Anda di halaman 1dari 23

KARYA TULIS ILMIAH

“Pengaruh Pandemi Covid-19 Terhadap Keberlangsungan Industri Perikanan


Tangkap”

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


Pengantar Agribisnis Perikanan

Dosen Pengampu
Tiwi Nurjannati Utami, S.Pi, MM

Disusun Oleh :

Sila Rahmawati Segara


195080400111007 / A01

AGROBISNIS PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Malang
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu
kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
"Pengaruh Pandemi Covid-19 Terhadap Keberlangsungan Industri Perikanan
Tangkap” . Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
agung Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT
untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah
agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi
seluruh alam semesta.
Kami berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu berguna
serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan. Selain itu
kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan banyak sekali
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami benar-benar menanti
kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami tulis di masa yang
selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.

Wonogiri, 4 Mei2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER....................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan ....................................................................................................1

1.1. Latar Belakang....................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................2

1.3. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II Pembahasan....................................................................................................3

2.1. Perikanan Indonesia............................................................................................3

2.2. Covid-19.............................................................................................................4

2.3. Dampak Covid-19...............................................................................................5

2.4. Kondisi Industri Perikanan Tangkap Saat Ini.....................................................9

2.5. Langkah Penanganan Pemerintah.....................................................................14

BAB III Penutup........................................................................................................17

3.1. Kesimpulan.......................................................................................................17

3.2. Saran.................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................19

iii
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Dani Setiawan


menegaskan, nelayan dan pembudidaya memiliki peran penting dan menjadi andalan
dalam menopang kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Di Indonesia, produk
perikanan menyediakan 54 persen dari seluruh protein hewani yang dikonsumsi
masyarakat. Sektor perikanan tangkap diperkirakan menyediakan lapangan kerja
langsung lebih dari 6 juta orang dan lapangan kerja tidak langsung bagi jutaan
lainnya. Kemudian 97 persen dari total jumlah nelayan di Indonesia, jika dilihat dari
ukuran kapal sekitar 10 GT merupakan nelayan skala kecil.
Saat ini, dunia tengah menghadapi pandemi yaitu covid-19. World Health
Organization (WHO) menyatakan, coronaviruses (cov) adalah virus yang
menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut covid-19. Virus corona
menyebabkan penyakit flu biasa sampai penyakit yang lebih parah seperti sindrom
pernafasan timur tengah (Mers-CoV) dan sindrom pernafasan akut parah (SARS-
CoV). Virus ini pertama kali muncul di Wuhan Cina, Desember 2019, lalu
berkembang sangat cepat bahkan ke berbagai negara, dan melanda seluruh dunia.
Menyikapi kasus ini maka berbagai kebijakan mulai dimunculkan. Mulai penerapan
work from home, social distancing dan physical distancing, sampai diberlakukan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tentu ini akan menimbulkan dampak
bagi perekonomian di Indonesia. Pemerintah dan masyarakat harus bersiap terhadap
apa yang terjadi bila kasus penyebaran virus ini semakin berlarut. Dampak dari
penyebaran virus corona terjadi di berbagai bidang, baik di sektor riil, bursa saham.
Dan yang paling dirasakan berat terhadap perekonomian secara global di Indonesia,
di mana mengalami pelambatan pertumbuhan. Mayoritas nelayan dan pembudidaya
mengalami dampak dari pandemi Covid-19 sehingga kelangsungnya para produsen
pangan perikanan ini ikut terancam. Mayoritas daerah melaporkan terjadi penurunan
harga ikan yang cukup signifikan, terutama jenis ikan tertentu yang menjadi
komoditas ekspor. Kondisi ini menyebabkan banyak nelayan dan pembudiaya yang
kewalahan menjual hasil tangkapan. Apalagi negara tujuan ekspor perikanan
Indonesia juga sedang “menutup diri”, membatasi transaksi perdagangan
4
internasionalnya dengan negara lain. Akibatnya, selain harga ikan yang jatuh, beban
ongkos produksi atau ongkos melaut tetap tidak berubah, bahkan ada kecenderungan
naik.
Tulisan ini hendak membahas tentang bagaimana pandemi covid-19
mempengaruhi berbagai aspek tak terkecuali aspek sosial ekonomi di bidang
perikanan dan mengkaji keadaan masyarakat perikanan dalam situasi menghadapi
pandemi saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi Industri perikanan tangkap saat sebelum terjadi pandemi?


2. Apa saja dampak pandemi ini bagi industri perikanan terutama Industri
perikanantangkap?
3. Bagaimana pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap aspek-aspek agrobisnis
mulai dari pra-produksi, produksi, pemasaran, kelembagaan,pembiayaan,
sertarisiko?
4. Apa saja langkah-langkah yang diambil Pemerintah dalam menangani kasus
ini terutama pada Industri Perikanantangkap?
5. Apakah langkah pemerintah tersebut cukup efektif dalam menghadapi
fenomena saatini?

