Anda di halaman 1dari 64

PAPER PENGANTAR

TOKSIKOLOGI KLINIK

OLEH:

Ni Made Dwi Priska Dana

P07134017030

SEMESTER IV / A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toksikologi adalah ilmu yang penting. Ia merupakan dasar kuat dalam merancang upaya
perlindungan kesehatan para pekerja terhadap toksikan dalam pabrik, lahan pertanian, tambang
dan lingkungan kerja lainnya. Toksikologi akan terus berperan penting bagi kesehatan dan
kesejahteraan dunia. WHO telah melakukan kursus pelatihan toksikologi di cina pada
tahun1982, sebagai bagian dari program kerja sama cina-WHO dalam ilmu-ilmu kedokteran.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan toksikologi ?


2. Apa sajakah ruang lingkup toksikologi ?
3. Apa saja dasar-dasar toksikologi klinik ?
4. Apa saja klasifikasi dari bahan toksikologi ?
5. Bagaimanakah efek dari suatu zat toksik ?
6. Bagaimanakah efek obat dari suatu zat adiktif ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari toksikologi
2. Untuk mengetahui tentang ruang lingkup toksikologi
3. Untuk mengetahui dasar-dasar dari toksikologi klinik
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari bahan toksikologi
5. Untuk mengetahui efek toksik dari suatu zat
6. Untuk mengetahui efek obat dari suatu zat adiktif
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Toksikologi Klinik


Toksikologi didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai
bahan terhadap mahluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia juga membahas penilaian
kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek ini sehubungan dengan terpajannya mahluk hidup
tadi (C. Lu, Frank. 2010). Toksikologi merupakan cabang dari farmakologi yang berkembang
pesat karena didorong oleh penggunaan senyawa kimia yang semakin luas dan banyak. Saat ini
dapat dikatakan bahwa manusia tidak dapat hidup tapa xenobiotika (zat yang berasal dari luar
tubuh). Pemanfaatan xenobiotik (zat kimia saja) oleh manusia sebenarnya untuk tujuan yang
baik, misalnya untuk meningkatkan derajad kesehatan, mencukupi kebutuhan panagan,
mencukupi kebutuhan sarana dan prasarana dan transportasi. Kerana tidak dapat
meghindaripenggunaan zat kimia dalam kehidupan, maka manusia harus mempelajari sifat-sifat
toksik dari berbagai zat kimia yang digunakan, bagaimana mekanisme timbulnya efek toksik,
sehingga kita dpaat meminimalisir dampak negatif dari penggunaan zat kimia tersebut (Priyanto.
2010).

2.2 Ruang Lingkup Toksikologi Klinik

Toksikologi cakupannya sangat luas. Menangani Toksikologi bahan-bahan kimia yang


digunakan (1) di bidang kedokteran untuk tujuan diagnostik, pencegahan, dan terapeutik, (2)
dalam industri makanan sebagai zat tambahan langsung maupun tak langsung, (3) dalam
pertanian sebagai pestisida, zat pengatur pertumbuhan, penyerbuk buatan, dan zat tambahan
makanan hewan, dan (4) dalam industri kimia sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara bagi
plastik serta bnyak jenis bahan kimia lainnya. Disini juga memplajari pengaruh logam (misalnya
dalam pertambangan dan tempat peleburan), produk minyak bumi, kertas dan pulpa, tumbuhan
beracun, dan racun hewan terhadap kesehatan.

Karena bidangnya yang luas, dan agar berbagai sasaran terpenuhi, toksikologi terbagi atas
sejumlah subdisiplin. Misalnya, seeorang mungkin terpajan, secara sengaja atau tidak sengaja,
pada sejumlah besar toksikan, dan mengalami keracunan hebat. Kalau identitas toksikan ini
tidak diketahui, toksikologi analitik diperlukan untuk mengenali lewat analisi cairan tubuh, isi
lambung, tempat makanan yang dicurigai, dll. Para praktisi toksikologi klinik akan memberikan
antidotumnya, bila ada, untuk mengatasi toksisitas khusus, dan mengupayakan tindakan untuk
menghilangkan gejala dan mengeluarkan racun secepatnya dari tubuh. Masalah hukum dalam
kasus ini merupakan tugas toksikologi forensik.

Keracunan mungkin terjadi akibat pajanan zat beracun di tempat kerja. Ini mungkin
mengakibatkan efek buruk yang akut maupun kronik. Keduanya merupakan maslah dibidang
toksikologi kerja. Masyarakat umum terpajan berbagai jenis toksikan lewat udara dan air di
samping lewat makanan yaitu berupa zat tambahan makanan, pestisida, dan pencemaran.
Pajanan ini sering sedemikian ringan sehingga secara akut tidak membahayakan tetapi dapat
memberikan efek buruk pada jangka panjang. Sumber bahan-bahan ini, transpornya, degradasi,
dan biokonsentrasinya di lingkungan, serta pengaruhnya terhadap manusia di bahas dalam
toksikologi lingkungan. Toksikologi hukum mencoba melindungi masyarakat dengan membuat
undang-undang, peraturan, dan standar yang membatasi atau melarang penggunaan zat kimia
yang sangat beracun, juga dengan menentukan syarat penggunaan zat kimia lainnya. Apendiks
1-1 berisi daftar undang-undang yang relevan di AS. Perundang-undangan dan peraturan lainnya
telah disusun oleh Merril (1989).

2.3 Dasar-Dasar Toksikologi Klinik

Dalam lingkup toksikologi sering digunakan beberapa istilah yang mirip yaitu, racun, toksin,
toksikan yang memiliki arti yang mirip tetapi berbeda. Berikut beberapa definisi yang perlu
dipahami.
1. Racun Menurut Taylor, “Racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah tertentu bila
masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit dan
kematian”. Menurut Dorland Dictionary: Racun adalah setiap zat yang bila dalam jumlah
sedikit ditelan atau dihirup atau diserap atau dioleskan atau disuntikkan ke dalam tubuh atau
dihasilkan dalam tubuh, memiliki aksi kimiawi dan menyebabkan kerusakan pada struktur atau
gangguan fungsi yang menimbulkan gejala, penyakit atau kematian.
2. Toksin (poison) adalah zat yang memiliki efek berbahaya pada organisme hidup. Sedangkan
toksin adalah racun yang diproduksi oleh organisme hidup. “Bisa”(venom) adalah racun yang
disuntikkan dari organisme hidup ke makhluk lain. “Bisa” (venom) adalah toksin dan toksin
adalah racun, tidak semua racun adalah toksin, tidak semua toksin adalah venom.
3. Venom atau “bisa” adalah toksin, karena toksin didiskripsikan secara sederhana sebagai
bahan kimia yang diproduksi secara biologis yang mengubah fungsi normal organisme lain.
4. Toksikan adalah produk alami seperti yang ditemukan pada jamur beracun, atau racun ular.
Toksikan adalah produk buatan manusia, produk buatan yang dipaparkan ke lingkungan karena
aktivitas manusia; Contohnya adalah produk limbah industri dan pestisida.
5. Toksoid adalah toksin yang tidak aktif atau dilemahkan. Toksin adalah racun yang dibuat oleh
organisme lain yang bisa membuat kita sakit atau membunuh kita. Dengan kata lain, toksin
beracun. Toksoid tidak lagi beracun tetapi masih sebagai imunogenik sebagai toksin dari mana
ia berasal.
6. Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing. Xenobiotik adalah zat
asing yang secara alami tidak terdapat dalam tubuh manusia. Contoh: obat obatan, insektisida,
zat kimia.
2.4 Klasifikasi dari Bahan Toksikologi Klinik

Adapun klasifikasi Bahan Toksik, terdiri dari :


1. Berdasarkan sumbernya, bahan toksik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Toksin tanaman
b. Toksin hewan
c. Toksin lingkungan (air, tanah, udara)
2. Berdasarkan senyawanya:
a. Logam berat
b. Senyawa organik
c. Racun gas
3. Berdasarkan penggunaannya:
a. Obat-obatan
b. Pestisida
c. Pelarut organik
d. Logam berat

2.5 Efek Toksik suatu zat

Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat
kimia dengan lainnya adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada
zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut
melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam
kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi
seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi,
dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana
efek berbahaya itu terjadi.
Pada umumnya efek berbahaya atau efek farmakologik timbul apabila terjadi interaksi antara zat
kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus
diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja
farmakon pada suatu organisme (aspek farmakodinamik atau toksodinamik) dan pengaruh
organisme terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik atau toksokinetik) aspek ini akan lebih detail
dibahas pada sub bahasan kerja toksik.

Efek toksik yang ditimbulkan oleh suatu zat akibatnya sangat bervariasi, tergantung dari zat,
target organ, mekanisme aksi, dan besarnya dosis. Pengetahuan yang baik tentang hal-hal di atas
akan meningkatkan kemampuan menilai keberbahayaan suatu zat. Selain itu juga bermanfaat
dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan jika terjadi efek toksik atau keracunan.

Semua efek toksik yang terjadi dimulai adanya interaksi biokimiawi antara zat toksik atau
metabolit aktifnya dengan bagian tertentu dari makhluk hidup atau reseptornya. Bagian tertentu
itu seperti enzim, protein, lemak, asam nukleat, organel sel, membrane sel atau bahkan berupa
jaringan.

Efek toksik dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara antara lain berdasarkan target organ,
mekanisme kerja, spectrum, dan lain-lain.

1. Berdasarkan target organ, efek toksik dapat diklasifikasikan menjadi hepatotoksik,


neprotoksik, hemotoksik, genotoksik, ototoksik, neurotoksik, immunotoksik,

2. Berdasarkan waktu dan tempat efek toksik timbul. Efek toksik dapat diklasifikasikan menjadi
sebagaimana yang tercantum dalam tabel dibawah ini :

Paparan Tempat Efek penyebab


Akut Local Iritasi kulit Metilamin

Cedera paru-paru Hydrogen klorida

Sistemik Cedera ginjal Fenasetin

Hemolisis Arsen

Campuran mathemoglobinemia Nitrogen oksida

Berulang Local Sensitisasi kulit Etilen diamin


jangka pendek
Sensitisasi paru Toluene

Ulcerasi hidung Kromat

Sistemik Neurotoksik akrilamid

Campuran Iritasi saluran pernapasan


dan neurobehavioural

Kronik Local Bronchitis Sulfur dioksida

Carcinoma laring Nitrogen mustard

Sistemik Leukemia Benzene

Angiosarkoma (liver) Vinil klorida

Empisema dan cedera ginjal

Campuran Pneumositis dan Cadmium, mangan


neurotoksik

2.6 Efek obat dari suatu zat adiktif

Mengingat psikotropika jumlahnya sangat banyak maka tidak semua diutarakan disini, tetapi hanya
beberapa yaitu amfetamin, ekstasi, LSD, dan Psilosibin. Ampetamin dan ekstasi menurut UU No. 35
Tahun 2009 termasuk narkotika golongan I.

1. Amfetami
Amfetamin merupakan stimulan yang kuat, jauh lebih kuat dibandingan kafein dan
nikotin. Efek stimulasinya relatif sama dengan kokain tetapi durasinya lebih panjang, lebih
mudah diperoleh, dan harganya lebih murah. Oleh karena itu, penyalahgunaan banyak beralih
dari kokain ke amfetamin, speed adalah nama jalanan untuk zat ilegal yang terdapat
amfetamin. Produk ilegal, selain mengandung amfetamin juga dicampur dengan klorokuin,
efedrin, papaverin, atau kafein. Di Indonesia produk campuran diatas sering disebut sebagai
amfetamin “abal-abal”. Amfetamin hasil penangkapan di Australia rata-rata mengandung
amfetamin sekitar 5%.
a. Mekanisme Efek Amfetamin
Efek amfetamin atau ATS pada umumnya karena kemampuannya dalam mendorong
pelepasan NE dan dopamin dari tempat penyimpanannya diujun saraf presinaptik. Efek
yang timbul pada sistem saraf perifer kemungkinan hasil dari peningkatan kadar NE.
Perubahan perilaku dan peningkatan aktifitas psikomotor yang muncul karena
peningkatan perangsangan reseptor dopamin di sistem mesolimbik (termasuk nukleous
accumbent).
b. Efek Amfetamin Dosis Normal
1) Menstimulasi sistem saraf simpatik menimbulkan efek peningkatan denyut jantung,
pernapasan cepat, mulut kering, berkering, midriasis, dan sakit kepala.
2) Merasa lebih berernergi dan waspada, banyak bicara, dan rahang menegangkan
(gerakan mengunyah).
3) Mengurangi nafsu makan.
4) Respon yang berlebihan terhadap suatu rangsangan.
c. Amfetamin Dosis Tinggi
Dosis tinggi amfetamin menyebabkan kulit pucat, sakit kepala, dizziness, pandangan
kabur, tremor, denyut nadi tidak teratur, kram perut, berkeringat, resah, napas tidak
teratur, dan hilangnya koordinasi (ataksia). Selain itu, amfetamin dosis tinggi dapat
menyebabkan psikosis.
d. Efek Jangka Panjang
Untuk mengurangi efek diatas pengguna mengatasinya dengan minum alkohol,
benzodiasepin, dan kanabis. Efek tambahan pada penggunaan jangka panjang meliputi:
 Malnutrisi, karena amfetamin mengurangi napsu makan
 Mudah terkena infeksi karena penggunaan jangka panjang menyebabkan kurang
tidur dan kurang gizi
 Berperilaku keras dan kasar
 Kerusakan otak
 Toleransi dan ketergantungan
2. Ekstasi
Ekstasi adalah nama jabatan (street name) dari 3,4 metilen dioksi metamfetamin
(MDMA). Selain mempunyai efek stimulasi seperti amfetamin, ekstasi juga mempunyai efek
halusinogen seperti lisergid acid diethylamine (LSD). Ekstasi di Indonesia kadang – kadang
berisi campuran dari amfetamin, MDMA, metafetamin (MA), dan metilen dioksi
ethamfetamin (MDEA) yang semua itu sering disebut amfetamin type stimulant (ATS). Dari
zat diatas amfetamin dan metamfetamin mempunyai efek stimulansia. MDMA dan MDEA
selain dapat sebagai stimulansia juga menimbulkan halusinasi, dan zat demikian disebut
entagtogen.
a. Efek Ekstasi
Segera setelah meminum ekstasi akan timbul efek seperti:
 Mual dan muntah
 Tubuh terasa panas (suhu tubuh meningkat)
 Jantung berdebar (perangsangan simpatik)
 Ketegangan otot terutama rahang (gerakan mengunyah)
 Pupil melebar sehingga susah melihat dengan fokus
 Bingung dan panik
Efek diatas umumnya akan hilang setelah 1 jam bersamaan tercapainya
keseimbangan antara absorpsi dan eliminasi (plateu). Setelah efek diatas dilalui
akan timbul seperti:
 Euforia
 Sensasi terhadap sinar, suara dan sentuhan meningkat sehingga sesuatu yang
normal kelihatan lebih baik
 Meningkatkan rasa ingin berdekatan (romantis), terbuka, dan cinta maka disebut
“love drug”
 Energi meningkat, percaya diri dan bnayak bicara
 Berkeringat, dehidrasi dan sangat haus
 Iritasi, iritable, gelisah dan paranoid
b. Efek Jangka Panjang
Ekstasi bekerja secara tidak langsung mendorong pelepasan serotonin (neurotransmiter),
efek sebagaimana disebutkan diatas karena kadar serotonin dalam darah meningkat.
c. Efek Ekstasi yang lain
Peningkatan suhu tubuh dapat tidak terkendali lebih-lebih jika dipakai dilingkungan night
club yang lembab, panas, dan untuk aktivitas dansa bejam-jam. Suhu tubuh yang tinggi
akan menyebabkan banyak keringat keluar sehingga timbul dehidrasi.
3. LSD
LSD termasuk halusinogen yaitu zat yang dapat menimbulkan halusinasi. Halusinasi
adalah timbulnya perubahan presepsi pada seseorang yang menyebabkan adanya sesuatau
yang terlihat atau terdengar tetapi sebenarnya tidak ada. Selain LSD zat yang dapat
menimbulkan efek seperti ini adalah kanabis, MDMA, MDEA, psilosibin, dan tanaman
datura (kecubung).
Efek halusinasi dapat menimbulkan sensasi yang menyenangkan atau sebaliknya.
a. Efek setelah makan LSD
 Obat terasa melilit atau sakit
 Lemah, mati rasa dan gemetar
 Mual, muntah, dan terasa tergoncang-goncang
 Denyut jantung dan tekanan darah tinggi
 Pernafasan cepat dan dalam
 Gangguan koordinasi
b. Halusinasi karena LSD
 Warna kelhatan lebih cerah,suara lebih keras dan tajam
 Distorsi ruang dan waktu
 Tubuh terasa terbang dan bagian dari benda lain
 Emosional swing (tiba-tiba berubah dari gembira ke sedih tanpa alasan atau
sebaliknya)
 Halusinasi flas back (merasa mengalami peristiwa lampau) walaupun sudah lama
tidak menggunakan LSD.
c. Efek halusinasi yang menakutkan
 Cemas dan takut yang luar biasa
 Ada laba-laba yang menjalar diseluruh tubuh
 Panik yang dapat merangsang perbuatan yang beresiko
 Paranoid
 Bunuh diri
4. Psilosibin (Magic Mushroom)
Psilosibin adalah halusinogen yang terdapat pada jamur yang tumbuh pada kotoran
sapi, kuda, dan kerbau. Secara kimiawi psilosibin mirip dengan LSD sehingga mempunyai
efek yang serupa. Zat ini sering digunakan oleh suku-suku tertentu pada saat upacara adat.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Toksikologi merupakan cabang dari farmakologi yang berkembang pesat karena didorong oleh
penggunaan senyawa kimia yang semakin luas dan banyak. Toksikologi cakupannya sangat
luas. Menangani Toksikologi bahan-bahan kimia yang digunakan (1) di bidang kedokteran
untuk tujuan diagnostik, pencegahan, dan terapeutik, (2) dalam industri makanan sebagai zat
tambahan langsung maupun tak langsung, (3) dalam pertanian sebagai pestisida, zat pengatur
pertumbuhan, penyerbuk buatan, dan zat tambahan makanan hewan, dan (4) dalam industri
kimia sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara bagi plastik serta bnyak jenis bahan kimia
lainnya. Dalam lingkup toksikologi sering digunakan beberapa istilah yang mirip yaitu, racun,
toksin, toksikan. Adapun klasifikasi Bahan Toksik,yang berdasarkan sumbernya, senyawanya,
penggunaannya. Efek toksik yang ditimbulkan oleh suatu zat akibatnya sangat bervariasi,
tergantung dari zat, target organ, mekanisme aksi, dan besarnya dosis. Pengetahuan yang baik
tentang hal-hal di atas akan meningkatkan kemampuan menilai keberbahayaan suatu zat.
DAFTAR PUSTAKA

