meningkatkan tingkat respons tetapi tidak memiliki signifikansi.
10. Senyawa Baru dalam Studi
a. Herbacetin.
Herbacetin adalah senyawa flavonol yang ditemukan pada tumbuhan; Ia
memiliki kapasitas antioksidan yang kuat dan memberikan efek antikanker
pada usus besar dan kanker payudara. Baru-baru ini penelitian in vivo dan in
vitro tentang pertumbuhan sel cSCC dan melanoma telah dilakukan untuk
mengidentifikasi herbacetin sebagai homolog onkogen virus (AKT) murine
thymoma ganda dan inhibitor ornithine dekarboksilase (ODC).

b. Wol Hidrolisat.
Sebuah studi baru-baru ini menyoroti sifat bioaktif hidrolisat wol pada sel
cSCC, yang mengurangi jumlahnya. Penulis penelitian berhipotesis bahwa wol
hidrolisat mungkin merupakan agen yang menjanjikan untuk digunakan secara
topikal untuk pengobatan keratinosit yang berubah pada keratosis aktinik dan
kanker kulit skuamosa invasif pada manusia.62,63
c. Imunoterapi
Peran imunoterapi dalam pengobatan karsinoma sel skuamosa pada kulit
sedang diselidiki. ASCO Post dari ASCO Meeting 2017 melaporkan bukti
pertama bahwa penghambat PD-1 mungkin memiliki peran dalam pengelolaan
cSCC tingkat lanjut.53 Ini adalah laporan yang sangat awal, yang hasil
menjanjikannya perlu dikonfirmasi oleh penelitian berskala lebih besar.
REGN2810, antibodi monoklonal manusia yang menargetkan PD-1, dapat
ditoleransi dengan baik pada pasien dengan cSCC lanjut. Uji coba penting
REGN2810 untuk pasien dengan CSCC lanjut sedang berlangsung
(NCT02760498), sehingga hasil dari uji coba ini akan menjelaskan lebih lanjut
hasil menarik sebelumnya.
Daftar Pustaka
1. Bolognia J, Schaffer JV, Cerroni L.Pathogensis BCC. Dermatology. 3rd ed. Vol. 1.
China: Elsevier; 2018.hal.1767-69.
2. Tanese K, Nakamura Y, Hirai I, Funakoshi T. Updates on the Systemic Treatment of
Advanced Non-melanoma Skin Cancer. Frontiers in Medicine. 2019;6.
3. Fahradyan A, Howell A, Wolfswinkel E, Tsuha M, Sheth P, Wong A. Updates on the
Management of Non-Melanoma Skin Cancer (NMSC). Healthcare. 2017;5(4):82.
4. Didona D, Paolino G, Bottoni U, Cantisani C. Non Melanoma Skin Cancer
Pathogenesis Overview. Biomedicines. 2018;6(1):6.
5. Khazaei Z., Ghorat F., Jarrahi A. M., Adineh H. A., Sohrabivafa M.,  Goodarzi E.
Global incidence and mortality of skin cancer by histological subtype and its
relationship with the human development index (HDI); an ecology study in 2018.
WCRJ 2019;6:1265.
6. Cancer today [Internet]. Global Cancer Observatory. [dikunjungi 14 Agustus 2020].
Diambil dari: http://gco.iarc.fr/today
7. Wibawa LP, Andardewi MF, Krisanti IA, Arisanty R. The epidemiology of skin
cancer at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital from 2014 to
2017. Journal of General-Procedural Dermatology & Venereology Indonesia.
2019;4(1):11–6.
8. Marks JG, Miller JJ. Lookingbill and Marks' principles of dermatology. Philadelphia:
Elsevier; 2019. hal. 44-47
9. C.Herman, A.SD.Suriadiredja. Tumor kulit. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. In:
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2016. hal. 262-76.
10. Peris K, Fargnoli MC, Garbe C, Kaufmann R, Bastholt L, Seguin NB, et al. Diagnosis
and treatment of basal cell carcinoma: European consensus–based interdisciplinary
guidelines. European Journal of Cancer. 2019; 118:10–34.
