Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PELAYANAN DAN KOLABORASI DALAM INTERDISIPLIN


KESEHATAN & KEPERAWATAN JIWA

DOSEN
Ns. Firmawati, M.Kep

OLEH

Chintari Mukminat Abubakar


C01418026

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada penyusun sehingga makalah keperawatan jiwa ini yang berjudul “pelayanan dan
kolaborasi dalam interdisiplin kesehatan dan keperawatan jiwa” dapat selesai dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa dimana
sumber materi diambil dari beberapa media pendidikan guna menunjang keakuratan materi yang
nantinya akan disampaikan.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan berguna bagi pembaca.Akhir kata
penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

                       
Gorontalo, 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu
hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan
dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan,
kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat.
Dalam hal medis, kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan
praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup
praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap setiap
orang yang berkontribusi untuk memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga
dan masyarakat (American Medical Assosiation (AMA), 1994).
Intinya kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang
direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Bekerja bersama
dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan
hubungan perawat dengan ahli medis lainnya.
Berdasarkan uraian diatas kami sangat tertarik untuk memperjelas materi tentang pelayanan dan
kolaborasi interdisiplin dalam keperawatan jiwa.
B.     Rumusan Masalah
Bagaimana pelayanan dan kolaborasi interdisiplin dalam keperawatan jiwa?
C. Tujuan Penulisan
 Tujuan Khusus
 Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik V
D. Tujuan Umum
 Untuk mendeskripsikan bagaimana pelayanan dan kolaborasi interdisiplin dalam
keperawatan jiwa.
D.   Manfaat Penulisan
 Bagi Mahasiswa
 Dapat memahami tentang pelayanan dan kolaborasi interdisiplin dalam keperawatan jiwa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa


Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh sekolompok tim kesehatan profesional (perawat, dokter, tim kesehatan lainnya
maupun pasien dan keluarga pasien sakit jiwa) yang mempunyai hubungan yang jelas, dengan
tujuan menentukan diagnosa, tindakan-tindakan medis, dorongan moral dan kepedulian
khususnya kepada pasien sakit jiwa. Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi adanya
konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada pasien sakit
jiwa. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli
gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi interdisiplin hendaknya memiliki
komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Secara integral, pasien adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan
keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan
kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim. Karena
dalam hal ini pasien sakit jiwa tidak dapat berpikir dengan nalar dan pikiran yang rasional, maka
keluarga pasienlah yang dapat dijadikan pusat dari anggota tim. Disana anggota tim dapat
berkolaborasi dalam menentukan tindakan-tindakan yang telah ditentukan. Apabila pasien sakit
jiwa tidak memiliki keluarga terdekat, maka disinilah peran perawat dibutuhkan sebagai pusat
anggota tim. Karena perawatlah yang paling sering berkomunikasi dan kontak langsung dengan
pasien sakit jiwa. Perawat berada disamping pasien selam 24 jam sehingga perawatlah yang
mengetahui semua masalah pasien dan banyak kesempatan untuk memberikan pelayanan yang
baik dengan tim yang baik.
Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat
memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek
profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada
situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan.
Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal
pemberian pengobatan.

B. Elemen Penting Dalam Mencapai Kolaborasi Interdisiplin Efektif


Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam
mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi interdisiplin yang efektif meliputi
kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, kewenangan dan kordinasi
a) Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa
alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
b) Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan
konsensus untuk dicapai.
c) Tanggung jawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus
dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
d) Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi
penting mengenai perawatan pasien sakit jiwa dan issu yang relevan untuk membuat
keputusan klinis.
e) Pemberian pertolongan artinya masing-masing anggota dapat memberikan tindakan
pertolongan namun tetap mengacu pada aturan-aturan yang telah disepakati.
f) Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya.
g) Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien sakit jiwa,
mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan
permasalahan.
h) Tujuan umum artinya setiap argumen atau tindakan yang dilakukan memiliki tujuan untuk
kesehatan pasien sakit jiwa.
Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :
ü  Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
ü  Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
ü  Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
ü  Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang tergabung dalam tim.
C. Manfaat Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional, kolegalitas,
komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling
menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada
menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab.
Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan jiwa antara lain :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik profesional untuk pasien sakit jiwa
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
f. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang lain.

