TOKSIKOLOGI KLINIK
OLEH:
P07134017030
SEMESTER IV / A
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Toksikologi adalah ilmu yang penting. Ia merupakan dasar kuat dalam merancang upaya
perlindungan kesehatan para pekerja terhadap toksikan dalam pabrik, lahan pertanian, tambang
dan lingkungan kerja lainnya. Toksikologi akan terus berperan penting bagi kesehatan dan
kesejahteraan dunia. WHO telah melakukan kursus pelatihan toksikologi di cina pada
tahun1982, sebagai bagian dari program kerja sama cina-WHO dalam ilmu-ilmu kedokteran.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari toksikologi
2. Untuk mengetahui tentang ruang lingkup toksikologi
3. Untuk mengetahui dasar-dasar dari toksikologi klinik
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari bahan toksikologi
5. Untuk mengetahui efek toksik dari suatu zat
6. Untuk mengetahui efek obat dari suatu zat adiktif
BAB II
ISI
Karena bidangnya yang luas, dan agar berbagai sasaran terpenuhi, toksikologi terbagi atas
sejumlah subdisiplin. Misalnya, seeorang mungkin terpajan, secara sengaja atau tidak sengaja,
pada sejumlah besar toksikan, dan mengalami keracunan hebat. Kalau identitas toksikan ini
tidak diketahui, toksikologi analitik diperlukan untuk mengenali lewat analisi cairan tubuh, isi
lambung, tempat makanan yang dicurigai, dll. Para praktisi toksikologi klinik akan memberikan
antidotumnya, bila ada, untuk mengatasi toksisitas khusus, dan mengupayakan tindakan untuk
menghilangkan gejala dan mengeluarkan racun secepatnya dari tubuh. Masalah hukum dalam
kasus ini merupakan tugas toksikologi forensik.
Keracunan mungkin terjadi akibat pajanan zat beracun di tempat kerja. Ini mungkin
mengakibatkan efek buruk yang akut maupun kronik. Keduanya merupakan maslah dibidang
toksikologi kerja. Masyarakat umum terpajan berbagai jenis toksikan lewat udara dan air di
samping lewat makanan yaitu berupa zat tambahan makanan, pestisida, dan pencemaran.
Pajanan ini sering sedemikian ringan sehingga secara akut tidak membahayakan tetapi dapat
memberikan efek buruk pada jangka panjang. Sumber bahan-bahan ini, transpornya, degradasi,
dan biokonsentrasinya di lingkungan, serta pengaruhnya terhadap manusia di bahas dalam
toksikologi lingkungan. Toksikologi hukum mencoba melindungi masyarakat dengan membuat
undang-undang, peraturan, dan standar yang membatasi atau melarang penggunaan zat kimia
yang sangat beracun, juga dengan menentukan syarat penggunaan zat kimia lainnya. Apendiks
1-1 berisi daftar undang-undang yang relevan di AS. Perundang-undangan dan peraturan lainnya
telah disusun oleh Merril (1989).
Dalam lingkup toksikologi sering digunakan beberapa istilah yang mirip yaitu, racun, toksin,
toksikan yang memiliki arti yang mirip tetapi berbeda. Berikut beberapa definisi yang perlu
dipahami.
1. Racun Menurut Taylor, “Racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah tertentu bila
masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit dan
kematian”. Menurut Dorland Dictionary: Racun adalah setiap zat yang bila dalam jumlah
sedikit ditelan atau dihirup atau diserap atau dioleskan atau disuntikkan ke dalam tubuh atau
dihasilkan dalam tubuh, memiliki aksi kimiawi dan menyebabkan kerusakan pada struktur atau
gangguan fungsi yang menimbulkan gejala, penyakit atau kematian.
2. Toksin (poison) adalah zat yang memiliki efek berbahaya pada organisme hidup. Sedangkan
toksin adalah racun yang diproduksi oleh organisme hidup. “Bisa”(venom) adalah racun yang
disuntikkan dari organisme hidup ke makhluk lain. “Bisa” (venom) adalah toksin dan toksin
adalah racun, tidak semua racun adalah toksin, tidak semua toksin adalah venom.
3. Venom atau “bisa” adalah toksin, karena toksin didiskripsikan secara sederhana sebagai
bahan kimia yang diproduksi secara biologis yang mengubah fungsi normal organisme lain.
4. Toksikan adalah produk alami seperti yang ditemukan pada jamur beracun, atau racun ular.
Toksikan adalah produk buatan manusia, produk buatan yang dipaparkan ke lingkungan karena
aktivitas manusia; Contohnya adalah produk limbah industri dan pestisida.
5. Toksoid adalah toksin yang tidak aktif atau dilemahkan. Toksin adalah racun yang dibuat oleh
organisme lain yang bisa membuat kita sakit atau membunuh kita. Dengan kata lain, toksin
beracun. Toksoid tidak lagi beracun tetapi masih sebagai imunogenik sebagai toksin dari mana
ia berasal.
6. Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing. Xenobiotik adalah zat
asing yang secara alami tidak terdapat dalam tubuh manusia. Contoh: obat obatan, insektisida,
zat kimia.
2.4 Klasifikasi dari Bahan Toksikologi Klinik
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat
kimia dengan lainnya adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada
zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut
melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam
kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi
seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi,
dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana
efek berbahaya itu terjadi.
Pada umumnya efek berbahaya atau efek farmakologik timbul apabila terjadi interaksi antara zat
kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus
diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja
farmakon pada suatu organisme (aspek farmakodinamik atau toksodinamik) dan pengaruh
organisme terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik atau toksokinetik) aspek ini akan lebih detail
dibahas pada sub bahasan kerja toksik.
Efek toksik yang ditimbulkan oleh suatu zat akibatnya sangat bervariasi, tergantung dari zat,
target organ, mekanisme aksi, dan besarnya dosis. Pengetahuan yang baik tentang hal-hal di atas
akan meningkatkan kemampuan menilai keberbahayaan suatu zat. Selain itu juga bermanfaat
dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan jika terjadi efek toksik atau keracunan.
Semua efek toksik yang terjadi dimulai adanya interaksi biokimiawi antara zat toksik atau
metabolit aktifnya dengan bagian tertentu dari makhluk hidup atau reseptornya. Bagian tertentu
itu seperti enzim, protein, lemak, asam nukleat, organel sel, membrane sel atau bahkan berupa
jaringan.
Efek toksik dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara antara lain berdasarkan target organ,
mekanisme kerja, spectrum, dan lain-lain.
2. Berdasarkan waktu dan tempat efek toksik timbul. Efek toksik dapat diklasifikasikan menjadi
sebagaimana yang tercantum dalam tabel dibawah ini :
Hemolisis Arsen
Mengingat psikotropika jumlahnya sangat banyak maka tidak semua diutarakan disini, tetapi hanya
beberapa yaitu amfetamin, ekstasi, LSD, dan Psilosibin. Ampetamin dan ekstasi menurut UU No. 35
Tahun 2009 termasuk narkotika golongan I.
1. Amfetami
Amfetamin merupakan stimulan yang kuat, jauh lebih kuat dibandingan kafein dan
nikotin. Efek stimulasinya relatif sama dengan kokain tetapi durasinya lebih panjang, lebih
mudah diperoleh, dan harganya lebih murah. Oleh karena itu, penyalahgunaan banyak beralih
dari kokain ke amfetamin, speed adalah nama jalanan untuk zat ilegal yang terdapat
amfetamin. Produk ilegal, selain mengandung amfetamin juga dicampur dengan klorokuin,
efedrin, papaverin, atau kafein. Di Indonesia produk campuran diatas sering disebut sebagai
amfetamin “abal-abal”. Amfetamin hasil penangkapan di Australia rata-rata mengandung
amfetamin sekitar 5%.
a. Mekanisme Efek Amfetamin
Efek amfetamin atau ATS pada umumnya karena kemampuannya dalam mendorong
pelepasan NE dan dopamin dari tempat penyimpanannya diujun saraf presinaptik. Efek
yang timbul pada sistem saraf perifer kemungkinan hasil dari peningkatan kadar NE.
Perubahan perilaku dan peningkatan aktifitas psikomotor yang muncul karena
peningkatan perangsangan reseptor dopamin di sistem mesolimbik (termasuk nukleous
accumbent).
b. Efek Amfetamin Dosis Normal
1) Menstimulasi sistem saraf simpatik menimbulkan efek peningkatan denyut jantung,
pernapasan cepat, mulut kering, berkering, midriasis, dan sakit kepala.
2) Merasa lebih berernergi dan waspada, banyak bicara, dan rahang menegangkan
(gerakan mengunyah).
3) Mengurangi nafsu makan.