C. Lu, Frank. 2010. Toksikologi Dasar. Terjemahan oleh Edi Nugroho. Jakarta: Universitas
Indonesia

Priyanto. 2010. Toksikologi, Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko. Jawa Barat:
Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi
RESUME PEMERIKSAAN DALAM BIDANG

TOKSIKOLOGI KLINIK

OLEH:

Ni Made Dwi Priska Dana

P07134017030

SEMESTER IV / A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2018
Pendahuluan/latar belakang riset 1

Upaya pencarian bahan obat yang berasal dari alam merupakan langkah strategis dalam
rangka mengoptimalkan keunggulan komparatif yang ada, salah satunya untuk mengatasi keluhan
kondisi hiperuresemia. Hiperuresemia merupakan salah satu kelainan metabolisme yang ditandai
dengan kadar asam urat tinggi. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa kombinasi ekstrak
gambir (Uncaria gambir) dan secang (Caesalpinia sappan), yang selanjutnya akan disebut dengan
formula herbal (FH), mampu menurunkan kadar asam urat darah tikus hiperuresemia yang diinduksi
menggunakan kalium oksonat. Penelitian toksisitas terhadap ekstrak secang dan gambir secara
tunggal telah dilakukan sebelumnya. Secang dalam bentuk sediaan infus yang diberikan baik dosis
tunggal dan jangka panjang 30 hari tidak menyebabkan mortalitas dan gangguan efek toksik hewan
coba. Pengujian keamanan dari kombinasi kedua ekstrak tersebut belum pernah dilakukan. Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan melakukan pembuktian keamanan jangka panjang
(subkronis) FH pada hewan coba secara in vivo.

Metode : metode uji yang digunakan yaitu metode in vivo karena menggunakan hewan percobaan
yaitu hewan tikus.

Alat dan bahan

Adapun alat yang digunakan yaitu : kandang individual hewan tikus (Rital), timbangan hewan
(Kern), spektrofotometer UV-Vis (Thermo), mikrosentrifus (mikro22 Hettich zentrifuge), dan
mikropipet (Ependrof), serta perlengkapan berupa tabung plastik sekali pakai 1,5 mL (Axigen).

Adapun bahan yang digunakan yaiu : kombinasi ekstrak gambir dan secang.

Prosedur :

 Perlakuan hewan coba

a. Hewan coba diaklimatisasi pada kondisi percobaan (siklus cahaya dibuat gelap dan terang
12 jam, suhu 23±3°C, kelembapan ruangan 50%-70%) selama sekitar 7 hari kemudian
dikelompokkan secara acak menjadi 4 kelompok terdiri dari 8 ekor jantan dan 8 ekor betina
per kelompok, yaitu DOSIS-1 (75 mg/kg bb), DOSIS-2 (300 mg/kg bb), DOSIS-3 (1200 mg/kg
bb) dan kontrol tanpa perlakuan. Hewan ditempatkan dalam kandang individual yang
terbuat dari polikarbonat dengan jumlah tikus 4 ekor setiap kandang yang dipisahkan antara
tikus betina dan tikus jantan. Tikus diberi pakan standar dan minum dalam jumlah ad
libitum. FH disuspensikan dalam pembawa larutan CMC 0,5% secara aseptik sesuai masing-
masing dosis dengan volume pemberian sebesar 1 mL/100 g bb. FH diberikan menggunakan
sonde lambung setiap hari pada jam 08.00-10.00 WIB, kecuali kelompok kontrol diberi
pembawa.
b. Penimbangan berat badan dilakukan sekali seminggu selama pengujian.
c. Selanjutnya setelah 7 minggu pemberian FH, dilakukan analisis biokimia darah.
 Analisis parameter uji
a. analisis biokimia darah untuk parameter hati (kadar ASAT dan ALAT, gama GT, dan
bilirubin total) dan parameter kesehatan ginjal (kadar urea dan kreatinin) menggunakan
reagen diagnostik Diasys secara spektrofotometri dengan mengikuti protokol uji yang
tersedia
 Pengolahan data
a. Analisis statistik menggunakan metode oneway ANOVA untuk data parameterik atau
Kruskal Wallis untuk data non parameterik. Semua analisis statistik dilakukan menggunakan
program SPSS 13 pada tingkat kepercayaan 95% (p=0,05)

Hasil dan pembahasan :

Hasil pengukuran biokimia darah disajikan pada Tabel 1 (hewan jantan) dan Tabel 2 (hewan
betina). Data kesehatan ginjal, yaitu kadar urea dan kreatinin, menunjukkan bahwa nilai kedua
parameter tersebut tidak berbeda bermakna antara kelompok perlakuan FH dibanding kontrol
(p>0,05), baik pada hewan jantan maupun betina. Hal yang sama juga diamati pada parameter
kesehatan hati yaitu kadar ASAT, ALAT, gama-GT dan bilirubin total, yakni tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan pada ketiga dosis dan kontrol (p>0,05), baik
pada hewan jantan dan betina. Hal ini berarti bahwa pemberian FH hingga 16 kali dosis efektif
selama 7 minggu tidak menunjukkan adanya gangguan organ ginjal dan hati.

Hasil pengukuran hematologi lengkap dengan 10 parameter disajikan pada Tabel 2. Secara
statistik, pada hewan jantan, semua parameter hematologi tidak berbeda bermakna antara ketiga
kelompok perlakuan FH dibanding kontrol (p>0,05). Sementara itu, pada hewan betina juga
menunjukkan hasil yang sama kecuali pada kelompok DOSIS-2 dimana kadar neutrophil (NEUT)
menunjukkan ada perbedaan bermakna dibanding kontrol (p<0,05). Kondisi ini menunjukkan bahwa
hewan betina lebih rentan dibanding hewan jantan. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa
pengujian toksisitas umumnya menunjukkan bahwa hewan betina lebih sensitif dibandingkan hewan
jantan
Hasil skoring derajat kerusakan organ hati, ginjal, lambung, usus halus dan jantung (Tabel 3)
menunjukkan bahwa pada kontrol jantan dan betina ditemukan adanya kelainan atau lesi dengan
derajat ringan pada organ hati dan ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa hewan yang digunakan tidak
termasuk jenis specific pathogen free (SPF), sehingga kemungkinan adanya lesi sudah merupakan
bawaan hewan tersebut. Analisis histologi pada kelompok yang diberi dosis 1, hewan jantan dan
betina, ditemukan adanya perubahan histologi/lesi khususnya pada organ hati, ginjal, jantung dan
usus halus, namun kelainan tersebut secara statistik tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan
kontrol (p>0,05).

Secang juga memiliki perlindungan terhadap kerusakan hati melalui mekanisme antioksidan.
Pemberian ekstrak etanol secang pada dosis 500 mg/kg BB mampu meningkatkan enzim-enzim
antioksidan tikus yang dipapar dengan parasetamol seperti superoksida dismutase (SOD) dan
katalase (CAT) serta kelompok glutation seperti glutathione peroxidase (GPX), glutathione-s-
transferase (GST) dan reduced glutathione (GSH). Selain itu, secang juga mampu memperbaiki
makroinflamasi yang setara dengan silimarin 25 mg/kg BB akibat induksi parasetamol. Keamanan
ekstrak gambir telah diteliti dalam beberapa penelitian sebelumnya. Hasil analisis sitotoksisitas in
vitro ekstrak etanol gambir terhadap sel Vero menunjukkan nilai IC50 antara 400-500 ppm. Graidist
P et al menyatakan bahwa sampel ekstrak bahan alam yang mempunyai nilai IC50 lebih besar dari
80 ppm pada uji sitotoksisitas terhadap sel kontrol in vitro termasuk dalam kategori kurang toksik.
Uji sitoksisitas terhadap ekstrak air gambir terhadap sel epitel intestinal lestari IEC-6 menunjukkan
bahwa sampai konsentrasi 200 ppm, tingkat kehidupan sel masih bertahan hingga 93%.
Sampel uji merupakan kombinasi dari ekstrak bahan alam sehingga terdapat kemungkinan
terjadi interaksi antar komponen, terutama interaksi yang bersifat antagonis pada dosis yang lebih
tinggi. Ketepatan dosis adalah salah satu faktor penting dalam menentukan sukses tidaknya terapi
dengan obat tradisional. Selain itu, efek kontra indikasi antara beberapa senyawa aktif pada obat
tradisional juga dapat terjadi, misalnya efek antioksidan akan berkurang jika dosis gambir terlalu
tinggi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil studi yang dilakukan oleh Hilpiani yang melakukan
uji toksisitas akut terhadap ekstrak etil asetat gambir. Ditemukan adanya lesi pada organ hati berupa
sel radang akut pada dosis pemberian 8000 mg/kg BB, sedangkan pada dosis 1000, 2000 dan 4000
mg/kg BB tidak terdapat lesi yang bermakna.

Jurnal yang digunakan : Uji Toksisitas Subkronik Kombinasi Ekstrak Daun Uncaria gambir dan
Caesalpinia sappan

Pendahuluan/ latar belakang riset 2

Pembuangan berlebihan beberapa konstituen, seperti padatan tersuspensi, nutrisi, mikroorganisme


dan toksik senyawa dari air limbah kota menjadi air ekosistem menyebabkan kualitas air tidak cocok
untuk kelangsungan hidup atau pertumbuhan organisme akuatik. Kota air limbah mengandung
spektrum luas kontaminan (Rowsell et al., 2010).

Sebagian besar pabrik pengolahan air limbah tidak mengolah semua jenis kontaminan dan bagian
baru yang muncul senyawa terutama bahan kimia organik dan metabolit dapat lolos dari eliminasi
dalam pengobatan tanaman dan memasuki lingkungan air. Sebuah angka Studi telah menunjukkan
terjadinya kontaminan organik dalam air limbah kota limbah pabrik pengolahan.

Sejumlah spesies dari keluarga Daphnidae adalah digunakan untuk uji toksisitas yang sangat umum.
Selain mereka direkomendasikan untuk pengujian (USEPA, 2002), the organisme umumnya tersedia
sepanjang tahun dan mudah dibudidayakan di laboratorium. Sebagai tambahannya ini, daphnids
sensitif terhadap berbagai polutan dan telah banyak digunakan sebagai organisme biotest untuk
mengevaluasi berbagai zat beracun (ISO, 1996; Sarma dan Nandini, 2006; Sánchez- Meza et al.,
2007; Oral et al., 2007; Tatarazako dan Oda, 2007).

Dalam penelitian ini, spesies yang umum seperti kutu air tawar D. magna (Cladocera, Crustacea)
adalah digunakan untuk menilai toksisitas akut yang tidak diobati dan air limbah olahan dari air
limbah kota pabrik pengolahan di Manisa, Turki. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menyelidiki
keamanan pemakaian limbah cair kota menjadi air tawar organisme untuk melindungi biota air dan
mencapai standar kualitas air.

Metode : dalam penelitian ini D.magna dikultur dan ditangani sesuai dengan prosedur yang
diuraikan dalam badan perlindungan lingkungan AS (USEPA)

Alat dan bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan diantaranya sampel yang disimpan dalam kotak dan keadaan
gelap di lemari es pada suhu 4 derajat,
Prosedur

Untuk mengkarakteristik kualitas air parameter pengaruh dan efluen MMWTP, seperti ph, COD,
BOD dan TSS diukur. Dalam penelitian ini D. magna dikultur, limbah akut dan keseluruhan dari
toksisitas yang dilakukan mengikuti USEPA. Pengujian konsentrasi dimulai dari 0,1% hingga 100%
ditetapkan oleh pengenceran air limbah yang tidak diolah(mentah) dan diolah.

Hasil dan pembahasan

Hasil analisis kimia dari air limbah disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 karakteristik kimia dari air limbah yang tidak diolah dan dikumpulkan dari MMWTP

Salah satu parameter penting yaitu ph, yang pengukurannya menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara yang dirawat dan yang tidak diolah dalam ph interval. Menurut hasil pemeriksaan
COD dan BOD, nilainya dalam wastewater dan MMWTP berkurang setelah perawatan, yang
membuktikan D.magna bekerja dengan baik. Mengikuti proses perawatan, nilai BOD dan COD
ditemukan berada di dalam batas pembuangan . pengukuran nilai TSS menunjukkan bahwa mereka
berada dalam batas standar. Di samping itu karakteristik kmia dari limbah MMWTP diuji dalam
penelitian ini konsisten dengan peraturan criteria pemakaian limbah.

Hasil parameter fisikokimia diukur dalam air limbah menunjukkan penurunan yang signifikan,
penurunan nilai tes sementara tes toksisitas aktif D. magna tidak menunjukkan pengurangan(Tabel
2)

Tabel 2 mortalitas D.magna terpapar pada konsentrasi yang berbeda dari limbah yang diolah dan
tidak diolah.

Penelitian ini menunjukkan bahwa limbah cair bisa berbahaya bagi biota bahkan jika terbukti
memnuhi standar untuk pembuangan air batas, karena pengukuran jumlah yang memadai parameter
fisikokimia memerlukan penentuan standar batas pembuangan. .

Jurnal yang digunakan : Daphnia magna as a Test Species for Toxicity Evaluation of Municipal
Wastewater Treatment Plant Effluents on Freshwater Cladoceran in Turkey
Pendahuluan/latar belakang riset 3

Secara tradisional daun rosella (warna kemerahan dengan hijau panjang 10-15 cm dan memiliki rasa
asam) digunakan untuk keperluan pengobatan di cina dan india dalam mengendalikan tekanan darah
tinggi, nyeri haid, pireksia, dan kerusakan hati(Link et al. 2007). Ekstrak daun rosella tidak beracun
dan memiliki hipoglikemia, hipolipidemia, antioksian, efek estrogenic dan efek antikanker( Link et
al. 2012).

CN atau yang biasa dikenal dengan rumput ular atau belalai gajah secara luas dikenal sebagai
tanaman obat tradisional di asia tenggara yang biasa dikonsumsi sebagai teh untuk mengobati kanker
dan diabetes, dan juga digunakan untuk mengobati infeksi virus, kulit ruam,gigitan serangga dan
ular.

Stevia rebaudiana (stevia) adalah semak kecil abadi dan berkayu di keluarga asteraceae dan telah
digunakan sebagai pengganti gula, yang berguna untuk menurunkan kadar gula darah, tumbuhan ini
juga dikenal sebagai ramuan manis, daun madu,daun permen atau madu yerba (carakostas et al.
2008)

Metode : Adapun metode yang digunakan yaitu dengan cara in vivo karena dengan menggunakan
hewan percobaan

Alat dan bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan diantaranya daun HS, CN dan Stevia dikeringkan pada
pengering oven komersial suhu 40 derajat hingga kadar air dibawah 10% , hewan percobaan(20
sprague dawley tikus perempuan)

Prosedur

Ekstrak campuran herbal disiapkan dengan konsentrasi yang berbeda pada tiga tempat untuk studi
toksisitas oral. Mempersiapkan hewan percobaan yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok, sebuah
control dan 3 kelompok perlakuan(setiap sampel dicatat bobot, detail fisik pemeriksaan bulu, kulit
dan kesehatan yang dilakukan 2 kali dalam masa aklimatisasi untuk memastikan status hewan yang
sehat. Selama penelitian hewan-hewan diberikan ad libitum dengan di pellet standard dan air suling.

melakukan pemeriksaan hematologi dan analisis serum biokimia , dimana hewan-hewan dipuasakan
sekitar 12 jam dan sampel darah diambil untuk analisis hematologi dan biokimia untuk aspartate
aminotransferase (AST),(ALT), dsb. Semua data dinyatakan sebagai standar deviasi dan ANOVA
menggunakan sistem SAS ver 9,0.

