Anda di halaman 1dari 4

B.

Sejarah Pendidikan Multikultural

Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau


pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik,
sosial, ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana
pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya akar
sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok
yang tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul
pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial Orang Amerika
keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik
diskriminasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada
tahun 1960-an.1

Multikultural sebagai sebuah ilmu mengalami tahapan perkembangan.


Menurut koentjaraningrat perkembangannya terdiri atas empat fase :

1. Sebelum tahun 1800-an


Sekitar abad ke 15-16, bangsa-bangsa di eropa mulai berlomba-lomba untuk
menjelajahi dunia. Mulai dari afrika, amerika, asia, hingga Australia. Dalam
perjalananya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak
menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan
penemuan mereka di catat dalam buku harian ataupun jurnal perjalanan.
Mereka mencatat ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat dan bahasa
dari suku tersebut yang di kenal dengan bahan etnopgrafi. Pada abad ke 19
ketertarikan bangsa eropa dengan etnografi sangat meningkat.

2. Tahun 1800-an
Bahan etnografi telah di susun menjadi karangan-karangan bedasarkan cara
berfikir evoluasi masyarakat pada saat itu. Masyarakat dan kebudayaan-
kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu
yang lama
3. Awal abad ke 20
Eropa mulai membangun koloni di asia, amerika dan afrika. Dalam rangka
membagun koloni tersebut eropa mempelajari bahan-bahan etnografi tentang
1
Suharsono, Pendidikan Multikultural, Jurnal Edusiana: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Vol. 4,
No. 1 Maret 2016, h. 2.
suku bangsa lainnya, mempelajari kebudayaan dan kebiasaan untuk
kepentingan pemerintah kolonial.
4. Setelah tahun 1930-an
Pada saat ini multikultural sangat berkembang dengan cepat, perkembangan
sukubangsa asli mulai hilang dan menerapan kebudayaaan dari eropa.2

Pandangan multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia dalam praktik


kenegaraan belum dijalani sebagaimana mestinya. Lambang Bhinheka Tunggal
Ika, yang memiliki makna keragamaan dalam kesatuan ternyata yang
ditekankan hanyalah kesatuannya dan mengabaikan keragaman budaya dan
masyarakat Indonesia. Pada masa Orde Baru menunjukan relasi masyarakat
terhadap praktek hidup kenegaraan tersebut. Ternyata masyarakat kita ingin
menunjukkan identitasnya sebagai masyarakat bhinheka yang selama Orde
Baru telah ditindas dengan berbagai cara demi untuk mencapai kesatuan
bangsa.3
Sejak jatuhya presiden Suharto dari kekuasaannya, yang kemudian diikuti
dengan masa yang disebut era reformasi, Indonesia mengalami
disintregasi,krisis moneter, ekonomi, politik dan agama yang mengakibatkan
terjadinya krisis kultural di dalam kehidupan bangsa dan negara. Pada era
Reformasi pendidikan dijadikan sebagai alat politik untuk melanggengkan
kekuasaan yang memonopoli sistem pendidikan untuk kelompok tertentu.
Dengan kata lain pendidikan multikultural belum dianggap penting walaupun
realitas kultur dan agama sangat beranekaragam.4
Era reformasi, membawa angin demokrasi sehingga menghidupkan
kembali wacana pendidikan multikultural sebagai kekuatan dari bangsa
Indonesia. Dalam era Reformasi ini, tentunya banyak hal yang perlu ditinjau
kembali. Salah satunya mengenai kurikulum di sekolah kita dari semua tingkat
dan jenis, apakah telah merupakan sarana untuk mengembangkan multikultural.
Selain masalah kurikulum juga mengenai otonomisasi pendidikan yang
2
Tim Dosen, Antropologi Budaya (Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Negeri Medan,2013),h.3
3
H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi
Pendidikan Nasional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2010), h. 16
4
Ruslan Ibrahim . Pendidikan Multikultural : Upaya Meminimalisir Konflik dalam Era Pluralitas
Agama. Jurnal Pendidikan IslamEl-Tarbawi. No. 1. Vol 1. 2008, h. 116
diberikan kepada daerah agar pendidikan merupakan tempat bagi perkembagan
kebhinhekaan kebudayaan Indonesia.
Pendidikan multikultural untuk Indonesia memang sesuatu hal yang baru
dimulai, Indonesia belum mempunyai pengalaman mengenai hal ini. Apalagi
otonomi daerah juga baru disampikan. Oleh sebab itu, diperlukan waktu dan
persiapan yang cukup lama untuk memperoleh suatu bentuk yang pas dan
pendekatan yang cocok untuk pendidikan multikultural di Indonesia. Bentuk
dan sistem yang cocok bagi Indonesia bukan hanya memerlukan pemikiran
akademik dan analisis budaya atas masyarakat Indonesia yang pluralis, tetapi
juga meminta kerja keras untuk melaksanakannya.
Gagasan multikultural bukanlah suatu konsep yang abstrak tetapi
pengembangan suatu pola tingkah laku yang hanya dapat diwujudkan melalui
pendidikan. Selain itu, multikultural tidak berhenti pada pengakuan akan
identitas yang suatu kelompok masyarakat atau suatu suku tetapi juga
ditunjukan kepada terwujudnya integrasi nasional melalui budaya yang
beragam.
Pendidikan multikultural mengakui adanya keragaman agama, etnik, dan
budaya masyarakat suatu bangsa. Konsep pendidikan multikultural di negara-
negara yang menganut konsep demokratis seperti Amerika Serikat dan Kanada,
bukanlah suatu hal baru lagi. Mereka telah melaksanakannya terkhusus dalam
upaya melenyapkan diskriminasi rasial antara orang kulit putih dan kulit hitam
dan bertujuan memajukan serta memelihara integritas nasional.5
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan
multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang
menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis
dan jenis kelamin juga harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan
budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain
itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar
umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat
dalam pengambilan keputusan secara demokratis.

5
Minten Ayu Larasati, Sejarah Pendidikan Multikultural,
https://www.kompasiana.com/amp/minten_ayu_larasati/sejarah-pendidikan-multikultural-di-
indonesia_550db6327a33311201e2e3a53, diakses pada 31 Maret 2021

Anda mungkin juga menyukai