4) Respon yang berlebihan terhadap suatu rangsangan.
c. Amfetamin Dosis Tinggi
Dosis tinggi amfetamin menyebabkan kulit pucat, sakit kepala, dizziness, pandangan
kabur, tremor, denyut nadi tidak teratur, kram perut, berkeringat, resah, napas tidak
teratur, dan hilangnya koordinasi (ataksia). Selain itu, amfetamin dosis tinggi dapat
menyebabkan psikosis.
d. Efek Jangka Panjang
Untuk mengurangi efek diatas pengguna mengatasinya dengan minum alkohol,
benzodiasepin, dan kanabis. Efek tambahan pada penggunaan jangka panjang meliputi:
Malnutrisi, karena amfetamin mengurangi napsu makan
Mudah terkena infeksi karena penggunaan jangka panjang menyebabkan kurang
tidur dan kurang gizi
Berperilaku keras dan kasar
Kerusakan otak
Toleransi dan ketergantungan
2. Ekstasi
Ekstasi adalah nama jabatan (street name) dari 3,4 metilen dioksi metamfetamin
(MDMA). Selain mempunyai efek stimulasi seperti amfetamin, ekstasi juga mempunyai efek
halusinogen seperti lisergid acid diethylamine (LSD). Ekstasi di Indonesia kadang – kadang
berisi campuran dari amfetamin, MDMA, metafetamin (MA), dan metilen dioksi
ethamfetamin (MDEA) yang semua itu sering disebut amfetamin type stimulant (ATS). Dari
zat diatas amfetamin dan metamfetamin mempunyai efek stimulansia. MDMA dan MDEA
selain dapat sebagai stimulansia juga menimbulkan halusinasi, dan zat demikian disebut
entagtogen.
a. Efek Ekstasi
Segera setelah meminum ekstasi akan timbul efek seperti:
Mual dan muntah
Tubuh terasa panas (suhu tubuh meningkat)
Jantung berdebar (perangsangan simpatik)
Ketegangan otot terutama rahang (gerakan mengunyah)
Pupil melebar sehingga susah melihat dengan fokus
Bingung dan panik
Efek diatas umumnya akan hilang setelah 1 jam bersamaan tercapainya
keseimbangan antara absorpsi dan eliminasi (plateu). Setelah efek diatas dilalui
akan timbul seperti:
Euforia
Sensasi terhadap sinar, suara dan sentuhan meningkat sehingga sesuatu yang
normal kelihatan lebih baik
Meningkatkan rasa ingin berdekatan (romantis), terbuka, dan cinta maka disebut
“love drug”
Energi meningkat, percaya diri dan bnayak bicara
Berkeringat, dehidrasi dan sangat haus
Iritasi, iritable, gelisah dan paranoid
b. Efek Jangka Panjang
Ekstasi bekerja secara tidak langsung mendorong pelepasan serotonin (neurotransmiter),
efek sebagaimana disebutkan diatas karena kadar serotonin dalam darah meningkat.
c. Efek Ekstasi yang lain
Peningkatan suhu tubuh dapat tidak terkendali lebih-lebih jika dipakai dilingkungan night
club yang lembab, panas, dan untuk aktivitas dansa bejam-jam. Suhu tubuh yang tinggi
akan menyebabkan banyak keringat keluar sehingga timbul dehidrasi.
3. LSD
LSD termasuk halusinogen yaitu zat yang dapat menimbulkan halusinasi. Halusinasi
adalah timbulnya perubahan presepsi pada seseorang yang menyebabkan adanya sesuatau
yang terlihat atau terdengar tetapi sebenarnya tidak ada. Selain LSD zat yang dapat
menimbulkan efek seperti ini adalah kanabis, MDMA, MDEA, psilosibin, dan tanaman
datura (kecubung).
Efek halusinasi dapat menimbulkan sensasi yang menyenangkan atau sebaliknya.
a. Efek setelah makan LSD
Obat terasa melilit atau sakit
Lemah, mati rasa dan gemetar
Mual, muntah, dan terasa tergoncang-goncang
Denyut jantung dan tekanan darah tinggi
Pernafasan cepat dan dalam
Gangguan koordinasi
b. Halusinasi karena LSD
Warna kelhatan lebih cerah,suara lebih keras dan tajam
Distorsi ruang dan waktu
Tubuh terasa terbang dan bagian dari benda lain
Emosional swing (tiba-tiba berubah dari gembira ke sedih tanpa alasan atau
sebaliknya)
Halusinasi flas back (merasa mengalami peristiwa lampau) walaupun sudah lama
tidak menggunakan LSD.
c. Efek halusinasi yang menakutkan
Cemas dan takut yang luar biasa
Ada laba-laba yang menjalar diseluruh tubuh
Panik yang dapat merangsang perbuatan yang beresiko
Paranoid
Bunuh diri
4. Psilosibin (Magic Mushroom)
Psilosibin adalah halusinogen yang terdapat pada jamur yang tumbuh pada kotoran
sapi, kuda, dan kerbau. Secara kimiawi psilosibin mirip dengan LSD sehingga mempunyai
efek yang serupa. Zat ini sering digunakan oleh suku-suku tertentu pada saat upacara adat.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Toksikologi merupakan cabang dari farmakologi yang berkembang pesat karena didorong oleh
penggunaan senyawa kimia yang semakin luas dan banyak. Toksikologi cakupannya sangat
luas. Menangani Toksikologi bahan-bahan kimia yang digunakan (1) di bidang kedokteran
untuk tujuan diagnostik, pencegahan, dan terapeutik, (2) dalam industri makanan sebagai zat
tambahan langsung maupun tak langsung, (3) dalam pertanian sebagai pestisida, zat pengatur
pertumbuhan, penyerbuk buatan, dan zat tambahan makanan hewan, dan (4) dalam industri
kimia sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara bagi plastik serta bnyak jenis bahan kimia
lainnya. Dalam lingkup toksikologi sering digunakan beberapa istilah yang mirip yaitu, racun,
toksin, toksikan. Adapun klasifikasi Bahan Toksik,yang berdasarkan sumbernya, senyawanya,
penggunaannya. Efek toksik yang ditimbulkan oleh suatu zat akibatnya sangat bervariasi,
tergantung dari zat, target organ, mekanisme aksi, dan besarnya dosis. Pengetahuan yang baik
tentang hal-hal di atas akan meningkatkan kemampuan menilai keberbahayaan suatu zat.
DAFTAR PUSTAKA
C. Lu, Frank. 2010. Toksikologi Dasar. Terjemahan oleh Edi Nugroho. Jakarta: Universitas
Indonesia
Priyanto. 2010. Toksikologi, Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko. Jawa Barat:
Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi
RESUME PEMERIKSAAN DALAM BIDANG
TOKSIKOLOGI KLINIK
OLEH:
P07134017030
SEMESTER IV / A
2018
Pendahuluan/latar belakang riset 1
Upaya pencarian bahan obat yang berasal dari alam merupakan langkah strategis dalam
rangka mengoptimalkan keunggulan komparatif yang ada, salah satunya untuk mengatasi keluhan
kondisi hiperuresemia. Hiperuresemia merupakan salah satu kelainan metabolisme yang ditandai
dengan kadar asam urat tinggi. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa kombinasi ekstrak
gambir (Uncaria gambir) dan secang (Caesalpinia sappan), yang selanjutnya akan disebut dengan
formula herbal (FH), mampu menurunkan kadar asam urat darah tikus hiperuresemia yang diinduksi
menggunakan kalium oksonat. Penelitian toksisitas terhadap ekstrak secang dan gambir secara
tunggal telah dilakukan sebelumnya. Secang dalam bentuk sediaan infus yang diberikan baik dosis
tunggal dan jangka panjang 30 hari tidak menyebabkan mortalitas dan gangguan efek toksik hewan
coba. Pengujian keamanan dari kombinasi kedua ekstrak tersebut belum pernah dilakukan. Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan melakukan pembuktian keamanan jangka panjang
(subkronis) FH pada hewan coba secara in vivo.
Metode : metode uji yang digunakan yaitu metode in vivo karena menggunakan hewan percobaan
yaitu hewan tikus.
Adapun alat yang digunakan yaitu : kandang individual hewan tikus (Rital), timbangan hewan
(Kern), spektrofotometer UV-Vis (Thermo), mikrosentrifus (mikro22 Hettich zentrifuge), dan
mikropipet (Ependrof), serta perlengkapan berupa tabung plastik sekali pakai 1,5 mL (Axigen).
Adapun bahan yang digunakan yaiu : kombinasi ekstrak gambir dan secang.
Prosedur :
a. Hewan coba diaklimatisasi pada kondisi percobaan (siklus cahaya dibuat gelap dan terang
12 jam, suhu 23±3°C, kelembapan ruangan 50%-70%) selama sekitar 7 hari kemudian
dikelompokkan secara acak menjadi 4 kelompok terdiri dari 8 ekor jantan dan 8 ekor betina
per kelompok, yaitu DOSIS-1 (75 mg/kg bb), DOSIS-2 (300 mg/kg bb), DOSIS-3 (1200 mg/kg
bb) dan kontrol tanpa perlakuan. Hewan ditempatkan dalam kandang individual yang
terbuat dari polikarbonat dengan jumlah tikus 4 ekor setiap kandang yang dipisahkan antara
tikus betina dan tikus jantan. Tikus diberi pakan standar dan minum dalam jumlah ad
libitum. FH disuspensikan dalam pembawa larutan CMC 0,5% secara aseptik sesuai masing-
masing dosis dengan volume pemberian sebesar 1 mL/100 g bb. FH diberikan menggunakan
sonde lambung setiap hari pada jam 08.00-10.00 WIB, kecuali kelompok kontrol diberi
pembawa.
b. Penimbangan berat badan dilakukan sekali seminggu selama pengujian.
c. Selanjutnya setelah 7 minggu pemberian FH, dilakukan analisis biokimia darah.