Hasil dan pembahasan

Tidak ada kelainan dalam tanda-tanda klinis termasuk kematian yang terlihat pada tikus. Pada
gambar 1 menunjukkan peningkatan berat badan yang tidak signifikan antara control dan kelompok
hewan percobaan. Hasil menunjukkan bahwa tikus yang dirawat berat badan positif naik yang berarti
tidak ada efek racun dari campuran sama sekali, perubahan berat badan telah digunakan sebagai
indicator efek samping obat dan bahan kimia.
Menurut mumoli et aal(2006) dan giannini et al(2005) mengemukkan bahwa hepatotoksik terkait
dengan peningkatan berat hati, aminotransferases dan alkaline phosphate. Namun demikian , dalam
penelitian ini pengurangan berat hati tidak meyakinkan yang dikaitkan dengan toksisitas sejak darah
profil enzimatik ada di dalam rentang referensi normal. Pada tabel juga menunjukkan konsentrasi
ALT,AST, bilirubin dan protein pada tikus Sprague dawley.

Jurnal yang digunakan : In-vivo toxicity studies of a mixture of Hibiscus sabdariffa L., Clinacanthus
nutans L. and Stevia leaves in Sprague Dawley rats
JURNAL NASIONAL

Uji Toksisitas Subkronik Kombinasi Ekstrak Daun Uncaria gambir dan Caesalpinia sappan

Sub-Chronic Toxicity Test of Uncaria gambir and Caesalpinia Sappan Combined Extract

Sri Ningsih*1, Kurnia Agustini1, Nizar1, Rini Damayanti2

1
Pusat Teknologi Farmasi dan Medika – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia


2
Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

*E-mail : sri.ningsih@bppt.go.id

Diterima: 7 November 2017 Direvisi: 12 Februari 2017 Disetujui: 28 Februari 2017

Abstrak

Prevalensi hiperuresemia cenderung meningkat di masyarakat. Formula herbal (FH) mengandung


ekstrak Uncaria gambir (gambir) dan Caesalinia sappan (secang) terbukti menurunkan asam urat
secara in vivo. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keamanan subkronis FH pada hewan tikus
galur Sprague Dawley jantan dan betina. Tikus dikelompokkan secara acak menjadi 4 kelompok,
yaitu DOSIS-1 (75 mg/kg BB), DOSIS-2 (300 mg/kg BB), DOSIS-3 (1200 mg/kg BB) dan kontrol
pembawa. FH diberikan secara peroral selama 7 minggu. Hasil menunjukkan bahwa pemberian FH
pada ketiga dosis uji tidak memengaruhi biokimia darah dan hematologi darah secara bermakna
dibandingkan kontrol (p>0,05), kecuali pada hewan betina DOSIS-2 menunjukkan kadar NEUT
lebih rendah dan berbeda bermakna dibanding kontrol (p<0,05). Gambaran histopatologi organ
ginjal, hati, jantung, usus halus, dan lambung menunjukkan tidak ditemukan ada lesi yang berbeda
bermakna dibanding kontrol (p>0,05), khususnya pada kelompok DOSIS-1. Selanjutnya, DOSIS-1
tidak memengaruhi konsumsi pakan dan berat badan hewan coba. Dapat disimpulkan bahwa
pemberian FH dosis 75 mg/kg BB selama 7 minggu tidak menyebabkan gangguan biokimia darah,
hematologi darah dan gambaran histopatologi ginjal, hati, jantung, usus halus, dan lambung.

Kata Kunci: Biokimia darah; Histopatologi; Uji toksisitas subkronik; Uncaria gambir;
Caesalpinia sappan

Abstract

Hiperuresemia prevalence tends to increase in society. A combined extract of Uncaria gambir


(gambir) and Caesalinia sappan (secang), had been proven to reduce blood uric acid level in vivo.
This study aimed to evaluate the subchronic toxicity of this combination in male and female Sprague
Dawley rat strain. Animals were randomly grouped into four groups, namely, DOSE-1 (75 mg/kg
bw), DOSE-2 (300 mg/kg bw), DOSE-3 (1200 mg/kg bw) and control group gavaged with carrier.
The tested sample was given for 7 weeks orally. The result of blood biochemical parameters were
not different significantly compared to control (p> 0.05), as well as the results of hematology
analysis. However, the NEUT level of female of DOSIS-2 showed lower and significantly different
compared to control (p <0.05). Histopathological evaluation of liver, kidney, heart, small intestine,
and stomach organs illustrated that no lesions found in animals especially in DOSE-1 compared to
control significantly (p>0,05). Furthermore, this dose did not influence feed intake and body weight
of animals in each sex. From this study, it could be concluded that the combination administrated at
the dose of 75 mg/kg bw for 7 consecutive weeks did not affect blood biochemistry and hematology
and also organ histopathology of kidney, liver, heart, small intestine, and stomach.

Keywords: Blood biochemistry; Histopathology; Subchronic toxicity test; Uncaria gambir;


Caesalpinia sappan
34
PENDAHULUAN Berdasarkan ketentuan BPOM, dalam
pengembangan sediaan obat atau obat
Indonesia adalah salah satu negara tradisional, selain memiliki bukti khasiat,
dengan kekayaan sumber daya alam yang dipersyaratkan juga pengujian toksisitas
melimpah. Upaya pencarian bahan obat yang pada hewan percobaan guna menjamin
berasal dari alam merupakan langkah keamanan saat penggunaan pada manusia,
strategis dalam rangka mengoptimalkan baik pengujian secara akut maupun jangka
keunggulan komparatif yang ada, salah panjang (subkronis). Pengujian toksisitas
satunya untuk mengatasi keluhan kondisi pada hewan berguna untuk melihat adanya
hiperuresemia. Hiperuresemia merupakan reaksi biokimia, fisiologik dan patologik
salah satu kelainan metabolisme yang yang mungkin akan muncul sebelum
ditandai dengan kadar asam urat tinggi. penggunaan pada manusia.6
Prevalensi penderita hiperurisemia
cenderung meningkat sepanjang tahun Penelitian toksisitas terhadap ekstrak
sejalan dengan tingkat kemajuan status secang dan gambir secara tunggal telah
ekonomi suatu masyarakat.1 Penelitian dilakukan sebelumnya. Secang dalam bentuk
sebelumnya membuktikan bahwa kombinasi sediaan infus yang diberikan baik dosis
ekstrak gambir (Uncaria gambir) dan secang tunggal dan jangka panjang 30 hari tidak
(Caesalpinia sappan), yang selanjutnya akan menyebabkan mortalitas dan gangguan efek
disebut dengan formula herbal (FH), mampu toksik hewan coba.3 Nalla MK melaporkan
menurunkan kadar asam urat darah tikus bahwa pemberian ekstrak kloroform secang
hiperuresemia yang diinduksi menggunakan dosis tunggal hingga dosis 2000 mg/kg BB
kalium oksonat. Pemberian FH pada dosis tidak menyebabkan kematian dan reaksi
75, 150 dan 300 mg/kg BB mampu toksik yang nyata.7 Ekstrak etanol secang
menurunkan kadar asam urat sekitar 35-45% termasuk dalam kategori aman pada uji
relatif terhadap kelompok kontrol sakit. 2 toksisitas akut.8 Ekstrak etanol secang juga
terbukti mampu melindungi hati akibat
Caesalpinia sappan L. atau dikenal senyawa radikal melalui aktivitas
dengan secang termasuk dalam famili antioksidan. 9
Leguminose yang merupakan salah satu
jenis tanaman yang banyak digunakan secara Uji kemanan ekstrak gambir juga secara
tradisional sebagai bahan makanan dan in vitro pada sel Vero10 sel intestinal IEC-6
minuman serta dikenal luas memiliki dan uji mutagenik menunjukkan bahwa
berbagai aktivitas biologi. Studi ilmiah ekstrak ini aman.11,12 Sementara itu, uji pada
membuktikan bahwa Sappan wood memiliki hewan coba hingga dosis 4 g/kg BB tidak
aktivitas dalam mengatasi tuberkulosis, menyebabkan lesi organ hati yang
diare, disentri, infeksi kulit dan anemia. 3 bermakna.13
Uncaria gambir (Hunter) Roxb, atau yang
Pengujian keamanan dari kombinasi
dikenal dengan gambir, termasuk ke dalam
suku Rubiaceae yang merupakan tanaman kedua ekstrak tersebut belum pernah
spesifik lokasi yang banyak ditemukan dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini
khususnya di pulau Sumatera, Indonesia. 4 dilakukan dengan tujuan melakukan
Gambir mengandung senyawa polifenol pembuktian keamanan jangka panjang
khususnya flavonoid (+) katekin sekitar 40- (subkronis) FH pada hewan coba secara in
vivo. Diharapkan hasil penelitian dapat
80% berat dalam sediaan ekstrak air kering.5
mengungkap tingkat keamaan dari FH dan
dijadikan dasar pada pengujian keamanan
berikutnya
METODE DOSIS-3 (1200 mg/kg bb) dan kontrol tanpa
perlakuan. Hewan ditempatkan dalam
Pelaksanaan penelitian telah mendapat kandang individual yang terbuat dari
persetujuan Komisi Etik FKUI dengan polikarbonat dengan jumlah tikus 4 ekor
nomor 712/UN2.F1/ETIK/2015 tertanggal setiap kandang yang dipisahkan antara tikus
25 Agustus 2015. Pengujian toksisitas betina dan tikus jantan. Tikus diberi pakan
subkronis dilakukan mengacu pada standar dan minum dalam jumlah ad libitum.
6
ketentuan BPOM. FH disuspensikan dalam pembawa larutan
Alat penelitian meliputi kandang CMC 0,5% secara aseptik sesuai masing-
individual hewan tikus (Rital®), timbangan masing dosis dengan volume pemberian
hewan (Kern®), spektrofotometer UV- sebesar 1 mL/100 g bb. FH diberikan
Vis(Thermo®), mikrosentrifus (mikro22 menggunakan sonde lambung setiap hari
Hettich zentrifuge®), dan mikropipet pada jam 08.00-10.00 WIB, kecuali
(Ependrof), serta perlengkapan berupa kelompok kontrol diberi pembawa.
tabung plastik sekali pakai 1,5 mL (Axigen). Penimbangan berat badan dilakukan
Bahan uji formula herbal (FH) berupa sekali seminggu selama pengujian. Jika
kombinasi ekstrak gambir dan secang. terdapat hewan coba yang mati, segera
Hewan uji yang digunakan adalah tikus dilakukan otopsi dan diamati adanya
putih galur SD jantan dan betina yang dibeli kelainan organ secara makroskopis.
dari BPOM. Usia hewan coba saat pengujian Penimbangan pakan dilakukan pada setiap
6-8 minggu dengan berat badan 90-125 g. kandung setiap minggu sekali. Nilai rata-rata
Bahan kimia yang digunakan meliputi konsumsi pakan per hewan coba disajikan
Heparin (Inviclot®), CMC (foodgrade), dengan membagi konsumsi pakan
NaH2PO4.H2O (Merck), K2HPO4 (Merck), perkandang dibagi dengan jumlah hewan
formaldehid (Merck), reagen kit untuk coba per kandang.
analisis biokimia darah ASAT, ALAT,
Gama-GT, Urea, Kreatinin, Bilirubin total Setelah 7 minggu pemberian FH,
(Diasys®), dan vacutainer EDTA 3 mL dilakukan analisis biokimia darah. Hewan
(Vaculab®). Analisis hematologi darah coba dipuasakan selama overnight 16-18 jam
dilakukan di Laboratorium Kesehatan tetapi tetap diberi air minum, kemudian
Daerah Tangerang Selatan. Analisis dilakukan pengambilan darah sekitar 1-1,5
histopatologi organ dilakukan mL melalui sinus orbitalis dan ditampung
diLaboratorium Patologi Balai Besar dalam tabung ependrof yang diberi
Penelitian Veteriner mengacu pada protokol heparin10 uL dan digoyang perlahan-lahan.
uji yang ada. Plasma darah dipisahkan dengan sentrifugasi
pada kecepatan 10000 rpm suhu 4°C selama
Perlakuan hewan coba 5 menit. Plasma dipisahkan dan disimpan
Pelaksanaan pengujian berpedoman pada dalam lemari pendingin pada suhu 4°C
ketentuan BPOM.6 Hewan coba untuk proses selanjutnya. Untuk analisis
diaklimatisasi pada kondisi percobaan kadar urea, tidak digunakan antikoagulan
(siklus cahaya dibuat gelap dan terang 12 heparin.14 Untuk analisis hematologi
jam, suhu 23±3°C, kelembapan ruangan lengkap, cara pengambilan darah sama
50%-70%) selama sekitar 7 hari kemudian seperti di atas namun darah ditampung
dikelompokkan secara acak menjadi 4 dalam tabung Vaculab®.15 Selanjutnya,
kelompok terdiri dari 8 ekor jantan dan 8 seluruh hewan coba dikorbankan dengan
ekor betina per kelompok, yaitu DOSIS-1 cara dislokasi leher. Organ-organ hewan
(75 mg/kg bb), DOSIS-2 (300 mg/kg bb), berupa hati, ginjal, usus halus, lambung dan
Jurnal Kefarmasian Indonesia. SPSS 13 pada tingkat kepercayaan 95%
2017;7(1):34-45 (p=0,05).16

jantung diambil, dibersihkan darahnya HASIL DAN PEMBAHASAN


dengan menempelkan pada kertas tissue dan
difiksasi dalam larutan BNF 10% (buffer Pengujian keamanan subkronis terhadap
FH dilakukan guna mengetahui tingkat
neutral formalin). Penyiapan preaparat
keamanan FH jika digunakan pada waktu
histopatologi organ dilakukan menggunakan
lama dengan berpedoman pada ketentuan uji
metode standar.16
non-klinik BPOM. Pengujian bertujuan
Analisis parameter uji untuk memperoleh informasi adanya efek
toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji
Analisis parameter uji yang dilakukan toksisitas akut, informasi kemungkinan
sebagai berikut: analisis biokimia darah adanya efek toksik setelah pemaparan
untuk parameter hati (kadar ASAT dan sediaan uji secara berulang dalam jangka
ALAT, gama GT, dan bilirubin total) dan waktu tertentu, serta informasi dosis yang
parameter kesehatan ginjal (kadar urea dan tidak menimbulkan efek.6
kreatinin) menggunakan reagen diagnostik
Diasys® secara spektrofotometri dengan Pengujian dilakukan pada 3 tingkatan
mengikuti protokol uji yang tersedia;14 dosis. Dosis paling rendah (DOSIS-1)
analisis hematologi darah (white blood cell sebesar 75 mg/kg BB adalah dosis khasiat
(WBC), red blood cell (RBC), hemoglobin FH dalam menurunkan asam urat.2 Dosis
(Hb), hematokrit (Ht), mean corpuscular tertinggi (DOSIS-3, 1200 mg/kg BB) adalah
hemoglobin concentration (MCHC), 4× dosis efektif. Pada dosis ini diharapkan
platelets (PLT), the relative distribution akan diperoleh informasi adanya organ
width of red blood cells by volume (RDW- sasaran efek toksik tanpa menyebabkan
CV), ratio of large platelets (P-LCR), kematian hewan coba secara bermakna.6
neutrophil (Neut), dan limfosit (LYMPH)) Penetapan DOSIS-3 juga harus
dilakukan mengacu pada pedoman analisis memperhatikan kemudahan pada pemberian
alat cell counter otomatis Sysmex XS- FH kepada hewan coba sebab FH diberikan
800i®;15 analisis histopatologi dengan teknik dalam bentuk suspensi menggunakan sonde
skoring oleh seorang patolog untuk lambung dengan volume maksimal
mengevaluasi tingkat kerusakan. Ketentuan pemberian pada hewan adalah 10% BB
skoring adalah sebagai berikut: TKS: Tidak hewan.10 DOSIS-2 adalah dosis tengah
ada kelainan spesifik. Skor 0: Tidak ada antara kedua dosis tersebut.
sampel. Skor 1: Lesi ringan. Skor 2: Lesi
sedang. Skor 3: Lesi parah.16 Hasil pengukuran biokimia darah
disajikan pada Tabel 1 (hewan jantan) dan
Pengolahan data Tabel 2 (hewan betina). Data kesehatan
ginjal, yaitu kadar urea dan kreatinin,
Data disajikan dalam bentuk rata-rata ± menunjukkan bahwa nilai kedua parameter
SD. Analisis statistik menggunakan metode tersebut tidak berbeda bermakna antara
oneway ANOVA untuk data parameterik kelompok perlakuan FH dibanding kontrol
atau Kruskal Wallis untuk data non
(p>0,05), baik pada hewan jantan maupun
parameterik. Guna melihat perbedaan lebih
betina. Pemberian FH jangka panjang pada
lanjut antara kelompok dilakukan uji dengan ketiga dosis uji tidak menimbulkan
metode least significancy difference (LSD) gangguan pada kadar kreatinin dan urea. Hal
untuk data parameterik atau Mann Whitney yang sama juga diamati pada parameter
untuk data non parameterik. Semua analisis kesehatan hati yaitu kadar ASAT, ALAT,
statistik dilakukan menggunakan program
gama-GT dan bilirubin total, yakni tidak
terdapat perbedaan yang bermakna antara
kelompok perlakuan pada ketiga dosis dan
Tabel 1. Biokimia darah setiap kelompok hewan jantan dan betina