11. Samarasinghe V, Madan V, Lear JT. Focus on Basal Cell Carcinoma. Journal of Skin
Cancer. 2011; 2011:1–5.
12. Kang S., Neoplasia.Fitzpatrick’s dermatology. 8th ed.New York: McGraw-Hill
Education; 2012. hal.1294-98.
13. Miryana W, Reza NR, dkk. Gambaran histopatologi karsinoma sel basal. MDVI.
2013;40(3):138-144.
14. Fakhrosa I, Sutedja EK, dkk. Tinjauan pustaka: manifestasi klinis dan gambaran
dermoskopi pada karsinoma sel basal. MEDIKA. 2018;8(2):55-65.
15. Lily L, Durry LM. Basalioma. Jurnal Biomedik (JBM). 2013;5(3):S21-26.
16. Pramuningtyas R, Mawardi P. Gejala klinis sebagai prediktor pada karsinoma sel
basal. Biomedika. 2012;4(1):35
17. Carucci JA, Leffell DJ, Pettersen JS. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick`s Dermatology In General Medicine.
Edisi ke lapan; Amerika Serikat: 2012 .h.1298-1302.
18. Leslak A. Czuwara J, Kaminska-Wnclorek G, Kiprian D, Maj J, Owczarek W et al.
Basal cell carcinoma. Diagnostic and therapeutic recommendations of the polish
dermatological society. Dermatol Rev. 2019; 106: 107-126.
19. Chren MM, Linos E, Torres JS, Stuart S,Parvataneni R, Boscardin WJ. Tumor
recurrence 5 years after treatment of cutaneous basal cell carcinoma and squamous
cell carcinoma. Journal of Investigative Dermatology. 2013; 133: 1188-1196
20. Tokachjov SN, Brodland DG, Coldiron BM, Fazio MJ, Hruza GJ, Roenigk RK et al.
Understanding mohs micrographic surgery: a review and practical guide for the
nondermatologist. Mayo Clinic Proc. 2017; 92(8): 1261-1271
21. Madan V, Lear JTm Szeimies RM. Non-melanoma skin cancer. Lancet. 2010; 375:
673-685.
22. Witmanowski H, Lewandowicz E, Sobieszek D, Rykala J, Luczkowska M. Facial skin
cancers: general information and an overview of treatment methods. Postep Derm
Alergol. 2012; 29 (4): 240-255.
23. Reuter J, Merrfort I, Schempp CM. Botanicals in dermatology an evidence based
review. Am J Clin Dermatol. 2010; 11 (4):247-267
24. Millsop JW, Sivamani RK, Fazel N. Review article botanical agents for the treatment
of nonmelanoma skin cancer. Hindawi Publishing Corporation Dermatology Research
and Practice. 2013: 1-9
25. Widiawaty, A., Rihatmadja, R., & Djurzan, A. Metode Pemeriksaan pada Sistem
TNM untuk Karsinoma Sel Skuamosa Kulit. Jurnal Ilmu Kedokteran. 2017;10(1):5-
16.
26. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.6. Jakarta;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.hal; 236-237.
27. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan kelamin Indonesia (PERDOSKI).2017. “Panduan
Praktik Klinis: Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia”.
https://www.perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf dikunjungi 14
Agustus 2020
28. Stratigos A, Garbe C, Lebbe C,& Malvehy J. Diagnosis and treatment of invasive squamous
cell carcinoma of the skin: European consensus-based interdisciplinary guideline. Europian
Journal of Cancer.2015:1-19.
29. Sobin LH, Gospodarowicz MK, Wittekind C. TNM classifica- tion of malignant
tumors (UICC International Union Against Cancer). 7 ed. John Wiley & Sons; 2009.
30. Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al. AJCC cancer staging manual. 7 ed. New
York, Dordrecht: Heidelberg, London, Springer; 2009.
31. Metchnikoff C, Mully T, Singer JP, Golden JA, Arron ST. The 7th edition AJCC
staging system for cutaneous squamous cell carcinoma accurately predicts risk of
recurrence for heart and lung transplant recipients. J Am Acad Dermatol
2012;67:829–35.