Analisis parameter uji
a. analisis biokimia darah untuk parameter hati (kadar ASAT dan ALAT, gama GT, dan
bilirubin total) dan parameter kesehatan ginjal (kadar urea dan kreatinin) menggunakan
reagen diagnostik Diasys secara spektrofotometri dengan mengikuti protokol uji yang
tersedia
Pengolahan data
a. Analisis statistik menggunakan metode oneway ANOVA untuk data parameterik atau
Kruskal Wallis untuk data non parameterik. Semua analisis statistik dilakukan menggunakan
program SPSS 13 pada tingkat kepercayaan 95% (p=0,05)
Hasil pengukuran biokimia darah disajikan pada Tabel 1 (hewan jantan) dan Tabel 2 (hewan
betina). Data kesehatan ginjal, yaitu kadar urea dan kreatinin, menunjukkan bahwa nilai kedua
parameter tersebut tidak berbeda bermakna antara kelompok perlakuan FH dibanding kontrol
(p>0,05), baik pada hewan jantan maupun betina. Hal yang sama juga diamati pada parameter
kesehatan hati yaitu kadar ASAT, ALAT, gama-GT dan bilirubin total, yakni tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan pada ketiga dosis dan kontrol (p>0,05), baik
pada hewan jantan dan betina. Hal ini berarti bahwa pemberian FH hingga 16 kali dosis efektif
selama 7 minggu tidak menunjukkan adanya gangguan organ ginjal dan hati.
Hasil pengukuran hematologi lengkap dengan 10 parameter disajikan pada Tabel 2. Secara
statistik, pada hewan jantan, semua parameter hematologi tidak berbeda bermakna antara ketiga
kelompok perlakuan FH dibanding kontrol (p>0,05). Sementara itu, pada hewan betina juga
menunjukkan hasil yang sama kecuali pada kelompok DOSIS-2 dimana kadar neutrophil (NEUT)
menunjukkan ada perbedaan bermakna dibanding kontrol (p<0,05). Kondisi ini menunjukkan bahwa
hewan betina lebih rentan dibanding hewan jantan. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa
pengujian toksisitas umumnya menunjukkan bahwa hewan betina lebih sensitif dibandingkan hewan
jantan
Hasil skoring derajat kerusakan organ hati, ginjal, lambung, usus halus dan jantung (Tabel 3)
menunjukkan bahwa pada kontrol jantan dan betina ditemukan adanya kelainan atau lesi dengan
derajat ringan pada organ hati dan ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa hewan yang digunakan tidak
termasuk jenis specific pathogen free (SPF), sehingga kemungkinan adanya lesi sudah merupakan
bawaan hewan tersebut. Analisis histologi pada kelompok yang diberi dosis 1, hewan jantan dan
betina, ditemukan adanya perubahan histologi/lesi khususnya pada organ hati, ginjal, jantung dan
usus halus, namun kelainan tersebut secara statistik tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan
kontrol (p>0,05).
Secang juga memiliki perlindungan terhadap kerusakan hati melalui mekanisme antioksidan.
Pemberian ekstrak etanol secang pada dosis 500 mg/kg BB mampu meningkatkan enzim-enzim
antioksidan tikus yang dipapar dengan parasetamol seperti superoksida dismutase (SOD) dan
katalase (CAT) serta kelompok glutation seperti glutathione peroxidase (GPX), glutathione-s-
transferase (GST) dan reduced glutathione (GSH). Selain itu, secang juga mampu memperbaiki
makroinflamasi yang setara dengan silimarin 25 mg/kg BB akibat induksi parasetamol. Keamanan
ekstrak gambir telah diteliti dalam beberapa penelitian sebelumnya. Hasil analisis sitotoksisitas in
vitro ekstrak etanol gambir terhadap sel Vero menunjukkan nilai IC50 antara 400-500 ppm. Graidist
P et al menyatakan bahwa sampel ekstrak bahan alam yang mempunyai nilai IC50 lebih besar dari
80 ppm pada uji sitotoksisitas terhadap sel kontrol in vitro termasuk dalam kategori kurang toksik.
Uji sitoksisitas terhadap ekstrak air gambir terhadap sel epitel intestinal lestari IEC-6 menunjukkan
bahwa sampai konsentrasi 200 ppm, tingkat kehidupan sel masih bertahan hingga 93%.
Sampel uji merupakan kombinasi dari ekstrak bahan alam sehingga terdapat kemungkinan
terjadi interaksi antar komponen, terutama interaksi yang bersifat antagonis pada dosis yang lebih
tinggi. Ketepatan dosis adalah salah satu faktor penting dalam menentukan sukses tidaknya terapi
dengan obat tradisional. Selain itu, efek kontra indikasi antara beberapa senyawa aktif pada obat
tradisional juga dapat terjadi, misalnya efek antioksidan akan berkurang jika dosis gambir terlalu
tinggi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil studi yang dilakukan oleh Hilpiani yang melakukan
uji toksisitas akut terhadap ekstrak etil asetat gambir. Ditemukan adanya lesi pada organ hati berupa
sel radang akut pada dosis pemberian 8000 mg/kg BB, sedangkan pada dosis 1000, 2000 dan 4000
mg/kg BB tidak terdapat lesi yang bermakna.
Jurnal yang digunakan : Uji Toksisitas Subkronik Kombinasi Ekstrak Daun Uncaria gambir dan
Caesalpinia sappan
Sebagian besar pabrik pengolahan air limbah tidak mengolah semua jenis kontaminan dan bagian
baru yang muncul senyawa terutama bahan kimia organik dan metabolit dapat lolos dari eliminasi
dalam pengobatan tanaman dan memasuki lingkungan air. Sebuah angka Studi telah menunjukkan
terjadinya kontaminan organik dalam air limbah kota limbah pabrik pengolahan.
Sejumlah spesies dari keluarga Daphnidae adalah digunakan untuk uji toksisitas yang sangat umum.
Selain mereka direkomendasikan untuk pengujian (USEPA, 2002), the organisme umumnya tersedia
sepanjang tahun dan mudah dibudidayakan di laboratorium. Sebagai tambahannya ini, daphnids
sensitif terhadap berbagai polutan dan telah banyak digunakan sebagai organisme biotest untuk
mengevaluasi berbagai zat beracun (ISO, 1996; Sarma dan Nandini, 2006; Sánchez- Meza et al.,
2007; Oral et al., 2007; Tatarazako dan Oda, 2007).
Dalam penelitian ini, spesies yang umum seperti kutu air tawar D. magna (Cladocera, Crustacea)
adalah digunakan untuk menilai toksisitas akut yang tidak diobati dan air limbah olahan dari air
limbah kota pabrik pengolahan di Manisa, Turki. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menyelidiki
keamanan pemakaian limbah cair kota menjadi air tawar organisme untuk melindungi biota air dan
mencapai standar kualitas air.
Metode : dalam penelitian ini D.magna dikultur dan ditangani sesuai dengan prosedur yang
diuraikan dalam badan perlindungan lingkungan AS (USEPA)
Adapun alat dan bahan yang digunakan diantaranya sampel yang disimpan dalam kotak dan keadaan
gelap di lemari es pada suhu 4 derajat,
Prosedur
Untuk mengkarakteristik kualitas air parameter pengaruh dan efluen MMWTP, seperti ph, COD,
BOD dan TSS diukur. Dalam penelitian ini D. magna dikultur, limbah akut dan keseluruhan dari
toksisitas yang dilakukan mengikuti USEPA. Pengujian konsentrasi dimulai dari 0,1% hingga 100%
ditetapkan oleh pengenceran air limbah yang tidak diolah(mentah) dan diolah.
Tabel 1 karakteristik kimia dari air limbah yang tidak diolah dan dikumpulkan dari MMWTP
Salah satu parameter penting yaitu ph, yang pengukurannya menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara yang dirawat dan yang tidak diolah dalam ph interval. Menurut hasil pemeriksaan
COD dan BOD, nilainya dalam wastewater dan MMWTP berkurang setelah perawatan, yang
membuktikan D.magna bekerja dengan baik. Mengikuti proses perawatan, nilai BOD dan COD
ditemukan berada di dalam batas pembuangan . pengukuran nilai TSS menunjukkan bahwa mereka
berada dalam batas standar. Di samping itu karakteristik kmia dari limbah MMWTP diuji dalam
penelitian ini konsisten dengan peraturan criteria pemakaian limbah.
Hasil parameter fisikokimia diukur dalam air limbah menunjukkan penurunan yang signifikan,
penurunan nilai tes sementara tes toksisitas aktif D. magna tidak menunjukkan pengurangan(Tabel
2)
Tabel 2 mortalitas D.magna terpapar pada konsentrasi yang berbeda dari limbah yang diolah dan
tidak diolah.
Penelitian ini menunjukkan bahwa limbah cair bisa berbahaya bagi biota bahkan jika terbukti
memnuhi standar untuk pembuangan air batas, karena pengukuran jumlah yang memadai parameter
fisikokimia memerlukan penentuan standar batas pembuangan. .
Jurnal yang digunakan : Daphnia magna as a Test Species for Toxicity Evaluation of Municipal
Wastewater Treatment Plant Effluents on Freshwater Cladoceran in Turkey
Pendahuluan/latar belakang riset 3
Secara tradisional daun rosella (warna kemerahan dengan hijau panjang 10-15 cm dan memiliki rasa
asam) digunakan untuk keperluan pengobatan di cina dan india dalam mengendalikan tekanan darah
tinggi, nyeri haid, pireksia, dan kerusakan hati(Link et al. 2007). Ekstrak daun rosella tidak beracun
dan memiliki hipoglikemia, hipolipidemia, antioksian, efek estrogenic dan efek antikanker( Link et
al. 2012).
