Anda di halaman 1dari 28

Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper Ekonomi dan Bisnis

(SNAPER-EBIS 2017) – Jember, 27-28 Oktober 2017 (hal 196-201)


ISBN : 978-602-5617-01-0

ANALISIS KASUS PELANGGARAN STANDAR


PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK OLEH KAP WINATA

Mohammad Iqbal As’ad Mauludy1, Evi latiffatul Hikmah2, dan Christy Navida
Prayitno Putri3
1
Universitas Jember, ikhwanmuhammadiqbal@gmail.com
2
Universitas Jember, evilatiffa@gmail.com
3
Universitas Jember, christynavida@gmail.com

Abstrak
Independensi merupakan salah satu karakteristik auditor yang paling kritis dan penting.
Independensi menjadi pondasi atau batu pijakan dalam struktur etika. Independensi juga menjadi
faktor yang sangat menentukan bagi pengembangan dan penerapan prinsip-prinsip fundamental
etika dalam menekuni profesi akuntan. Oleh karena itu, seorang auditor penting melakukan
identifikasi dan evaluasi keadaan dan hubungan dengan klien yang dapat menciptakan ancaman
terhadap independensi. Selanjutnya mengeliminasi ancaman atau menguranginya sampai ke
tingkat yang dapat diterima. Kasus pelanggaran pada KAP Winata dalam hal indepedensi
merupakan salah satu peristiwa yang terjadi dikarenakan kurang profesionalnya oknum akuntan
publik dalam menjalankan kode etik profesinya. Penelitan ini dilakukan bertujuan untuk
menambatkan pengetahuan tambahan mengenai kode etik akuntan. Metode penelitian yang
digunakan dalam kasus ini yaitu studi literatur dengan media berita elektronik.
Kata Kunci: Audit, Auditor, Indepedensi, Kode Etik

Abstract
Independence is one of the most critical and important characteristics of auditors. Independence
becomes the foundation or stepping stone in the ethical structure. Independence is also a crucial
factor for the development and application of the fundamental principles of ethics in pursue the
accounting profession. Therefore, an important auditor identifies and evaluates circumstances and
relationships with clients that can create threats to independence. It further eliminates the threat
or reduces it to an acceptable level. The case of violation in Winata KAP in the case of
independence is one of the events that occurred due to the lack of professionals of public
accountant in carrying out his professional code of ethics. The research method used in this case
is literature study with electronic news media
Keywords: Audit, Auditor, Ethic Code, Indepedence

PENDAHULUAN

Menurut Soekrisna Agoes (2014) Profesi merupakan sebutan untuk pekerjaan


mulia yang dilakukan oleh dokter, akuntan, pengacara, dan sejenisnya. Termasuk
didalamnya dari profesi akuntan publik. Akuntan publik merupakan profesi
akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan
jasa akuntansi publik di Indonesia. Salah satu jasa yang diberikan akuntan publik
ialah General Audit Services. Jasa ini merupakan pemeriksaan obyektif terhadap
laoran keuangan yang diikuti oleh pernyataan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan tersebut. Dalam proses pemeriksaan atau yang istilahnya lebih
dikenal sebagai audit, akan menghasilkan sebuah laporan audit dengan muatan
opini terhadap laporan ekuangan. Menurut IAI (1994), laporan audit adalah suatu

196
Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper Ekonomi dan Bisnis
(SNAPER-EBIS 2017) – Jember, 27-28 Oktober 2017 (hal 196-201)
ISBN : 978-602-5617-01-0

sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya atau apabila keadaan


mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat, sebagai pihak
yang independen, auditor tidak dibenarkan untuk memihak kepentingan siapapun
dan untuk tidak mudah dipengaruhi, serta harus bebas dari setiap kewajiban
terhadap kliennya dan memiliki suatu kepentingan dengan kliennya. Jadi laporan
audit berisi tentang opini auditor yang merupakan pernyataan kewajaran, dalam
semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha dan arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Audit laporan keuangan memainkan peran yang sangat diperlukan dalam ekonomi
pasar bebas. Audit laporan keuangan merupakan bagian terpenting dari
berbagai assurance services. Beberapa tanggung jawab auditor termasuk untuk
mendeteksi dan melaporkan kecurangan, melaporkan tindakan melanggar hukum
yang dilakukan klien, serta melaporkan apabila terdapat ketidakpastian tentang
kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk kode etik profesi
seorang akuntan dalam suatu kegiatan kerja dan kasus pelanggaran kode etik itu
sendiri, Sebagai bahan tambahan pegetahuan dalam hal etika profesi akuntan.

METODOLOGI

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan memanfaatkan


literatur baik dari media koran elektronik dan youtube untuk memperoleh
informasi mengenai suatu peristiwa yang akan dikaji.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seorang auditor memiliki standar profesional dalam pekerjaannya, salah satu


standar umum yang paling utama bagi seorang auditor adalah indenpedensi.
Kepemilikan sifat indepedensi inilah yang menentukan bagaimana pandangan
masyarakat akan suatu opini terhadap laporan keuangan yang di audit oleh auditor
dapat diterima. Penerimaan masyarakat utamanya stakeholeders terhadap opini
tersebut menjadikan kualitas informasi yang diterima menjadi lebih objektif dan
bernilai. Dilain sisi, penilaian terhadap suatu laporan keuangan dengan opini
terbaik yaitu wajar tanpa pengecualian menjadikan setiap entitas medorong diri
mereka untuk membangun opini tersebut. Ketika opini audit telah baik, maka
tentu akan memperoleh kemudahan seperti peminjamaan dana dan masuknya
investasi para investor terhadap investasi pemenuhan entitas. Selain opini wajar
tanpa pngecualian, berikut ini merupakan penjelasan opini auditor.

Namun dalam pelaksanaan di lapangan, seringkali beberapa oknum auditor


melakukan kecurangan dalam kode etik profesinya. Berdasarkan data yang
diperoleh dari databoks.katadata.co.id pada periode maret 2004-2017 Komisi
Pemberantasan Korupsi menghimpun kasus korupsi yang berasal dari penyuapan
sebanyak 319 kasus dari jumlah kasus korupsi yang terjadi. Hal ini sangat

197
Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper Ekonomi dan Bisnis
(SNAPER-EBIS 2017) – Jember, 27-28 Oktober 2017 (hal 196-201)
ISBN : 978-602-5617-01-0

berpengaruh terhadap penilaian dan kepercayaan masyarakat terhadap profesi


auditor itu sendiri. Dalam hal demikian Indepedensi harusnya dijunjung tinggi
oleh setiap auditor, berikut merupakan standar umum dari audit, dapat dilihat dari
standar yang digunakan sebagai berikut:

Standar Profesional Akuntan Publik Dalam Hal Indepedensi


Standar umum kedua berbunyi:
"Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor. "

Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak


mudahdipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan
umum (dibedakan dalamhal ia berpraktik sebagai auditor intern). Dengan
demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab
bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang iamiliki, ia akan kehilangan
sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan
kebebasan pendapatnya. Namun, independensi dalam hal ini tidak berarti seperti
sikap seorang penuntut dalam perkara pengadilan, namun lebih dapat disamakan
dengan sikap tidak memihaknya seorang hakim. Auditor mengakui kewajiban
untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga
kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan (paling tidak
sebagian) atas laporan auditor independen,seperti calon-calon pemilik dan
kreditur.

Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen


sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan
masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa indepedensi sikap auditor
ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masayarakat dapat menurun disebabkan
oleh keadaan yang oleh mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap
dapat mempengaruhi sikap independen tersebut. Untuk menjadi independen,
auditor harus secara intelektual jujur. Untuk diakui pihak lain sebagai orang yang
independen, ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak
mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya, apakah itu manajemen
perusahaan atau pemilik. Pada kasus pelanggaran oleh auditor dari KAP Mitra
Winata digambarkan sebagai berikut:

Kasus Pelanggaran SPAP Oleh KAP Mitra Winata


Kasus pelanggaran atas Standar Profesional Akuntan Publik, muncul kembali.
Menteri Keuangan langsung memberikan sanksi pembekuan. Menkeu Sri Mulyani
telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari KAP Drs.
Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Maret 2007,
Kepala Biro Hubungan Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers
pada Selasa (27/3), menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut
melakukan suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik).

198
Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper Ekonomi dan Bisnis
(SNAPER-EBIS 2017) – Jember, 27-28 Oktober 2017 (hal 196-201)
ISBN : 978-602-5617-01-0

Pelanggaran tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap


Laporan Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku 31 December 2004 yang
dijalankan oleh Petrus. Dan selain itu Petrus juga melakukan pelanggaran
terhadap pembatasan dalam penugasan audit yaitu Petrus malaksanakan audit
umum terhadap Lap. keuangan PT. Muzatek Jaya.

PT Muzatek Jaya telah malakukan pelanggaran moral dan etika dalam dunia
bisnis dengan melakukan suap terhadap Akuntan Publik Petrus Mitra Winata Agar
Akuntan Publik Petrus Mitra Winata hanya mengaudit laporan keuangan umum.
Dengan begitu PT Muzatek Jaya akan mendapatkan keuntungan dari kecurangan
tersebut dan Akuntan Publik Petrus Mitra Winata akan mendapatkan keuntungan
yang sesuai karna telah melakukan pekerjaan seperti keinginan klien. Untuk
membuat efek jera PT Muzatek Jaya seharusnya diberika sanksi baik sanksi
pidana maupun sanksi sosial. Sebagai perusahaan yang cukup besar, tentu saja
masyarakat menilai bahwa PT Muzatek Jaya seharusnya mempunyai integritas,
moralitas, etika dan kemampuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang
mempunyai kualitas baik sehingga membuat para investor tertarik untuk
menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Tindakan manipulasi ini , sudah
membuat masyarakat berprasangka buruk terhadap kualitas PT Muzatek Jaya dan
akan berpengaruh terhadap citra nama baik perusahaan tersebut.

Pada Kasus PT Muzatek Jaya, Akuntan Publik Petrus Mitra Winata melakukan
pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit
umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya. Sehingga Akuntan Publik
tersebut dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit
kinerja dan audit khusus serta juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau
pemimpin cabang KAP namun tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah
diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional
Berkelanjutan (PPL).

Akuntan Publik Petrus Mitra Winata adalah Auditor Independen yaitu auditor
profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam
bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya, pada PT
Muzatek Jaya, tetapi ia telah melakukan kecurangan terhadap pengauditan laporan
keuangan . Maka dari itu harus dikenakan sanksi hukum yaitu Pembekuan izin
oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor
423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik dan juga sanksi sosial. Akuntan
Publik tersebut juga dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum,
review, audit kinerja dan audit khusus serta dilarang menjadi pemimpin rekan atau
pemimpin cabang KAP namun tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah
diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional
Berkelanjutan (PPL).

4. Sikap Auditor Yang Seharusnya Berdasar Kasus Tersebut


Berdasarkan SA Seksi 504
Sumber PSA No.52

199
Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper Ekonomi dan Bisnis
(SNAPER-EBIS 2017) – Jember, 27-28 Oktober 2017 (hal 196-201)
ISBN : 978-602-5617-01-0

Paragraf 8- 9

Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat Bila Auditor Tidak Independen


Standar umum kedua mengharuskan: “Dalam semua hal yang behubungan dengan
perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.”
Auditor independen harus tidak memihak kepada kliennya; jika tidak, ia akan
dapat memisahkan diri agar temuan-temuannya dapat diandalkan. Mengenai
independensi akuntan, hal ini merupakan sesuatu yang harus diputuskan oleh
akuntan yang bersangkutan dan merupakan pertimbangan profesional.

Jika akuntan tidak independen, prosedur apa pun yang dilaksanakan tidak akan
sesuai dengan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, dan ia
akan terhalang dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Oleh karena
itu, ia harus menyatakan tidak memberikan pendapat terhadap laporan keuangan
dan harus menyatakan secara khusus bahwa ia tidak independen.

Sikap Auditor Yang Seharusnya

Sikap auditor dalam pelaksanaan auditnya mestilah menjunjung tinggi sikap


indepedensi, bentuk gratifikasi seperti pemberian sesuatu (gratifikasi) diluar fee
audit yang semestinya harusnya ditolak untuk menghindari sikap tidak
independensi. Pemberian opini auditor merupakan hal yang menjadi tujuan utama,
sikap auditor yang menyalahi aturan akan menurunkan kepercayaan masyarakat
terhadap kredibiltas auditor sebagai profesi yang memberikan penilaian kewajaran
atas suatu entitas. Maka dari itu, auditor harus menjunjung kode etik profesinya

KESIMPULAN

Independensi merupakan salah satu karakteristik auditor yang paling kritis dan
penting. Independensi menjadi fondasi atau batu pijakan dalam struktur etika.
Independensi juga menjadi faktor yang sangat menentukan bagi pengembangan
dan penerapan prinsip-prinsip fundamental etika dalam menekuni profesi akuntan.
Oleh karena itu, seorang auditor penting melakukan identifikasi dan evaluasi
keadaan dan hubungan dengan klien yang dapat menciptakan ancaman terhadap
independensi. Selanjutnya mengeliminasi ancaman atau menguranginya sampai
ke tingkat yang dapat diterima.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2014. Etika Bisnis dan Profesi.Jakarta: Salemba Empat.

Herlina Sitorus. Kasus PT. Muzatek Jaya 2004.


https://herlinassitorus.wordpress.com/2015/11/22/ (di akses pada 23 Oktober
2017)
Hukum online. akuntan publik petrus winata dibekukan.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16423/akuntan-publik-petrus-mitra-
winata-dibekukan (di akses pada 23 Oktober 2017)

200
Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper Ekonomi dan Bisnis
(SNAPER-EBIS 2017) – Jember, 27-28 Oktober 2017 (hal 196-201)
ISBN : 978-602-5617-01-0

Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik. 2001. Standar Pofesional


Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat
Data book s katadata. 2017. Suap perkara komisi terbesar di indonesia
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/06/16/suap-perkara-korupsi-
terbesar-di-indonesia?_ga=2.145727860.198216831.1509029402-
564138443.1509029402 diakses pada 26 Oktober 2017)
Pengertian Menurut Para Ahli. 2016. Pengertian Kantor Akuntan Publik
https://pengertianmenurutparaahli.org/pengertian-kantor-akuntan-publik/
Wikipedia. 2016. Definisi Akuntan Publik. https://id.wikipedia.org/wiki/Akuntan_publik
diakses pada 26 Oktober 2017

201
KAJIAN: FRAUD (KECURANGAN) LAPORAN KEUANGAN

Anisa Putri., S.E., M.M

ABSTRACT

Fraudulent misstatement or omission is deliberate amount or disclosures in financial statement.