32. Jambusaria-Pahlajani A, Kanetsky PA, Karia PS, et al. Evaluation of AJCC tumor
staging for cutaneous squamous cell carcinoma and a proposed alternative tumor
staging system. JAMA Dermatol 2013;149:402–10.
33. Jank S, Robatscher P, Emshoff R, Strobl H, Gojer G, Norer B. The diagnostic value
of ultrasonography to detect occult lymph node involvement at different levels in
patients with squamous cell carcinoma in the maxillofacial region. Int J Oral
Maxillofac Surg 2003;32:39–42.
34. J.-C. Martinez and C. C. Otley, “The management of melanoma and nonmelanoma
skin cancer: a review for the primary care physician,” Mayo Clinic Proceedings.
2001;76(12):1253– 1265.
35. I. Ahmed, J. Berth-Jones, S. Charles-Holmes, C. J. O’Callaghan, and A. Ilchyshyn,
“Comparison of cryotherapy with curettage in the treatment of Bowen’s disease: a
prospective study,” British Journal of Dermatology. 2000;143(4):759–766.
36. D. G. Brodland and J. A. Zitelli, “Surgical margins for excision of primary cutaneous
squamous cell carcinoma,” Journal of the American Academy of Dermatology.
1992;27(2):241– 248.
37. H. Breuninger, T. Eigentler, and F. Bootz, “Brief guidelines— cutaneous squamous
cell carcinoma,” Journal of the German Society of Dermatology.2012. hal.10.
38. J. A. Neville, E. Welch, and D. J. Leffell, “Management of non- melanoma skin
cancer in 2007,” Nature Clinical Practice Oncology. 2007;4(8): 462–469.
39. M. R. T. M. Thissen, M. H. A. Neumann, and L. J. Schouten, “A systematic review of
treatment modalities for primary basal cell carcinomas,” JAMA Dermatology.
1999;135(10):1177–118.
40. T. H. Nguyen and D. Q.-D. Ho, “Nonmelanoma skin cancer,” Current Treatment
Options in Oncology. 2002;3(3):193-203.
41. National Comprehensive Cancer Network, “Clinical practice guidelines in oncology.
Basal cell and squamous cellskin can- cers,
http://www.nccn.org/professionals/physician gls/f guide- lines.asp.
42. Non melanoma skin cancer: guidelines for treatment and management in Australia.
Clinical practice Guidelines, National Healt medical research Council, Camberra,
Australia, 2002, https://www.nhmrc.gov.au/guidelines-publications/re- scinded-
guidelines.
43. R. Motley, P. Kersey, and C. Lawrence, “Multiprofessional guide- lines for the
management of the patient with primary cutaneous squamous cell carcinoma,” British
Journal of Dermatology. 2002;146(1):18–25.
44. H. W. Randle, “Basal cell carcinoma: Identification and treat- ment of the high-risk
patient,” Dermatologic Surgery. 1996;22(3):255–261.
45. J. J. Bonerandi, C. Beauvillain, L. Caquant et al., “Guidelines for the diagnosis and
treatment of cutaneous squamous cell carcinoma and precursor lesions,” Journal of
the European Academy of Dermatology and Venereology. 2011;25(5):1– 51.
46. R. Pampena, T. Palmieri, A. Kyrgidis et al., “Orthovoltage radio- therapy for
nonmelanoma skin cancer (NMSC): comparison between 2 different schedules,”
Journal of the American Acad- emy of Dermatology. 2016;74(2):341–347.
47. Basal cell and squamous cell skin cancers. NCCN clinical practice guidelines in
oncology (NCCN Guidelines) Version. [diakses pada 14 Agustus 2020]. Diambil dari:
http://www.nccn.org/professionals/physician gls/f guide- lines.asp.
48. L. Lansbury, F. Bath-Hextall, W. Perkins, W. Stanton, and J. Leonardi-Bee,
“Interventions for non-metastatic squamous cell carcinoma of the skin: systematic
review and pooled analysis of observational studies,” BMJ. 2013:347(article f6153).