CN atau yang biasa dikenal dengan rumput ular atau belalai gajah secara luas dikenal sebagai
tanaman obat tradisional di asia tenggara yang biasa dikonsumsi sebagai teh untuk mengobati kanker
dan diabetes, dan juga digunakan untuk mengobati infeksi virus, kulit ruam,gigitan serangga dan
ular.
Stevia rebaudiana (stevia) adalah semak kecil abadi dan berkayu di keluarga asteraceae dan telah
digunakan sebagai pengganti gula, yang berguna untuk menurunkan kadar gula darah, tumbuhan ini
juga dikenal sebagai ramuan manis, daun madu,daun permen atau madu yerba (carakostas et al.
2008)
Metode : Adapun metode yang digunakan yaitu dengan cara in vivo karena dengan menggunakan
hewan percobaan
Adapun alat dan bahan yang digunakan diantaranya daun HS, CN dan Stevia dikeringkan pada
pengering oven komersial suhu 40 derajat hingga kadar air dibawah 10% , hewan percobaan(20
sprague dawley tikus perempuan)
Prosedur
Ekstrak campuran herbal disiapkan dengan konsentrasi yang berbeda pada tiga tempat untuk studi
toksisitas oral. Mempersiapkan hewan percobaan yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok, sebuah
control dan 3 kelompok perlakuan(setiap sampel dicatat bobot, detail fisik pemeriksaan bulu, kulit
dan kesehatan yang dilakukan 2 kali dalam masa aklimatisasi untuk memastikan status hewan yang
sehat. Selama penelitian hewan-hewan diberikan ad libitum dengan di pellet standard dan air suling.
melakukan pemeriksaan hematologi dan analisis serum biokimia , dimana hewan-hewan dipuasakan
sekitar 12 jam dan sampel darah diambil untuk analisis hematologi dan biokimia untuk aspartate
aminotransferase (AST),(ALT), dsb. Semua data dinyatakan sebagai standar deviasi dan ANOVA
menggunakan sistem SAS ver 9,0.
Tidak ada kelainan dalam tanda-tanda klinis termasuk kematian yang terlihat pada tikus. Pada
gambar 1 menunjukkan peningkatan berat badan yang tidak signifikan antara control dan kelompok
hewan percobaan. Hasil menunjukkan bahwa tikus yang dirawat berat badan positif naik yang berarti
tidak ada efek racun dari campuran sama sekali, perubahan berat badan telah digunakan sebagai
indicator efek samping obat dan bahan kimia.
Menurut mumoli et aal(2006) dan giannini et al(2005) mengemukkan bahwa hepatotoksik terkait
dengan peningkatan berat hati, aminotransferases dan alkaline phosphate. Namun demikian , dalam
penelitian ini pengurangan berat hati tidak meyakinkan yang dikaitkan dengan toksisitas sejak darah
profil enzimatik ada di dalam rentang referensi normal. Pada tabel juga menunjukkan konsentrasi
ALT,AST, bilirubin dan protein pada tikus Sprague dawley.
Jurnal yang digunakan : In-vivo toxicity studies of a mixture of Hibiscus sabdariffa L., Clinacanthus
nutans L. and Stevia leaves in Sprague Dawley rats
JURNAL NASIONAL
Uji Toksisitas Subkronik Kombinasi Ekstrak Daun Uncaria gambir dan Caesalpinia sappan
Sub-Chronic Toxicity Test of Uncaria gambir and Caesalpinia Sappan Combined Extract
1
Pusat Teknologi Farmasi dan Medika – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
*E-mail : sri.ningsih@bppt.go.id
Abstrak
Kata Kunci: Biokimia darah; Histopatologi; Uji toksisitas subkronik; Uncaria gambir;
Caesalpinia sappan
Abstract
Hewan jantan
Bilirubin total
(mg/dL) 1,40±0,46 1,12±0,27 1,34±0,52 1,26±0,38
Hewan betina
Bilirubin total
(mg/dL) 0,93±0,22 1,10±0,41 1,20±0,60 0,98±0,39
Nilai adalah rata-rata kadar ± SD. n=8 ekor per kelompok. Pengukuran biokimia darah
dilakukan terhadap plasma heparin kecuali kadar urea darah menggunakan serum,
menggunakan reagen kit Diasys® dilakukan secara spektrofotometri. DOSIS1, DOSIS2,
DOSIS3 mendapat FH 75, 300, 1200 mg/kg BB. KONTROL mendapat pembawa larutan
CMC 0,5%.
kontrol (p>0,05), baik pada hewan jantan dalam urin. Umumnya kreatinin disimpan
dan betina. Hal ini berarti bahwa pemberian dalam otot sebagai cadangan energi dalam
FH hingga 16 kali dosis efektif selama 7 bentuk kreatinin-fosfat sumber ATP. Tempat
minggu tidak menunjukkan adanya lain yang memproduksi kreatinin di hati,
gangguan organ ginjal dan hati. pankreas dan ginjal. Kadar kreatinin yang
tinggi diduga karena aktivitas otot yang
Kreatinin adalah sejenis asam amino berat (olah raga keras) atau karena sistem
yang merupakan produk buangan di dalam pembuangan ginjal yang terganggu. Kadar
darah dan diekskresikan melalui ginjal ke
kreatinin relatif stabil karena tidak Sekitar 50% urea yang difiltrasi oleh
dipengaruhi oleh protein dari diet. 18 glomerulus akan direabsorbsi kembali di
tubulus. Sebaliknya, sel-sel tubulus tidak
Urea merupakan hasil metabolisme permeabel terhadap kreatinin, insulin dan
nitrogen atau katabolisme protein. Pada manitol sehingga semua akan diekskresi
proses katabolisme protein, gugus amino melalui urin. Sejumlah urea akan
dilepas dari asam amino dengan proses dimetabolisme lebih lanjut sebagian kecil
deaminasi oksidatif, selanjutnya gugus diekskresikan melalui keringat dan feses.
amino akan melalui serangkaian daur ulang, Konsentrasi urea dalam darah dipengaruhi
dirombak atau dikeluarkan dari tubuh. oleh kesimbangan pembentukan urea dan
Enzim aminotransferase di beberapa katabolisme protein serta kemampuan
jaringan mengkatalisis pertukaran gugus ekskresi urea oleh ginjal. Peningkatan kadar
amino antar senyawa yang terlibat dalam urea dapat disebabkan oleh karena terjadi
rangkaian reaksi sintesis. Gugus amino yang peningkatan katabolisme protein jaringan
dilepaskan akan dirombak menjadi amonia yang disertai dengan keseimbangan nitrogen
dan diangkut ke hati untuk proses yang negatif, proses pemecahan protein yang
pembentukan urea, yang selanjutnya akan berlebihan terjadi pada kasus leukmia
diangkut ke ginjal untuk diekresikan ke urin.
dimana terjadi pelepasan protein leukosit, FH dibanding kontrol (p>0,05). Sementara
adanya gangguan ekresi urea, karena itu, pada hewan betina juga menunjukkan
gangguan prerenal, renal atau postrenal atau hasil yang sama kecuali pada kelompok
dikarenakan konsumsi makanan tinggi DOSIS-2 dimana kadar neutrophil (NEUT)
protein.19 Pemeriksaan kadar kreatinin dan menunjukkan ada perbedaan bermakna
urea darah menjadi acuan untuk mengetahui dibanding kontrol (p<0,05). Kadar
adanya gangguan fungsi ginjal. Gangguan neutrophil pada DOSIS-2 lebih rendah
fungsi ginjal menyebabkan penurunan dibandingkan kelompok kontrol (0,7×103/Ul
kecepatan filtrasi ginjal, disertai dengan terhadap 1,5×103/uL). Kondisi ini
penumpukan sisa metabolisme (ureum dan menunjukkan bahwa hewan betina lebih
kreatinin) dalam darah sehingga kadar kedua rentan dibanding hewan jantan. Penelitian
zat ini dalam darah ini dapat digunakan sebelumnya membuktikan bahwa pengujian
sebagai indikator derajat kesehatan ginjal. toksisitas umumnya menunjukkan bahwa
hewan betina lebih sensitif dibandingkan
hewan jantan.22 Sistem hematopoesis
Enzim ALAT dan ASAT berperan dalam merupakan salah satu sistem yang sangat
mengkatalis transfer gugus amin dari sensitif terhadap senyawa toksik.23 Pada
glutamat untuk menghasilkan asam amino dosis yang lebih tinggi (DOSIS-3) tidak
alanin dan aspartat pada siklus asam sitrat.20 ditemukan kondisi yang sama. Tidak
Kadar ASAT dan ALAT yang melebihi ditemukan adanya keteraturan antara
kontrol menunjukkan adanya gangguan peningkatan dosis akan menghasilkan
terhadap keutuhan sel hepatosit. Jika ada peningkatan efek toksik. Kemungkinan
kerusakan hepatosit, ALAT dan ASAT akan penyebab hal ini hanya efek beberapa ekor
dikeluarkan ke dalam aliran darah sehingga saja yang menyimpang diantara hewan yang
ditemukan kadar dalam darah tinggi. ALAT ada dalam satu kelompok. Hasil ini
dan ASAT juga diproduksi di jantung, otot, menyerupai dengan penelitian yang
24
ginjal, otak, sel darah merah dan otot dalam dilakukan oleh Bo Li B, et al. yang
kadar rendah. Sementara itu, peningkatan mempelajari efek toksik jangka panjang
kadar Gama-GT dan bilirubin menunjukkan pemberian ekstrak bunga teh. Bo Li B
adanya gangguan fungsi hati terkait menemukan bahwa beberapa parameter
kholestatis. Gama-GT berkaitan dengan hematologi darah tidak memiliki pola yang
fungsi mengkatalisis perpindahan gugus konsisten antara peningkatan dosis dengan
gama-glutamil dari suatu peptida ke asam perubahan parameter hematologi dan
amino. Adanya peningkatan kadar dalam terhadap waktu pengukuran. Pola yang tidak
darah menunjukkan adanya inflamasi awal tetap ini diduga disebabkan adanya variasi
saluran empedu. Bilirubin berfungsi dari sedikit hewan coba dalam satu
mengkonjugasi senyawa glukoronat pada kelompok dan tidak dapat dikatakan bahwa
produk hemolisis sehingga diperoleh sampel uji memberikan efek toksik terhadap
senyawa komplek yang larut air parameter dimaksud.