Perpetrators of fraud from people within the company can be from outside the company. Triggers fraud was caused
by greed, needs, pressures, opportunities and rational.Financial statements contain material misstatements may
result in financial statements are not presented fairly, in all material respects. Misstatement of financial statements
may occur as a result of mistake or fraud. In order companies have a fraud prevention system, then the company
makes detection systems, monitoring, reviewing policies and systems in the fields of human resources and
operations.

PENDAHULUAN

Setiap perusahaan mempunyai laporan keuangan yang bertujuan menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan secara ekonomi. Laporan keuangan harus disiapkan secara
periodik untuk pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan memberikan informasi keuangan suatu
perusahaan yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi serta menunjukkan kinerja yg telah
dilakukan manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yg
dipercayakan kepadanya.
Laporan keuangan adalah suatu laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan
sebagai alat komunikasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan atau aktivitas perusahaan.
Definisi laporan keuangan menurut Munawir (1991 : 2) laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses
akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas suatu
perusahaan.
SA seksi 312 PSA 04 menyebutkan bahwa laporan keuangan mengandung salah saji material apabila
laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya secara individual atau keseluruhan, cukup
signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Salah saji laporan keuangan dapat terjadi
sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan
Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan secara tidak disengaja jumlah atau pengungkapan
dalam laporan keuangan. Menurut SA seksi 312 PSA 06 menyatakan bahwa kekeliruan mencakup :
a. Kesalahan dalam pengumpulan dan pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan.
b. Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta.
c. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau
pengungkapan.

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS


2.1. Pengertian Fraud (Kecurangan)
Kesalahan (errors) adalah salah saji atau kealpaan dalam laporan keuangan yang tidak disengaja, yang
dalam keadaan tersebut para pengambil keputusan dapat berubah keputusannya, keadaan ± keadaan berikut yang
termasuk dalam kriteria kesalahan (errors) adalah :
a. Kesalahan ± kesalahan dalam pengumpulan atau pemrosesan data akuntansi yang menjadi dasar pembuatan
laporan keuangan.
b. Taksiran akuntansi yang tidak benar yang berasal dari salah penafsiran.
c. Kesalahan-kesalahan dalam penerapan (aplikasi) prinsip ± prinsip akuntansi, yang berkenaan dengan jumlah,
klasifikasi, dan cara-cara penyajiannya ataupun pengungkapannya.
Penyimpangan (irregularities) adalah salah saji atau penghapusan dalam laporan keuangan yang disengaja,
yang dalam keadaan demikian para pengambil keputusan berubah keputusannya. Penyimpangan dalam laporan
keuangan ini biasanya menyesatkan bagi pemakai. Istilah yang biasa digunakan adalah kecurangan manajemen
(management fraud). Kriteria-kriteria yang termasuk dalam penyimpangan, meliputi :
a. Manipulasi, falsifikasi, dan alterasi catatan-catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang menjadi dasar
pembuatan laporan keuangan.
b. Salah penyajian (misrepresentations) atau penghapusan (omissions) yang sengaja atas transaksi-transaksi dan
informasi penting lainnya.
c. Salah penerapan (misapplication) prinsip ± prinsip akuntansi terhadap jumlah, klasifikasi, cara penyajian, dan
pengungkapan yang disengaja.
Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa
disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan
umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan
kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut.
Fraud (kecurangan) itu sendiri secara umum merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan
atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain. Orang awam seringkali mengasumsikan secara
sempit bahwa fraud sebagai tindak pidana atau perbuatan korupsi.
Fraud, kerap kali kita jumpai di organisasi perusahaan maupun pemerintahan. Pada intinya fraud dalam
perusahaan merupakan perbuatan kecurangan disengaja yang didasari ketidakjujuran yang bisa dilakukan oleh
seseorang, baik karyawan maupun pimpinan yang berakibat merugikan perusahaan, baik secara financial maupun
non-financial. Kerugian perusahaan karena fraud ini pada akhirnya dapat menyebabkan kebangkrutan
Jenis kecurangan (fraud) yang terjadi disetiap negara ada kemungkinan berbeda karena setiap praktek
kecurangan sangatlah dipengaruhi oleh kondisi tiap negara yang berbeda. Di negara-negara yang sudah maju dimana
penegakan hukum sudah berjalan dengan baik, kondisi perekonomian masyarakat secara umum sudah cukup atau
lebih dari cukup, sehingga modus operandi dari praktek-praktek kecurangan menjadi lebih sedikit.
Adanya indikasi fraud atau kecurangan/penyimpangan pada suatu perusahaan atau instansi pemerintah yang
dilakukan oleh karyawan/pegawainya. penyimpangan ini bisa terjadi di berbagai lapisan kerja organisasi, baik di
bagian manajemen puncak perusahaan maupun pejabat tinggi suatu instansi. Fraud (kecurangan) itu sendiri secara
umum merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar
organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung
merugikan pihak lain. Fraud sebagai tindak pidana atau perbuatan korupsi.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemilik perusahaan, pengelola perusahaan dan pegawai yang bekerja
untuk meningkatkan kinerja tidak akan pernah tercapai jika dalam perusahaan masih bercokol tindakan-tindakan
kecurangan. Dalam rangka memberikan suatu efek jera, memperkecil kerugian akibat kecurangan dan memperbaiki
sistem pengendalian maka jika ada indikasi kuat terjadi suatu kecurangan, perusahaan diharapkan mengambil action
yang tepat dengan melakukan audit investigatif.
Perusahaan yang memiliki risiko kerugian keuangan karena tindakan kecurangan yang terjadi dapat
mengungkapkan siapa pihak yang melakukan kecurangan tersebut yang selanjutnya akan dimintai
pertanggungjawabannya untuk mengganti kerugian perusahaan. Selanjutnya agar memiliki dampak efek jera maka
perlu diambil tindakan baik administratif maupun hukum terhadap pelaku kecurangan. Terkait dengan tindaklanjut
secara hukum atas kecurangan yang ditemukan, maka perusahaan harus memiliki pertimbangan yang menyeluruh
mencakup aspek keuangan perusahaan dan aspek legal terkait dengan regulasi terhadap karyawan maupun terhadap
perusahaan.
Dengan demikian, efektifitas pengungkapan kecurangan yang terjadi pada perusahaan akan memberikan
nilai tambah terutama untuk recovery kerugian yang terjadi, penyempurnaan sistem pengendalian dan menjadikan
pelaku potensial lainnya urung melakukan kecurangan. Pada gilirannya, tindakan ini akan memberikan dampak
positif bagi nilai perusahaan karena akan memungkinkan perusahaan untuk memperbaiki management dengan
peningkatan kinerja perusahaan baik dari aspek ekonomisnya pengadaan, effisiennya proses bisnis dan efektifitasnya
program kerja perusahaan.

2.2 Definisi Fraud (Kecurangan)


Pengertian Fraudulent financial reporting menurut Arens (2005 : 310) adalah sebagai Fraudulent financial
reporting is an intentional misstatement or omission of amounts or disclosure with the intent to deceive users. Most
cases of fraudulent financial reporting involve the intentional misstatement of amounts not disclosures. For
example, worldcom is reported to have capitalized as fixed asset, billions dollars that should have been expensed.
Omission of amounts are less common, but a company can overstate income by omittingaccount payable and other
liabilities.Although less frequent, several notable cases of fraudulent financial reporting involved adequate
disclosure. For example, a central issue in the enron case was whether the company had adequately disclosed
obligations to affiliates known as specialm purpose entities.
Pengertian Fraudulent Financial Reporting menurut Iman Sarwoko dkk (2005) adalah salah saji atau
penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Menurut Soejono Karni (2000)
Audit Kecurangan (Fraud Audit) merupakan audit yang bertujuan untuk menemukan kecurangan.
Sementara Tuannakotta (2010) menyatakan fraud Audit atau audit forensik adalah penerapan disiplin
akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau diluar
pengadilan.
Definisi - definisi seperti di atas kesemuanya memiliki satu tujuan untuk kepentingan pribadi dan ada pihak
yang dirugikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Fraud atau Kecurangan adalah suatu tindakan atau
perbuatan disengaja dan menggunakan sumber daya organisasi/perusahaan secara tidak wajar untuk memperoleh
keuntungan pribadi sehingga merugikan pihak organisasi/perusahaan yang bersangkutan ataupun pihak lain.

2.3. Unsur ± Unsur Kecurangan


a. Secara umum, unsur-unsur dari kecurangan (fraud ) adalah :
b. Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation)
c. dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present)
d. fakta bersifat material (material fact)
e. dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly) untuk tujuan terentu misalnya
menipu
f. Dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau luar organisasi
g. dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi
h. Secara langsung atau tidak langsung merugikan orang
i. Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation)
j. yang merugikannya (detriment) Kecurangan disini juga termasuk (namun tidak terbatas pada)
manipulasi,penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang
dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi/perusahaan.
k. Adanya perbuatan-perbuatan yang melawan hukum
l. Untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok
m. Kecurangan biasanya mencakup tiga langkah, yaitu:
1. Tindakan (the act).
2. Penyembunyian (the concealment).
3. Konfers (the conversion).
Tindakan kecurangan biasanya adalah pencurian (theft). Dalam contoh yang sederhana, pencurian dana kas
kecil merupakan tindakan. Apabila tindakan telah selesai, usaha harus dilakukan oleh pelaku untuk menyembunyikan
kecurangan tersebut. Dalam kasus pencurian kas, memalsukan saldo dalam akun kas merupakan penyembunyian.
Setelah aktiva disalahgunakan, dan fakta disembunyikan, pelaku harus mengkonversikan aktiva tersebut untuk
menikmatinya. Dalam kasus pencurian dana kas kecil, konversi terjadi apabila pelaku mendepositokan dana tersebut
kedalam rekeningnya, atau melakukan pembelian uang kejahatannya.

2.4. Faktor ± Faktor Pendorong Manusia Berbuat Curang


Sebenarnya apa yang membuat seseorang melakukan fraud, padahal bila tahu bagaimana akhirnya, tentu
orang tidak akan melakukan fraud. Apa yang membuat mereka terdorong untuk melakukannya dan membenarkan
apa yang mereka lakukan? Secara sederhana dua segitiga berikut ini dapat bercerita banyak tentang hubungan ±
hubungan yang mendorong terjadinya fraud.
Kecurangan dapat dilakukan oleh karyawan, manajemen, pemasok, pelanggan. Contoh kecurangan
langsung yang dilakukan karyawan misalnya pengambilan uang kas, persediaan dan peralatan perusahaan,
dan kecurangan yang melibatkan pihak ketiga misalnya suap/kick back/bribe.
Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen misalnya rekayasa laporan keuangan untuk
mempertinggi laba bersih, investasi fiktif (investment scams) dan lain-lain. Kecurangan yang dilakukan oleh
pemasok misalnya menaikkan harga sepihak (overcharge), pengiriman barang bermutu rendah, kekurangan atau
tidak mengirimkan barang yang sudah dibayar.
Kecurangan yang dilakukan oleh pelanggan misalnya tidak membayar barang yang dikirim, pembobolan
bank dan lain-lain. Apa sebabnya orang melakukan kecurangan? Faktor-faktor penyebab kecurangan mungkin
karena tekanan (pressure) keuangan, penyakit mental, ataupun tekanan karena beban pekerjaan.

2.5. Faktor Pemicu Fraud


Dalam bukunya yang berjudul Fraud Examination, Steve Albrecht (dalam Miyosi Ariefiansyah)
mengatakan bahwa ada 3 hal yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, yaitu:
1. Tekanan atau Pressure
2. Kesempatan atau Opportunity
3. Rasional
4. Tekanan atau Pressure
Menurut Amin Widjaja Tunggal, 2001: 3, tekanan keuangan mungkin bias terjadi karena sifat :

1. Tamak,
2. Besar pasak dari pada tiang,
3. Terlilit utang,
4. Kebutuhan biaya pengobatan,
5. Kebutuhan uang mendesak,
6. Kerugian keuangan/aktiva pribadi.
7. Penyakit mental mungkin karena : berjudi, menggunakan obat-obatan terlarang, dan perilaku seksual yang
mahal.
8. Tekanan beban pekerjaan mungkin karena lembur jam kerja yang terlalu lama, merasa kurang dihargai sesuai
prestasi, jenjang karir (career path) yang tidak jelas dan lain-lain.
Beberapa contoh fraud yang disebabkan karena adanya tekanan, adalah:
1. Salah seorang karyawan bagian keuangan memanipulasi laporan keuangan dengan me-mark up laba menjadi
lebih tinggi dari yang seharusnya karena tekanan pihak manajemen. Mark up laba tersebut dipergunakan untuk
menaikkan citra perusahaan di mata investor dan pemegang saham. Dengan begitu secara tidak langsung,
kinerja karyawan tersebut juga dianggap baik.
2. Seorang pegawai di suatu perusahaan melakukan tindak korupsi karena tekanan dari sang istri yang memiliki
gaya hidup mewah.
3. Pegawai bagian pemasaran melakukan manipulasi penjualan karena tekanan dari perusahaan untuk
mendapatkan omzet yang tinggi
4. Kebiasaan buruk seorang karyawan (judi, mabuk-mabukan, dan narkoba) telah menyeretnya untuk melakukan
fraud yaitu dengan menyelewengkan uang perusahaan yang dipercayakan kepadanya.
Bentuk-bentuk tekanan atau pressure yang menyebabkan seseorang melakukan fraud ada 4 ( empat), yaitu:

1. Financial Pressure
Masalah keuangan memang bisa membuat seseorang melakukan tindakan yang tidak jujur (fraud). Tekanan-
tekanan karena masalah keuangan tersebut bisa dipicu karena gaya hidup yang berlebihan, tidak puas dengan
apa yang didapat sekarang ini (rakus), banyak hutang atau tanggungan, dll. Alasan-alasan tersebutlah yang
PHPEXDW(VHVHRUDQJ(.WHUSDNVD¥(PHODNXNDQ(WLQGDNDQ(IUDXG6
Penyebab Fraudulent Financial Reporting menurut Imam Sarwoko dll (2005), kecurangan dalam laporan
keuangan dapat menyangkut tindakan yang disajikan berikut ini :

1. Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi
sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2. Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi
signifikan.
3. Salah penerapan secara senngaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara
penyajian atau pengungkapan.
Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan karena adanya kolusi antara manajemen perusahaan
dengan akuntan publik.