Parameter uji KONTROL DOSIS-1 DOSIS-2 DOSIS-3

Hewan jantan

ASAT (U/L) 86,34±19,90 78,67±9,40 74,09±18,90 85,69±12,20

ALAT (U/L) 44,61±10,68 45,30±11,07 41,08±10,39 41,99±9,48

Gama-GT (U/L) 4,40±1,51 3,81±2,66 3,31±1,59 3,98±2,43

Urea (mg/dL) 45,32±19,25 38,56±16,93 39,03±23,03 42,96±21,99

Kreatinin (mg/dL) 0,54±0,19 0,53±0,16 0,44±0,14 0,50±0,18

Bilirubin total
(mg/dL) 1,40±0,46 1,12±0,27 1,34±0,52 1,26±0,38

Hewan betina

ASAT (U/L) 72,89±15,00 79,54±12,70 76,71±11,4 87,21±27,60

ALAT (U/L) 37,04±6,24 39,04±8,00 36,94±6,37 36,65±7,73

Gama-GT (U/L) 4,36±0,88 4,68±1,31 4,01±0,87 4,51±1,47

Urea (mg/dL) 46,76±21,06 47,42±20,06 42,05±26,75 43,54±26,12

Kreatinin (mg/dL) 0,63±0,16 0,60±0,20 0,65±0,11 0,67±0,20

Bilirubin total
(mg/dL) 0,93±0,22 1,10±0,41 1,20±0,60 0,98±0,39

Nilai adalah rata-rata kadar ± SD. n=8 ekor per kelompok. Pengukuran biokimia darah
dilakukan terhadap plasma heparin kecuali kadar urea darah menggunakan serum,
menggunakan reagen kit Diasys® dilakukan secara spektrofotometri. DOSIS1, DOSIS2,
DOSIS3 mendapat FH 75, 300, 1200 mg/kg BB. KONTROL mendapat pembawa larutan
CMC 0,5%.

kontrol (p>0,05), baik pada hewan jantan dalam urin. Umumnya kreatinin disimpan
dan betina. Hal ini berarti bahwa pemberian dalam otot sebagai cadangan energi dalam
FH hingga 16 kali dosis efektif selama 7 bentuk kreatinin-fosfat sumber ATP. Tempat
minggu tidak menunjukkan adanya lain yang memproduksi kreatinin di hati,
gangguan organ ginjal dan hati. pankreas dan ginjal. Kadar kreatinin yang
tinggi diduga karena aktivitas otot yang
Kreatinin adalah sejenis asam amino berat (olah raga keras) atau karena sistem
yang merupakan produk buangan di dalam pembuangan ginjal yang terganggu. Kadar
darah dan diekskresikan melalui ginjal ke
kreatinin relatif stabil karena tidak Sekitar 50% urea yang difiltrasi oleh
dipengaruhi oleh protein dari diet. 18 glomerulus akan direabsorbsi kembali di
tubulus. Sebaliknya, sel-sel tubulus tidak
Urea merupakan hasil metabolisme permeabel terhadap kreatinin, insulin dan
nitrogen atau katabolisme protein. Pada manitol sehingga semua akan diekskresi
proses katabolisme protein, gugus amino melalui urin. Sejumlah urea akan
dilepas dari asam amino dengan proses dimetabolisme lebih lanjut sebagian kecil
deaminasi oksidatif, selanjutnya gugus diekskresikan melalui keringat dan feses.
amino akan melalui serangkaian daur ulang, Konsentrasi urea dalam darah dipengaruhi
dirombak atau dikeluarkan dari tubuh. oleh kesimbangan pembentukan urea dan
Enzim aminotransferase di beberapa katabolisme protein serta kemampuan
jaringan mengkatalisis pertukaran gugus ekskresi urea oleh ginjal. Peningkatan kadar
amino antar senyawa yang terlibat dalam urea dapat disebabkan oleh karena terjadi
rangkaian reaksi sintesis. Gugus amino yang peningkatan katabolisme protein jaringan
dilepaskan akan dirombak menjadi amonia yang disertai dengan keseimbangan nitrogen
dan diangkut ke hati untuk proses yang negatif, proses pemecahan protein yang
pembentukan urea, yang selanjutnya akan berlebihan terjadi pada kasus leukmia
diangkut ke ginjal untuk diekresikan ke urin.
dimana terjadi pelepasan protein leukosit, FH dibanding kontrol (p>0,05). Sementara
adanya gangguan ekresi urea, karena itu, pada hewan betina juga menunjukkan
gangguan prerenal, renal atau postrenal atau hasil yang sama kecuali pada kelompok
dikarenakan konsumsi makanan tinggi DOSIS-2 dimana kadar neutrophil (NEUT)
protein.19 Pemeriksaan kadar kreatinin dan menunjukkan ada perbedaan bermakna
urea darah menjadi acuan untuk mengetahui dibanding kontrol (p<0,05). Kadar
adanya gangguan fungsi ginjal. Gangguan neutrophil pada DOSIS-2 lebih rendah
fungsi ginjal menyebabkan penurunan dibandingkan kelompok kontrol (0,7×103/Ul
kecepatan filtrasi ginjal, disertai dengan terhadap 1,5×103/uL). Kondisi ini
penumpukan sisa metabolisme (ureum dan menunjukkan bahwa hewan betina lebih
kreatinin) dalam darah sehingga kadar kedua rentan dibanding hewan jantan. Penelitian
zat ini dalam darah ini dapat digunakan sebelumnya membuktikan bahwa pengujian
sebagai indikator derajat kesehatan ginjal. toksisitas umumnya menunjukkan bahwa
hewan betina lebih sensitif dibandingkan
hewan jantan.22 Sistem hematopoesis
Enzim ALAT dan ASAT berperan dalam merupakan salah satu sistem yang sangat
mengkatalis transfer gugus amin dari sensitif terhadap senyawa toksik.23 Pada
glutamat untuk menghasilkan asam amino dosis yang lebih tinggi (DOSIS-3) tidak
alanin dan aspartat pada siklus asam sitrat.20 ditemukan kondisi yang sama. Tidak
Kadar ASAT dan ALAT yang melebihi ditemukan adanya keteraturan antara
kontrol menunjukkan adanya gangguan peningkatan dosis akan menghasilkan
terhadap keutuhan sel hepatosit. Jika ada peningkatan efek toksik. Kemungkinan
kerusakan hepatosit, ALAT dan ASAT akan penyebab hal ini hanya efek beberapa ekor
dikeluarkan ke dalam aliran darah sehingga saja yang menyimpang diantara hewan yang
ditemukan kadar dalam darah tinggi. ALAT ada dalam satu kelompok. Hasil ini
dan ASAT juga diproduksi di jantung, otot, menyerupai dengan penelitian yang
24
ginjal, otak, sel darah merah dan otot dalam dilakukan oleh Bo Li B, et al. yang
kadar rendah. Sementara itu, peningkatan mempelajari efek toksik jangka panjang
kadar Gama-GT dan bilirubin menunjukkan pemberian ekstrak bunga teh. Bo Li B
adanya gangguan fungsi hati terkait menemukan bahwa beberapa parameter
kholestatis. Gama-GT berkaitan dengan hematologi darah tidak memiliki pola yang
fungsi mengkatalisis perpindahan gugus konsisten antara peningkatan dosis dengan
gama-glutamil dari suatu peptida ke asam perubahan parameter hematologi dan
amino. Adanya peningkatan kadar dalam terhadap waktu pengukuran. Pola yang tidak
darah menunjukkan adanya inflamasi awal tetap ini diduga disebabkan adanya variasi
saluran empedu. Bilirubin berfungsi dari sedikit hewan coba dalam satu
mengkonjugasi senyawa glukoronat pada kelompok dan tidak dapat dikatakan bahwa
produk hemolisis sehingga diperoleh sampel uji memberikan efek toksik terhadap
senyawa komplek yang larut air parameter dimaksud.
memudahkan diekresikan melalui empedu. Hasil skoring derajat kerusakan organ hati,
Adanya peningkatan bilirubin menjadi ginjal, lambung, usus halus dan jantung
indikator kelainan fungsi hati.21 (Tabel 3) menunjukkan bahwa pada kontrol
Hasil pengukuran hematologi lengkap jantan dan betina ditemukan adanya kelainan
dengan 10 parameter disajikan pada Tabel 2. atau lesi dengan derajat ringan pada organ
Secara statistik, pada hewan jantan, semua hati dan ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa
parameter hematologi tidak berbeda hewan yang digunakan tidak termasuk jenis
bermakna antara ketiga kelompok perlakuan specific pathogen free (SPF), sehingga
kemungkinan adanya lesi sudah merupakan organ hati, ginjal, jantung dan usus halus,
bawaan hewan tersebut. Analisis histologi namun kelainan tersebut secara statistic tidak
pada kelompok yang diberi dosis 1, hewan berbeda bermakna dibandingkan dengan
jantan dan betina, ditemukan adanya kontrol (p>0,05).
perubahan histologi/lesi khususnya pada

Tabel 2. Hematologi lengkap pada hewan jantan dan betina

KONTRO
Parameter uji L DOSIS-1 DOSIS-2 DOSIS-3

Hewan jantan

WBC x103/uL 14,8±2,5 14,2±1,7 13,9±3,7 14,2±2,2

RBC x106/uL 8,1±0,5 7,8±0,4 8,1±0,2 8,0±0,5

Hb g/dL 14,9±0,7 14,5±0,7 14,9±0,4 14,5±0,6

Ht % 43,4±1,6 42,4±1,7 43,6±0,9 42,3±1,6

MCHC g/dL 34,4±0,4 34,1±0,4 34,3±0,4 34,3±0,4

PLT x103/uL 479,0±92,4 475,0±175,2 547,0±61,9 489,0±112,3

RDW-CV % 18,9±3,0 17±0,8 17,7±0,4 17,9±1,1

P-LCR % 12,9±1,7 10,6±1,1 12,1±1,7 10,9±1,5

NEUT x103/uL 2,0±0,8 1,7±1,0 1,5±0,6 2,3±0,6

LYMPH x103/uL 10,1±4,1 8,7±5,1 8,4±3,1 10,4±2,1

Hewan betina

WBC x103/uL 12,3±1,6 11,8±1,6 13,1±2,8 12,7±3,4

RBC x106/uL 7,3±0,5 7,5±0,2 7,7±0,4 7,5±0,2

Hb g/dL 14,3±0,9 14,2±0,3 14,4±0,7 14,0±0,5

Ht % 41,0±2,4 40,8±0,6 41,5±2,0 40,4±1,1

MCHC g/dL 34,8±0,4 32,0±6,5 34,7±0,4 34,6±0,5

PLT x103/uL 401,7±157,4 348,5±136,8 588,4±213,3 325,8±149,1

RDW-CV % 14,5±1,1 14,5±0,6 14,9±0,6 15,3±1,2

P-LCR % 13,3±2,1 11,4±2,4 11,0±1,1 9,8±3,5


NEUT x103/uL 1,5±0,3 1,3±0,2 0,7±0,2* 2,0±0,7

LYMPH x103/uL 9,9±1,3 9,8±1,6 5,6±0,6 9,8±2,8

*Berbeda bermakna dibanding kelompok kontrol (p<0,05). n=8 ekor per kelompok.
Pengukuran hematologi lengkap dilakukan terhadap darah-EDTA menggunakan alat otomatis
Sysmex XS800i®. DOSIS1, DOSIS2, DOSIS3 mendapat FH 75, 300, 1200 mg/kg BB.
KONTROL mendapat pembawa larutan CMC 0,5%.

Tabel 3. Hasil skoring derajat kerusakan organ

Kelompok Jantung Lambung Usus Hati Ginjal

halus

Hewan
jantan

KONTROL 0,0 0,0 0,5 0,8 1,0

DOSIS-1 0,1 0,0 0,3 1,0 1,0

DOSIS-2 0,3 0,0 0,9 1,9* 1,4

DOSIS-3 0,3 0,0 1,4* 2,6* 1,8*

Hewan
betina

KONTROL 0,0 0,0 0,0 1,0 1,0

DOSIS-1 0,4 0,0 0,1 1,3 1,3

DOSIS-2 0,3 0,0 0,3 1,6* 1,4*

DOSIS-3 0,2 0,0 0,1 2,1* 2,0*

*Secara statistik berbeda secara bermakna dibanding control (p<0,05). ). Nilai = rata-rata
skoring. n=8 ekor per kelompok. Analisis histopatologi dengan teknik skoring oleh seorang
patolog untuk mengevaluasi tingkat kerusakan. Ketentuan skoring: TKS: Tidak ada kelainan
spesifik. Skor 0: Tidak ada sampel. Skor 1: Lesi ringan. Skor 2: Lesi sedang. Skor 3: Lesi
parah. DOSIS1, DOSIS2, DOSIS3 mendapat FH 75, 300, 1200 mg/kg BB. KONTROL
mendapat pembawa larutan CMC 0,5%.
Pada gambar 1 dapat dilihat lesi pada organ
hati dan ginjal hanya berupa lesi ringan.
Kelompok DOSIS-1 tidak ditemukan lesi kimia seperti katekin, polifenol, dan
flavonoid.25 Sampai pada takaran tertentu
pada organ lambung.
tubuh masih bisa mengantisipasi bahan asing
Efek kerusakan organ akibat perlakuan yang masuk ke dalam tubuh, namun pada
FH DOSIS-2 terhadap kelima jenis organ jumlah yang berlebih maka akan
pada hewan betina lebih parah dibanding berpengaruh terhadap beberapa organ,
jantan. Pada hewan jantan kerusakan yang khususnya yang terlibat langsung pada
bermakna ditemukan hanya pada organ hati proses detoksifikasi dan ekskresi.
(vs kontrol, p<0,05). Sementara pada hewan
betina ditemukan pada dua organ yaitu organ Hasil pengamatan penimbangan berat
hati dan ginjal (vs kontrol, p<0,05). Organ badan selama pelaksanaan pengujian untuk
yang lain tidak terjadi kerusakan yang hewan jantan (Gambar 2) dan betina
bermakna. (Gambar 3) menunjukkan bahwa pemberian
FH pada ketiga dosis uji tidak menyebabkan
Selanjutnya, perlakuan FH DOSIS-3 penurunan BB secara berarti, baik pada
pada hewan jantan ditemukan lesi yang hewan jantan maupun hewan betina. BB
bermakna pada organ hati, ginjal dan usus hewan jantan dan betina selama pengujian
(vs kontrol, p<0,05). Sementara, pada hewan cenderung meningkat. Terlihat bahwa berat
betina ditemukan pada organ hati dan ginjal badan rata-rata setiap minggu dari setiap
vs kontrol, p<0,05). Kondisi ini kelompok berfluktuasi, namun secara umum
menunjukkan bahwa peningkatan dosis FH terdapat kecenderungan peningkatan.
akan menambah keparahan lesi beberapa
organ hal ini disebabkan semakin besar Data konsumsi pakan mendukung hasil
jumlah FH yang masuk ke dalam tubuh. FH pengukuran berat badan, yaitu tidak terdapat
merupakan ekstrak tanaman yang perbedaan secara signifikan (p>0,05) antara
kontrol dengan kelompok yang mendapat
mengandung berbagai macam senyawa
FH pada ketiga dosis uji pada kedua jenis
kelamin (Tabel 4). Konsumsi pakan akan

Gambar 1. Gambaran kerusakan/lesi histopatologi organ hati dan ginjal hewan

dengan perlakuan FH Dosis 1.

Keterangan: Pewarnaan dilakukan menggunakan Hematoksilin dan Eosin. A.


Histopatologi organ hati, terjadi dilatasi sinusoid hati (tanda panah). B. Histopatologi
organ ginjal, terjadi degenerasi sel tubulus ginjal (tanda panah).
Gambar 2. Rata-rata berat badan hewan jantan selama pengujian

Keterangan: Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu. n=8 ekor. Data = rata-rata±SD.
DOSIS1, DOSIS2, DOSIS3 mendapat FH 75, 300, 1200 mg/kg BB. KONTROL mendapat
pembawa larutan CMC 0,5%.