memudahkan diekresikan melalui empedu. Hasil skoring derajat kerusakan organ hati,
Adanya peningkatan bilirubin menjadi ginjal, lambung, usus halus dan jantung
indikator kelainan fungsi hati.21 (Tabel 3) menunjukkan bahwa pada kontrol
Hasil pengukuran hematologi lengkap jantan dan betina ditemukan adanya kelainan
dengan 10 parameter disajikan pada Tabel 2. atau lesi dengan derajat ringan pada organ
Secara statistik, pada hewan jantan, semua hati dan ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa
parameter hematologi tidak berbeda hewan yang digunakan tidak termasuk jenis
bermakna antara ketiga kelompok perlakuan specific pathogen free (SPF), sehingga
kemungkinan adanya lesi sudah merupakan organ hati, ginjal, jantung dan usus halus,
bawaan hewan tersebut. Analisis histologi namun kelainan tersebut secara statistic tidak
pada kelompok yang diberi dosis 1, hewan berbeda bermakna dibandingkan dengan
jantan dan betina, ditemukan adanya kontrol (p>0,05).
perubahan histologi/lesi khususnya pada
KONTRO
Parameter uji L DOSIS-1 DOSIS-2 DOSIS-3
Hewan jantan
Hewan betina
*Berbeda bermakna dibanding kelompok kontrol (p<0,05). n=8 ekor per kelompok.
Pengukuran hematologi lengkap dilakukan terhadap darah-EDTA menggunakan alat otomatis
Sysmex XS800i®. DOSIS1, DOSIS2, DOSIS3 mendapat FH 75, 300, 1200 mg/kg BB.
KONTROL mendapat pembawa larutan CMC 0,5%.
halus
Hewan
jantan
Hewan
betina
*Secara statistik berbeda secara bermakna dibanding control (p<0,05). ). Nilai = rata-rata
skoring. n=8 ekor per kelompok. Analisis histopatologi dengan teknik skoring oleh seorang
patolog untuk mengevaluasi tingkat kerusakan. Ketentuan skoring: TKS: Tidak ada kelainan
spesifik. Skor 0: Tidak ada sampel. Skor 1: Lesi ringan. Skor 2: Lesi sedang. Skor 3: Lesi
parah. DOSIS1, DOSIS2, DOSIS3 mendapat FH 75, 300, 1200 mg/kg BB. KONTROL
mendapat pembawa larutan CMC 0,5%.
Pada gambar 1 dapat dilihat lesi pada organ
hati dan ginjal hanya berupa lesi ringan.
Kelompok DOSIS-1 tidak ditemukan lesi kimia seperti katekin, polifenol, dan
flavonoid.25 Sampai pada takaran tertentu
pada organ lambung.
tubuh masih bisa mengantisipasi bahan asing
Efek kerusakan organ akibat perlakuan yang masuk ke dalam tubuh, namun pada
FH DOSIS-2 terhadap kelima jenis organ jumlah yang berlebih maka akan
pada hewan betina lebih parah dibanding berpengaruh terhadap beberapa organ,
jantan. Pada hewan jantan kerusakan yang khususnya yang terlibat langsung pada
bermakna ditemukan hanya pada organ hati proses detoksifikasi dan ekskresi.
(vs kontrol, p<0,05). Sementara pada hewan
betina ditemukan pada dua organ yaitu organ Hasil pengamatan penimbangan berat
hati dan ginjal (vs kontrol, p<0,05). Organ badan selama pelaksanaan pengujian untuk
yang lain tidak terjadi kerusakan yang hewan jantan (Gambar 2) dan betina
bermakna. (Gambar 3) menunjukkan bahwa pemberian
FH pada ketiga dosis uji tidak menyebabkan
Selanjutnya, perlakuan FH DOSIS-3 penurunan BB secara berarti, baik pada
pada hewan jantan ditemukan lesi yang hewan jantan maupun hewan betina. BB
bermakna pada organ hati, ginjal dan usus hewan jantan dan betina selama pengujian
(vs kontrol, p<0,05). Sementara, pada hewan cenderung meningkat. Terlihat bahwa berat
betina ditemukan pada organ hati dan ginjal badan rata-rata setiap minggu dari setiap
vs kontrol, p<0,05). Kondisi ini kelompok berfluktuasi, namun secara umum
menunjukkan bahwa peningkatan dosis FH terdapat kecenderungan peningkatan.
akan menambah keparahan lesi beberapa
organ hal ini disebabkan semakin besar Data konsumsi pakan mendukung hasil
jumlah FH yang masuk ke dalam tubuh. FH pengukuran berat badan, yaitu tidak terdapat
merupakan ekstrak tanaman yang perbedaan secara signifikan (p>0,05) antara
kontrol dengan kelompok yang mendapat
mengandung berbagai macam senyawa
FH pada ketiga dosis uji pada kedua jenis
kelamin (Tabel 4). Konsumsi pakan akan
Keterangan: Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu. n=8 ekor. Data = rata-rata±SD.
DOSIS1, DOSIS2, DOSIS3 mendapat FH 75, 300, 1200 mg/kg BB. KONTROL mendapat
pembawa larutan CMC 0,5%.
Keterangan: Berat badan hewan ditimbang setiap minggu. n=8 ekor. Data = rata-rata berat badan
± SD. DOSIS1, DOSIS2, DOSIS3 mendapat FH 75, 300, 1200 mg/kg BB. KONTROL mendapat
pembawa larutan CMC 0,5%.
berefek secara langsung pada berat badan µM pada sel RAW264.7 pada inkubasi
hewan coba. Pada studi toksisitas, hewan selama 18 jam. Demikian juga inkubasi
coba yang mendapat dosis tinggi umumnya brazilin selama 24 jam hingga konsentrasi
akan kehilangan berat badan yang 100 µM tidak mengubah viabilitas sel
disebabkan penurunan nafsu makan. fibroblast dermal.3
Perubahan berat badan secara nyata Pengujian keamanan pada hewan coba
merupakan indikator yang paling mudah menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air
terlihat dan menjadi indikator awal adanya per oral tidak menunjukkan adanya gejala
efek toksik dari sampel uji yang diberikan. 19 gangguan efek klinik, mortalitas dan
Ekstrak secang sudah dikenal sejak lama dan perubahan berat organ. Selanjutnya,
digunakan dalam bidang pangan sebagai pemberian ekstrak etanol secang pada dosis
pewarna dan juga sebagai obat. Peneliti 250, 500, dan 1000 mg/kg bb per oral
sebelumnya telah membuktikan bahwa selama 30 hari menunjukkan bahwa tidak
secang terbukti aman pada pengujian ditemukan adanya abnormalitas berat organ
keamanan secara in vitro dan in vivo. dan berat badan, hematologi, biokimia dan
Senyawa utama secang, brazilin, dan fraksi histologi organ jika dibandingkan dengan
kaya brazilin sampai dengan konsentrasi 500 kontrol, baik pada hewan jantan maupun
µg/mL tidak menunjukkan efek toksik pada betina.3
sel fibroblat yang diinkubasi selama 24 jam. Secang juga memiliki perlindungan
terhadap kerusakan hati melalui mekanisme
Brazilin juga tidak menyebabkan antioksidan. Pemberian ekstrak etanol
sitotoksisitas pada konsentrasi di bawah 300 secang pada dosis 500 mg/kg BB mampu
meningkatkan enzim-enzim antioksidan akibat induksi CCl4, namun tidak bermakna
tikus yang dipapar dengan parasetamol dibanding kelompok kontrol.29
seperti superoksida dismutase (SOD) dan
Sampel uji merupakan kombinasi dari
katalase (CAT) serta kelompok glutation
seperti glutathione peroxidase (GPX), ekstrak bahan alam sehingga terdapat
glutathione-s-transferase (GST) dan reduced kemungkinan terjadi interaksi antar
glutathione (GSH). Selain itu, secang juga komponen, terutama interaksi yang bersifat
mampu memperbaiki makroinflamasi yang antagonis pada dosis yang lebih tinggi.