2. Vice
Kebiasaan buruk yang sudah mendarah daging dan tak bisa dihilangkan begitu saja, juga membuat seseorang
bisa terdorong untuk melakukan tindakan fraud, terlebih bila kebiasaan-kebiasaan tersebut memerlukan dana
yang cukup banyak, seperti: berjudi, minuman keras, dan prostitusi. Semua kebiasaan-kebiasaan tersebut
memerlukan dana yang cukup besar untuk memenuhinya. Itu sebabnya, mengapa seseorang yang sudah
kecanduan dengan salah satu hal yang telah disebutkan sebelumnya bisa melakukan fraud.

3. Work- related pressure


Hubungan yang tidak baik dengan salah satu pihak perusahaan juga bisa membuat seseorang melakukan fraud.
Ketidakpuasan dalam pekerjaan yang disebabkan karena pihak lain yang ada dalam perusahaan bisa mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan yang tidak baik berupa fraud.

4. Other pressure
Tekanan lainnya yang bisa membuat seseorang melakukan fraud misalnya: tekanan dari pihak istri atau
tunangan yang disertai ancaman yang menyatakan bahwa bila tidak bisa memenuhi semua keinginannya maka
ia akan minta cerai atau putus, persaingan dengan teman seangkatan yang membuat seseorang merasa harus
melakukan fraud agar tidak merasa malu dengan teman seangkatan yang mungkin dinilai lebih sukses, dll. Bila
tidak kuat dengan tekanan-tekanan tersebut, seseorang akan memilih untuk melakukan fraud demi adanya
sebuah pengakuan baik dari istri/ tunangan maupun dari teman. Memang mungkin tindakan tersebut dirasa
tidak rasional, namun itulah manusia yang kadang-kadang bisa melakukan sesuatu yang tidak rasional. Hanya
karena ingin diakui sebagai orang yang telah sukses dan kaya, seseorang dapat melakukan apa saja termasuk
fraud. Atau hanya karena tidak ingin istrinya minta cerai atau tunangannya minta putus, seseorang juga rela
untuk menjebloskan dirinya ke dalam tindakan yang nista, yaitu fraud.

Ada ungkapan yang secara mudah ingin menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud ini, yaitu
fraud by need, fraud by greed and fraud by opportunity.
Menurut teori GONE terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yaitu: Greed
(keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (kebutuhan), Exposure (pengungkapan)

Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut
juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan
organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum).

Faktor generik
a. Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek
kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang
mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.
b. Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut baik oleh
pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya
dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.

Faktor individu
Faktor ini melekat pada diri seseorang dan dibagi dalam dua kategori:
1. Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed). Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk
mengurangi risiko tersebut adalah:
a) Misi/tujuan organisasi/perusahaan, ditetapkan dan dicapai dengan melibatkan seluruh pihak (manajemen
dan karyawan)
b) Aturan perilaku pegawai, dikaitkan dengan lingkungan dan budaya organisasi/perusahaan
c) Gaya manajemen, memberikan contoh bekerja sesuai dengan misi dan aturan perilaku yang ditetapkan
organisasi/perusahaan
d) Praktik penerimaan pegawai, dicegah diterimanya karyawan yang bermoral tidak baik.

2. Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need). Beberapa cara mengurangi kemungkinan keterlibatan
dalam kecurangan:
a) Menciptakan lingkungan yang menyenangkan, misalnya: memperlakukan pegawai secara wajar,
berkomunikasi secara terbuka, dan adanya mekanisme agar setiap keluhan dapat didiskusikan dan
diselesaikan
b) Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan, yang wajar sehingga karyawan merasa diperlakukan secara
adil
c) Bantuan konsultasi pegawai, untuk mengetahui masalah secara dini
d) Proses penerimaan karyawan, untuk mengidentifikasi calon karyawan yang berisiko tinggi dan sekaligus
mendiskualifikasinya
e) Kehati-hatian, mengingat motivasi seseorang tidak dapat diamati mata telanjang, sebaliknya produk
motivasi tersebut tidak dapat disembunyikan.

2.6. Penyebab terjadinya fraud


Menurut Robert Cockerall (auditor Ernst & Young) dalam makalahnya "Forensic Accounting fundamental :
Introduction to the investigations" dinyatakan bahwa lingkungan profil fraud mencakup beberapa hal yaitu motivasi,
kesempatan, tujuan/objek fraud, indikator, metode dan konsekuensi fraud. Motivasi dan kesempatan memiliki
pengertian yang sama dengan definisi sebelumnya. Tujuan/objek fraud adalah sarana yang digunakan untuk
mencapai motivasi kecurangan di atas. Indikator fraud mengandung pengertian adanya gejala-gejala yang merujuk
kepada pembuktian kecurangan. Metode fraud adalah cara-cara yang dilakukan untuk melakukan kecurangan.
Sedangkan konsekuensi fraud adalah dampak kecurangan yang terjadi pada organisasi tersebut.

- Motivasi : adalah mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan atau suaru organisasi. Alasan pribadi
seperti masalah keuangan dapat menjadi motivasi untuk melakukan kecurangan. Untuk suatu organisasi, fraud
pun dapat dilakukan untuk mendapatkan keuntungan atau untuk mendapatkan apresiasi yang positif walaupun
pekerjaan yang dilakukan tidak baik, misalnya kolusi antara kontraktor/konsultan dengan panitia pengadaan
barang/jasa,
- Sarana : mencakup seluruh media yang dapat digunakan untuk melakukan kecurangan, misalnya dokumen
kontrak/lelang yang diatur, transaksi keuangan dilakukan secara tunai dan tidak menggunakan pencatatan yang
baik, dan lain sebagainya.
- Kesempatan : karena kurangnya pengawasan internal dan pemahaman tentang aturan dapatmenjadi ruang
terjadinya kecurangan.

2.7. Gejala ± Gejala Fraud (Kecurangan)

Gejala Fraud terbagi atas gejala pada manajemen dan gejala pada karyawan / pegawai. Pelaku kecurangan
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu manajemen dan karyawan / pegawai. Pihak manajemen melakukan
kecurangan biasanya untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan
keuanga (misstatements arising from fraudulent financial reporting). Sedangkan karyawan/pegawai melakukan
kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva
(misstatements arising from misappropriation of assets). Pelaku kecurangan di atas dapat diklasifikasikan kedalam
dua kelompok, yaitu: manajemen dan karyawan. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit
ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang
menunjukkan adanya kecurangan tersebut.
Gejala kecurangan manajemen
1. Ketidakcocokan diantara manajemen puncak
2. Moral dan motivasi karyawan rendah
3. Departemen akuntansi kekurangan staf
4. Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau badan
otoritas
5. Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi
6. Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat
7. Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama
8. Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan
9. Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.
Gejala kecurangan karyawan
1. Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincian/penjelasan pendukung
2. Pengeluaran tanpa dokumen pendukung
3. Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar
4. Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran
5. Kekurangan barang yang diterima
6. Kemahalan harga barang yang dibeli
7. Faktur ganda
8. Penggantian mutu barang

2.8. Tindakan / Perilaku Pelaku Kecurangan (Fraud)


Berikut merupakan daftar perilaku seseorang yang harus menjadi perhatian auditor karena dapat merupakan
indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang tersebut, yaitu:
1. Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya, gaya hidup mewah.
2. Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja
3. Penjudi berat
4. Peminum berat
5. Sedang dililit utang
6. Temuan audit atas kekeliruan (error) atau ketidakberesan (irregularities) dianggap tidak material ketika
ditemukan
7. Bekerja tenang, bekerja keras, bekerja melampaui jam kerja, sering bekerja sendiri
8. Gaya hidup di atas rata-rata
9. Mobil atau pakaian mahal.

Kecurangan (fraud) adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memperoleh manfaat keuangan oleh si pelaku
kecurangan.

2.9. Sumber ± Sumber Kecurangan (Fraud)


Pada dasarnya terdapat dua sumber kecurangan, yaitu ekstemal dan internal.
Kecurangan eksternal (external fraud) adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap entitas. Misalnya,
kecurangan ekstemal mencakup: kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha; wajib pajak terhadap
pemerintah; atau pemegang polis terhadap perusahaan asuransi. Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan,
mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Tipe kecurangan yang lain adalah kecurangan internal (internal fraud). Kecurangan internal adalah tindakan tidak
legal dari karyawan, manajer dan eksekutif terhadap perusahaan.

1. Oleh pihak perusahaan, yaitu :


a. Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan
keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting).
b. Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements
arising from misappropriation of assets).

Kecurangan mencakup :
1. Penggelapan (embezzlements)
2. Manipulasi pelanggaran karena jabatan (malfeasance)
3. Pencurian (thiefs)
4. Ketidakjujuran (dishonesty)
5. Kelakuan buruk (misdeed)
6. Kelalaian (defalcation)
7. Penggelapan pajak (witholding)
8. Penyuapan
9. Pemerasan
10. Penyerobotan
11. Penyalahgunaan (missappropriation)
12. Fraudulent

2.10. Klasifikasi kecurangan (fraud)

Secara umum kecurangan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu :


1. Management Fraud (kecurangan manajemen)
2. Employee Fraud (kecurangan karyawan)
3. Computer Fraud (kecurangan computer)

Management Fraud (kecurangan manajemen)


Kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas sosial ekonomi yang lebih atas dan terhormat yang biasa disebut
white collar crime, karena orang yang melakukan kecurangan biasanya memakai kemeja warna putih dan
kerahnyapun putih.
Kecurangan manajemen ada dua tipe antara lain:
1. Kecurangan jabatan.
2. Kecurangan korporasi (misalnya manipulasi pajak)

Employee Fraud (kecurangan karyawan)


Kecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan. Kadang-kadang merupakan pencurian atau
manipulasi. Dibandingkan dengan kesempatan melakukan kecurangan pada manajemen maka kesempatan
melakukan kecurangan pada bawahan relatif kecil. Hal ini disebabkan mereka tidak mempunyai wewenang karena
pada umumnya semakin tinggi wewenang semakin besar kemungkinan melakukan kecurangan

Computer Fraud
Tujuan pengadaan komputer antara lain digunakan untuk pencatatan komputer antara lain untuk pencatatan
operasional atau pembukuan suatu kantor/perusahaan.Kejahatan komputer dapat berupa pemanfaatan berbagai
sumber daya komputer diluar peruntukan yang syah dan perusakam atau pencurian fisik atas sumber daya komputer
itu sendiri.

2.11. Korban Fraud (Kecurangan )

Organisasi usaha sering mengorbankan pelanggannya melalui advertensi yang menyesatkan, substitusi
produk dan pola yang sejenis. (Amin Wijaya Tunggal,2001:6).

Terdapat empat kategori utama korban kecurangan yaitu :


1. Pemegang saham
Pemegang saham sering menjadi korban kecurangan manajemen (management fraud) yaitu manajer berusaha
secara palsu meningkatkan laba atau aktiva.
2. Investor
Misalnya investor mengalami kerugian di pasar modal karena tindak pidana yang dilakukan emiten (insider
trading) dan lain-lain.
3. Perusahaan (enterprise)
Baik organisasi komersial maupun pemerintahan dapat menjadi korban baik kecurangan internal maupun
eksternal.
4. Pelanggan

2.12. Kebijakan Fraud (Kecurangan)


Kebijakan anti fraud ditujukan agar perusahaan memiliki sistem pencegahan terjadinya penggelapan,
dengan membuat sistem deteksi, pemantauan, dan sistem yang meninjau kebijakan di bidang sumber daya manusia
(SDM) serta operasional. Modus fraud lebih banyak dilakukan oleh orang dalam. Oleh sebab itu, fungsi unit kerja
yang mengelola sumber daya manusia atau human resources memiliki faktor yang sangat penting dalam
menciptakan optimalisasi pelaksanaan kebijakan anti fraud.

Mengingat terjadinya tindak kejahatan lebih banyak dilakukan oleh orang dalam, maka kebijakan dan
prosedur anti fraud yang disusun oleh perusahaan seharusnya lebih banyak terkait kebijakan dan prosedur
menyangkut pegawai (human resoucers) yang bekerja di peusahaan tersebut. Beberapa kebijakan dan prosedur
human resources yang wajib diadakan paling kurang meliputi proses rekruitmen pegawai, pendidikan, transparansi
proses rotasi,mutasi - promosi, pemberian sanksi, penghapusan kebijakan yang bias (tidak tegas), pemberian reward,
integritas, remunerasi, dan sistem kinerja.