Gambar 3. Rata-rata berat badan hewan betina selama pengujian

Keterangan: Berat badan hewan ditimbang setiap minggu. n=8 ekor. Data = rata-rata berat badan
± SD. DOSIS1, DOSIS2, DOSIS3 mendapat FH 75, 300, 1200 mg/kg BB. KONTROL mendapat
pembawa larutan CMC 0,5%.

berefek secara langsung pada berat badan µM pada sel RAW264.7 pada inkubasi
hewan coba. Pada studi toksisitas, hewan selama 18 jam. Demikian juga inkubasi
coba yang mendapat dosis tinggi umumnya brazilin selama 24 jam hingga konsentrasi
akan kehilangan berat badan yang 100 µM tidak mengubah viabilitas sel
disebabkan penurunan nafsu makan. fibroblast dermal.3

Perubahan berat badan secara nyata Pengujian keamanan pada hewan coba
merupakan indikator yang paling mudah menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air
terlihat dan menjadi indikator awal adanya per oral tidak menunjukkan adanya gejala
efek toksik dari sampel uji yang diberikan. 19 gangguan efek klinik, mortalitas dan
Ekstrak secang sudah dikenal sejak lama dan perubahan berat organ. Selanjutnya,
digunakan dalam bidang pangan sebagai pemberian ekstrak etanol secang pada dosis
pewarna dan juga sebagai obat. Peneliti 250, 500, dan 1000 mg/kg bb per oral
sebelumnya telah membuktikan bahwa selama 30 hari menunjukkan bahwa tidak
secang terbukti aman pada pengujian ditemukan adanya abnormalitas berat organ
keamanan secara in vitro dan in vivo. dan berat badan, hematologi, biokimia dan
Senyawa utama secang, brazilin, dan fraksi histologi organ jika dibandingkan dengan
kaya brazilin sampai dengan konsentrasi 500 kontrol, baik pada hewan jantan maupun
µg/mL tidak menunjukkan efek toksik pada betina.3
sel fibroblat yang diinkubasi selama 24 jam. Secang juga memiliki perlindungan
terhadap kerusakan hati melalui mekanisme
Brazilin juga tidak menyebabkan antioksidan. Pemberian ekstrak etanol
sitotoksisitas pada konsentrasi di bawah 300 secang pada dosis 500 mg/kg BB mampu
meningkatkan enzim-enzim antioksidan akibat induksi CCl4, namun tidak bermakna
tikus yang dipapar dengan parasetamol dibanding kelompok kontrol.29
seperti superoksida dismutase (SOD) dan
Sampel uji merupakan kombinasi dari
katalase (CAT) serta kelompok glutation
seperti glutathione peroxidase (GPX), ekstrak bahan alam sehingga terdapat
glutathione-s-transferase (GST) dan reduced kemungkinan terjadi interaksi antar
glutathione (GSH). Selain itu, secang juga komponen, terutama interaksi yang bersifat
mampu memperbaiki makroinflamasi yang antagonis pada dosis yang lebih tinggi.
setara dengan silimarin 25 mg/kg BB akibat Ketepatan dosis adalah salah satu faktor
penting dalam menentukan sukses tidaknya
induksi parasetamol.9
terapi dengan obat tradisional.30 Selain itu,
Keamanan ekstrak gambir telah diteliti efek kontra indikasi antara beberapa
dalam beberapa penelitian sebelumnya. senyawa aktif pada obat tradisional juga
Hasil analisis sitotoksisitas in vitro ekstrak dapat terjadi, misalnya efek antioksidan akan
etanol gambir terhadap sel Vero berkurang jika dosis gambir terlalu tinggi. 31
menunjukkan nilai IC50 antara 400-500 Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
ppm.10 Graidist P et al menyatakan bahwa studi yang dilakukan oleh Hilpiani yang
sampel ekstrak bahan alam yang mempunyai melakukan uji toksisitas akut terhadap
nilai IC50 lebih besar dari 80 ppm pada uji ekstrak etil asetat gambir. Ditemukan adanya
sitotoksisitas terhadap sel kontrol in vitro lesi pada organ hati berupa sel radang akut
termasuk dalam kategori kurang toksik. 26 Uji pada dosis pemberian 8000 mg/kg BB,
sitoksisitas terhadap ekstrak air gambir sedangkan pada dosis 1000, 2000 dan 4000
terhadap sel epitel intestinal lestari IEC-6 mg/kg BB tidak terdapat lesi yang
menunjukkan bahwa sampai konsentrasi 200 bermakna.12
ppm, tingkat kehidupan sel masih bertahan
hingga 93%.11 KESIMPULAN

Pemberian FH pada dosis 75 mg/kg bb


Selain aman, baik ekstrak dan senyawa
kimia gambir mempunyai aktivitas biologi selama 7 minggu pada tikus jantan dan
melindungi kerusakan tubuh dari serangan betina galur Sprague Dawley terbukti aman
radikal bebas. Senyawa kimia utama gambir, tidak memengaruhi kadar kimia darah (urea,
yakni flavonoid (+) katekin memiliki kreatinin, bilirubin total, ASAT, ALAT dan
aktivitas antioksidan yang tidak berbeda jauh gama-GT) dan hematologi darah (WBC,
RBC, HGB, HCT, MCHC, PLT, RDW-CV,
dengan vitamin C. Pada pengujian dengan
P-LCR, PCT, NEUT, LYMPH), tidak
metode ABTS (2,2'-azinobis-(3-
menyebabkan kerusakan/lesi organ jantung,
ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid) dan
lambung, usus, hati dan ginjal, serta tidak
NBT (Nitroblue tetrazolium), (+)katekin
meredam radikal bebas dengan nilai IC50 menyebabkan penurunan berat badan hewan
pada konsentrasi 40,47 ppm dan 9,36 ppm dan komsumsi pakan yang bermakna
pada setiap metode, sementara itu senyawa dibanding kontrol.
standar vitamin C menunjukkan nilai IC50
masing-masing 11,4 ppm dan 9,04 ppm.27
Yunarto et al menguji aktivitas antioksidan
ekstrak terpurifikasi gambir dan
menghasilkan bahwa aktivitas anti-
oksidannya lebih baik dari vitamin C.28
Ekstrak air gambir juga mampu menekan
peningkatan kadar MDA hati dan serum
UCAPAN TERIMA KASIH Uncaria gambir extract on mild steel in
1 M HCl. Material Chemistry and
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Physics. 2011 Feb;125(3):461-8.
Kemenristekdikti atas bantuan pendanaan
penelitian ini melalui kegiatan Kegiatan
INSINas 2015 dan kepada Pusat Teknologi 5. Widiyarti G, Sundowo A, Hanafi M. The
Farmasi dan Medika (Pusat TFM), Badan free radical scavenging and anti-
Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang hyperglycemic activities of various
telah menyediakan sarana dan prasarana gambiers available in Indonesian market.
untuk pelaksanaan penelitian. Demikian Makara Sains. 2011 Nov;15(2):129-34.
juga, terima kasih disampaikan kepada
asisten laboratorium farmakologi Pusat TFM
6. Republik Indonesia. Peraturan Kepala
yaitu Julham Effendi dan Dea Kurniadi yang
Badan Pengawas Obat dan Makanan
telah membantu dalam pemeliharaan hewan
Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2014
percobaan.
tentang Pedoman uji toksisitas nonklinik
DAFTAR RUJUKAN secara in vivo. Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 875.
1. Zhao X, Zhu JX, Mo SF, Pan Y, Kong Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi
LD. Effects of cassia oil on serum and Manusia; 2014.
hepatic uric acid levels in oxonate-
induced mice and xanthine
dehydrogenase and xanthine oxidase 7. Nalla MK, Elsani MM, Chinnala KM.
activities in mouse liver. Journal of Effect of Caesalpinia sappan Linn
Ethnopharmacology. 2006 Feb chloroform extract on alloxan induced
20;103(3): 357–65. diabetes mellitus in rats. World Journal
of Pharmacy And Pharmaceutical
Sciences. 2015;4(6):1480-9.
2. Ningsih S, Rismana E, Srijanto B,
Supriyono A, Nizar, Fahrudin F, et al.
Pengembangan obat herbal terstandar 8. Hasti S, Muchtar H, Bakhtia A. Uji
berbasis gambir sebagai penurun asam aktivitas hepatoproteksi dan toksisitas
urat. Disampaikan pada Seminar Ilmiah akut dari ekstrak gambir terstandarisasi.
Insentif Riset SINas, Kementerian Riset Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia.
dan Teknologi: Membangun Sinergi September 2012;1(1):34-8.
Riset Nasional untuk Kemandirian
Teknologi; 1-2 Oktober 2014; Bandung,
Indonesia. 9. Sarumathy K, Vijay T, Palani S,
Sakthivel K, Rajan MSD. Antioxidant
and hepatoprotective effects of
3. Nirmal NP, Rajput MS, Prasad RGSV, Caesalpinia sappan against
Ahmad M. Brazilin from Caesalpinia acetaminophen induced hepatotoxicity in
sappan heartwood and its rats. International Journal of
pharmacological activities: A Review. Pharmacology and Therapeutics.
Asian Pacific Journal of Tropical 2011;1:19-31.
Medicine. 2015 Jun;8(6):421–30.

10. Ningsih S. Efek hepatoprotektor gambir


4. Hussin MH, Kassim MJ. The corrosion (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.) dalam
inhibition and adsorption behavior of menghambat pembentukan kolagen
dengan menekan TIMP-1 (tissue multivariat dilengkapi dengan aplikasi
inhibitor of metalloproteinase-1) in vivo dengan menggunakan SPSS. Edisi 5.
[disertasi]. Jakarta: Universitas Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009.
Indonesia; 2015.

18. Adebayo AH, Zeng GZ, Zhang YM, Ji


11. Anggraini T, Tai A, Yoshino T, Itani T. CJ, Akindahunsi AA, Tan NH.
Antioxidative activity and catechin Toxicological evaluation of precocene II
content of four kinds of Uncaria gambir isolated from Ageratum conyzoides L.
extracts from West Sumatra Indonesia. (Asteraceae) in Sprague Dawley rats.
African Journal of Biochemistry African Journal of Biotechnology.
Research. 2011;5(1):33-38. 2010;9(20):2938-44.

12. Hilpiani D. Uji toksisitas akut isolat 19. Sireeratawong S, Piyabhan P, Singhalak
katekin gambir (Uncaria gambir Roxb) T, Wongkrajang Y, Temsiririrkkul R,
dari fase etil asetat terhadap mencit putih Punsrirat J, et al. Toxicity evaluation of
jantan secara in vivo [skripsi]. Jakarta: sappan wood extract in rats. J Med
Universitas Islam Assoc Thail. 2010;93(7):S50-S57.
13. Sulistyaningrum N, Rustanti L,
Alegantina S. Uji mutagenik ames untuk
melengkapi data keamanan ekstrak 20. Thapa BR, Walia A. Liver Function
gambir (Uncaria gambir Roxb.). Jurnal Tests and their Interpretation. Indian
Kefarmasian Indonesia. 2012 Feb Journal of Pediatrics. 2007 July;74:663-
71.
28;3(1):36-45.

14. Diasys Diagnostic Systems [Internet]. 21. BPAC (Best Practice Advocacy Centre).
Liver function testing in primary care
Date unknown [cited 2017 Feb 21].
[Internet]. 2007 [cited 2013 Feb 27]
Available from: http://www.diasys-
Available from:.
diagnostics.com/
http://www.bpac.org.nz/
fileadmin/promotoolbox/DiaSys_catalog
ues/ resources/campaign/lft/bpac_lfts_poem_
DiaSys_Katalog_RZ_170121.pdf?_=148 wv. pdf.
577 9300
22. Mir AH, Sexena M, Malla MY. An acute
15. Automated Hematology Analyzer XS oral toxicity study of methanolic extract
Series XS-1000i/XS-800i Instruction for from Tridex procumbens in Sprague
use. Kobe: Sysmex Corporation; 2006. Dawley’s rats as per OECD guidelines
423. Asian Journal of Plant Science and
Research. 2013;3(1):16-20.
16. Say CE, editor. Histophatology: Methods 23. Adeneye AA, Ajagbonna OP, Adeleke
and Protocols. Methods in Molecular TI,Bello SO. Preliminary toxicity and
Biology. Vol. 1180. New York: Spinger phytochemical studies of the stem bark
Science-Business Media; 2014. aqueous extract of Musanga cecropioides
in rats. Journal of Ethnopharmacology
2006;105, 374–379.
17. Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran
dan Kesehatan: Deskriptif, bivariat dan
24. Bo Li B, Jin Y, Xu Y, Wu Y, Xu J, Tu Karanganyar: Balai Besar Penelitian dan
Y. Safety evaluation of tea (Camellia Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
sinensis (L.) O. Kuntze) flower extract: Tradisional, Badan Penelitian
Assessment of mutagenicity, and acute Pengembangan Kesehatan, Departemen
and subchronic toxicity in rats. Journal Kesehatan RI; 2008
of Ethnopharmacology. 2011;133:583–
90.
31. Frinanda D, Efrizal, Resti R. Efektivitas
gambir (Uncaria gambir Roxb) sebagai
25. Ningsih S, Wibowo AE, Indriyani HN, antihiperkolesterolemia dan stabilisator
Efendi J, Mufidah R. Pengembangan nilai darah pada mencit putih (mus
sediaan farmasi penurun asam urat musculus) jantan. Jurnal Biologi
berbasis gambir (Uncaria gambir Universitas Andalas. 2014
(HUNTER) ROXB). Laporam akhir September;3(3):231-237.
Program Insentif Riset Sistim Inovasi
Nasional (InSinas) 2016. Jakarta:
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan
Pengembangan. Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; 2016.

26. Graidist P, Martla M, Sukpondma Y.


Cytotoxic activity of Piper cubeba
extract in breast cancer cell lines.
Nutrients. 2015;7:2707-18.

27. Raj PV. Exploration of hepatoprotective


mechanisms of actions of some known
hepatoprotective agents through bax
pathway [PhD dissertation]. Manipal:
Manipal University; 2010.

28. Yunarto N, Aini N. Effect of purified


gambir leaves extract to prevent
atherosclerosis in rats. Health Science
Journal of Indonesia. 2015;6(2
Des):105-10.

29. Edward Z. The function utilization of


gambier (Uncaria gambir) as the
hepatoprotector. Riset Kimia. 2009;2(2).

30. Katno. Tingkat manfaat keamanan dan


efektifitas tanaman obat dan obat
tradisional. Prapti IY, Rahmawati N,
Mujahid R, Widyastuti Y, editor.
www.trjfas.org

ISSN 1303-2712

Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 15: 619-624 (2015) DOI: 10.4194/1303-
2712-v15_3_05

Daphnia magna as a Test Species for Toxicity Evaluation of Municipal


Wastewater Treatment Plant Effluents on Freshwater Cladoceran in Turkey

Fatma Koçbaş1,*, Rahime Oral2

Celal Bayar University, Faculty of Arts and Sciences, Department of Biology, Muradiye
Kampüsü 45140 - Yunusemre - Manisa, Turkey. Ege University, Faculty of Fisheries,
Department of Hydrobiology, 35100 Izmir, Turkey

* Corresponding Author: Tel.: +90.236 2013279 ; Fax: +90.236 2013040; Received 31


March 2015

E-mail: fatma.kocbas@cbu.edu.tr Accepted 10


August 2015

Abstract

Aquatic toxicity of municipal wastewater was evaluated in an acute toxicity test using
water flea, Daphnia magna as an freshwater aquatic experimental animal model. Toxicity test
were performed on samples of both untreated (raw) and treated wastewaters were collected
Manisa municipal effluents. Undiluted untread and treated effluents were very toxic to D.
magnaand cause to death of all exposed daphnids. Dilution of wastewaters was observed to
decrease percentage of influence of biological toxicity based on dilutional rate. Acute toxic
effect of untreated wastewater on D. magna was more than that of treated wastewater. In
addition, the longer the period of exposure to D. magna, the more significantly toxic effect
increased.

Keywords: Water flea, acute toxicity, municipal wastewater.


Türkiye Tatlısu Kladoseranları Üzerine Belediye Atıksu Arıtma Tesisisi
Atıklarının Toksisite Değerlendirmesinde Bir Test Türü Olarak Daphnia
magna

Özet

Evsel atıksuların sucul toksisitesi, bir tatlısu sucul deneysel hayvan modeli olan su piresi
Daphnia magna akut toksisite kullanılarak değerlendirildi. Toksisite testleri hem arıtılmamış
(ham) ve hem de arıtılmış Manisa evsel atıksuları ile gerçekleştirildi. Hiç seyretilmeyen
arıtılmamış ve arıtılmış atıksular D. magna üzerine çok toksik olduğu ve maruz kalan tüm
dafnidlerin ölümüne neden oldu. Atıksularda seyrelme yapıldığında seyrelme oranına bağlı
olarak biyolojik toksik etkinin azaldığı görüldü. Yine arıtılmamış atıksuların D. magna üzerine
akut toksik etkisi arıtılmış atıksulardan daha fazla bulundu. İlave olarak D. magna’ nın
atıksulara maruz kalma süresi arttıkça toksik atkinin de belirgin bir şekilde artığı bulundu.