setara dengan silimarin 25 mg/kg BB akibat Ketepatan dosis adalah salah satu faktor
penting dalam menentukan sukses tidaknya
induksi parasetamol.9
terapi dengan obat tradisional.30 Selain itu,
Keamanan ekstrak gambir telah diteliti efek kontra indikasi antara beberapa
dalam beberapa penelitian sebelumnya. senyawa aktif pada obat tradisional juga
Hasil analisis sitotoksisitas in vitro ekstrak dapat terjadi, misalnya efek antioksidan akan
etanol gambir terhadap sel Vero berkurang jika dosis gambir terlalu tinggi. 31
menunjukkan nilai IC50 antara 400-500 Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
ppm.10 Graidist P et al menyatakan bahwa studi yang dilakukan oleh Hilpiani yang
sampel ekstrak bahan alam yang mempunyai melakukan uji toksisitas akut terhadap
nilai IC50 lebih besar dari 80 ppm pada uji ekstrak etil asetat gambir. Ditemukan adanya
sitotoksisitas terhadap sel kontrol in vitro lesi pada organ hati berupa sel radang akut
termasuk dalam kategori kurang toksik. 26 Uji pada dosis pemberian 8000 mg/kg BB,
sitoksisitas terhadap ekstrak air gambir sedangkan pada dosis 1000, 2000 dan 4000
terhadap sel epitel intestinal lestari IEC-6 mg/kg BB tidak terdapat lesi yang
menunjukkan bahwa sampai konsentrasi 200 bermakna.12
ppm, tingkat kehidupan sel masih bertahan
hingga 93%.11 KESIMPULAN
12. Hilpiani D. Uji toksisitas akut isolat 19. Sireeratawong S, Piyabhan P, Singhalak
katekin gambir (Uncaria gambir Roxb) T, Wongkrajang Y, Temsiririrkkul R,
dari fase etil asetat terhadap mencit putih Punsrirat J, et al. Toxicity evaluation of
jantan secara in vivo [skripsi]. Jakarta: sappan wood extract in rats. J Med
Universitas Islam Assoc Thail. 2010;93(7):S50-S57.
13. Sulistyaningrum N, Rustanti L,
Alegantina S. Uji mutagenik ames untuk
melengkapi data keamanan ekstrak 20. Thapa BR, Walia A. Liver Function
gambir (Uncaria gambir Roxb.). Jurnal Tests and their Interpretation. Indian
Kefarmasian Indonesia. 2012 Feb Journal of Pediatrics. 2007 July;74:663-
71.
28;3(1):36-45.
14. Diasys Diagnostic Systems [Internet]. 21. BPAC (Best Practice Advocacy Centre).
Liver function testing in primary care
Date unknown [cited 2017 Feb 21].
[Internet]. 2007 [cited 2013 Feb 27]
Available from: http://www.diasys-
Available from:.
diagnostics.com/
http://www.bpac.org.nz/
fileadmin/promotoolbox/DiaSys_catalog
ues/ resources/campaign/lft/bpac_lfts_poem_
DiaSys_Katalog_RZ_170121.pdf?_=148 wv. pdf.
577 9300
22. Mir AH, Sexena M, Malla MY. An acute
15. Automated Hematology Analyzer XS oral toxicity study of methanolic extract
Series XS-1000i/XS-800i Instruction for from Tridex procumbens in Sprague
use. Kobe: Sysmex Corporation; 2006. Dawley’s rats as per OECD guidelines
423. Asian Journal of Plant Science and
Research. 2013;3(1):16-20.
16. Say CE, editor. Histophatology: Methods 23. Adeneye AA, Ajagbonna OP, Adeleke
and Protocols. Methods in Molecular TI,Bello SO. Preliminary toxicity and
Biology. Vol. 1180. New York: Spinger phytochemical studies of the stem bark
Science-Business Media; 2014. aqueous extract of Musanga cecropioides
in rats. Journal of Ethnopharmacology
2006;105, 374–379.
17. Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran
dan Kesehatan: Deskriptif, bivariat dan
24. Bo Li B, Jin Y, Xu Y, Wu Y, Xu J, Tu Karanganyar: Balai Besar Penelitian dan
Y. Safety evaluation of tea (Camellia Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
sinensis (L.) O. Kuntze) flower extract: Tradisional, Badan Penelitian
Assessment of mutagenicity, and acute Pengembangan Kesehatan, Departemen
and subchronic toxicity in rats. Journal Kesehatan RI; 2008
of Ethnopharmacology. 2011;133:583–
90.
31. Frinanda D, Efrizal, Resti R. Efektivitas
gambir (Uncaria gambir Roxb) sebagai
25. Ningsih S, Wibowo AE, Indriyani HN, antihiperkolesterolemia dan stabilisator
Efendi J, Mufidah R. Pengembangan nilai darah pada mencit putih (mus
sediaan farmasi penurun asam urat musculus) jantan. Jurnal Biologi
berbasis gambir (Uncaria gambir Universitas Andalas. 2014
(HUNTER) ROXB). Laporam akhir September;3(3):231-237.
Program Insentif Riset Sistim Inovasi
Nasional (InSinas) 2016. Jakarta:
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan
Pengembangan. Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; 2016.
ISSN 1303-2712
Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 15: 619-624 (2015) DOI: 10.4194/1303-
2712-v15_3_05
Celal Bayar University, Faculty of Arts and Sciences, Department of Biology, Muradiye
Kampüsü 45140 - Yunusemre - Manisa, Turkey. Ege University, Faculty of Fisheries,
Department of Hydrobiology, 35100 Izmir, Turkey
Abstract
Aquatic toxicity of municipal wastewater was evaluated in an acute toxicity test using
water flea, Daphnia magna as an freshwater aquatic experimental animal model. Toxicity test
were performed on samples of both untreated (raw) and treated wastewaters were collected
Manisa municipal effluents. Undiluted untread and treated effluents were very toxic to D.
magnaand cause to death of all exposed daphnids. Dilution of wastewaters was observed to
decrease percentage of influence of biological toxicity based on dilutional rate. Acute toxic
effect of untreated wastewater on D. magna was more than that of treated wastewater. In
addition, the longer the period of exposure to D. magna, the more significantly toxic effect
increased.
Özet
Evsel atıksuların sucul toksisitesi, bir tatlısu sucul deneysel hayvan modeli olan su piresi
Daphnia magna akut toksisite kullanılarak değerlendirildi. Toksisite testleri hem arıtılmamış
(ham) ve hem de arıtılmış Manisa evsel atıksuları ile gerçekleştirildi. Hiç seyretilmeyen
arıtılmamış ve arıtılmış atıksular D. magna üzerine çok toksik olduğu ve maruz kalan tüm
dafnidlerin ölümüne neden oldu. Atıksularda seyrelme yapıldığında seyrelme oranına bağlı
olarak biyolojik toksik etkinin azaldığı görüldü. Yine arıtılmamış atıksuların D. magna üzerine
akut toksik etkisi arıtılmış atıksulardan daha fazla bulundu. İlave olarak D. magna’ nın
atıksulara maruz kalma süresi arttıkça toksik atkinin de belirgin bir şekilde artığı bulundu.
Table 1. Hazard classification system for waste waters discharged into the aquatic
environment (Persoone et al., 2003)
Wastewater
Concentrations
% Mortality %
24 48 72 96
h h h h
0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0
3 5 0 15 0 15 0 15 0
10 20 5 20 15 30 25 35 25
30 40 15 70 35 80 40 85 45
Table 4: Toxicity evaluation of untreated and treated wastewaters collected from MMWTP
using D. magna
95% Confidence
Hour LC50 Limits TU Class Toxicity
Untreated
Treated
indicated that of TU values in five different organic and inorganic substances which are
municipal wastewaters after 48 hours, only all difficult to determine (Ricking et al.,
one wastewater TU value exceeded 1 (1.31) 2003; Servos et al., 2005; Cristale and
while the other four TU values remained Lacorte, 2015).
below 1 (0.10-0.80) (Ra et al., 2007), as
compared to which treated wastewaters of Zein et al. (2015) determined similar
MMWTP were found to have significantly values of toxicity removal for D. magna
more toxic effect on D. magna. Because after primary and secondary treatment. The
potential impact of complex chemical
municipal wastewaters are complex mixtures,
mixtures (e.g., treated wastewater) can
it is natural for them to show different
enhance the toxicity of exposure to the
physicochemical properties based on time
insecticide. Complex chemical mixtures
and location, from which it could be
concluded that toxic effect remains variable exposure in aqueous systems is an input of
as well. contaminants in the environment (Zein et al,
2015).
The present study showed that
municipal wastewaters could be harmful to No significant reduction was observed
biota even if they evidently met standards for for whole effluent acute toxicity by
wastewater discharge limits, since luminescent bacteria assay and cladoceran
measurement of sufficient amount of assay (Sun et al., 2015).
physicochemical parameters requires Feeding rate inhibition and oxidative
determination of standards of discharge stress of effluent from a liquid crystal
limits. However, as we previously cited, display (LCD) wastewater treatment plant
municipal wastewaters could include (WWTP) to D. magna (reference species)
complex toxic, carcinogenic and mutagenic and Moina macrocopa were monitored and
raw wastewater was acutely toxic to both D. The authors would like to thank Celal
magna and M. macrocopa, but the toxicity Bayar University (Project Code: BAP - FEF
reached less than 1 TU in the final effluent 2006-088) for providing financial support for
(FE) as treatment proceeded (Kim et al., the project.