Kebijakan dan prosedur human resources yang tidak tegas dan kurang transparan merupakan sumber
potensi bagi seorang pegawai melakukan fraud. Dengan demikian, mutlak bagi unit kerja sumber daya manusia
(SDM) atau human resorces Unit untuk melakukan pengkinian kembali (revisi) kebijakan dan prosedur yang ada
saat ini dengan berpedoman pada kebijakan anti fraud. Beberapa kebijakan dan prosedur human resources yang
dibutuhkan untuk mengoptimalkan kebijakan anti fraud, paling kurang meliputi:
a. Kebijakan dan prosedur rekrutmen, paling kurang meliputi: proses pengajuan lamaran, seleksi, pelatihan,
pengangkatan sampai dengan penempatan;
Minimnya informasi mengenai latar belakang seorang pegawai yang akan direkrut menjadi tantangan bagi
perusahaan. Belum adanya database mengenai pegawai-pegawai yang sudah di-PHK akibat fraud membuat
banyak perusahaan harus ekstra hati-hati dalam merekrut pegawai.
b. Kebijakan dan prosedur rotasi paling kurang meliputi transparansi: alasan seseorang dirotasi, alasan seseorang
ditempatkan; dan lamanya seseorang harus dirotasi. Rotasi merupakan hak prerogratif dari manajemen. Namun
demikian, tindakan untuk melakukan rotasi seorang pegawai tidak bisa dilakukan tanpa pertimbangan yang
kuat, apalagi tanpa melihat latar belakang (kompetensi) yang dimilikinya. Contoh: seorang penagih tunggakan
dirotasi ke unit pelayanan nasabah. Hal ini akan menimbulkan dampak kontra-poduktif, karena esensi menagih
tunggakan dengan melayani nasabah adalah hal yang bertolak belakang. Di sisi lainnya, masih banyak atasan
yang mempertahankan staf yang disupervisinya. Para atasan ini tidak mau kehilangan stafnya tersebut karena
faktor ketergantungan akan kompetensi yang dimiliki oleh si staf maupun atasan tersebut.
c. Kebijakan dan prosedur sanksi, paling kurang meliputi: transparansi equal treatment (persamaan perlakuan)
terhadap pegawai yang dikenakan sanksi, dan menonaktifian sementara seluruh pegawai yang memiliki
keterlibatan langsung dengan kasus pembobolan,
Secara teoritis, setiap perusahaan sudah memiliki kebijakan dan prosedur mengenai sanksi pegawainya. Namun
demikian, hal yang sering terabaikan adalah pelaksanaannya yang terkadangkala tidak adil (equal). Perlakuan
yang tidak sama atau adil inilah yang bisa memicu adanya niat pelaku untuk melakukan fraud.
Prosedur untuk melakukan menonaktifan sementara seluruh pegawai yang memiliki keterlibatan langsung
dengan fraud ditujukan agar kasus ini dapat segera terselesaikan dengan baik dan tuntas, sehingga tidak
menjalar kemana-mana.
d. Kebijakan dan prosedur reward pegawai paling kurang meliputi transparansi alasan pegawai diberikan reward;
Pada prinsipnya setiap orang ingin dihargai dan/atau dihormati atas prestasi yang diperolehnya. Kinerja yang
diSHUROHK( VHRUDQJ( SHJDZDL( GHQJDQ( VXVDK( SD\DK:( QDPXQ( WHUQ\DWD( WLGDN( ¥GLOLULN¥:( DSDODJL( GLKDUJDL( ROHK(
manajemen, berpotensi menjadikan yang bersangkutan menjadi dis-motivasi, dan tidak tertutup kemungkinan
DNKLUQ\D(PHQMDGL(¥EXPHUDQJ¥(EDJL(\EV(XQWXN(EHNHUMD(DVDl-asalan.
e. .HELMDNDQ( FXWL( SHJDZDL:( GDODP( KDO( LQL( DGDODK( NHELMDNDQ( SHUXVDKDDQ( XQWXN( PHODNXNDQ( ¥FXWL( SDNVD¥( >mandatory
vacation) bagi pegawai yang belum pernah mengambil hak cutinya.
Salah satu kriteria terjadinya fraud adalah pegawai hampir tidak pernah cuti, dengan kata lain selalu rajin
PDVXN(NHUMD6('HQJDQ(¥GLSDNVDNDQQ\D¥(SHJDZDL(XQWXN(PHQJDPELO(KDN(FXWLQ\D:(PDND(GLKDUDSNDQ(SHJDZDL(ODLQ(
yang menggantikannya dapat menemukan apakah yang dilakukan pegawai tersebut sudah sesuai dengan
kebijakan dan prosedur ataukah tidak. Tentunya ini masih dapat diperdebatkan, karena tergantung dari
kompetensi pegawai yang menggantikannya. Dalam beberapa kasus, terkuaknya fraud justeru disebabkan
adanya hal-hal sepele, yaitu pegawai tersebut tidak masuk (sakit dan/atau sedang mengkuti pendidikan).
f. Kebijakan dan prosedur renumerasi paling kurang meliputi transparansi alasan perubahan renumerasi dan metode
perhitungan renumerasi;
$GDQ\D( JDS( UHQXPHUDVL( SRVLVL( MDEDWDQ( \DQJ( WHUODOX( EHVDU( GDSDW( PHPEXDW( ¥NHFHPEXUXDQ¥( VRVLDO bagi para
pegawai. Mengapa demikian? Karena semakin tinggi posisi jabatan, maka renumerasi yang diterima akan
semakin tinggi (besar) pula. Seseorang menduduki suatu posisi sudah dibekali dengan kemampuan,
pengetahuan dan komptensi yang dipersyaratkan. Artinya pegawai ini memang sudah layak menduduki posisi
tersebut. Bawahan akan melihat: apakah atasannya yang notabene memiliki renumerasi besar ini memang sudah
layak menempati posisi tersebut atau tidak. Jika tidak, maka akhirnya bawahan akan merasa bahwa adanya gap
renumerasi dan beban pekerjaan yang berbanding terbalik: renumerasi besar,, tapi kompetensi lemah, di sisi
lainnya: renumerasi kecil tapi kompetensi dituntut tinggi.
g. Kebijakan dan prosedur know your employee (KYE) paling kurang meliputi profil setiap pegawai berdasarkan
level jabatan, unit kerja dan masa kerja; Fraud dapat terjadi pada setiap level atau posisi pegawai. Penting
sekali bagi peusahaan untuk membuat profil para pegawainya, sehingga pemeo bahwa fraud biasa dilakukan
oleh pegawai rendahan sudah tidak dapat dijadikan pedoman lagi.
h. Kebijakan dan prosedur whistleblower. Kebijakan dan prosedur whisleblower paling kurang mencakup: jaminan
kerahasiaan identitas sang whistleblower dan reward atas tindakan whistleblower. Salah satu metode
pencegahan fraud secara massif adalah adanya whistleblower. Secara teori, si whistleblower akan dilindungi
oleh manajemen. Namun pada prakteknya, sulit! Para whistleblower dihadapkan pada 2 (dua) opsi: mereka
dimutasikan ke kantor cabang yang terjauh, atau mereka harus tutup mulut dan membiarkan proses fraud terus
berlangsung.

BAB III
PENUTUP

Fraudulent merupakan salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam
laporan keuangan. Pelaku fraud bisa dari orang dalam perusahaan juga bias dari luar perusahaan. Pemicu fraud
antara lain disebabkan karena keserakahan, kebutuhan, tekanan, kesempatan dan rasional.

Laporan keuangan yang mengandung salah saji material dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak
disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material. Salah saji laporan keuangan dapat terjadi sebagai akibat dari
kekeliruan atau kecurangan

Agar perusahaan memiliki sistem pencegahan terjadinya penggelapan, maka perusahaan membuat sistem
deteksi, pemantauan, dan sistem yang meninjau kebijakan di bidang sumber daya manusia (SDM) serta operasional.
Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh
Auditor Eksternal

Tri Ramaraya Koroy


STIE Nasional Banjarmasin, Indonesia
Email: trkoroy@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan makalah ini adalah mengidentifikasi dan menguraikan permasalahan dalam pendeteksian
kecurangan dalam audit atas laporan keuangan oleh auditor eksternal. Meskipun pendeteksian
kecurangan penting untuk meningkatkan nilai pengauditan, namun terdapat banyak masalah yang
dapat menghalangi implementasi dari pendeteksian yang tepat. Berdasarkan telaah atas berbagai
penelitian yang telah dilakukan, ada terdapat empat faktor penyebab besar yang diidentifikasikan
melalui makalah ini. Pertama, karakteristik terjadinya kecurangan sehingga menyulitkan proses
pendeteksian. Kedua, standar pengauditan belum cukup memadai untuk menunjang pendeteksian
yang sepantasnya. Ketiga, lingkungan kerja audit dapat mengurangi kualitas audit dan keempat
metode dan prosedur audit yang ada tidak cukup efektif untuk melakukan pendeteksian kecurangan.
Berdasarkan permasalahan ini, perbaikan yang perlu disarankan untuk diterapkan.

Kata kunci: auditing, fraud, financial statement fraud

ABSTRACT

Objectives of this paper are to identify and describe the problems in detecting the financial statement
fraud in auditing financial statements by external auditors. Although detection of fraud is important to
enhance the value of auditing, there are many problems that impede the appropriate implementation of
detection. Based on review of related research that have bee done, there are four factors that identified in
this paper. First, the characteristic of fraud occurence made it difficult for detection process. Second,
auditing standards is not sufficiently supporst the proper detection. Third, work environment of audit
may reduce the quality and the last, audit methods and procedures are not enough for efective detection.
Based on this identified problems, the improvement of implementation was suggested.

Keywords : auditing, fraud, financial statement fraud

PENDAHULUAN an, berupa tindakan yang sengaja atau tidak


disengaja (IAI, 2001).
Dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu Terjadinya kecurangan– suatu tindakan yang
audit dirancang untuk memberikan keyakinan disengaja - yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu
bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi oleh pengauditan dapat memberikan efek yang merugi-
salah saji (mistatement) yang material dan juga kan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan.
memberikan keyakinan yang memadai atas Adanya kecurangan berakibat serius dan mem-
akuntabilitas manajemen atas aktiva perusahaan. bawa banyak kerugian. Meski belum ada
Salah saji itu terdiri dari dua macam yaitu informasi spesifik di Indonesia, namun berdasar-
kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Fraud kan laporan oleh Association of Certified Fraud
diterjemahkan dengan kecurangan sesuai Pernya- Examiners (ACFE), pada tahun 2002 kerugian
taan Standar Auditing (PSA) No. 70, demikian yang diakibatkan oleh kecurangan di Amerika
pula error dan irregularities masing-masing diter- Serikat adalah sekitar 6% dari pendapatan atau
jemahkan sebagai kekeliruan dan ketidakberesan $600 milyar dan secara persentase tingkat
sesuai PSA sebelumnya yaitu PSA No. 32. kerugian ini tidak banyak berubah dari tahun
Menurut standar pengauditan, faktor yang 1996. Dari kasus-kasus kecurangan tersebut, jenis
membedakan kecurangan dan kekeliruan adalah kecurangan yang paling banyak terjadi adalah
apakah tindakan yang mendasarinya, yang ber- asset misappropriations (85%), kemudian disusul
akibat terjadinya salah saji dalam laporan keuang- dengan korupsi (13%) dan jumlah paling sedikit

22
Koroy: Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan 23

(5%) adalah kecurangan laporan keuangan gagal dalam mendeteksi kecurangan dalam lapor-
(fraudulent statements). Walaupun demikian kecu- an keuangan seperti yang dicontohkan di atas?
rangan laporan keuangan membawa kerugian Mestinya bila auditor eksternal yang bertugas
paling besar yaitu median kerugian sekitar $4,25 pada audit atas perusahaan-perusahaan ini
juta (ACFE 2002). menjalankan audit secara tepat termasuk dalam
Kasus-kasus skandal akuntansi dalam tahun- hal pendeteksian kecurangan maka tidak akan
tahun belakangan ini memberikan bukti lebih terjadi kasus-kasus yang merugikan ini. Faktor
jauh tentang kegagalan audit yang membawa apa saja yang menghalangi auditor eksternal
akibat serius bagi masyarakat bisnis. Kasus dapat menjalankan tugasnya sehingga kecurang-
seperti itu terjadi pada Enron, Global Crossing, an dapat terdeteksi? Selanjutnya bila faktor
Worldcom di Amerika Serikat yang mengakibat- tersebut terjawab, bagaimana upaya perbaikan
kan kegemparan besar dalam pasar modal. Kasus sehingga auditor eksternal mampu memenuhi
serupa terjadi di Indonesia seperti PT Telkom dan harapan pengguna laporan keuangan?
PT Kimia Farma. Meski beberapa salah saji yang Mengingat akan arti pentingnya tanggung
terjadi belum tentu terkait dengan kecurangan, jawab auditor ini, maka makalah ini bertujuan
tetapi faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-
kecurangan oleh manajemen terbukti ada pada faktor penyebab kegagalan auditor eksternal
kasus-kasus ini. dalam pendeteksian kecurangan. Untuk melaku-
Sebagai contoh di Indonesia dapat dikemuka- kan hal di atas, pembahasan didasarkan atas
kan kasus yang terjadi pada PT Kimia Farma Tbk literatur-literatur profesional dan penelitian-
(PT KF). PT KF adalah badan usaha milik negara penelitian empiris yang berkaitan. Dari uraian ini
yang sahamnya telah diperdagangkan di bursa. diharapkan agar didapatkan gambaran jelas dan
Berdasarkan indikasi oleh Kementerian BUMN komprehensif tentang masalah ini dan dapat
dan pemeriksaan Bapepam (Bapepam, 2002) di- digunakan untuk mengevaluasi berbagai langkah
temukan adanya salah saji dalam laporan untuk memperbaiki kinerja auditor dalam
keuangan yang mengakibatkan lebih saji (oversta- pendeteksian kecurangan. Untuk menjawab
tement) laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 pertanyaan permasalahan di atas bukan merupa-
Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang kan tugas mudah mengingat literatur dalam
merupakan 2,3 % dari penjualan dan 24,7% dari bentuk opini maupun penelitian empiris maupun
laba bersih. Salah saji ini terjadi dengan cara rangkuman penelitian amat tersebar-sebar dan
melebihsajikan penjualan dan persediaan pada 3 dalam skop atau lingkup kecil. Dalam makalah ini,
unit usaha, dan dilakukan dengan menggelem- analisis dilakukan dengan memetakan secara
bungkan harga persediaan yang telah diotorisasi komprehensif faktor-faktor penyebab secara meta
oleh Direktur Produksi untuk menentukan nilai theory dan berdasarkan faktor-faktor tersebut
persediaan pada unit distribusi PT KF per 31 menganalisis upaya perbaikan yang mungkin
Desember 2001. Selain itu manajemen PT KF diusulkan.
melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada
2 unit usaha. Pencatatan ganda itu dilakukan PERHATIAN LINGKUNGAN AUDIT
pada unit-unit yang tidak disampling oleh auditor TERHADAP KECURANGAN
eksternal.
Terhadap auditor eksternal yang mengaudit Perhatian yang semakin besar atas kecurang-
laporan keuangan PT KF per 31 Desember 2001, an oleh para praktisi, akademisi, dan pemerintah
Bapepam menyimpulkan auditor eksternal telah beberapa dekade belakangan terjadi terutama oleh
melakukan prosedur audit sampling yang telah karena munculnya dua aspek yang berkaitan
diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dalam lingkungan audit, yaitu expectation gap dan
dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan litigation crisis (Nieschwietz et al. 2000). Di
membantu manajemen PT KF menggelembung- Amerika Serikat, pada akhir tahun 1970an,
kan keuntungan. Bapepam mengemukakan proses Commisions on Auditors Responsibilities yang
audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya ditugaskan oleh AICPA atau sering disebut Komisi
penggelembungan laba yang dilakukan PT KF. Cohen telah mengidentifikasi adanya suatu kesen-
Atas temuan ini, kepada PT KF Bapepam jangan harapan atau expectation gap berdasarkan
memberikan sanksi administratif sebesar Rp 500 survei yang dilakukan mereka. Survei ini
juta, Rp 1 milyar terhadap direksi lama PT KF dan mengindikasikan bahwa standar yang diharapkan
Rp 100 juta kepada auditor eksternal (Bapepam pengguna jasa auditor eksternal melebihi dari apa
2002). yang dipercaya para auditor dapat mereka
Menjadi permasalahan yang menimbulkan berikan. Mayoritas pihak yang menggunakan dan
pertanyaan di sini: Mengapa auditor eksternal mempercayai pekerjaan auditor eksternal menilai
24 JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 10, NO. 1, MEI 2008: 22-33