49. M. J. Veness, “The important role of radiotherapy in patients with non-melanoma skin
cancer and other cutaneous entities,” Journal of Medical Imaging and Radiation
Oncology.2008;52(3):278–286.
50. E. Rio, E. Bardet, C. Ferron et al., “Interstitial brachytherapy of periorificial skin
carcinomas of the face: a retrospective study of 97 cases,” International Journal of
Radiation Oncology Biology Physics.2005;63(3):753–757.
51. N. Voss and C. Kim-Sing, “Radiotherapy in the treatment of dermatologic
malignancies,” Dermatologic Clinics. 1998;16(2):313–320.
52. M. K. Silverman, A. W. Kopf, A. H. Gladstein, R. S. Bart, C. M. Grin, and M. J.
Levenstein, “Recurrence rates of treated basal cell carcinomas: part 4: X-ray therapy,”
The Journal of Dermato- logic Surgery and Oncology. 1992;18(7):549–554.
53. K. P. An and D. Ratner, “Surgical management of cutaneous malignancies,” Clinics
in Dermatology. 2001;19(3):305– 320.
54. S. C. R. Oliveira, C. M. V. Moniz, R. Riechelmann et al., “Phase II study of
capecitabine in substitution of 5-FU in the chemora- diotherapy regimen for patients
with localized squamous cell carcinoma of the anal canal,” Journal of Gastrointestinal
Cancer. 2016(47)1:75–81.
55. B. Endrizzi, R. L. Ahmed, T. Ray, A. Dudek, and P. Lee, “Capecitabine to reduce
nonmelanoma skin carcinoma burden in solid organ transplant recipients,”
Dermatologic Surgery.2013;39(4):634–645.
56. K. G. Lewis, M. D. Lewis, L. Robinson-Bostom, and T. D. Pan, “Inflammation of
actinic keratoses during capecitabine therapy,” JAMA Dermatology.
2004;140(3):367-368.
57. A. D. Colevas, S. Adak, P. C. Amrein, J. J. Barton, R. Costello, and M. R. Posner, “A
phase II trial of palliative docetaxel plus 5-fluorouracil for squamous-cell cancer of
the head and neck,” Annals of Oncology. 2000;11(5):535–539.
58. P. M. Hoff, R. Ansari, G. Batist et al., “Comparison of oral capecitabine versus
intravenous fluorouracil plus leucovorin as first-line treatment in 605 patients with
metastatic colorectal cancer: results of a randomized phase III study,” Journal of
Clinical Oncology. 2001;19(8):2282–2292.
59. E. W. Rudnick, S. Thareja, and B. Cherpelis, “Oral therapy for nonmelanoma skin
cancer in patients with advanced disease and large tumor burden: a review of the
literature with focus on a new generation of targeted therapies,” International Journal
of Dermatology. 2016;55(3):249–258.
60. E. Maubec, P. Duvillard, V. Velasco, B. Crickx, and M. F. Avril,
“Immunohistochemical analysis of EGFR and HER-2 in patients with metastatic
squamous cell carcinoma of the skin,” Anticancer Reseach, 2005;25(2):1205–1210.
61. C. M. Lewis, B. S. Glisson, L. Feng et al., “A phase II study of gefitinib for
aggressive cutaneous squamous cell carcinoma of the head and neck,” Clinical Cancer
Research. 2012;18(5):1435–1446.
62. K. P. Papadopoulos, T. K. Owonikoko, M. L. Johnson et al., “REGN2810: a fully
human anti-PD-1 monoclonal antibody, for patients with unresectable locally
advanced or metastatic cutaneous squamous cell carcinoma (CSCC)—Initial safety
and efficacy from expansion cohorts (ECs) of phase I study,” Journal of Clinical
Oncology. 2017;35(15):9503-9503.
63. A. F. Nahhas, C. A. Scarbrough, and S. Trotter, “A review of the global guidelines on
surgical margins for nonmelanoma skin cancers,” Journal of Clinical and Aesthetic
Dermatology. 2017;10(4):37–46.

Anda mungkin juga menyukai