2012).
References
It has been reported that D. magna can
be a useful analytical tool for early warning APHA (American Public Health
Association), 1998. Standart methods
system to monitor of WWTP. Results of
for the examination of water and
ecotoxicity tests presented Daphnia mobility
wastewater/prepared and published
ranges from 0 to 100% at the untreated and
jointly by American Public Health
from 15 to 100% after treated(Mendonça et
al., 2013). Association, American Water Works
Association, Water Environment
In conclusion, we claim and propose that Federation., 20 Edition (Joint editorial
measurement of toxicity and monitoring of board, Lenore S. Clesceri, Arnold E.
physicochemical parameters be performed Greenberg, Andrew D. Eaton ;
simultaneously in large-scale treatment plants Managing editor, Mary Ann H.
and that discharge limits be standardized in Franson). American Public Health
view of protection of biota in fresh waters.
Furthermore, it should be considered whether
there are other possible discharges into the Association, Washington DC.
recieving environment and if there are what http://trove.nla.gov.au/version/38126605.
types and how much they are so as to protect
biota.
Based on the results of the study and on Boyd, G.R, Reemtsma, H., Grimm, D.A and
other experiences, we reported that Mitra, S. 2003. Pharmaceuticals and
ecotoxicological tests should be used for personal care products (PPCPs) in
assessment municipal whole effluents in surface and treated waters of Louisiana,
Turkey since they help predetermine whether US and Ontario, Canada. Science of the
municipal wastewaters are toxic in the Total Environment, 311(1-3): 135–49.
shortest time possible. Data of the present
study on water flea show that wastewater
discharges into receiving environment could Cristale, J. and Lacorte, S. 2015. PBDEs
enable us to understand their toxic potential. versus NBFR in wastewater treatment
plants: occurrence and partitioning in
Municipal effluents which are treated
water and sludge. AIMS Environmental
and compared with standards of permissible
Science, 2(3): 533-546. doi:
discharge limits in Turkey have toxic
10.3934/environsci.2015.3.533
potential to living D. magna. Therefore,
whole effluent toxicity tests are needed to
combine measurement of physicochemical
parameters with assessment to better protect Daughton, C.G. and Ternes, T.A. 2000.
the quality of the fresh water environment. Pharmaceuticals and personal care
products in the environment: Agents of
Acknowledgment subtle change?. Environmental Health
Perspectives, 107 (6): 907-38.
Moina macrocopa. Journal of
Hazardous Materials, 227–228: 327–
Environment Canada, 2001. State of 333.
Municipal Wastewater Effluents in doi:10.1016/j.jhazmat.2012.05.059.
Canada (State of the Environment
Report). Prepared by Indicators and
Assessment Office, Ecosystem Science
Lindstrom, A., Buerge, I.J., Poiger, T.,
Bergqvist, P.A., Muller, M.D. and
Buser, H.R. 2002. Occurrence and
Directorate, Environmental environmental behavior of the
Conservation Service, Environment bactericide triclosan and its methyl
Canada. ISBN 0-662-29972-8. Cat. No. derivative in surface waters and in
En1-11/96E, Ottawa, Ontario, 74 pp. wastewater. Environmental Science and
Technology, 36: 2322–2329.
Fent, K. 1996. Organotin compounds in Lishman, L., Smyth, S.A., Sarafin, K.,
municipal wastewater and sewage Kleywegt, S., Toito, J., Peart, T., Lee,
sludge: contamination, fate in treatment B., Servos, M., Beland,
process and ecotoxicological
consequences. Science of The Total M. and Seto, P. 2006. Occurrence and
Environment, 185 (1–3): 151–159. doi: reductions of pharmaceuticals and personal
10.1016/0048-9697(95) 05048-5. care products and estrogens by municipal
wastewater treatment plants in Ontario,
Canada. Science of the Total Environment,
ISO (International Organisation for 367 (2-3): 544-558.
Standardisation). 1996. Water Quality:
Determination of the inhibition of the
mobility of Daphnia magna Straus Marzan, L.W., Barua, P., Akter, Y., Mannan,
(Cladocera, Crustacea) – Acute Toxicity A., Hossain, A. and Ali, Y. 2014.
Test. ISO 6341, Geneva, Switzerland. Molecular investigation on
clinopathological, genetic and
biochemical changes in Channa
Kim, S-B., Kim, W-K., Chounlamany, V., punctata infected with internal parasites
Seo, J., Yoo, J., Jo, H-J and Junga, J. and subjected to metals pollution in
2012. Identification of multi-level Chittagong, Bangladesh. Journal of
toxicity of liquid crystal display Biomolecular Research and
wastewater toward Daphnia magna and
Therapeutics, 3: 113. doi: 10.4172/2167- Oral, R., Meric, S., De Nicola, E., Petruzelli,
7956.1000113. D., Della Rocca, C. and Pagano, G.,
2007. Multi-species toxicity evaluation
of a cromium-based leather tannery
Mendonça¸ E., Picado, A., Paixão, S.M., wastewater. Desalination, 211: 48-57.
Silva, L.,
receivin Environmen
g environment. tal
Ra, J.S., Kim, H.K., Chang, N.I. and Kim,
Monitoring and Assessment, 170: 383– S.D. 2007. Whole effluent toxicity
394. (WET) tests on wastewater treatment
plants with Daphnia magna Selenastrum
doi: 10.1007/s10661-009-1240-y. capricornutum. Environmental
Monitoring and Assessment, 129 (1-3):
107-113.
Servos, M.R., Bennie, D.T., Burnison, B.K.,
Jurkovic, A., McInnis, R., Neheli, T.,
Schnell, A., Seto, P., Smyth, S.A. and
Ricking, M., Schwarzbauer, J., Hellou, J., Ternes, T.A. 2005. Distribution of
Svenson, A. and Zitko, V. 2003. estrogens, 17β-estradiol and estrone, in
Polycyclic aromatic musk compounds in Canadian municipal wastewater
sewage treatment plant effluents of treatment plants. Science of the Total
Canada and Sweden-first results. Marine Environment, 336: 155–170.
Pollution Bulletin, 46 (4): 410-7.
4. 1417-1430.
Sánchez-Meza, J.C., Pacheco-Salazar, V.F., Tatarazako, N. and Oda, S. 2007. The water
Pavón- flea Daphnia magna (Crustacea,
Cladocera) as a test species for
T.B., Guiérrez- V.G., screening and evaluation of chemicals
Silva., García, Avila- with endocrine disrupting effects on
crustaceans. Ecotoxicology, 16: 197-
González Cde, J. and Guerrero-García, 203.
P. 2007.
Ternes, T.A. 1998. Occurrence of drugs in
Toxicit assessment of a complex German sewage treatment plants and
y industrial
rivers. Water Research, 32 (11): 3245-
3260.
wastewater using aquatic and terrestrial Ternes, T.A., Stumpf, M., Kreckel, P.,
bioassays Daphnia pulex and Lactuca Mueller, J., Haberer, K., Wilken, R.D.
sativa. Journal of Environmental and Servos, M.R. 1999. Behavior and
Science and Health. Part A, occurrence of estrogens in municipal
Toxic/Hazardous Substances and sewage treatment plants. I.
Environmental Engineering, 42 (10): Investigations in Germany, Canada and
1425-31. Brazil. Science of the Total
Environment, 225 (1-2): 81–90.
Turkish Official Newspaper. 2004. Su
kirliliği kontrolü yönetmeliği (Water
pollution control regulations Date:
31.12.2004 Number: 25687) (in
Turkish).
1
Food Science Technology Research Centre, MARDI Headquarters, Persiaran
MARDI-UPM,
Abstract
CN or commonly known as
Sabah snake grass or ‘Belalai
Gajah’ in Malaysian language is a
perennial herb in Acanthaceae
Stevia rebaudiana (Stevia) is a small The extract of the herbal mixture
perennial and woody shrub in the was prepared by infusing the mixed
Asteraceae family and has been used dried leaves with boiling water for
as a bio-sweetener and sugar 10 min. The extract were prepared
substitute (Gupta et al. 2013) to at three different concentrations
lower blood sugar level (Goyal et al. (1,000, 2,000 and 5,000 mg/kg) for
2010). It is also known as sweet herb, the oral toxicity study.
sweet leaf, honey leaf, candy leaf or
honey yerba (Carakostas et al. 2008). Experimental animals
This magical natural herb is non- A total of twenty female Sprague
toxic which its secondary metabolites Dawley rats weighing approximately
did not produce teratogenic, 200 g each and 5 – 6 weeks old were
mutagenic or carcinogenic effects randomly assigned into four groups;
and no allergic reactions (Pol et al. a control and three treatment groups
2007). Stevia has many (n = 5). Individual body weights
pharmacological and therapeutic were recorded and detailed physical
applications which could act as an examinations on the fur, skin and
efficient medication for curing health condition were performed
chronic and non-chronic diseases like twice during the7 days period of
diabetes, cardiovascular disease, acclimatisation to ensure the status of
cancer, renal disease, obesity, healthy animals. The animals were
inflammatory bowel disease and housed in a system controlled
dental caries (Gupta et al. 2013) environment in the light-dark cycle
(12 – 12 h, lights on 7:00 –19:00),
Materials and methods
temperature (24 ± 2 °C) and a
Sample preparation relative humidity (30 – 70 %) during
the study.