pendeteksian kecurangan sebagai tujuan yang dengan tanggung jawabnya sesuai harapan
paling penting dari suatu audit (AICPA 1978). masyarakat (Guy dan Sullivan 1988).
Penelitian survei yang lain oleh Epstein dan Aspek masalah kedua adalah krisis litigasi. Di
Geiger (1994) mengindikasikan bahwa kesenjang- Amerika Serikat, selama tahun-tahun 1970an dan
an harapan itu masih terus ada. Mayoritas 1980an, auditor eksternal mengalami peningkatan
masyarakat investor yang disurvei menginginkan signifikan dalam biaya litigasi, sehingga mengarah
agar audit dapat memberikan keyakinan yang pada litigation crisis. Palmrose (1987) menga-
absolut (absolute assurance) agar laporan keuang- nalisis 472 kasus litigasi yang melibatkan 15 KAP
an bebas dari semua jenis salah saji material baik terbesar selama periode 25 tahun sampai tahun
kekeliruan (unintentional misstatements) maupun 1985. Palmrose menemukan peran kecurangan
kecurangan. dalam litigasi auditor adalah signifikan. Dengan
Pihak profesi auditor eksternal, di pihak lain, menggunakan metode konservatif dalam meng-
cenderung untuk menekankan keterbatasan golongkan suatu kasus sebagai kecurangan,
kemampuan auditor mendeteksi kecurangan dan Palmrose menunjukkan bahwa lebih dari 40%
tidak menanggapinya sebagai aspek positif sampelnya melibatkan kecurangan. Lebih dari
(AICPA, 1978). Walaupun pada saat profesi separuh dari semua kasus yang melibatkan
pengauditan masih di tahap awal–tahun 1850 kecurangan mengarah pada pembayaran settle-
sampai awal 1900an-auditor bertugas memberi- ment lebih dari $1 juta sedangkan kasus lainnya
kan keyakinan yang hampir absolut terhadap yang mengharuskan pembayaran sebesar ini
kecurangan dan mismanagement yang disengaja, hanya kurang dari 15% saja. Palmrose menyim-
namun dengan semakin berkembangnya perusa- pulkan bahwa kasus yang terlibat kecurangan
haan di Amerika Serikat maka terjadi pergeseran adalah kontributor utama untuk kategori pem-
dalam pengauditan (Epstein dan Geiger, 1994). bayaran yang lebih dari $1 juta sedangkan kasus
Cara pengauditan yang memverifikasi semua yang terlibat kekeliruan adalah kontributor paling
transaksi dan jumlah untuk maksud mendeteksi sering untuk kategori yang klaimnya ditolak
kecurangan telah bergeser menjadi pengauditan (dismissal). Analisis Palmrose menunjukkan
yang bermaksud menentukan kewajaran (fairness) bahwa kasus-kasus kegagalan bisnis adalah yang
pelaporan keuangan. Pergeseran ini merupakan paling sering ditolak jika kecurangan tidak terlibat
tanggapan atas semakin banyaknya volume di dalamnya. Studi Carcello dan Palmrose (1994)
aktivitas bisnis di awal abad 20 (sehingga pen- lebih lanjut memang menemukan asosiasi positif
deteksian kecurangan menjadi tidak feasible) dan signifikan antara adanya ketidakberesan (irre-
muncul dan semakin kuat peran pemegang
gularities) laporan keuangan dengan litigasi
saham. Pemegang saham dan pihak luar lainnya
terhadap auditor. Selain itu Palmrose (1991)
semakin mempercayakan auditor untuk melaku-
menunjukkan bahwa kecurangan juga mengarah
kan atestasi informasi yang diberikan manajemen
pada meningkatnya publisitas tentang “kegagalan
sehingga mengharuskan auditor menggeser
audit” (audit failures). Biaya yang ditanggung KAP
tujuan utama audit yaitu untuk memberikan
maupun pihak profesi karena publisitas yang
keyakinan untuk informasi keuangan kepada
negatif ini tidaklah mudah dikuantifikasi. Walau-
pihak eksternal. Praktik ini sampai sekarang
masih berlaku dan tidak berbeda jauh dengan di pun demikian, dalam hal ini adalah aman untuk
awal abad lalu yaitu fokus utama audit adalah menyimpulkan bahwa biaya tidak langsung dari
memberikan reasonableness atas laporan keuang- gagalnya pendeteksian kecurangan sungguh
an, seperti yang dipegang oleh AICPA. signifikan dalam profesi ini, sedangkan hasil
Komisi Cohen menyebutkan walaupun harap- utamanya adalah menambah kredibilitas untuk
an pengguna di atas cukup beralasan, namun informasi yang dihasilkan.
banyak pengguna tampaknya salah memahami Kasus kegagalan audit yang berlanjut pada
peran auditor eksternal dan sifat dari jasa yang litigasi juga ditemukan pada audit perusahaan di
auditor eksternal tawarkan (AICPA 1978). Epstein Indonesia. Berbagai kasus sejak kasus Bank
dan Geiger menyarankan untuk mempersempit Summa pada tahun 1992, dan berbagai kasus lain
kesenjangan itu, perlu ada upaya meningkatkan sesudahnya, meski hampir tidak ada melewati
pemahaman masyarakat atas sifat dan keterbasan pengadilan, namun telah diganjar dengan ber-
inheren dari suatu audit melalui pendidikan. bagai sanksi, baik dari organisasi profesi yaitu IAI,
Meski begitu, harapan masyarakat itu tetap harus pemerintah melalui menteri keuangan dan Badan
diperhatikan, dan AICPA telah berusaha meng- Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Berbagai
ambil langkah positif untuk mengklarifikasi dan kasus ini juga dapat digolongkan sebagai terkena
memperkuat standar pengauditan yang berkaitan risiko litigasi (Mayangsari dan Sudibyo 2006).
Koroy: Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan 25

PERKEMBANGAN STANDAR-STANDAR SEC Practice menyimpulkan di tahun 1993 telah


PENGAUDITAN YANG MENGATUR PENDE- ada pendapat yang menyebar bahwa auditor harus
TEKSIAN KECURANGAN OLEH AUDITOR mengemban tanggung jawab yang lebih besar
EKSTERNAL daripada sebelumnya untuk mendeteksi manage-
ment fraud. Akhirnya, Auditing Standard Board
Setelah Komisi Cohen mengeluarkan reko- (ASB) menyimpulkan bahwa para praktisi tidak
mendasi penting mengenai tanggung jawab benar-benar memahami tanggung jawabnya
auditor eksternal, di tahun 1980an dibentuk lagi dalam mendeteksi kecurangan, dan standar yang
komisi khusus yang bertugas untuk memberi ada gagal untuk memberikan pedoman yang
rekomendasi atas upaya meningkatkan proses mencukupi tentang banyaknya tugas dan doku-
mendeteksi dan mengatasi pelaporan keuangan mentasi yang diperlukan dalam melaksanakan
yang mengandung kecurangan. Komisi yang tanggung jawab itu (McConnell dan Banks, 1997).
bernama National Commission on Fraudulent Tahun 1997, ASB mengeluarkan SAS No. 82,
Financial Reporting atau sering disebut Komisi Consideration of Fraud in Financial Statement
Audit, untuk menggantikan SAS No. 53. Sesuai
Treadway ini di tahun 1987 menghasilkan reko-
dengan judulnya standar secara eksplisit menun-
mendasi penting yang terbagi tiga bagian ber-
juk pada kecurangan, dan di dalamnya mendes-
dasarkan pihak-pihak yang dituju, yaitu reko-
kripsikan kecurangan dan karakteristiknya, me-
mendasi-rekomendasi kepada perusahaan publik,
minta agar dilakukan penilaian risiko kecurangan
kepada pihak akuntan publik independen dan
secara spesifik untuk tiap penugasan audit, dan
kepada Securities and Exchange Commission memberikan pedoman kapan auditor meng-
(SEC) dan pihak lainnya. Salah satu rekomendasi identifikasi faktor risiko kecurangan. Selain itu
penting Komisi Treadway kepada pihak akuntan diberikan juga pedoman untuk pengevaluasian
publik independen adalah perlunya perubahan hasil, persyaratan untuk dokumentasi serta
standar pengauditan yang mengakui secara lebih komunikasi mengenai kecurangan baik internal
baik tanggung jawab auditor untuk mendeteksi maupun eksternal.
kecurangan atas laporan keuangan. Setelah terjadinya gelombang skandal akun-
Sebagai tanggapan atas adanya expectation tansi besar-besaran seperti kasus Enron di tahun
gap, AICPA pada tahun 1988 telah mengeluarkan 2001, perhatian publik memicu tindakan drastis
standar pengauditan yang sering disebut the oleh pemerintah dan kongres Amerika Serikat
expectation gap auditing standards, yang terdiri dengan mengeluarkan Undang-undang Sarbanes-
sembilan standar. Salah satunya yaitu SAS No. Oxley di tahun 2002. AICPA demikian pula me-
53, The Auditor’s Responsibility to Detect and nanggapi dengan merasa perlu untuk mengubah
Report Errors and Irregularities, - menggantikan kembali SAS No. 82 menjadi SAS No.99 di tahun
standar sebelumnya SAS No. 16. Standar ini 2002. Perubahan ini banyak mengambil
menjelaskan bahwa tanggung jawab auditor rekomendasi dari the Panel of Audit Effectiveness,
eksternal adalah untuk mendeteksi salah saji suatu panel yang dibentuk atas inisiatif Ketua
material. Hal ini dicapai dengan mendiskusikan SEC Arthur Levitt untuk tujuan menilai apakah
karakteristik klien yang disebut red flag – yang audit independen atas laporan keuangan
meningkatkan risiko salah saji material dan harus perusahaan publik telah cukup melayani dan
meningkatkan sikap skeptisisme oleh auditor. melindungi kepentingan investor (Pany dan
Namun standar ini belum tegas atau eksplisit Whittington, 2001). Masukan untuk SAS terbaru
menggunakan istilah fraud atau kecurangan ini juga didapat dari berbagai penelitian oleh pihak
tetapi irregularities atau ketidakberesan. Menurut akademisi. Terbitnya SAS No. 99 merupakan
PSA No. 32 yang mengadopsi SAS No.53, ketidak- upaya terobosan baru untuk mengatasi kele-
beresan adalah salah saji atau hilangnya jumlah mahan SAS No. 82. Walaupun standar baru ini
atau pengungkapan dalam laporan keuangan tidak mengubah tanggung jawab pendeteksian
yang disengaja. Lebih lanjut ketidakberesan kecurangan oleh auditor yang berlaku
sebelumnya, tetapi standar ini memperkenalkan
mencakup kecurangan dalam pelaporan keuangan
konsep, persyaratan dan panduan baru yang
yang menyesatkan, yang seringkali disebut
membantu auditor memenuhi tanggung jawabnya.
kecurangan manajemen dan penyalahgunaan
aktiva, yang seringkali disebut sebagai unsur
penggelapan. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
Dalam perkembangannya, AICPA Expectation KEGAGALAN PENDETEKSIAN
Gap Roundtable tahun 1992 memunculkan KECURANGAN
pertanyaan apakah SAS No. 53 telah secara efektif
mampu mempersempit kesenjangan persepsi. Pendeteksian kecurangan bukan merupakan
Lebih lanjut, Public Oversight Board of the AICPA tugas yang mudah dilaksanakan oleh auditor
26 JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 10, NO. 1, MEI 2008: 22-33