Anahtar Kelimeler: Su piresi, akut toksisite, evsel atıksu.

Introduction hundred different identified chemicals


(Environment Canada, 2001).
Urban activities are a major source of
pollution in aquatic ecosystems. Many Most wastewater treatment plants not
freshwater ecosystems are increasingly treat all types of contaminants and a high
degraded due to the input of wastewater- part of emerging compounds especially
borne pollutants (Fent, 1996; Wang et al., organic chemicals and their metabolites may
2003; Nakada et al., 2006; Lindqvist et al., escape elimination in treatment plants and
2005). Excessive discharge of some enter the aquatic environments. A number of
constituents, such as suspended solid, studies have demonstrated the occurrence of
nutrients, microorganisms and toxic organic contaminants in municipal
compounds from municipal wastewater into wastewater treatment plant effluents. These
aquatic ecosystems cause water quality is not studies mostly concered with occurance of
suitable for survival or growth of aquatic pharmaceuticals, personal care products,
organisms. Municipal wastewater contains a diagnostic imaging contrast agents, estrogens
broad spectrum of contaminants (Rowsell et and pesticides in wastewaters (Paxéus, 1996;
al., 2010). They can contain: 1) suspended Ternes, 1998; Daughton and Ternes, 2000;
solids; 2) disease-causing pathogens (e.g., Ternes et al., 1999; Boyd et al., 2003;
bacteria and viruses); 3) decaying organic Lindstrom et al., 2002; Lishman et al., 2006;
wastes; 4) nutrients; and 5) about two Odjadjare and Okoh, 2010; Rowsell et al.,
2010, Zein et al.,2015).

Hazard assessment of municipal (COD) and pH. Bioassays for evaluating


wastewater in Turkey is based on treated municipal wastewaters are not used.
physicochemical parameters e.g. total However, the complexity of wastewaters
suspended solids (TSS), biological oxygen limits analyses of all chemicals and these
demand (BOD), chemical oxygen demand give rise to the suspicion of the safety of
wastewater treatment plants effluents. At the 332.346 residents and discharges to Gediz
same time volume of effluents is too much. River. In 2007, the average daily flow of
For this reason, toxicity tests have been MMWTP was 7000 m3/day. Samples of raw
carried out to assess the potential effects of influent and mechanically and biologically
wastewater discharges on aquatic life. One treated effluent from MMWTP were
of the most internationally used bioassays for collected in June 2007. The samples were
monitoring of effluents is the acute toxicity transferred to the laboratory in cooled box
test with daphnid cladocerans and in and stored in darkness in refrigerator (+4oC)
particular that performed with Daphnia prior to chemical analyses and performance
magna. Standard methods have been of bioassays. The bioassays were performed
developed for this assay that were gradually within a week.
endorsed by national and international
organisations dealing with toxicity testing All chemical analysis of MMWTP
influents and efluents were performed in
procedures, in view of its application within
accordance with Standard Methods (APHA,
a regulatory framework (Persoone et al.,
1998). In this research, D. magna were
2009).
cultured and handled according to the
A number of species of Daphnidae procedures outlined in the U.S.
family are used for toxicity test very Environmental Protection Agency (USEPA)
common. Besides they are well manual (USEPA, 2002). The acute and
recommended for testing (USEPA, 2002), whole effluent toxicity tests performed
the organisms are generally available followed the U.S.EPA guideline (USEPA,
throughout the year and easily cultured in the 2002). Four replicates of five neonates (less
laboratory. In addition to this, daphnids are than 24 h old) were used for each treatment
sensitive to a variety of pollutants and have and control without feeding. The test
been widely used as the biotests organisms concentrations ranging from 0.1% to 100%
for evaluating different toxic substances were set by dilution of untreated (raw) and
(ISO, 1996; Sarma and Nandini, 2006; treated wastewater effluents. In each
Sánchez- Meza et al., 2007; Oral et al., treatment schedule 20 daphnids were scored
2007; Tatarazako and Oda, 2007). for their frequencies of immobilized

In this study, a common species such as


the freshwater flea D. magna (Cladocera,
Crustacea) was used to assess the acute daphnids.
toxicity of untreated and treated wastewaters TU =
from the municipal wastewater treatment 100/LC50 (1)
plant in Manisa, Turkey. The objective of
this study was to investigate the safety for
discharging municipal wastewaters effluents
The toxicity data were classified
into fresh water organisms to protect aquatic
according to the hazard classification system
biota and achieve water quality standards.
for wastewaters discharged into the aquatic
Materials and Methods environment as shown in Table 1 (Persoone
et al., 2003). The LC50 values were
Manisa Municipal Wastewater determined at 24, 48, 72 and 96 hours by
Treatment Plant (MMWTP) provided probit analysis. The calculations were done
treatment to wastewater from approximately using Probit Programme Version 1.5, which
is available in USEPA (USEPA, 2002). reservoirs and dams (TurkStat, 2013), with
Following to this, toxicity values (LC50) were great amount various contaminants in
transformed into Toxic Units (TU) according municipal wastewaters becoming a major
to the equation 1. threat to freshwater organisms in particular.
Water fleas, as D. magna, are small inverte
Results Wastewater Characterization brate crustaceans and a key source of food
A large amount of municipal for many fish in fresh water ecosystems.
wastewaters are discharged directly or 41.24% of all known species of fish are
indirectly into the water bodies in Turkey. found in fresh water (Marzan et al., 2014),
63.3% and 36.4% of wastewaters are which indicates that the subject
discharged into the recipient environment
treated and untreated, respectively. Almost
half of municipal wastewaters (49.6%) is
dumped into freshwaters such as rivers, lakes,

Table 1. Hazard classification system for waste waters discharged into the aquatic
environment (Persoone et al., 2003)

TU Class Toxicity Symbol

< 0.4 Class I No acute toxicity

< 0.4 < TU < 1 Class II Slight acute toxicity

1 < TU < 10 Class III Acute toxicity

10 < TU < 100 Class IV High acute toxicity

TU > 100 Class V Very high acute toxicity

is of increasing importance. works well. Following the treatment


process, both COD and BOD values were
In order to characterize the water quality found to be within the discharge limits in
parameters of MMWTP influents and Turkey (Turkish Official Newspaper, 2004).
efluents, such as pH, COD, BOD5 and TSS Measurement of TSS values indicated that
were measured. Results of chemical analyses they were within the standard limits of
of wastewaters are presented in Table 2. One wastewater discharge in Turkey both in
of the important parameters in municipal treated and untreated wastewaters with a
wastewater is pH, whose measurements significant reduction in TSS value only after
show that there were no significant the process. On the other hand, chemical
differences between treated and untreated characteristics of MMWTP waste effluents
wastewaters in pH value with optimum
tested in the study are consistent with the
intervals. According to results of COD and regulation of effluent discharging criteria of
BOD examination, their values in European Union (EU) (1991 ) (Table 2).
wastewaters of MMWTP decrease after Values of treated MMWTP effluents were in
treatment, which proves that the system agreement with EU discharge limits.
The mean untreated wastewawater respectively. Consequently TU values were
COD, BOD5 and TSS were found to be found as 3.0, 3.4, 4.0 and 4.2 after 24, 48, 72
288.0 mgO2/L, 96.0 mgO2/L and 57.3 mg/L and 96 hours, respectively (Table 4).
respectively. After treatment all were
observed as 44.2 mgO2/L, 16.0 mgO2/L and Discussion
26.5 mg/L respectively. The findings Consequences of the study on acute
revealed that the mean percentage removal in toxicity of treated municipal wastewaters on
COD, BOD5 and TSS after treatment D. magna in Korea
procedure were found to be 84.7%, 83.3%
and 53.8% respectively.

Whole Effluent Toxicity Test

Results of physicochemical parameters


measured in wastewaters showed a
significant decrease in the values while those
of toxicity tests on D. magna did not indicate
such a reduction (Table 3). None of D.
magna individuals allowed to live in 100%
untreated and treated wastewaters managed
to survive even in the shortest time of testing.

However, the value of toxicity in


immobilized D. magna was defined as LC50
and TU varying with testing time (Table 4).

Although all the MMWTPs wastewaters


were discharged under the regulations for the
conventional water quality standards,
revealed toxicities in the whole effluent
toxicity tests with D. magna. In addition,
biological toxic effect increased based on the
duration of the test. LC50 value of the tests
performed with untreated wastewater was
24.9 after 24 hours while it dropped to 15.8,
12.7 and 11.3 following 48, 72 and 96 hours,
respectively. Accordingly, TU values were
measured as 4.0, 6.3, 7.9 and 8.8 after 24, 48,
72 and 96 hours, respectively. Toxic effect of
treated waters on D. magna immolization was
less than that of untreated waters on it.
However, toxic effect of treated wastewaters
on D. magna increased in longer periods,
which was similar to that of untreated
wastewaters on it. Although LC50 value was
32.9 following 24 hours, it decreased to 29.4,
25.1 and 23.8 after 48, 72 and 96 hours,
Table 2. Chemical characteristics of untreated and treated wastewaters collected from
MMWTP

COD BOD5 TSS pH

mgO2/L mgO2/L mg/L

Untreated WW 288.0 96.0 57.3 7.3

Treated WW 44.2 16.0 26.5 7.5

Discharge limits in Turkey ( Turkish Official


Newspaper, 2004) 180.0 50.0 70.0 6-9

Discharge limits EU (91/271/EEC) 125.0 25.0 35.0 -

Table 3. Mortality of D. magna exposed to different concentrations of both untreated and


treated wastewaters collected from MMWTP

Wastewater

Concentrations
% Mortality %

24 48 72 96
h h h h

Treate Treate Treate Treate


Untreated d Untreated d Untreated d Untreated d

0 0 0 0 0 0 0 0 0

1 0 0 0 0 0 0 0 0

3 5 0 15 0 15 0 15 0

10 20 5 20 15 30 25 35 25

30 40 15 70 35 80 40 85 45

100 100 100 100 100 100 100 100 100

Table 4: Toxicity evaluation of untreated and treated wastewaters collected from MMWTP
using D. magna
95% Confidence
Hour LC50 Limits TU Class Toxicity

Untreated

24 24.9 17.2 - 37.2 4.0 III Acute toxicity

48 15.8 10.7 - 23.4 6.3 III Acute toxicity

72 12.7 8.7 - 18.5 7.9 III Acute toxicity

96 11.3 7.8 - 16.4 8.8 III Acute toxicity

Treated

24 32.9 24.7 - 44.6 3.0 III Acute toxicity

48 29.4 21.2 - 41.4 3.4 III Acute toxicity

72 25.1 17.7 - 36.2 4.0 III Acute toxicity

96 23.8 16.9 - 34.1 4.2 III Acute toxicity

indicated that of TU values in five different organic and inorganic substances which are
municipal wastewaters after 48 hours, only all difficult to determine (Ricking et al.,
one wastewater TU value exceeded 1 (1.31) 2003; Servos et al., 2005; Cristale and
while the other four TU values remained Lacorte, 2015).
below 1 (0.10-0.80) (Ra et al., 2007), as
compared to which treated wastewaters of Zein et al. (2015) determined similar
MMWTP were found to have significantly values of toxicity removal for D. magna
more toxic effect on D. magna. Because after primary and secondary treatment. The
potential impact of complex chemical
municipal wastewaters are complex mixtures,
mixtures (e.g., treated wastewater) can
it is natural for them to show different
enhance the toxicity of exposure to the
physicochemical properties based on time
insecticide. Complex chemical mixtures
and location, from which it could be
concluded that toxic effect remains variable exposure in aqueous systems is an input of
as well. contaminants in the environment (Zein et al,
2015).
The present study showed that
municipal wastewaters could be harmful to No significant reduction was observed
biota even if they evidently met standards for for whole effluent acute toxicity by
wastewater discharge limits, since luminescent bacteria assay and cladoceran
measurement of sufficient amount of assay (Sun et al., 2015).
physicochemical parameters requires Feeding rate inhibition and oxidative
determination of standards of discharge stress of effluent from a liquid crystal
limits. However, as we previously cited, display (LCD) wastewater treatment plant
municipal wastewaters could include (WWTP) to D. magna (reference species)
complex toxic, carcinogenic and mutagenic and Moina macrocopa were monitored and
raw wastewater was acutely toxic to both D. The authors would like to thank Celal
magna and M. macrocopa, but the toxicity Bayar University (Project Code: BAP - FEF
reached less than 1 TU in the final effluent 2006-088) for providing financial support for
(FE) as treatment proceeded (Kim et al., the project.
2012).
References
It has been reported that D. magna can
be a useful analytical tool for early warning APHA (American Public Health
Association), 1998. Standart methods
system to monitor of WWTP. Results of
for the examination of water and
ecotoxicity tests presented Daphnia mobility
wastewater/prepared and published
ranges from 0 to 100% at the untreated and
jointly by American Public Health
from 15 to 100% after treated(Mendonça et
al., 2013). Association, American Water Works
Association, Water Environment
In conclusion, we claim and propose that Federation., 20 Edition (Joint editorial
measurement of toxicity and monitoring of board, Lenore S. Clesceri, Arnold E.
physicochemical parameters be performed Greenberg, Andrew D. Eaton ;
simultaneously in large-scale treatment plants Managing editor, Mary Ann H.
and that discharge limits be standardized in Franson). American Public Health
view of protection of biota in fresh waters.
Furthermore, it should be considered whether
there are other possible discharges into the Association, Washington DC.
recieving environment and if there are what http://trove.nla.gov.au/version/38126605.
types and how much they are so as to protect
biota.

Based on the results of the study and on Boyd, G.R, Reemtsma, H., Grimm, D.A and
other experiences, we reported that Mitra, S. 2003. Pharmaceuticals and
ecotoxicological tests should be used for personal care products (PPCPs) in
assessment municipal whole effluents in surface and treated waters of Louisiana,
Turkey since they help predetermine whether US and Ontario, Canada. Science of the
municipal wastewaters are toxic in the Total Environment, 311(1-3): 135–49.
shortest time possible. Data of the present
study on water flea show that wastewater
discharges into receiving environment could Cristale, J. and Lacorte, S. 2015. PBDEs
enable us to understand their toxic potential. versus NBFR in wastewater treatment
plants: occurrence and partitioning in
Municipal effluents which are treated
water and sludge. AIMS Environmental
and compared with standards of permissible
Science, 2(3): 533-546. doi:
discharge limits in Turkey have toxic
10.3934/environsci.2015.3.533
potential to living D. magna. Therefore,
whole effluent toxicity tests are needed to
combine measurement of physicochemical
parameters with assessment to better protect Daughton, C.G. and Ternes, T.A. 2000.
the quality of the fresh water environment. Pharmaceuticals and personal care
products in the environment: Agents of
Acknowledgment subtle change?. Environmental Health
Perspectives, 107 (6): 907-38.
Moina macrocopa. Journal of
Hazardous Materials, 227–228: 327–
Environment Canada, 2001. State of 333.
Municipal Wastewater Effluents in doi:10.1016/j.jhazmat.2012.05.059.
Canada (State of the Environment
Report). Prepared by Indicators and
Assessment Office, Ecosystem Science
Lindstrom, A., Buerge, I.J., Poiger, T.,
Bergqvist, P.A., Muller, M.D. and
Buser, H.R. 2002. Occurrence and
Directorate, Environmental environmental behavior of the
Conservation Service, Environment bactericide triclosan and its methyl
Canada. ISBN 0-662-29972-8. Cat. No. derivative in surface waters and in
En1-11/96E, Ottawa, Ontario, 74 pp. wastewater. Environmental Science and
Technology, 36: 2322–2329.

E.U. (European Union) Council Directive


91/271/EEC of 21 May 1991. Lindqvist, N., Tuhkanen, T. and Kronberg,
Concerning urban waste-water L. 2005. Occurrence of acidic
treatment (91/271/EEC), 1991, Official pharmaceuticals in raw and treated
Journal of the European Communities, sewages and in receiving waters. Water
No. L 135, 30 May 1991. 40-52. Research, 39 (11): 2219–2228.