1.3 Tujuan

1. Untuk mendeskripsikan kondisi Industri Perikanan tangkap sebelum dan saat


pandemi.
2. Untuk mempelajari mengetahui dampak-dampak yang terjadi akibat pandemi
Covid-19 terutama di bidang perikanantangkap.
3. Untuk mengetahui seberapa berpengaruh pandemi Covid-19 ini terhadap
aspek-aspek agrobisnis mulai dari pra-produksi, produksi, pemasaran,
kelembagaan, pembiayaan, danrisiko
4. Untuk mengetahui langkah-langkah yang diambil Pemerintah untuk
menghadapi pandemi Covid-19.

5
BAB II
Pembahasan

2.1. Perikanan Indonesia

Sumber daya kelautan dan perIkanan merupakan salah satu potensi sumber daya alam
yang sangat besar dan mendapatkan perhatian yang serius di Indonesia. Secara singkat,
dua per tiga wilayah Indonesia terdiri dari laut, memiliki pulau sebanyak lebih dari
17.000 serta garis pantai sepanjang 81.000 km. Pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 menekankan bahwa fokus terbesar
diberIkan pada bidang kelautan yang di dalamnya adalah perIkanan dengan cara
mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan (Bappenas,
2014). Selama ini sektor perIkanan dianggap telah teruji sebagai sektor yang mampu
bertahan dalam situasi krisis, baik ekonomi, finansial maupun moneter serta mampu
menyediakan bahan pangan penting bagi masyarakat, sumber pendapatan serta
sekaligus menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup signifIkan. Sektor
perIkanan memiliki kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi di beberapa
negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, China dan negara-negara Eropa. Hal ini
dipertegas oleh pernyataan Fauzi (2010) bahwa sektor perIkanan dibeberapa negara di
dunia telah menjadi sumber “energi” pertumbuhan ekonomi dan juga menjadi “mesin
pertumbuhan” ekonomi regional. Hal ini pun terjadi di Indonesia, dimana sektor
perIkanan terus memberIkan peningkatan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi
sehingga pemerintah memberIkan perhatian lebih. Perhatian tersebut
diimplementasIkan melalui dukungan kebijakan fiskal dan non fiskal yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama nelayan (Samosir, 2014). Hal
tersebut menegaskan bahwa sumber daya perIkanan adalah aset penting negara yang
jika dikelola dengan baik akan memberIkan manfaat yang maksimum bagi masyarakat
( Fauzi dan Anna,2002).
Perikanan tangkap memiliki peran penting dan strategis di Indonesia, setidaknya dapat
dilihat dari tiga peran, yaitu sumber pertumbuhan ekonomi, sumber pangan khususnya
protein hewani, dan penyedia lapangan kerja (Purnomo ,2012; Triarso, 2012; Rizal,
Iskandar, Herawati & Dewanti 2018; Sanger, Jusuf & Andaki 2019). Perikanan
menciptakan lapangan kerja dan bertindak sebagai “jaring pengaman” ketika sumber
penghasilan lainnya gagal (Bene & Tewfik 2001; Bene, Macfadyen & Allison 2007;
Cunningham 1993; Machena & Kwaramba 1997). Pentingnya perikanan tangkap tidak
hanya terjadi di Indonesia namun juga di beberapa negara di Asia, Eropa dan Amerika.
Fakta ini diungkapkan Fauzi (2010) bahwa sektor perikanan di beberapa negara di
Eropa dan Amerika telah menjadi sumber “energi” dan mesin pertumbuhan ekonomi
regional. Peran sektor perikanan di beberapa negara ditandai dengan tajamnya
peningkatan produksi perikanan dunia. Bahkan untuk di China, perikanan tangkap
berdampak secara ekonomi dan sosial (Huang & He 2019). Fauzi & Anna (2002)
menyebutkan bahwa sumber daya perikanan sebagai salah satu aset penting negara
apabila dikelola secara baik, dan memberikan manfaat maksimum bagimasyarakat.
Tingkat pemanfaatan ikan pelagis besar tidak terlepas dari peningkatan produksi
yang terus meningkat sejak tahun 2005 hingga 2018. Laju pertumbuhan produksi
perikanan tangkap untuk komoditas TTC selama tahun 2011 hingga 2018 mencapai
18,2% per tahun (KKP 2019). Peningkatan laju produksi yang cukup tinggi
memberikan tekanan terhadap sumber daya, tercermin dari status tingkat
pemanfaatannya. Penurunan kualitas sumber daya atau deplesi sumber daya tentu saja
diperlukan sebuah solusi untuk tetap menjaga keberlanjutannya. Salah satu yang
dapat dilakukan adalah dibentuknya kawasan konservasi. Kawasan konservasi dapat
berfungsi sebagai daerah perlindungan, tempat spawning ground dan nursery ground
bagi beberapa ikan jenis pelagis. Ikan pelagis besar yang bersifat high migratory tentu
saja akan beruaya lintas WPP. Beberapa WPP yang sudah berada pada tingkat
pemanfaatan over exploited menjadi prioritas peningkatan luas
kawasankonservasinya.
Seperti itulah kondisi Industri Perikanan Indonesia beberapa bulan lalu. Berbeda
halnya dengan saat ini, dimana dunia sedang dihadapkan dengan pandemi covid-19
yang melanda hampir seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Hal ini
tentunya membawa dampak bagi berbagai aspek dan bidang, salah satunya di bodang
Perikanan sendiri.