eksternal (selanjutnya disebut auditor). Atas jadinya kecurangan, sehingga pengalaman auditor
literatur yang tersedia, dapat dipetakan empat berkaitan dengan kecurangan tidak banyak.
faktor yang teridentifikasi yang menjadikan Loebbecke et al. (1989) yang melakukan survei
pendeteksian kecurangan menjadi sulit dilakukan atas 1.050 partner audit KPMG Peat Marwick
sehingga auditor gagal dalam usaha mendeteksi. menemukan adanya 77 kasus kecurangan yang
Faktor-faktor penyebab tersebut diuraikan seperti pernah mereka alami. Jika dihitung dari jumlah
dijelaskan di bawah ini. audit sepanjang karir mereka maka insiden
ditemukannya kecurangan menjadi sangat kecil
Karakteristik Terjadinya Kecurangan (sekitar 0,32 persen). Dengan jarangnya mereka
menghadapi management fraud sehingga jarang
Terjadinya kecurangan sebenarnya berbeda pula yang mempunyai latar belakang yang pantas
dengan kekeliruan. Menurut Loebbecke et al. yang mengarah pada kemampuan mendeteksi
(1989), kecurangan lebih sulit untuk dideteksi kecurangan. Dari hasil studi Johnson et al. (1991)
karena biasanya melibatkan penyembunyian dan Jamal et al. (1995), tampak bahwa penga-
(concealment). Penyembunyian itu terkait dengan laman saja tidaklah cukup dalam mendeteksi
catatan akuntansi dan dokumen yang ber- kecurangan kecuali jika pengalaman itu diperoleh
hubungan, dan hal ini juga berhubungan dengan dari industri yang sama atau melalui penugasan
tanggapan pelaku kecurangan atas permintaan yang melibatkan kekeliruan atau kecurangan
auditor dalam melaksanakan audit. Jika auditor yang material.
meminta bukti transaksi yang mengandung Selain itu, tugas pendeteksian kecurangan
kecurangan, dia akan menipu dengan memberi memerlukan pertimbangan yang melibatkan
informasi palsu atau tidak lengkap. banyak isyarat (multi-cues judgment) yang secara
Johnson et al. (1991) menyebutkan ada tiga inheren sulit untuk dilakukan tanpa didukung
taktik yang digunakan manajer untuk mengelabui oleh alat bantu (decision aids), bahkan oleh orang
auditor. Taktik pertama adalah membuat des- yang pakar sekalipun (Eining et al. 1997). Akar
kripsi yang menyesatkan (seperti mengatakan dari masalah ini adalah keterbatasan kemampuan
perusahaan yang sedang menurun sebagai kognitif manusia dalam memproses informasi.
perusahaan yang bertumbuh) agar menyebabkan Hackenbrack (1992) menunjukkan adanya efek
auditor menghasilkan ekspektasi yang tidak benar dilusi dalam pertimbangan auditor. Adanya infor-
sehingga gagal mengenali ketidakkonsistenan. masi yang tidak relevan (disebut juga bukti non
Taktik kedua adalah menciptakan bingkai (frame) diagnostik) yang bercampur dengan informasi
sehingga menimbulkan hipotesis tidak adanya relevan (bukti diagnostik atau red flag dalam
ketidakberesan (nonirregularities hypothesis) un- pendeteksian kecurangan) akan mengakibatkan
tuk evaluasi ketidakkonsisten yang terdeteksi. penilaian risiko kecurangan oleh auditor menjadi
Taktik ketiga yaitu menghindari untuk mem- kurang ekstrim. Penilaian risiko yang tidak
perlihatkan ketidakpantasan dengan membuat sensitif ini akan berakibat serius bagi tugas
serentetan manipulasi kecil (secara individual pendeteksian kecurangan.
tidak material) atas akun-akun tertentu dalam
laporan keuangan sehingga membentuk rasio- Standar Pengauditan Mengenai Pendeteksian
nalisasi atas jumlah saldo yang dihasilkan. Kecurangan
Dengan ketiga taktik ini, manajemen klien akan
berhasil bila auditor menggunakan cara sederhana Dalam pendeteksian kecurangan yang men-
melalui representasi tunggal dalam meng- jadi masalah bukanlah ketiadaan standar peng-
interpretasikan ketidakkonsistenan yang terdetek- auditan yang memberikan pedoman bagi upaya
si. Hasil penelitian Jamal et al. (1995) menunjuk- pendeteksian kecurangan, tetapi kurang mema-
kan bahwa sebagian besar auditor (dalam dainya standar tersebut memberikan arah yang
penelitian ini menggunakan partner) tidak mam- tepat. Hal ini terlihat dari uraian perkembangan
pu mendeteksi kecurangan dengan baik. Walau- standar pengauditan di depan yang menunjukkan
pun motivasi, pelatihan dan pengalamannya usaha untuk terus-menerus memperbaiki standar
memadai, para partner yang diuji dapat dikelabui yang mengatur pendeteksian kecurangan. Per-
oleh bingkai dari manajemen klien. baikan ini terutama timbul dari kenyataan bahwa
Ketidakmampuan auditor dalam pendeteksi- tanggung jawab pendeteksian kecurangan pada
an kecurangan ini ada hubungan dengan praktek belum cukup efektif dilaksanakan.
keahliannya dibentuk oleh pengalaman yang Keluarnya SAS No. 53 menjawab tantangan
relevan dengan kecurangan. Kecurangan itu kesenjangan harapan dengan secara signifikan
sendiri frekuensi terjadinya jarang dan tidak meningkatkan tanggung jawab auditor berkaitan
semua auditor pernah mengalami kasus ter- dengan kecurangan. Dalam standar ini ditegaskan
Koroy: Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan 27

auditor harus menilai risiko bahwa kekeliruan dan terbukti dari penelitian Zimbelman ini, SAS No. 82
ketidakberesan kemungkinan menyebabkan lapor- memang cukup berhasil mengarahkan auditor
an keuangan berisi salah saji material. Berdasar- untuk memperhatikan kecurangan. Namun SAS
kan penilaian ini, auditor harus merancang audit- No. 82 ini, seperti didapat dari penelitian Zimbel-
nya untuk memberikan keyakinan yang memadai man dan kemudian Glover et al. (2003), tidak
bagi pendeteksian kekeliruan dan kecurangan cukup untuk mendorong auditor untuk mengubah
yang material atas laporan keuangan. SAS No. 53 sifat auditnya sebagai tanggapan atas perubahan
memandang persyaratan (requirement) terhadap risiko kecurangan yang dipersepsikan, sehingga
kekeliruan sama dengan kecurangan. Namun mereka tidak memilih prosedur audit yang ber-
menurut Loebbecke et al. (1989) setahun setelah beda. Hasil ini menimbulkan pertanyaan menge-
standar ini terbit, kedua jenis salah saji ini sama nai efektivitas SAS No. 82 dalam membantu
sekali berbeda. Demikian pula persyaratan atas meningkatkan pendeteksian kecurangan. Dengan
dua jenis ketidakberesan yaitu defalcation dan kata lain, dengan standar ini auditor memang
management fraud juga berbeda. Loebbecke et al. melakukan upaya lebih, tetapi mereka tetap
percaya bahwa mendeteksi kekeliruan yang mempertahankan strategi audit yang konstan
material lebih langsung (straightforward) dan yang kemungkinan tidak efektif untuk mendeteksi
mudah dilakukan. Sebabnya adalah pertama, kecurangan.
kekeliruan terjadi tanpa adanya penyembunyian The Panel of Audit Effectiveness (PAE) ber-
sehingga dapat terungkap begitu bukti-bukti diuji. pendapat serupa yaitu proses penilaian risiko dan
Kedua, bila kekeliruan dalam jumlah kecil-kecil tanggapannya menurut SAS No. 82 ini tidak efek-
dijumlahkan menjadi jumlah yang material, tif karena hal ini tidak “mengarahkan prosedur
sangat mungkin satu atau lebih bagian bukti yang audit secara spesifik terhadap pendeteksian
mengandung kekeliruan akan diuji oleh auditor. kecurangan”. PAE juga menyatakan standar
Ketiga yaitu jika satu atau lebih kekeliruan itu pengauditan yang ada merupakan pedoman yang
secara sendiri-sendiri jumlahnya besar maka tidak mencukupi dalam mengimplementasikan
mungkin saja detil transaksi atau akun yang konsep skeptisisme profesional (Pany dan
berhubungan akan dipilih untuk diuji auditor. Whittington 2001).
Walaupun SAS No. 53 ini telah memuat Perubahan SAS No. 82 menjadi SAS No. 99
sejumlah faktor-faktor yang dapat mengindikasi banyak menyerap rekomendasi yang diberikan
adanya salah saji material, namun menurut PAE, sehingga merupakan upaya perbaikan yang
Loebbecke et al. standar ini tidak secara spesifik signifikan dalam standar pengauditan. SAS No. 99
memberitahukan cara faktor-faktor ini digunakan ini dirancang untuk memperluas prosedur audit
untuk membedakan antara kekeliruan dengan yang berkenaan dengan kecurangan material pada
ketidakberesan serta bagaimana hasil dari laporan keuangan. Standar baru ini mempertim-
tinjauan atas faktor-faktor tersebut diterjemahkan bangkan kecurangan secara menyatu dalam
menjadi kecenderungan (likelihood). Berdasarkan proses audit dan secara terus-menerus dimu-
penelitiannya, Loebbecke et al. menyarankan agar takhirkan sampai selesainya audit. Dalam standar
ini diuraikan proses dimana auditor (1) menyaji-
auditor membuat penilaian yang terpisah atas
kan informasi yang diperlukan untuk meng-
kekeliruan yang material, penggelapan (defal-
identifikasi risiko salah saji material yang
cation) yang material dan kecurangan manajemen
disebabkan oleh kecurangan, (2) menilai risiko-
yang material. Tidak adanya pemisahan yang jelas risiko tersebut setelah mengevaluasi program dan
antara penilaian risiko terhadap salah saji yang pengendalian oleh entitas dan (3) menanggapi
sengaja dan tidak sengaja pada SAS No. 53 ini, hasil dari penilaian tersebut. Auditor menyajikan
juga terbukti dalam penelitian Zimbelman (1997) dan mempertimbangkan lebih banyak informasi
tidak mendorong auditor untuk sensitif terhadap dalam menilai risiko kecurangan daripada yang
risiko kecurangan. pernah dialami di masa-masa sebelumnya. Selain
Perubahan SAS No. 53 menjadi SAS No. 82 itu juga auditor diminta mendokumentasikan
berusaha mengatasi kelemahan di atas. SAS No. penilaian mereka secara eksplisit dalam kertas
82 meminta penilaian risiko kecurangan dilaku- kerja.
kan secara eksplisit dan terpisah. Auditor juga SAS No. 99 ini mengingatkan auditor untuk
diminta untuk mendokumentasikan penilaian mengatasi kecenderungan alami mereka seperti
risiko kecurangan secara terpisah. Zimbelman terlalu percaya pada representasi klien dan bias
(1997) dalam penelitiannya mengatakan standar dan pendekatan audit mereka dengan sikap
ini harusnya dapat mengarahkan audit untuk skeptis dan pikiran yang mempertanyakan. Hal
memberi banyak waktu membaca isyarat yang penting juga adalah auditor harus menye-
kecurangan dan merancang rencana audit yang sampingkan hubungan masa lalu dan tidak
lebih sensitif terhadap risiko kecurangan. Seperti menganggap klien jujur.
28 JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 10, NO. 1, MEI 2008: 22-33

Persyaratan yang baru dalam SAS No. 99 ini eksperimen yang dilakukan Carpenter menyaran-
adalah meminta tim audit agar berdiskusi selama kan meskipun jumlah dari ide-ide yang dihasilkan
tahap perencanaan mengenai potensi salah saji berkurang, tim audit yang mengadakan brain-
material karena kecurangan. Diskusi ini dilaku- storming menghasilkan ide-ide kecurangan yang
kan dengan cara brainstorming yang diharapkan berkualitas lebih banyak daripada auditor secara
mencapai dua tujuan. Pertama, bersifat strategik individual menghasilkan ide-ide tersebut sebelum
yaitu agar tim penugasan mendapat pemahaman sesi brainstorming. Tim audit menghasilkan ide-
yang lebih baik atas informasi yang dipunyai dari ide kecurangan berkualitas baru selama sesi
anggota tim yang berpengalaman tentang penga- brainstorming. Hasil-hasil ini juga menunjukkan
laman mereka dengan klien dan bagaimana penilaian risiko kecurangan yang dihasilkan
kecurangan mungkin terjadi dan disembunyikan. setelah sesi brainstorming secara signifikan lebih
Tujuan kedua adalah menetapkan “tone at the top” tinggi dari penilaian yang dilakukan auditor
yang sepantasnya dalam melaksanakan penu- secara individual sebelum sesi brainstorming,
gasan audit. Cara ini adalah usaha untuk khususnya bila kecurangan itu memang ada. Hasil
memodelkan derajat skeptisisme profesional yang ini menunjukkan sesi brainstorming cenderung
tepat dan menetapkan budaya atas penugasan. meningkatkan kemampuan auditor mengidentifi-
Budaya ini dipercaya akan merasuk dalam ke kasi kecurangan. Harapan perbaikan dengan
seluruh penugasan sehingga membuat semua berlakunya SAS No. 99 ini amat diharapkan
prosedur audit lebih efektif (Ramos 2003). seiring dengan diterapkannya cara-cara baru oleh
Auditor menurut standar baru ini perlu para auditor dalam penugasan.
memperluas lingkup informasi yang mereka
gunakan untuk menilai risiko salah saji material LINGKUNGAN PEKERJAAN AUDIT YANG
karena kecurangan, diluar faktor-faktor risiko MENGURANGI KUALITAS AUDIT
kecurangan yang terdapat pada SAS No. 82.
Faktor-faktor risiko kecurangan itu adalah Lingkungan pekerjaan audit merupakan hal
“kejadian-kejadian atau kondisi yang mengin- penting yang mempengaruhi kualitas audit
dikasikan insentif/tekanan untuk mendorong termasuk juga dalam kualitas pendeteksian
kecurangan, kesempatan untuk melaksanakan kecurangan. Komisi Treadway dalam rekomen-
kecurangan, atau sikap/rasionalisasi untuk mem- dasinya menuliskan “Komisi mendorong agar
benarkan atau menjustifikasikan tindakan- sensitivitas yang lebih besar pada bagian kantor
tindakan kecurangan” (para. 31). Walaupun fak- akuntan publik terhadap tekanan-tekanan dalam
tor-faktor risiko kecurangan tidak harus meng- KAP yang kemungkinan berdampak buruk bagi
indikasikan kecurangan ada, tetapi faktor-faktor kualitas audit” (National Commission on Fraudu-
itu sering ada bila bila kecurangan terjadi, lent Financial Reporting, 1987). Tekanan-tekanan
sehingga menjadi elemen penting yang diper- yang muncul dari lingkungan pekerjaan ini harus
timbangkan dalam ruang lingkup perikatan audit. dengan tepat dikelola agar tidak berakibat buruk
Selanjutkan auditor diminta untuk mem- bagi kualitas audit.
pertimbangkan program dan pengendalian oleh Tekanan-tekanan lingkungan pekerjaaan itu
manajemen berkenaan dengan risiko dan dapat dibagi menjadi atas beberapa hal yang
menentukan apakah program dan pengendalian diterangkan di bawah yaitu tekanan kompetisi
itu memperbaiki atau memperburuk risiko yang atas fee, tekanan waktu dan relasi hubungan
teridentifikasi. Auditor juga dipersyaratkan agar auditor-auditee.
membangun tanggapan yang tepat atas tiap risiko
yang teridentifikasi. Prosedur yang direncanakan Tekanan Kompetisi atas Fee Audit
harus mempertimbangkan risiko manajemen
mengesampingkan pengendalian. Prosedur itu Kompetisi yang semakin tajam di antara
juga mencakup pengujian ayat jurnal dan kantor akuntan publik untuk memperebut klien
penyesuaian lain, mereviu estimasi akuntansi atas memang tidak terhindarkan lagi dalam bisnis jasa
bias yang terjadi dan mengevaluasi penjelasan akuntansi. Namun hal ini mempunyai implikasi
bisnis atas transaksi material yang tidak biasa. yang perlu menjadi perhatian oleh pihak profesi
Banyak hal-hal baru dalam standar ini dan akuntan publik yaitu kompetisi yang semakin
membawa harapan bagi perbaikan. Carpenter tajam akan mengakibatkan penekanan untuk
(2007) dalam upaya menguji efektivitas dari salah penurunan fee audit. Tekanan ini akan meng-
satu aspek dari SAS No. 99 yaitu penggunaan sesi akibatkan KAP mengurangi pekerjaan audit
brainstorming mendapatkan bahwa brainstorming untuk mempertahankan marjin labanya (AICPA
amat berguna dalam melakukan pertimbangan 1978) dan mengarah pada perubahan baik atas
mengenai kemungkinan kecurangan. Hasil dari kejadian kecurangan maupun pendeteksian kecu-
Koroy: Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan 29