Fent, K. 1996. Organotin compounds in Lishman, L., Smyth, S.A., Sarafin, K.,
municipal wastewater and sewage Kleywegt, S., Toito, J., Peart, T., Lee,
sludge: contamination, fate in treatment B., Servos, M., Beland,
process and ecotoxicological
consequences. Science of The Total M. and Seto, P. 2006. Occurrence and
Environment, 185 (1–3): 151–159. doi: reductions of pharmaceuticals and personal
10.1016/0048-9697(95) 05048-5. care products and estrogens by municipal
wastewater treatment plants in Ontario,
Canada. Science of the Total Environment,
ISO (International Organisation for 367 (2-3): 544-558.
Standardisation). 1996. Water Quality:
Determination of the inhibition of the
mobility of Daphnia magna Straus Marzan, L.W., Barua, P., Akter, Y., Mannan,
(Cladocera, Crustacea) – Acute Toxicity A., Hossain, A. and Ali, Y. 2014.
Test. ISO 6341, Geneva, Switzerland. Molecular investigation on
clinopathological, genetic and
biochemical changes in Channa
Kim, S-B., Kim, W-K., Chounlamany, V., punctata infected with internal parasites
Seo, J., Yoo, J., Jo, H-J and Junga, J. and subjected to metals pollution in
2012. Identification of multi-level Chittagong, Bangladesh. Journal of
toxicity of liquid crystal display Biomolecular Research and
wastewater toward Daphnia magna and
Therapeutics, 3: 113. doi: 10.4172/2167- Oral, R., Meric, S., De Nicola, E., Petruzelli,
7956.1000113. D., Della Rocca, C. and Pagano, G.,
2007. Multi-species toxicity evaluation
of a cromium-based leather tannery
Mendonça¸ E., Picado, A., Paixão, S.M., wastewater. Desalination, 211: 48-57.
Silva, L.,

Barbosa, M. and M.A. Paxéus N. 1996. Organic pollutants in the


Cunha, 2013. effluents of large wastewater treatment
plants in Sweden. Water Research, 30:
1115–1122.
Ecotoxicological evaluation of
wastewater in a municipal WWTP in
Lisbon area (Portugal). Desalination and Persoone, G., Marsalek, B., Blinova,I.,
Water Treatment, 51: 4162– 4170. doi: Törökne, A., Zarina, D., Manusadzianas,
10.1080/19443994.2013.768021 L., Nalecz-Jawecki, G., Tofan, L.,
Stepanova, N., Tothova, L. and Kolar,
B. 2003. A practical and user-friendly
Nakada, N., Tanishima, T., Shinohara, H., toxicity classification system with
Kiri, K. and Takada, H. 2006. microbiotests for natural waters and
Pharmaceutical chemicals and endocrine wastewaters. Environmental
disrupters in municipal wastewater in Toxicology, 18 (6): 395–402.
Tokyo and their removal during
activated sludge treatment. Water doi: 10.1002/tox.10141.
Research, 40 (17): 3297–3303.

Persoone, G., Baudo, R., Cotman, M.,


doi: Blaise, C., Thompson, K. C., Moreira
10.1016/j.watres.2006.06.03 Santos, M., Vollat, B., Törökne, A. and
9 Han, T. 2009. Review on the acute
Daphnia magna toxicity test -
E.E Evaluation of the sensitivity and the
Odjadjare, . and Okoh, A.I. 2010. precision of assays performed with
organisms from laboratory cultures or
Physicochemical quality of an urban
hatched from dormant eggs. Knowledge
municipal
and Management of Aquatic
wastewater effluent and its impact on the Ecosystems, 393: 1-29.

receivin Environmen
g environment. tal
Ra, J.S., Kim, H.K., Chang, N.I. and Kim,
Monitoring and Assessment, 170: 383– S.D. 2007. Whole effluent toxicity
394. (WET) tests on wastewater treatment
plants with Daphnia magna Selenastrum
doi: 10.1007/s10661-009-1240-y. capricornutum. Environmental
Monitoring and Assessment, 129 (1-3):
107-113.
Servos, M.R., Bennie, D.T., Burnison, B.K.,
Jurkovic, A., McInnis, R., Neheli, T.,
Schnell, A., Seto, P., Smyth, S.A. and
Ricking, M., Schwarzbauer, J., Hellou, J., Ternes, T.A. 2005. Distribution of
Svenson, A. and Zitko, V. 2003. estrogens, 17β-estradiol and estrone, in
Polycyclic aromatic musk compounds in Canadian municipal wastewater
sewage treatment plant effluents of treatment plants. Science of the Total
Canada and Sweden-first results. Marine Environment, 336: 155–170.
Pollution Bulletin, 46 (4): 410-7.

Sun, J., Quan, Y., Wang, W., Zheng , S. and


Rowsell, V.F., Tangney, P., Hunt, C. and Liu, X. 2015. Potential contribution of
Voulvoulis, N. 2010. Estimating levels inorganic ions to whole effluent acute
of micropollutants in municipal toxicity and genotoxicity during sewage
wastewater. Water Air Soil Pollution, tertiary treatment. Journal of

BB 357–368. doi: 0.1007/s11270-009- 22–


0112-y Sarma S.S.S. and Nandini, S. 2006. Hazardous Materials, 295: 28.
Review of recent ecotoxicological studies on
cladocerans. Journal of Environmental doi:
Science and Health, Part B, 10.1016/j.jhazmat.2015.04.012.

4. 1417-1430.
Sánchez-Meza, J.C., Pacheco-Salazar, V.F., Tatarazako, N. and Oda, S. 2007. The water
Pavón- flea Daphnia magna (Crustacea,
Cladocera) as a test species for
T.B., Guiérrez- V.G., screening and evaluation of chemicals
Silva., García, Avila- with endocrine disrupting effects on
crustaceans. Ecotoxicology, 16: 197-
González Cde, J. and Guerrero-García, 203.
P. 2007.
Ternes, T.A. 1998. Occurrence of drugs in
Toxicit assessment of a complex German sewage treatment plants and
y industrial
rivers. Water Research, 32 (11): 3245-
3260.

wastewater using aquatic and terrestrial Ternes, T.A., Stumpf, M., Kreckel, P.,
bioassays Daphnia pulex and Lactuca Mueller, J., Haberer, K., Wilken, R.D.
sativa. Journal of Environmental and Servos, M.R. 1999. Behavior and
Science and Health. Part A, occurrence of estrogens in municipal
Toxic/Hazardous Substances and sewage treatment plants. I.
Environmental Engineering, 42 (10): Investigations in Germany, Canada and
1425-31. Brazil. Science of the Total
Environment, 225 (1-2): 81–90.
Turkish Official Newspaper. 2004. Su
kirliliği kontrolü yönetmeliği (Water
pollution control regulations Date:
31.12.2004 Number: 25687) (in
Turkish).

TurkStat, 2013. Turkey’s Statistical Year


Book, 2013, Turkish Statistical Institut
Printing Division,Ankara, Türkiye.

USEPA (United States Environmental


Protection Agency). 2002. Methods for
measuring the acute toxicity of effluents
and receiving waters to freshwater and
marine organism, Fifth edition, EPA-
821-R-02- 012, Office of Water (4303T),
Washington, DC.

Wang, C., Wang, Y., Kiefer, F., Yediler, A.,


Wang, Z. and Kettrup, A. 2003.
Ecotoxicological and chemical
characterization of selected treatment
process effluents of municipal sewage
treatment plant. Ecotoxicology and
Environmental Safety,

13. (2): 211-217. doi: 10.1016/S0147-


6513(02)00121-5.

Zein, M.A., McElmurry, S.P., Kashian,


D.R., Savolainen, P.T. and Pitts, D.K.
2015. Toxic effects of combined
stressors on Daphnıa pulex: interactions
between diazinon, 4-nonylphenol, and
wastewater effluent. Environmental
Toxicology and Chemistry, 34 (5):
1145–1153. doi: 10.1002/etc.2908.
J. Trop. Agric. and Fd. Sc. 45(1)(2017): 111 – 119

In-vivo toxicity studies of a mixture of Hibiscus sabdariffa L.,


Clinacanthus nutans L. and Stevia leaves in Sprague Dawley rats

(Kajian ketoksikan in-vivo campuran daun Hibiscus sabdariffa L.,


Clinacanthus nutans L. dan Stevia terhadap tikus Sprague Dawley)

10Hasnisa1, M. Syahida1, H. Hadijah1, Z. Kharis1, A. Sharizan1, D. Mohd


Nazrul Hisham1, R. Suri1, Z.J. Arif1, S. Ahmad Tarmizi1 and M.F. Nurul
Nabilah1

1
Food Science Technology Research Centre, MARDI Headquarters, Persiaran
MARDI-UPM,

43400 Serdang, Selangor, Malaysia

Abstract

Natural products from medicinal plants are widely used


worldwide as they are claimed to generate new alternative
medicines. Following its proven medicinal properties, a
mixture of Hibiscus sabdariffa L., Clinacanthus nutans L.,
Stevia rebaudiana in the ratio of 1:1:0.5 (HS:CN:Stevia;
w/w/w) was shown to be effective therapy as diuretic and in
chemoprevention. However, no study has been conducted to
assess the toxic effect or the LD50 of this mixture. Therefore, a
standard in-vivo toxicological assessment was carried out in a
28-day oral administration study. The doses tested were 1,000
mg/kg, 2,000 mg/kg and 5,000 mg/kg of body weight in
Sprague Dawley rats. No mortality, adverse clinical signs and
abnormal changes in body weight. Toxicologically significant
changes were only seen in relative liver weight, red blood cell
count, haematocrit, haemoglobin and total protein. However,
the difference was toxicologically insignificant since the values
were within normal physiological ranges. These observations
suggest that the mixture is practically non-toxic in Sprague
Dawley rats and the no-observed-adverse-effect level
(NOAEL) is greater than 5,000 mg/kg.

Keywords: tocixity, Hibiscus sabdariffa L.,


Clinacanthus nutans L., Stevia rebaudiana, rats
Introduction family. It is widely known as a
traditional medicinal plant in
Natural products from medicinal Southeast Asia such as Malaysia,
plants are widely used worldwide as Indonesia, Thailand and China. In
they are believed to be new Malaysia, the fresh leaves are
alternative medicines for usually boiled with water and
conventional therapy. Malaysia has consumed as herbal tea for treating
numerous plants with high cancer and diabetes (Muhammad
medicinal values such as Hibiscus Shahzad et al. 2015). In Indonesia
sabdariffa L. (HS), Clinacanthus and Thailand, CN is used to treat
nutans L. (CN), Stevia rebaudiana inflammation and viral infection
and others. HS is also known as (Yong et al. 2013), skin rashes,
roselle, sorrel, mesta and karkade is insects and snake bites, lesions
an annual herbaceous shrub of the caused by simplex herpes virus,
Malvaceae family (Lin et al. 2007). diabetes mellitus, fever and diuretics
Traditionally, the roselle leaves (Lau et al.2014). Several scientific
(green reddish color with 10 – 15 reports proved that CN is non-toxic
cm length and have a sour taste) are
(Chavalittumrong et al. 1995), has
used for medicinal purposes in anti-inflammatory, anti-hepatitis and
China and India in controlling high anti-herpes activities (Yoosook et al.
blood pressure, reducing menstrual 1999, Wanikiat et al. 2008, Sittiso et
pain, pyrexia and liver damage (Lin al. 2010) and anti-cancer activity
et al. 2007). Previous studies have (Yong et al. 2013)
demonstrated that roselle leaves
extract is non-toxic and posses
hypoglycaemic, hypolipidaemic,
antioxidant, oestrogenic effects and
anticancer effects (Lin et al. 2012).
Prasongwatana et al. (2008)
reported that infusions of the leaves
and calyx extracts could alleviate
fever, act as cholerectic, diuretic
and uricosuric substance. The
infusions could also decrease the
blood viscosity which revealed the
effect of anti-hypertension, anti-
obesity, anti-diabetic and anti-
cholesterol.

CN or commonly known as
Sabah snake grass or ‘Belalai
Gajah’ in Malaysian language is a
perennial herb in Acanthaceae
Stevia rebaudiana (Stevia) is a small The extract of the herbal mixture
perennial and woody shrub in the was prepared by infusing the mixed
Asteraceae family and has been used dried leaves with boiling water for
as a bio-sweetener and sugar 10 min. The extract were prepared
substitute (Gupta et al. 2013) to at three different concentrations
lower blood sugar level (Goyal et al. (1,000, 2,000 and 5,000 mg/kg) for
2010). It is also known as sweet herb, the oral toxicity study.
sweet leaf, honey leaf, candy leaf or
honey yerba (Carakostas et al. 2008). Experimental animals
This magical natural herb is non- A total of twenty female Sprague
toxic which its secondary metabolites Dawley rats weighing approximately
did not produce teratogenic, 200 g each and 5 – 6 weeks old were
mutagenic or carcinogenic effects randomly assigned into four groups;
and no allergic reactions (Pol et al. a control and three treatment groups
2007). Stevia has many (n = 5). Individual body weights
pharmacological and therapeutic were recorded and detailed physical
applications which could act as an examinations on the fur, skin and
efficient medication for curing health condition were performed
chronic and non-chronic diseases like twice during the7 days period of
diabetes, cardiovascular disease, acclimatisation to ensure the status of
cancer, renal disease, obesity, healthy animals. The animals were
inflammatory bowel disease and housed in a system controlled
dental caries (Gupta et al. 2013) environment in the light-dark cycle
(12 – 12 h, lights on 7:00 –19:00),
Materials and methods
temperature (24 ± 2 °C) and a
Sample preparation relative humidity (30 – 70 %) during
the study.
The HS, CN and Stevia leaves were
dried using commercial oven dryer The animals were provided ad
at 40 °C until the moisture content libitum with a standard pellet
reached below 10 %. Dried samples (Specialty Feeds, Australia) and
were then ground using Waring distilled water.
blender (Waring, Connecticut) for 2
– 3 s and sieved (0.5 mm). The
herbal mixture was prepared by
mixing the leaves at ratio of 1:1:0.5
(HS:CN:Stevia; w/w/w) in sachets.
Sub acute oral toxicity study administration period, Sprague
Dawley rats were respectively dosed
CC sub-acute or 28-days repeated with distilled water (control group,
dose oral toxicity study was C) or herbal mixture at doses of
performed according to Ryu et al. 1,000 mg/kg of body weight (low
(2004). During the oral dose, LD), 2,000 mg/kg of body
weight (medium dose, MD) and was analysed for aspartate
5,000 mg/kg of body weight (high aminotransferase (AST), alanine
dose, HD) via drinking bottles as aminotransferase (ALT) activities,
they can access ad libitum. On bilirubin, total protein (TP), albumin
average, each rat usually consumed (Alb), globulin, glucose (Glu), urea,
about 100 ml of sample per day. Any creatinine (Cr), total cholesterol
remaining sample left will be (TC), triglyceride (TG), low density
measured. General appearance or lipoprotein (LDL) and high density
behaviour of each rat was observed lipoprotein (HDL) by using blood
daily during the 28-days study and clinical analyser (Vitalab Selectra E,
the body weight was recorded Italy). All reagents for the tests were
weekly. obtained from Randox (Randox
Haematology and serum Laboratories Ltd, Antrim, United
biochemistry analysis Kingdom).

The animals were fasted for Statistical analysis


approximately 12 h and blood
All data for obtained were
samples were withdrawn from the
vena cava under light ether expressed as mean ± standard
anesthesia. Samples of blood for deviation (SD) and subjected to
haematology and biochemistry one-way analysis of variance
analyses were withdrawn. An (ANOVA) using SAS System,
ver. 9.0 statistical software. When
aliquot of blood per animal
statistically significant differences
(approximately 20 µl) was treated in
were indicated (p < 0.05), the
3 ml ethylen-diamino-tetracetic-acid
Duncan New Multiple Range Test
(K3-EDTA) tube (Bacton
Dickinson, BD Vaccutainer) to (DMRT) was employed for
analyse haematological indexes. comparisons between control and
The blood sample was analysed for treated groups.
complete blood profile: red blood Results and Discussion
cell (RBC), white blood cell
(WBC), platelet (PLT), haematocrit Sub-acute oral toxicity study
(HCT), and haemoglobin (Hb) level.
Clinical observations and body
The measurements were performed
weight assessment
in a haematology analyser (Medonic
CA530, Italy). No abnormalities in terms of
clinical signs including death were
For serum biochemical blood
seen in rats from any groups. Figure
analysis, one aliquot of blood per
1 shows a non-significant increment
animal was placed in a 5 ml Z-serum
in body weight between the control
tube (Bacton Dickinson, BD
and treated groups. The results
Vaccutainer) and centrifuged at
showed that even the treated rats
3,000 rpm for 20 min. The serum
have gained positive body weight Thus, this result suggested a within
signifying the absence of toxic normal function of the organs. The
effects of the mixture at all doses. relative liver weight of the low dose
Body weight changes have been treated group (6.42%) decreased
used as an indicator of adverse significantly (p <0.05) as compared
effects of drugs and chemicals (Teo to control group (7.96%) while the
et al. 2002; Hilaly et al. 2004) medium and high dose treated group
showed no significant difference.
Toxicity studies of herbal mixture in
Sprague Dawley Mumoli et al. (2006) and Giannini
et al. (2005) suggested that,
hepatotoxicity is associated with
increased of liver weight,
aminotransferases and alkaline
phosphatase enzyme level in
plasma. While, reduction of body
weight gain and internal organ
weight are generally considered as a
sensitive indicator of toxic effect
(Thanabhorn et al. 2006).
Nevertheless, in this study, the
Figure 1. Normalised mean body
reduction of liver weight is not
weight of rats at the end of the
conclusively attributed to toxicity
study period
since the blood enzymatic profiles
Relative organ weights (Table 2) were within normal
reference range (Petterino and
Argentino-Storino 2006).
Organ weight is the most sensitive
indicator of drug toxicity whereby
significant differences in organ
weights may occur in the absence of
any gross morphological changes
(Piao et al. 2013). Organ weights are
usually presented as relative values
and expressed as a percentage of
body weight (Wolfsegger et al.
2009). In this study, the actual and
relative organ weights at necropsy
following 28 days of toxicity study.
The results for relative organ
weights (liver, heart, lung, kidney
and spleen) were shown in Table 1.
Meanwhile, the gross and used as an indicator of liver
examination at necropsy did not damage and overall liver health
reveal any experiment-related (Giannini et al. 2005). The ALT and
changes. The gross interpretation AST are liver marker enzymes
showed no lesion, inflammation, involved in the catabolism of amino
bleeding, abnormal enlargement or acids. The measurement of serum
spots of internal organs been levels of these two enzymes is a
observed in all treated rats as standard feature of clinical chemistry
compared to control. investigations in regulatory toxicity
studies (Ennulat et al. 2010). The
Haematology ALT is considered as liver specific
Table 3 shows no significant enzyme present in greatest
differences in PLT and WBC (p concentration in the hepatocytes of
>0.05) between groups and such most species (Hall 2001). Previous
values were in the normal reference study also showed that an increased
range (Petterino and Argentino- level of ALT activity in the serum is
Storino 2006). While, RBC in the accepted as an indication of hepatic
MD and HD group significantly (p toxicity in rats whenever the damage
<0.05) increased as compared to the is more than 70% (Ennulat et al.
control. The HD group had a 2010; Witthawaskul et al. 2003). It is
significant (p <0.05) increase in HCT possible that in this study, there are
and Hb concentration compared to damages within the liver in the
control group. However, the result treated group, but it did not exceed
did not show any toxicity-related 70% for a significant rise in ALT to
changes since the RBC and HCT be seen. Future work on the histology
values were within the normal of the liver will give a better
reference range (Han et al. 2010). assessment on the actual toxic nature
This again, suggested no adverse of this mixture.
effect of herbal mixture on the There was no significant
haematology values of the treated increased in the concentration of
rats. bilirubin in all treated groups
Serum biochemistry compared to control group (Table
2).
Table 2 shows concentration of ALT,
AST, bilirubin and protein in Sprague
Dawley rats during the study period.
Blood liver enzymes often measured
Table 1. The percentage of relative organ weight of rats at the end of the study
period (Mean ± SD)