D. Hambatan Dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan Jiwa


Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah. Ada banyak hambatan
a. Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim
b. Struktur organisasi yang konvensional
c. Konflik peran dan tujuan
d. Kompetisi interpersonal
e. Status dan kekuasaan, dan individu itu sendiri

E. Piramida Pelayanan Kesehatan Jiwa

Pelayanan kesehatan jiwa adalah pelayanan yang berkesinambungan yaitu pelayanan


yang :
 Sepanjang hidup
 Sepanjang rentang sehat – sakit
 Pada setiap konteks keberadaan (dirumah, disekolah, di tempat kerja, di rumah sakit atau
dimana saja).
F. Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa
a. Menurut Ommeren tahun 2005 jenjang kesehatan antara lain :
b. Perawatan mandiri individu dan keluarga
c. Dukungan dari sektor formal dan informal diluar sektor kesehatan
d. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar
e. Pelayanan kesehatan jiwa di RSU atau RSUD
f. Pelayanan kesehatan jiwa di RSJ
G. Komponen Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa
 Perawatan mandiri individu dan keluarga
 Kebutuhan pelayanan jiwa terbesar adalah kebutuhan kesehatan jiwa yang dipenuhi oleh
masing-masing individu dan keluarga. Mayarakat baik individu maupun keluarga
diharapkan dapat secara mandiri memelihara kesehatan jiwanya. Pada tingkat ini sangat
mungkin untuk memperdayakan keluarga dengan melibatkan mereka dalam memelihara
kesehatan anggota keluarganya.
 Dukungan masyarakat formal dan informal diluar sektor kesehatan
 Apabila masalah kesehatan jiwa yang dialami individu tidak mampu diatasi secara
mandiri ditingkat individu dan keluarga maka upaya solusi tingkat berikutnya adalah
leader formal dan informal yang ada di masyarakat mereka menjadi tempat rujukan.
Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal diluar tatanan pelayanan kesehatan
merupakan target pelyanan kesehatan jiwa, kelompok yang dimaksud adalah TOMA
( tokoh agama, tokoh wanita, kepala desa/lurah, RT/RW )
H. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar
Puskesmas memiliki kesehatan jiwa untuk rawat jalan dan kunjungan ke masyarakat
sesuai wilayah kerja masyarakat.Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan jiwa adalah perawat yang telah dilatih CMHN atau perawat plus CMHN dan
dokter yang telah dilatih kesehatan jiwa ( dokter plus kesehatan jiwa ) yang bekerja
secara team yang disebut team kesehatan jiwa puskesmas.
 Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat kabupaten/kota
o Tim kesehatan yang terdiri dari psikiater, psikolog klinik, perawat jiwa CMHN dan
psikolog (yang telah mendapat pelatihan jiwa)
 Pelayanan kesehatan jiwa di RSU
o Diharapkan tingkat kabupaten atau kota menyediakan pelayanan rawat jalan dan
rawat inap bagi pasien gangguan jiwa dengan jumlah tempat tidur terbatas sesuai
kemampuan
 Pelayanan RSJ
o RSJ merupakan pelayanan spesialis jiwa yang difokuskn pada pasien gangguan
jiwa yang tidak berhasil dirawat dikeluarga/puskesmas/RSU. Sistem rujukan dari
RSU dan rujukan kembali dari masyarakat yaitu puskesmasharus jelas agar
kesinambungan pelayanan dikeluarga dapat berjalan. Pasien yang telah selesai
dirawat di RSJ dirujuk kembali kepuskesmas. Penanggungjawaban pelayanan
kesehatan jiwa masyarakat (puskesmas) bertanggungjawab terhadap lanjutan
asuhan dikeluarga.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perawat Jiwa


Konsep perawat jiwa meliputi definisi perawat kesehatan jiwa, peran perawat jiwa, Fungsi
perawat jiwa
B. Definisi kesehatan Jiwa
Keperawatan jiwa merupakan merupakan sebagian dari penerapan ilmu tentang perilaku
manusia, psikososial, bio-psik dan teori-teori kepribadian, dimana penggunaan diri perawat itu
sendiri secara terapeutik sebagai alat atau instrumen yang digunakan dalam memberikan asuhan
keperawatan (Erlinafsiah, 2010)
C. Peran perawat jiwa
Peran perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang bervariasi dan spesifik (Dalami,
2010). Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian dan kolaborasi diantaranya adalah yang
pertama yaitu sebagai pelaksana asuhan keperawatan, yaitu perawat memberikan pelayanan dan
asuhan keperawatan jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas. Dalam menjalankan
perannya, perawat menggunakan konsep perilaku manusia, perkembangan kepribadian dan
konsep kesehatan jiwa serta gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada
individu, keluarga dan komunitas. Perawat melaksanakan asuhan keperawatan secara
komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan
diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, dan melaksanakan tindakan
keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan tersebut.