rangan. Untuk menjaga agar marjin laba tetap dibandingkan tugas lainnya. Braun menguji
menguntungkan, maka biaya harus ditekan dan hipotesisnya yaitu bila tekanan waktu ditingkat-
efisiensi diutamakan. Di pihak lain pendeteksian kan dalam lingkungan multi tugas, kinerja tugas
kecurangan yang ekstensif memakan biaya besar yang lebih rendah/subsidiary (yaitu sensitivitas
dan tidak efisien. Melaksanakan pendeteksian terhadap isyarat kecurangan) akan menurun
kecurangan mungkin efektif untuk kasus audit sedangkan kinerja tugas yang dominan (mendo-
yang mengandung kecurangan, namun tidak akan kumentasi bukti) akan tetap tidak berubah. Hasil
efisien pada kasus pengauditan pada klien yang penelitian menunjukkan auditor yang berada di
tidak terjadi kecurangan. Banyak manajemen bawah tekanan waktu yang lebih akan kurang
KAP keberatan atas pelaksanaan pendeteksian sensitif terhadap isyarat kecurangan sehingga
kecurangan yang terlalu ekstensif dilatarbelakangi kurang mungkin untuk dapat mendeteksi
oleh hal ini. kecurangan. Walaupun begitu, tekanan waktu
Tekanan kompetisi jelas membawa konseku- tidak mempengaruhi kinerja auditor yang
ensi bagi kualitas pekerjaan auditor eksternal. berkaitan dengan pengumpulan bukti atas fre-
Studi eksperimen ekonomi oleh Matsumura dan kuensi dan jumlah salah saji. Hasil ini konsisten
Tucker (1992) menunjukkan beberapa hal tentang dengan penelitian-penelitian dalam bidang
masalah ini. Dalam penelitian ini mereka memani- psikologi yang memprediksi bahwa terdapat
pulasi penalti atas auditor, persyaratan peng- pengurangan dalam perhatian bila seseorang
auditan, struktur pengendalian internal, dan fee diperhadapkan dengan tekanan waktu, dan
audit untuk menguji efek dari dari variabel- menunjukkan bahwa tekanan waktu akan
variabel ini terhadap pendeteksian kecurangan menyebabkan auditor gagal untuk menghadirkan
dan kejadian atau insiden kecurangan. Mereka sinyal-sinyal kecurangan dalam bukti audit.
menemukan kenaikan pada penalti atas auditor
menghasilkan penurunan terjadinya kecurangan Hubungan Auditor-Auditee
dan meningkatkan usaha pendeteksian kecu-
rangan. Demikian pula kenaikan dalam jumlah Beberapa pihak berpendapat bahwa komuni-
minimum pengujian atas kecurangan meningkat- kasi memainkan peranan penting dalam men-
kan pendeteksian kecurangan dan menurunkan deteksi kecurangan. Beberapa riset (contohnya
terjadinya kecurangan, serta pengendalian inter- Hooks et al. 1994) melaporkan adanya peran
nal yang lebih kuat mengarah pada pendeteksian komunikasi dalam pendeteksian kecurangan,
kecurangan yang lebih sering dan menurunkan yaitu (1) komunikasi dengan personel klien
terjadinya kecurangan. Temuan eksperimen eko- penting dalam mendeteksi kecurangan (2)
nomi, menunjukkan hal penting yaitu pening- kemungkinan menerima komunikasi sensitif dari
katan fee audit menghasilkan penurunan pada personel klien sangat tergantung dari kuatnya
kecurangan dan peningkatan jumlah pengujian hubungan antara auditor dengan orang yang
transaksi dengan pengujian yang lebih sedikit mengetahui adanya tindakan perbuatan salah itu,
secara keseluruhan. Dengan hasil ini, adanya dan (3) kemauan mengkomunikasi itu dipengaruhi
penurunan fee akan berakibat kenaikan insiden oleh pemahaman orang yang mengetahui tin-
kecurangan dan penurunan upaya pendeteksian dakan salah atas siapa yang memperoleh ke-
kecurangan, dan berarti turunnya kualitas audit. untungan dari tindakan salah itu–apakah pelaku-
nya atau organisasi atau keduanya. Hal yang
Tekanan Waktu terakhir ini relevan dalam upaya melaporkan
kecurangan manajemen, karena kecurangan
Tekanan waktu (time pressure) adalah ciri sering melibatkan (paling tidak) keuntungan
lingkungan yang biasa dihadapi auditor. Adanya jangka pendek bagi pelakunya, perusahaan dan
tenggat waktu penyelesaian audit membuat orang yang mengetahuinya. Hasil temuan Schultz
auditor mempunyai masa sibuk yang menuntut dan Hooks (1998) mendukung hal (2) di atas dan
agar dapat bekerja cepat. Para peneliti dan mereka menyimpulkan semakin kuat hubungan
praktisi banyak berpendapat bahwa tekanan ini antara karyawan klien yang mengamati tindakan
dapat memperburuk kualitas pekerjaan audit. kecurangan dengan auditor, maka lebih cenderung
Berkaitan dengan ini, penelitian oleh Braun pengamat melaporkan tindakan salah (wrong-
(2000) mengilustrasikan salah satu efek dari doing).
tekanan waktu atas kinerja auditor dalam pen- Walaupun kedekatan hubungan antara audi-
deteksian kecurangan. Braun menunjuk bahwa tor dengan auditee mempunyai implikasi atas
pengauditan dilaksanakan dalam suatu ling- independensi dan obyektivitas auditor, namun
kungan multi tugas dimana di bawah tekanan Schultz dan Hooks berargumen kedekatan ini
waktu, beberapa tugas akan lebih diprioritaskan memperkuat kepercayaan dan komunikasi sehing-
30 JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 10, NO. 1, MEI 2008: 22-33

ga komunikasi sensitif akan diperlakukan bijak- mengambil subyek para partner audit menemu-
sana dan tindakan tepat dapat dilakukan dengan kan bahwa partner yang mampu melihat isyarat
cara diplomatis namun efektif. Meningkatnya (cues) melalui suatu “fault” model dapat mengatasi
komunikasi ini juga akan menambah kredibilitas framing effect dan mampu mendeteksi kecurang-
terhadap laporan keuangan. Komunikasi ini juga an, dibanding partner yang menggunakan
tampaknya lebih efektif dalam menemukan “functional” model. Fault model yaitu model yang
kecurangan dibandingkan menggunakan metode memberi perhatian pada hal-hal yang mengan-
dokumenter. dung kesalahan. Fault model ini diperoleh melalui
Namun dalam praktek di lapangan, banyak pengalaman di bidang industri tertentu atau
hal yang menghambat komunikasi yang baik ini. melalui pengalaman atas penugasan yang pernah
Schultz dan Hooks menjelaskan salah satu terjadi kekeliruan atau kecurangan yang material.
sebabnya adalah tekanan kompetisi yang mene- Model ini memungkinkan auditor memfokuskan
kankan efisiensi dan mengarahkan perhatian diri pada di mana manipulasi terjadi, sehingga
pada usaha mengejar pendapatan. Auditor lebih skeptisisme yang sepantasnya dapat diterapkan.
dituntut untuk mencapai efisiensi audit yang Sedangkan model fungsional memberikan ekspek-
maksimum, dan meluangkan waktu untuk mem- tasi berdasarkan hubungan antara akun-akun
bangun hubungan dengan klien tidak dianggap seperti penjualan dan marjin laba. Model fungsio-
sebagai aktivitas yang sesuai. Selain itu banyak- nal ini adalah model yang terdapat pada metode
nya perputaran para partner yang pindah dan dan prosedur audit tradisional yang biasa dikenal.
masuk tidak memungkinkan menjalin hubungan Studi yang lain, memberikan pembedaan yang
baik dengan manajemen puncak klien. Klien juga senada yaitu oleh Erickson et al. (2000) yang
banyak yang berpindah auditor, dan seringkali mencatat perbedaan antara bukti yang berdasar
menjalin hubungan untuk pertama kali ini juga transaksi (transaction-based evidence) dan bukti
menimbulkan masalah serius. yang berdasar pemahaman bisnis (business
understanding-based evidence). Dalam studi
METODE DAN PROSEDUR AUDIT YANG mereka yang dilakukan berdasarkan audit atas
TIDAK EFEKTIF DALAM PENDETEKSIAN Lincoln Savings and Loan, mereka mengilustrasi-
KECURANGAN kan bahwa auditor perlu memperoleh suatu
pemahaman eksternal atas bisnis klien secara
Komisi Cohen di tahun 1978 telah menyebut- ekonomi dan mengintegrasikan pemahaman ini
kan bahwa metode dan prosedur audit yang dengan bukti-bukti internal. Studi ini memberikan
tradisional tidaklah selalu dapat memberikan bukti dalam kasus Lincoln Savings and Loan,
keyakinan yang seharusnya diberikan dalam transaksi yang mengandung kecurangan dipan-
upaya pendeteksian kecurangan (AICPA 1978). dang telah dicatat secara benar oleh auditor
Komisi ini menyarankan agar auditor menaruh karena mereka hanya berfokus pada bentuk
perhatian atas efektivitas teknik pengauditan akuntansi transaksi-transaksi dan tidak melihat
konvensional dan perlunya pengembangan teknik substansi ekonomi dari perjanjian-perjanjian
yang baru. Sampai sekarang memang perma- bisnis yang terjadi. Peneliti berargumen jika
salahan satu ini masih terus diusahakan baik oleh substansi ekonomi dari transaksi itu benar-benar
para praktisi maupun akademisi. Standar peng- dipertimbangkan maka auditor dapat waspada
auditan tentang pendeteksian kecurangan seperti terhadap kemungkinan adanya pelaporan yang
diuraikan di depan memang tidak banyak mem- mengandung kecurangan. Menurut Erickson et al.,
bantu dalam mendorong penggunaan teknik pemahaman tentang bisnis klien hanya sepintas
pengauditan baru ini. Salah satu penjelasan atas saja disinggung dalam standar pengauditan yang
adanya temuan penelitian Zimbelman (1997), ada, dan evaluasi atas substansi transaksi yang
tentang tidak berubahnya sifat dari rencana audit didasarkan atas pengetahuan mengenai bisnis
walaupun SAS No. 82 telah membuat auditor klien sama sekali tidak dibicarakan. Demikian
sadar akan risiko kecurangan, adalah auditor pula, SAS No. 82 kurang memberikan panduan
benar-benar tidak mengetahui bagaimana mengu- dalam memahami bisnis klien baik berdasarkan
bah program audit mereka agar dapat secara data internal maupun eksternal. SAS No. 82 juga
efektif mendeteksi kecurangan (Hoffman 1997). tidak memuat apapun atas integrasi analisis data-
Zimbelman sendiri berdasarkan kesimpulan ini data tersebut dengan prosedur terinci yang
mendukung perlu adanya pendekatan audit baru dilaksanakan.
yang tidak statis dengan adanya risiko kecu- Erickson et al. merekomendasikan pendekat-
rangan. an baru terhadap praktek pengauditan yang
Beberapa peneliti telah memberi masukan secara eksplisit menanggapi atas beberapa hal
penting tentang hal ini. Johnson et al. (1991) yang yang dikemukakan mereka. Pendekatan yang
Koroy: Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan 31