The HS, CN and Stevia leaves were
dried using commercial oven dryer The animals were provided ad
at 40 °C until the moisture content libitum with a standard pellet
reached below 10 %. Dried samples (Specialty Feeds, Australia) and
were then ground using Waring distilled water.
blender (Waring, Connecticut) for 2
– 3 s and sieved (0.5 mm). The
herbal mixture was prepared by
mixing the leaves at ratio of 1:1:0.5
(HS:CN:Stevia; w/w/w) in sachets.
Sub acute oral toxicity study administration period, Sprague
Dawley rats were respectively dosed
CC sub-acute or 28-days repeated with distilled water (control group,
dose oral toxicity study was C) or herbal mixture at doses of
performed according to Ryu et al. 1,000 mg/kg of body weight (low
(2004). During the oral dose, LD), 2,000 mg/kg of body
weight (medium dose, MD) and was analysed for aspartate
5,000 mg/kg of body weight (high aminotransferase (AST), alanine
dose, HD) via drinking bottles as aminotransferase (ALT) activities,
they can access ad libitum. On bilirubin, total protein (TP), albumin
average, each rat usually consumed (Alb), globulin, glucose (Glu), urea,
about 100 ml of sample per day. Any creatinine (Cr), total cholesterol
remaining sample left will be (TC), triglyceride (TG), low density
measured. General appearance or lipoprotein (LDL) and high density
behaviour of each rat was observed lipoprotein (HDL) by using blood
daily during the 28-days study and clinical analyser (Vitalab Selectra E,
the body weight was recorded Italy). All reagents for the tests were
weekly. obtained from Randox (Randox
Haematology and serum Laboratories Ltd, Antrim, United
biochemistry analysis Kingdom).
H
Analysis n Control LD MD D
1.4 ± 1. 1. ±
Kidney (%) 5 0.12a 1.4 ± 0.23 a
3 ± 0.14a 5 0.20a
0.9 ± 0. 0. ±
Heart (%) 5 0.12a 0.8 ± 0.11 a
7 ± 0.08a 9 0.15a
1.4 ± 1. 1. ±
Lung (%) 5 0.32a 1.2 ± 0.36 a
3 ± 0.12a 4 0.14a
0.5 ± 0. 0.
Spleen (%) 5 0.11a 0.4 ± 0.12 a
4 ± 0.06a 4 ± 0.05a
7.9 ± 7. 7. ±
Liver (%) 5 0.77a 6.4 ± 0.67 b
1 ± 0.36 ab
6 0.99a
Contr
Analysis ol LD MD HD
±
ALT (U/l) 52.3± 6.12a 58.8 ± 15.92a 51.3 8.76a 53.2 ± 8.79a
110. ± 114.
AST (U/l) 0 ± 12.54a 116.0 ± 20.86a 116.8 17.96a 7 ± 17.13a
Bilirubin ±
(µmol/l) 3.1± 0.79a 3.5 ± 0.79a 3.9 0.56a 3.6 ± 1.11a
Globulin ±
(g/l) 30.7± 3.67a 35.3 ± 5.01a 35.7 3.44a 34.0 ± 3.90a
Albumin ±
(g/l) 48.5± 2.60a 49.0 ± 0.72a 50.6 1.13a 50.5 ± 1.83a
Total Protein ±
(g/l) 79.9± 4.73a 84.4 ± 5.62ab 86.0 2.64b 84.5 ± 2.84ab
Analysis Control LD MD HD
RBC
(1012/l) 8.3 ± 0.78a 8.9 ± 0.36ab 9.3± 0.44b 9.3 ± 0.82b
HCT (%) 43.6 ± 3.62a 46.6 ± 2.59ab 47.8± 2.57ab 48.8 ± 4.10b
WBC
(109/l) 5.6 ± 2.93ab 5.1 ± 0.25b 4.3± 0.26b 8.5 ± 1.60a
Table 5 shows the serum lipid profile TC, HDL, LDL and TG indicated no
significant changes in all treated rats.
Conclusion
In conclusion, this 28-days oral toxicity study reveals that daily doses of 1,000,
2,000 and 5,000 mg/kg of the mixture did not elicit toxicity in Sprague Dawley
rats. The dose of 5,000 mg/kg/day was identified as the no-observed-adverse-
effect level (NOAEL) in this study.
Acknowledgement
The authors are thankful to the financial supports from MARDI and Malaysian
Ministry of Agricultural for the research development grant of P-161. The
authors also wish to thank Ms Nazarifah Ibrahim, Ms Nurhafiqa Mohamad
Hayadi and Ms Siti Nor Aslina Kamaruzaman for their technical support and
assistance.
M
Analysis Control LD D HD
Urea (mmol/l) 7.6 ± 1.21a 8.2 ± 0.54a 8.0 ± 1.01a 7.8 ± 1.17a
Creatinine 63.
a a
(µmol/l) 63.6 ± 4.33 61.0 ± 3.39 7 ± 4.46a 64.8 ± 3.03a
M
Analysis Control LD D HD
HDL (mmol/l) 0.7 ± 0.09a 0.8 ± 0.26a 0.7 ± 0.15a 0.7 ± 0.17a
LDL (mmol/l) 0.6 ± 0.15a 0.5 ± 0.31a 0.3 ± 0.11a 0.5 ± 0.16a
14. (2010). Effects of T.H., Bae, J.S., Lee, J.Y., Gil, K.H.,
hepatic drug-metabolizing Lee, J.Y., Woo, S.J., Yoo, H.J., Lee,
enzyme induction on H.K., Kim, K.H., Park, C.K., Zhang,
clinical pathology H.S. and Song, S.W. (2010).
parameters in animals and Reference data of the main
physiological parameters in control
Sprague-Dawley rats from pre- Lin, H.H., Chan, K.C., Sheu, J.Y.,
clinical toxicity studies. Laboratory Hsuan, S.W., Wang, C.J. and
Animal Research 26 (2): 153 – 164 Chen, J.H. (2012). Hibiscus
sabdariffa leaf induces
apoptosis of human prostate
Hassan, S.W., Ladan, M.J., Dogondaji, cancer cells in vitro and in vivo.
R.A., Umar, R.A., Bilbis, L.S., Food Chemistry 132: 880 – 891
Hassan, L.G., Ebbo, A.A. and
Matazu, I.K. (2007). Phytochemical
and toxicological studies of aqueous Muhammad Shahzad, A.,
leaves extracts of Erythrophleum Muhammad Syarhabil, A. and
africanum. Pakistan Journal of Awang Soh, M. (2015). A
Biological Sciences10: 3815 – 382 review on phytochemical
constituents and
pharmacological activities of
Hilaly, J.E., Israili, Z.H. and Clinacanthus nutans.
Lyoussi, B. (2004). Acute and International Journal of
chronic toxicological studies of Pharmacy and Pharmaceutical
Ajugaiva in experimental animals. Sciences 7(2): 30 – 33
Journal of Ethnopharmacology 91: Mumoli, N., Cei, M. and Cosimi,
43 – 50 A. (2006). Drug-related
Lau, K.W., Lee, S.K. and Chin, J.H. hepatotoxicity. The New
(2014). Effect of the methanol England Journal of Medicine
leaves extract of Clinacanthus 354(20): 2191 – 2193
nutans on the activity of
acetylcholinesterase in male
mice. Journal of Acute Disease Patel, C., Dadhaniya, P.,
22 – 25 Hingorani, L. and Soni, M.G.
(2008). Safety assessment of
Lin, H.H., Chen, J.H., Kuo, W.H. pomegranate fruit extract:
and Wang, C.J. (2007). Acute and subchronic
Chemopreventive properties of toxicity studies. Food and
Hibiscus sabdariffa L. on Chemical Toxicology 46:
human gastric carcinoma cells 2728 – 2735
through apoptosis induction and
JNK/p38 MAPK signaling
activation. Chemico-Biological
Petterino, C. and Argentino-Storino,
Interactions 165: 59 – 75
A. (2006). Clinical chemistry
and haematology historical data
in control Sprague-Dawley rats
from pre-clinical toxicity
studies. Experimental and
Toxicology Pathology 57: 213 –
Rhionani, H., Elhilaly, J., Israili, Z.
219
and Lyoussi, B. (2008). Acute
and sub-chronic toxicity of an
aqueous extract of the leaves of
Piao, Y., Liu, Y. and Xie, X. Herniaria glabra in rodents.
(2013). Change trends of organ Journal of Ethnopharmacology
weight background data in 118: 378 – 386
Sprague Dawley rats at
different ages. Journal of
Toxicologic Phatology 26: 29 –
34 Ryu, S.D., Park, C.S., Baek, H.M.,
Baek, S.H., Hwang, S.Y. and
Chung, W.G. (2004). Anti-
diarrheal and spasmolytic
Pol, J., Hohnová, B. and activities and acute toxicity
Hyötyläinen, T. (2007). study of Soonkijangquebo, a
Characterization of Stevia herbal anti-diarrheal formula.
rebaudiana by comprehensive Journal of Ethnopharmacology
two-dimensional liquid 91: 75 – 80
chromatography time-of-flight
mass spectrometry. Journal of Sittiso, S., Ekalaksananan, T.,
Chromatography A 1150: 85 – Pientong, C.,
92