Peran perawat yang kedua yaitu sebagai pelaksana pendidikan keperawatan yaitu perawat
memberi pendidikan kesehatan jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas agar mampu
melakukan perawatan pada diri sendiri, anggota keluarga dan anggota masyarakat lain. Pada
akhirnya diharapkan setiap anggota masyarakat bertanggung jawab terhadap kesehatan jiwa.
Peran yang ketiga yaitu sebagai pengelola keperawatan adalah perawat harus menunjukkan sikap
kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa. Dalam
melaksanakan perannya ini perawat diminta menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan,
menggunakan berbagai strategi perubahan yangdiperlukan, berperan serta dalam aktifitas
pengelolaan kasus dan mengorganisasi pelaksanaan berbagai terapi modalitas keperawatan.
Peran perawat yang kekempat yaitu sebagai pelaksana penelitian yaitu perawat
mengidentifikasi masalah dalam bidang keperawatan jiwa dan menggunakan hasil penelitian
serta perkembangan ilmu dan teknologi untuk meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan
keperawatan jiwa.

D. Fungsi Perawat

Fungsi perawat jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan asuhan
keperawatan secara tidak langsung (Erlinafsiah, 2010). Fungsi tersebut dapat dicapai melalui
aktifitas perawat jiwa, yaitu: pertama, memberikan lingkungan terapeutik yaitu lingkungan yang
ditata sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perasaan aman, nyaman baik fisik,
mental,dan sosial sehingga dapat membantu penyembuhan pasien. Kedua, bekerja untuk
mengatasi masalah klien “here and now” yaitu dalam membantu mengatasi segera dan tidak
ditunda sehingga tidak terjadi penumpukkan masalah. Ketiga, sebagai model peran yaitu perawat
dalam memberikan bantuan kepada pasien menggunakan diri sendiri sebagai alat melalui contoh
perilaku yang ditampilkan oleh perawat.

Fungsi perawat yang keempat yaitu memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien
merupakan hal yang sangat penting. Dalam hal ini perawat perlu memasukkan pengkajian
biologis secra menyeluruh dalam evaluasi pasien jiwa untuk mengidentifikasi adanya penyakit
fisik sedini mungkin sehingga dapat diatasi dengan cara yang tepat. Kelima, memberikan
pendidikan kesehatan yangditujukan kepada pasien, kleuarga dan komunitas yang mencakup
pendidikan kesehatan jiwa, gangguan jiwa, ciri-ciri sehat jiwa, penyebab gangguan jiwa, ciri- ciri
gangguan jiwa, fungsi dan tugas keluarga, dan upaya perawatan pasien ganggua jiwa. Keenam,
sebagai perantara sosial yaitu perawat dapat menjadi perantara dari pihak pasien, keluarga dan
masyarakat dalam memfasilitasi pemecahan masalah pasien.

Fungsi yang ketujuh adalah kolaborasi dengan tim lain adalah perawat membantu pasien
mengadakan kolaborasi dengan petugas kesehatan lain yaitu dokter jiwa, perawat kesehatan
masyarakat (perawat komunitas), pekerja sosial, psikolog, dll. Kedelapan, memimpin dan
membantu tenaga perawatan adalah pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan jiwa didasarkan
pada manajemen keperawatan kesehatan jiwa. Kesembilan, menggunakan sumber di masyarakat
sehubungan dengan kesehatan mental. Hal ini penting diketahui oleh perawat bahwa sumber-
sumber yang ada dimasyarakat perlu diidentifikasi untuk digunakan sebagai faktor pendukung
dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada dimasyarakat.

E. Peran perawat jiwa

Perawat jiwa memiliki peran dalam tingkat pelayanan kesehatan jiwa yaitu:

1. Peran dalam prevensi primer

2. Peran dalam prevensi sekunder

3. Peran dalam prevensi tersier


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan perawatan pasien sakit jiwa yang efektif maka keluarga,
perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya.
Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-
masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan
dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kolaborasi yang efektif
antara anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan keperawatan jiwa
yang berkualitas. 

Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah dalam keperawatan
jiwa. Ada banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi ketidaksesuaian
pendidikan dan latihan anggota tim, struktur organisasi yg konvensional, konflik peran dan
tujuan, kompetisi interpersonal, status dan kekuasaan, dan individu itu sendiri

B.  Saran
Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun materi yang kami uraikan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating for Optimal


Health, Second Editions. Apleton and Lange. Prenticehall. USA
Dalami E, 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info Media
Erlinafsiah. 2010. Modal Perawat dalam Praktik Kepeawatan Jiwa.Jakarta: Trans Info Media
Febriani, 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Hawari, 2009. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 220/MENKES/SK/III/1992
http://nursechandrakicot.blogspot.com/2013/02/pelayanan-dan-kolaborasi-interdisiplin.html

https://www.academia.edu/37759421/Perawat_jiwa

Anda mungkin juga menyukai