H
Analysis n Control LD MD D

1.4 ± 1. 1. ±
Kidney (%) 5 0.12a 1.4 ± 0.23 a
3 ± 0.14a 5 0.20a

0.9 ± 0. 0. ±
Heart (%) 5 0.12a 0.8 ± 0.11 a
7 ± 0.08a 9 0.15a

1.4 ± 1. 1. ±
Lung (%) 5 0.32a 1.2 ± 0.36 a
3 ± 0.12a 4 0.14a

0.5 ± 0. 0.
Spleen (%) 5 0.11a 0.4 ± 0.12 a
4 ± 0.06a 4 ± 0.05a

7.9 ± 7. 7. ±
Liver (%) 5 0.77a 6.4 ± 0.67 b
1 ± 0.36 ab
6 0.99a

Values bearing similar superscript/s do not


differ at p >0.05

Table 2. Selected serum biochemistry of rats at the end of the study


period (Mean ± SD)

Contr
Analysis ol LD MD HD

±
ALT (U/l) 52.3± 6.12a 58.8 ± 15.92a 51.3 8.76a 53.2 ± 8.79a

110. ± 114.
AST (U/l) 0 ± 12.54a 116.0 ± 20.86a 116.8 17.96a 7 ± 17.13a

Bilirubin ±
(µmol/l) 3.1± 0.79a 3.5 ± 0.79a 3.9 0.56a 3.6 ± 1.11a
Globulin ±
(g/l) 30.7± 3.67a 35.3 ± 5.01a 35.7 3.44a 34.0 ± 3.90a

Albumin ±
(g/l) 48.5± 2.60a 49.0 ± 0.72a 50.6 1.13a 50.5 ± 1.83a

Total Protein ±
(g/l) 79.9± 4.73a 84.4 ± 5.62ab 86.0 2.64b 84.5 ± 2.84ab

Values bearing similar superscript/s do not


differ at p >0.05

Table 3. Haemogram of rats at the end of the study


period (Mean ± SD)

Analysis Control LD MD HD

RBC
(1012/l) 8.3 ± 0.78a 8.9 ± 0.36ab 9.3± 0.44b 9.3 ± 0.82b

HCT (%) 43.6 ± 3.62a 46.6 ± 2.59ab 47.8± 2.57ab 48.8 ± 4.10b

1474. 1576. ± 1395.± 1464.


9 a
PLT (10 /l) 4 ± 229.05 0 132.23a 7246.91a 4 ± 209.84a

WBC
(109/l) 5.6 ± 2.93ab 5.1 ± 0.25b 4.3± 0.26b 8.5 ± 1.60a

Hb (g/l) 163.2 ± 14.75a 177.3 ± 7.37ab 175.0± 9.84ab 182.2 ± 13.15b

Values bearing similar superscript/s do not differ at p >0.05


A small elevation in plasma bilirubin concentration is an important
indicator of liver damage in laboratory animals (Rasekh et al. 2008). These
results indicated that based on gross and selected enzymes (Petterino and
Argentino-Storino 2006) and bilirubin (Han et al. 2010) parameters, there were
no adverse effect of herbal mixture on the liver of Sprague Dawley rats.

The serum protein profile showed no significant changes (Table 2) except


for slight significant (p < 0.05) increase on total protein level in MD group
(86.02 g/l) compared to the control (79.90 g/l). A decreased concentration of
total protein, albumin and globulin are associated with cirrhosis or liver
malfunction (Patel et al. 2008). A high protein level showed the possibility of
the liver and kidney malfunction where protein were not completely digested or
absorbed. A lower protein level usually related to dehydration or myeloma
multiple (Petterino and Argentino-Storino 2006). A cirrhotic liver is unlikely to
happen in this study as the duration was quite short.

Table 4 shows the creatinine and urea concentration as a measure of the


kidney status. A high level of urea and creatinine in blood indicates the
occurence of severe kidney damage since the kidney has failed to filter the urea
nitrogen out of circulation into the urine (Hassan et al. 2007; Rhionani et al.
2008). No evidence of kidney failure or malfunction were registered since the
concentration of urea and creatinine are within normal limits and comparable in
all (Petterino and Argentino-Storino 2006).

Table 5 shows the serum lipid profile TC, HDL, LDL and TG indicated no
significant changes in all treated rats.

The blood glucose concentration (Figure 2) also showed comparable levels


between all groups. This likely suggested that the oral administration of the
herbal mixture did not affect the general metabolism of glucose. All of the
presented results showed the absence of toxic effects in all tissues as the
measured profiles were within normal physiological ranges (Petterino and
Argentino-Storino 2006; Han et al. 2010). Likewise, the comparable values
between treated groups are evidence of an absent of a dose-response toxic
effect.

Conclusion

In conclusion, this 28-days oral toxicity study reveals that daily doses of 1,000,
2,000 and 5,000 mg/kg of the mixture did not elicit toxicity in Sprague Dawley
rats. The dose of 5,000 mg/kg/day was identified as the no-observed-adverse-
effect level (NOAEL) in this study.
Acknowledgement

The authors are thankful to the financial supports from MARDI and Malaysian
Ministry of Agricultural for the research development grant of P-161. The
authors also wish to thank Ms Nazarifah Ibrahim, Ms Nurhafiqa Mohamad
Hayadi and Ms Siti Nor Aslina Kamaruzaman for their technical support and
assistance.

Table 4. Kidney function assay of rats at the end of the study


period (Mean ± SD)

M
Analysis Control LD D HD

Urea (mmol/l) 7.6 ± 1.21a 8.2 ± 0.54a 8.0 ± 1.01a 7.8 ± 1.17a

Creatinine 63.
a a
(µmol/l) 63.6 ± 4.33 61.0 ± 3.39 7 ± 4.46a 64.8 ± 3.03a

Table 5. Serum lipid profile of rats at the end of the study


period (Mean ± SD)

M
Analysis Control LD D HD

TC (mmol/l) 1.9 ± 0.22a 1.7 ± 0.57a 1.4 ± 0.19a 1.5 ± 0.34a

HDL (mmol/l) 0.7 ± 0.09a 0.8 ± 0.26a 0.7 ± 0.15a 0.7 ± 0.17a

LDL (mmol/l) 0.6 ± 0.15a 0.5 ± 0.31a 0.3 ± 0.11a 0.5 ± 0.16a

TG (mmol/l) 1.2 ± 1.00a 0.8 ± 0.27a 0.8 ± 0.23a 0.8 ± 0.23a


man. Toxicology Pathology
38: 810 – 828
15.
Giannini, E.G., Testa, R. and Savarino,
V. (2005). Liver enzyme
alteration: a guide for clinicians.
Canadian Medical Association
Journal 172: 367 – 379
Figure 2. The mean blood glucose
concentration of rats at the end of
the study period Goyal, S.K., Samsher and Goyal, R.K.
(2010). Stevia (Stevia rebaudiana)
Carakostas, M.C., Curry, L.L.,
a bio-sweetener: a review.
Boileau, A.C. and Brusick,
International Journal of Food
D.J. (2008). Overview: The
Sciences and Nutrition 61(1): 1 –
history, technical function and
10
safety of rebaudioside A, a
naturally occurring steviol
glycoside, for use in food and
beverages. Food and Gupta, E., Purwar, S., Sundaram, S. and
Chemical Toxicology 46: S1 – Rai, G.K. (2013). Nutritional and
S10 therapeutic values of Stevia
rebaudiana: A review. Journal of
Medicinal Plants Research

Chavalittumrong, P., Attawish, A., 7(46): 3343 – 3353


Rugsamon, P. and Chuntapet,
P. (1995). Toxicological Study
of Clinacanthus nutans Hall, R.L. (2001). Principles of clinical
(Burm.f.) Lindau. Bulletin of pathology for toxicology studies. In:
the Department of Medical Principles and methods of
Sciences 37(4): 323 – 338 toxicology, 4th Edition. (A Wallace
Hayes Taylor and Francis, eds.),
Philadelphia: CRC Press
Ennulat, D., Walker, D., Clemo, F.,
Magid-Slav, M., Ledieu, D.,
Graham, M., Botts, S. and Boone, Han, Z.Z., Xu, H.D., Kim, K.H., Ahn,

14. (2010). Effects of T.H., Bae, J.S., Lee, J.Y., Gil, K.H.,
hepatic drug-metabolizing Lee, J.Y., Woo, S.J., Yoo, H.J., Lee,
enzyme induction on H.K., Kim, K.H., Park, C.K., Zhang,
clinical pathology H.S. and Song, S.W. (2010).
parameters in animals and Reference data of the main
physiological parameters in control
Sprague-Dawley rats from pre- Lin, H.H., Chan, K.C., Sheu, J.Y.,
clinical toxicity studies. Laboratory Hsuan, S.W., Wang, C.J. and
Animal Research 26 (2): 153 – 164 Chen, J.H. (2012). Hibiscus
sabdariffa leaf induces
apoptosis of human prostate
Hassan, S.W., Ladan, M.J., Dogondaji, cancer cells in vitro and in vivo.
R.A., Umar, R.A., Bilbis, L.S., Food Chemistry 132: 880 – 891
Hassan, L.G., Ebbo, A.A. and
Matazu, I.K. (2007). Phytochemical
and toxicological studies of aqueous Muhammad Shahzad, A.,
leaves extracts of Erythrophleum Muhammad Syarhabil, A. and
africanum. Pakistan Journal of Awang Soh, M. (2015). A
Biological Sciences10: 3815 – 382 review on phytochemical
constituents and
pharmacological activities of
Hilaly, J.E., Israili, Z.H. and Clinacanthus nutans.
Lyoussi, B. (2004). Acute and International Journal of
chronic toxicological studies of Pharmacy and Pharmaceutical
Ajugaiva in experimental animals. Sciences 7(2): 30 – 33
Journal of Ethnopharmacology 91: Mumoli, N., Cei, M. and Cosimi,
43 – 50 A. (2006). Drug-related
Lau, K.W., Lee, S.K. and Chin, J.H. hepatotoxicity. The New
(2014). Effect of the methanol England Journal of Medicine
leaves extract of Clinacanthus 354(20): 2191 – 2193
nutans on the activity of
acetylcholinesterase in male
mice. Journal of Acute Disease Patel, C., Dadhaniya, P.,
22 – 25 Hingorani, L. and Soni, M.G.
(2008). Safety assessment of
Lin, H.H., Chen, J.H., Kuo, W.H. pomegranate fruit extract:
and Wang, C.J. (2007). Acute and subchronic
Chemopreventive properties of toxicity studies. Food and
Hibiscus sabdariffa L. on Chemical Toxicology 46:
human gastric carcinoma cells 2728 – 2735
through apoptosis induction and
JNK/p38 MAPK signaling
activation. Chemico-Biological
Petterino, C. and Argentino-Storino,
Interactions 165: 59 – 75
A. (2006). Clinical chemistry
and haematology historical data
in control Sprague-Dawley rats
from pre-clinical toxicity
studies. Experimental and
Toxicology Pathology 57: 213 –
Rhionani, H., Elhilaly, J., Israili, Z.
219
and Lyoussi, B. (2008). Acute
and sub-chronic toxicity of an
aqueous extract of the leaves of
Piao, Y., Liu, Y. and Xie, X. Herniaria glabra in rodents.
(2013). Change trends of organ Journal of Ethnopharmacology
weight background data in 118: 378 – 386
Sprague Dawley rats at
different ages. Journal of
Toxicologic Phatology 26: 29 –
34 Ryu, S.D., Park, C.S., Baek, H.M.,
Baek, S.H., Hwang, S.Y. and
Chung, W.G. (2004). Anti-
diarrheal and spasmolytic
Pol, J., Hohnová, B. and activities and acute toxicity
Hyötyläinen, T. (2007). study of Soonkijangquebo, a
Characterization of Stevia herbal anti-diarrheal formula.
rebaudiana by comprehensive Journal of Ethnopharmacology
two-dimensional liquid 91: 75 – 80
chromatography time-of-flight
mass spectrometry. Journal of Sittiso, S., Ekalaksananan, T.,
Chromatography A 1150: 85 – Pientong, C.,
92

Prasongwatana, V., Woottisin, S.,


Sakdarat, S., Charoensri, N.
Sriboonlue, P. and
and Kongyingyoes, B. (2010).
Kukongviriyapan, V.(2008).
Effects of compounds from
Uricosuric effect of Roselle
Clinacanthus nutans on
(Hibiscus sabdariffa) in normal
and renal-stone former subjects. dengue virus type II infection.
Journal of Ethnopharmacology Srinagarind Medical Journal
117: 491 – 495 25 (Suppl).

Teo, S., Stirling, D., Thomas, S.,


Rasekh, H.R., Nazari, P., Kamli-
Hoberman, A. and Khetani, V.
Nejad, M. and Hosseinzadeh,
L. (2008). Acute and (2002). A 90-day oral gavage
subchronic oral toxicity of toxicity study of D-
Galega officinalis in rats. methylphenidate and D,L-
Journal of Ethnopharmacology methylphenidate in Sprague-
Dawley rats. Toxicology 179:
116: 21 – 26
183 – 196
Wanikiat, P., Panthong, A.,
Sujayanon, P., Yoosook, C.,
Thanabhorn, S., Jaijoy, K., Rossi, A.G. and Reutrakul, V.
Thamaree, S., Ingkaninan, (2008). The anti-inflammatory
K. and Panthong, A. (2006). effects and the inhibition of
Acute and subacute toxicity neutrophil responsiveness by
study of the ethanol extract Barleria lupulina and
from Lonicera japonica Clinacanthus nutans extracts.
Thunb. Journal of Journal of Ethnopharmacology
Ethnopharmacology 107:
370 – 373 116 (2): 234 – 244

Chiong, H.S. and Zuraini, A.


(2013). Clinacanthus nutans
Witthawaskul, P., Panthong, A., extracts are antioxidant with
Kanjanapothi, D., Taesothikul, antiproliferative effect on
T. and Lertprasert-suke, N. cultured human cancer cell
(2003). Acute and subacute lines. Evidence-Based
toxicities of the saponin Complementary and Alternative
mixture isolated from Medicine Article ID 462751, 8
Schefflera leucantha Viguier. p.
Journal of
http://dx.doi.org/10.1155/2013/4
Ethnopharmacology 89: 115 – 62751
121

Wolfsegger, M.J., Jaki, T., Dietrich,


B., Kunzler, J.A. and Barker, Yoosook, C., Panpisutchai, Y.,
K. (2009). A note on statistical Chaichana, S., Santisuk, T.
analysis of organ weights in and Reutrakul, V. (1999).
non-clinical toxicological Evaluation of anti-HSV-2
studies. Toxicology and Applied activities of Barleria lupulina
Pharmacology 240: 117 – 122 and Clinacanthus nutan.
Journal of
Yong, Y.K., Tan, J.J., Teh, S.S., Ethnopharmacology 67(2):
Siau, H.M., Lian Ee, G.C. 179

Anda mungkin juga menyukai