melaksanakan audit dengan suatu sudut pandang aspek utama dalam lingkungan pekerjaan audit
strategis ini mempertimbangkan strategi bisnis yaitu tekanan kompetisi atas fee audit, tekanan
klien dan keterhubungannya dengan industri dan waktu dan hubungan auditor-auditee, dapat di-
ekonomi keseluruhan. Pendekatan yang disebut atasi sepenuhnya oleh manajemen kantor akuntan
strategic-risk approach atau business risk audit publik (KAP). Ketiga aspek ini pada intinya
model (Knechel 2000 dan Eilifsen et al. 2001) ini berujung pada penekanan biaya atau efisiensi.
mempercayai evaluasi praktik akuntansi didasar- Terdapat trade-off di sini di mana penekanan
kan atas pemahaman bisnis daripada sekedar efisiensi yang berlebihan akan mengorbankan
evaluasi bisnis yang hanya berdasarkan atas efektivitas audit. Meskipun demikian, bila hanya
prosedur akuntansi. bertumpu pada kesadaran internal manajemen,
upaya perbaikan belumlah cukup. Perlu adanya
ANALISIS ATAS UPAYA PERBAIKAN insentif dan disinsentif secara institusional yang
DALAM PENDETEKSIAN KECURANGAN mendorong manajemen mempertimbangkan
trade-off dan memperbaiki kualitas audit. Sebagai
Identifikasi atas faktor-faktor penyebab yang contoh pemberian sanksi atau penalti bagi
diuraikan sebelumnya menjadi dasar untuk kita kegagalan audit merupakan suatu cara untuk
memahami kesulitan dan hambatan auditor mendorong auditor memperhatikan kualitas
menjalankan tugasnya dalam mendeteksi kecu- auditnya. Selain mekanisme pengawasan baik
rangan. Meski demikian faktor-faktor itu tidaklah dari organisasi profesi maupun pemerintah
menjadi alasan untuk menghindarkan upaya melalui otoritas pasar modal menjaga agar
pendeteksian kecurangan yang lebih baik. Berikut kegagalan dapat dicegah dan ditemukan. Meka-
analisis atas masing-masing faktor tersebut. nisme tata kelola organisasi (corporate governance)
Faktor pertama yaitu karakteristik terjadinya oleh auditee yang dijalankan dengan efektif
kecurangan dan kemampuan auditor meng- melalui komite audit juga akan mampu meman-
hadapinya merupakan faktor tersulit diatasi. tau dan memperhatikan proses pengauditan yang
Seperti telah dikemukakan, pelatihan dan penga- sesuai harapan.
laman audit saja tidak cukup bagi auditor untuk Terakhir faktor keempat yaitu metode dan
dapat membongkar pengelabuan atau penyem- prosedur audit dalam pendeteksian kecurangan
bunyian yang disengaja melalui praktik kecu- merupakan faktor yang relatif dapat dan telah
rangan. Auditor berpengalaman terbaik adalah diperbaiki. Diterapkan pendekatan yang lebih
auditor yang sering menghadapi dan menemukan bersifat holistik melalui metode yang berbasis
kecurangan, dan ini sedikit sekali ditemukan. Oleh risiko bisnis dan strategik dapat menjadi acuan
karena upaya untuk memperbaiki kemampuan sebagai metode yang baik. Meski banyak
auditor tidak bisa bertumpu pada pelatihan dan perdebatan tentang motivasi dan kemanfaatan
pengalaman audit yang biasa. Perlu ada alat metode baru ini, namun upayanya yang berusaha
bantu (decision aids) yang memadai untuk mengatasi kelemahan metode audit tradisional
membantu auditor memperbaiki kemampuan perlu diberikan dukungan. Beberapa KAP telah
deteksinya. mengimplementasikan metode atau pendekatan
Faktor kedua yaitu kurangnya standar peng- baru ini, dan riset-riset terus berjalan untuk
auditan yang memberikan arahan yang tepat membuktikan manfaatnya.
merupakan faktor yang relatif mampu ditang-
gulangi. Sudah ada upaya perbaikan dengan KESIMPULAN
keluarnya standar pengauditan baru di Amerika
Serikat yaitu SAS No. 99. Seperti dikemukakan di Dari uraian permasalahan-permasalahan
depan, terbitnya dan diterapkannya standar baru dalam pendeteksian kecurangan yang dikemuka-
ini membawa harapan baru bagi perbaikan upaya kan di depan, maka dapat ditarik simpulan
dan peningkatan keahlian auditor. Berbagai cara sebagai berikut: 1) Pertimbangan atas kecurangan
dalam standar ini menggariskan perlu upaya dalam pelaporan keuangan yang semakin me-
peningkatan skeptisisme profesional sehingga ningkat belakangan ini timbul dari adanya upaya
meningkatkan kewaspadaan auditor atas kemung- mempersempit kesenjangan harapan antara
kinan kecurangan. pengguna dengan pihak penyedia jasa peng-
Faktor ketiga yang berkaitan dengan ling- auditan. Disamping untuk meningkatkan keper-
kungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas cayaan masyarakat atas profesi akuntan publik
audit merupakan faktor yang relatif dapat dan mengurangi biaya-biaya litigasi, 2) pendetek-
terkendalikan dan mampu diperbaiki. Lingkungan sian kecurangan dalam audit laporan keuangan
pekerjaan auditor harus diciptakan untuk mampu oleh auditor perlu dilandasi dengan pemahaman
menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Tiga atas sifat, frekuensi dan kemampuan pendetek-
32 JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 10, NO. 1, MEI 2008: 22-33

sian oleh auditor. Sifat terjadinya kecurangan ______. 1997. Statement on Auditing Standards
yang melibatkan penyembunyian dan frekuensi- (SAS) No. 82: Consideration of Fraud in
nya jarang dihadapi auditor, seharusnya tidak Financial Statement Audit. New York:
membuat auditor berpuas diri dengan pengaudit- AICPA
an yang ada sekarang. Permasalahan bahwa ______. 2002. Statement on Auditing Standards
terdapat keterbatasan auditor dalam pelaksanaan (SAS) No. 99: Consideration of Fraud in
pendeteksian kecurangan merupakan tantangan Financial Statement Audit. New York:
yang perlu dihadapi pihak profesi dan akademisi, AICPA.
3) sejauh ini standar pengauditan mengenai Association of Certified Fraud Examiners (ACFE).
pendeteksian kecurangan telah terus-menerus 2002. “Report to Nation”. http://marketplace.
diupayakan untuk memperbaiki praktek peng- cfenet.com/Download.asp.
auditan yang berjalan. Patokan yang selalu diacu
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). 2002.
adalah efektivitas dari standar ini dalam meng-
Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal,
arahkan keberhasilan pendeteksian kecurangan. 27 Desember.
Beberapa standar terdahulu kurang memberikan
pedoman dalam memberikan arah pendeteksian Bedard, J, R. Simnett dan J.A. DeVoe-Talluto.
kecurangan. Standar terbaru diharapkan mem- ”Auditors’ Consideration of Fraud: How
bawa harapan baru dengan mengatasi kelemahan- Behavioral Research Can Address the
Concerns of Standard Setters”. Advances in
kelemahan sebelumnya. Perlu lebih banyak riset-
Accounting Behavioral Research, Vol. 4: 77-
riset empiris yang mendukung validitas atas 101.
efektivitas standar baru ini, seperti disarankan
Bedard et al. (2001) dan diperlihatkan oleh riset Braun, R.L. 2000. “The Effect of Time Pressure on
Carpenter (2007). Khusus untuk di Indonesia, Auditor Attention to Qualitative Aspects of
mengingat kegunaannya, ada baiknya Ikatan Misstatement Indicative of Potential Frau-
dulent Financial Reporting” Accounting,
Akuntan Indonesia segera mengadopsi SAS No. 99
Organizations and Society, 25 (3): 243-259.
untuk menggantikan PSA No. 70 agar praktik
pendeteksian kecurangan yang terbaru dapat Carcello, J.V. dan Z. Palmrose.1994. “Auditor Liti-
diarahkan penerapannya, 4) permasalahan yang gation and Modified Reporting on Bankrupt
terdapat pada lingkungan pekerjaan audit bila Clients”. Journal of Accounting Research,
tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk (Supplement): 1-29.
pada kualitas audit. Adanya tekanan kompetisi, Carpenter, T.D. 2007. “Audit Team Brainstorming,
tekanan waktu dan tekanan hubungan dengan Fraud Risk Identification, and Fraud Risk
klien demikian juga dapat berdampak pada Assessment: Implications of SAS No. 99”.The
keberhasilan pendeteksian kecurangan. Pihak Accounting Review, 82 (5): 1119-1140.
KAP perlu terus-menerus menyadari masalah ini Eilifsen, A., W.R. Knechel dan P. Wallage. 2001.
dan konsekuensinya serta menjaga agar tekanan- “Application of the Business Risk Audit
tekanan dalam lingkungan ini tidak bertambah Model: A Field Study”. Accounting Horizons,
buruk. 15 (September): 193-207
Hal yang masih banyak dikerjakan ke masa
Eining, M.M., D.R. Jones dan J.K. Loebbecke.
depan adalah mencari dan memperbaiki metode 1997. “Reliance on Decision Aids: An Exami-
dan prosedur yang paling tepat dalam melakukan nation of Auditors’ Assessment of Manage-
pendeteksian kecurangan. Metode dan prosedur ment Fraud”. Auditing : A Journal of
tradisional tidaklah memadai dalam usaha pen- Practice & Theory 16 (Fall): 1-19.
deteksian kecurangan, sehingga riset-riset men-
Erickson, M., B.W. Mayhew dan W.L. Felix. 2000.
datang perlu menjawab tantangan ini
“Why Do Audits Fail? Evidence from
Lincoln Savings and Loan”. Journal of
DAFTAR PUSTAKA Accounting Research, 38 (Spring): 165-194.

American Institute of Certified Public Accountants Epstein, M. dan M. Geiger.1994. “Investors View of
(AICPA). 1978. The Commission on Audi- Audit Assurance: Recent Evidence of the
tors Responsibilities: Report, Conclusions, Expectation Gap”. Journal of Accountancy,
and Recommendations. New York: AICPA. January: 60-66.

______. 1988. Statement on Auditing Standards Glover, S.M., D.F. Prawitt, J.J. Schultz dan M.F.
(SAS) No. 53: The Auditors Responsibilities Zimbelman. 2003. “A Test of Changes in
to Detect and Report Errors and Irre- Auditors’ Fraud-Related Planning Judg-
gularities. New York: AICPA. ment since the Issuance of SAS No. 82.”
Koroy: Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan 33

Auditing : A Journal of Practice & Theory, Matsumura, E.M. dan R.R. Tucker. 1992. “Fraud
22 (September): 237-251. Detection: A Theoretical Foundation”.
Accounting Review, 67: 753-782.
Guy, D. dan J. Sullivan. 1988. “The Expectation
Gap Auditing Standards”. Journal of Mayangsari, S dan B. Sudibyo. 2006. “An Empi-
Accountancy, April: 36-46. rical Analysis of Auditor Litigation”. Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia, 9 (1): 65-86.
Hackenbrack, K. 1992. “Implications of Seemingly
Irrelevant Evidence in Audit Judgment”. McConnell, D.K. dan G.Y. Banks. 1997.” Imple-
Journal of Accounting Research, (Spring): menting New Fraud Auditing Standard in
54-76. Your Auditing Practice”. Ohio CPA Journal,
Hoffman, V.B. 1997. “Discussion of the Effects of July-September: 26-30.
SAS No. 82 on Auditors’ Attention to Fraud National Commission on Fraudulent Financial
Risk Factors and Audit Planning Decisions”. Reporting. 1987. Report of National
Journal of Accounting Research, (Supple- Commission on Fraudulent Financial
ment): 99-104. Reporting (Treadway Report). Washington
Hooks, K.L. 1994. “Enhancing Communication to D.C.: U.S. Governmant Printing Office.
Assist in Fraud Prevention and Detection”.
Nieschwietz, R.J., J.J. Schultz dan M.F. Zimbel-
Auditing : A Journal of Practice & Theory,
13 (Fall): 86-117. man. 2000. “Empirical Research on External
Auditors’ Detection of Financial Statement
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 1993. Pernyataan Fraud”. Journal of Accounting Literature,
Standar Auditing (PSA) No. 32: Tanggung 19: 190-246.
Jawab Auditor untuk Mendeteksi dan
Melaporkan Kekeliruan dan Ketidakbere- Palmrose, Z. 1987. “Litigations and Independent
san. Jakarta: IAI. Auditors: the Role of Business Failure and
Management Fraud”. Auditing : A Journal
____________. 2001. Pernyataan Standar Auditing of Practice & Theory 6 (Spring): 90-103.
(PSA) No. 70: Pertimbangan atas Kecu-
rangan dalam Audit Laporan Keuangan. ________. 1991. An Analysis of Auditor Litigation
Jakarta: IAI. Disclosures. Auditing : A Journal of Practice
& Theory, (Supplement): 54-71.
Jamal, K; P.E Johnson dan R.G. Berryman. 1995.
“Detecting Framing Effect in Financial Pany, K.J. dan O.R. Whittington. 2001. “Research
Statements”. Contemporary Accounting Implications of the Auditing Standard
Research, 12: 85-105. Board’s Current Agenda”. Accounting
Horizons, 15 (4): 401-411.
Johnson, P.E., K. Jamal, dan R.G. Berryman. 1991.
“Effects of Framing on Auditor Decisions”. Ramos, M. 2003. Auditor’s Responsibility for Fraud
Organizations Behavior and Human Detection. Journal of Accountancy, 195 (1):
Decision Process, 50: 75-105. 28-36.
Knechel, W.R. 2000. “Behavioral Research in Schultz, J.J dan K.L. Hooks. 1998. The Effect of
Auditing and Its Impact on Audit Relationship and Reward on Reports of
Education”. Issues in Accounting Education, Wrongdoing. Auditing: A Journal of Practice
15 (4): 695-712. & Theory, 17 (Fall): 15-35.
Loebbecke, J.K., M.M. Eining dan J.J. Willingham. Zimbelman, M.F. 1997. The Effects of SAS No. 82
1989. “Auditors’ Experience with Irregu- on Auditors’ Attention to Fraud Risk
larities: Frequency, Nature and Detec- Factors and Audit Planning Decisions.
tability”. Auditing : A Journal of Practice & Journal of Accounting Research, (Supple-
Theory, 9 (Fall): 1-28. ment): 75-97.

Anda mungkin juga menyukai