2.2. Covid-19
Keadaan dunia saat ini digemparkan oleh informasi mengenai virus mematikan
ke 7 dunia yang menyebar secara pesat ke beberapa wilayah belahan dunia saat ini.
Virus tersebut di kenal dengan nama Virus Corona (Covid-19). COVID-19
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut
coronavirus 2 (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 atau SARS-CoV-2).
Virus ini merupakan keluarga besar Coronavirus yang dapat menyerang hewan.
Ketika menyerang manusia, Coronavirus biasanya menyebabkan penyakit infeksi
saluran pernafasan, seperti flu, MERS (Middle East Respiratory Syndrome), dan
SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). COVID-19 sendiri merupakan
coronavirus jenis baru yang ditemukan di Wuhan, Hubei, China pada tahun 2019
(Ilmiyah, 2020; Hui, et al., 2020). Karena itu, Coronavirus jenis baru ini diberi nama
Coronavirus disease-2019 yang disingkat menjadi COVID-19. COVID-19 sejak
ditemukan menyebar secara luas hingga mengakibatkan pandemi global yang
berlangsung sampai saat ini. Gejala COVID-19 umumnya berupa demam 38°C, batuk
kering, dan sesak nafas serta dampak paling buruk untuk manusia ialah kematian.
Sampai 19 April 2020 pukul 10:38:37 WIB, dilaporkan terdapat 2.329.539 kasus
terkonfirmasi dari 185 negara yang 160.717 orang diantaranya meninggal dunia serta
595.229 orang bisa disembuhkan (Johns Hopkins CSSE, 2020).
2.3. Dampak Covid-19

Pandemi Covid-19 memberikan dampak dan pengaruh yang sangatsignifikan


bagi berbagai aspek kehidupan hampir seluruh lapisan masyarakat. Dampak yang
dibahas yaitu dilihat dari aspek sosial budaya, ekonomi, dan secara khusus sosial
ekonomi perikanan di Indonesia. Berikutpenjabarannya.

2.3.1. Aspek Sosial Budaya

Demikian manakutkannya virus ini, dalam waktu yang cepat menelan banyak
korban jiwa di berbagai belahan negara. Awalnya dianggap sepele, namun dengan
informasi yang gencar utamanya melalui media sosial yang mewartakan tentang
keganasan virus tersebut, berimbas pada perubahan perilaku masyarakat. Orang mulai
takut berinteraksi, sehingga banyak terhentinya kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan
keagamaan yang bersifat masif dan berinterkasi fisik. Bahkan mewabahnya COVID-
19 berkomplikasi terhadap ancaman kelesuan ekonomi. Hotel- hotel, tempat-tempat
wisata, sepi. Supir-supir gojek dan pekerja lepas banyak kebingunan karena
kehilangan penghasilan. Terkesan awalnya menyepelekan. Seperti tidak hirau dengan
himbauan pemerintah untuk tidak bepergian dan tinggal di rumah. Kemacetan
lalulintas, bandara, kafe-kafe, mall, nampak normal, penuh dan ramai, seolah tiada
virus yang berbahaya yang mengintainya. Kesadaran muncul, ketika media sosial
(medsos) gencar menyebarkan informasi korban-korban yang nyata akibat COVID-
19. Himbauan untuk tinggal dan bekerja di rumah serta tidak bepergian ke luar kota
termasuk ke luar negeri mulai dipatuhi. Belakangan jalan-jalan mulai sepi, demikian
pun dengan mall, perkantoran, dan ruang-ruang publik nampak lengang. Pemerintah
mempridiksi periode pandemi COVID-19 berakhir hingga Mei. Artinya ada kisaran
dua bulan kedepan (April-Mei) pegawai akan melakukan ativitas kerjanya secara
online di rumah. Masa pengendapan kebiasaan baru, untuk membangun budaya kerja
digital yang sangat berharga. Dan pada saatnya kita masyarakat akan menjadi lebih
terbiasa bekerja di rumah dengan mengoptimalkan fasilitas digital, yang sudah lama
menawarkankemudahannya.
Tentu perubahan budaya ini harus segera dimanfaatkan pengambil kebijakan,
untuk membangun sistem organsisasi dan sistem kerja baru, yang benar-benar
berbasis digital. Struktur organisasi yang hirakhis selayaknya harus segera
disesuaikan, karena interaksi pegawai cenderung tidak lagi berjenjang. Pegawai dapat
berinteraksi dengan pegawai lainnya secara lateral, dengan semua pegawai pada
berbagai jenjang jabatan. Proses kerja lama yang cenderung fisik dan manual, segera
disesuikan dengan sistem kerja digital. Jam kehadiran di kantor, sebagai misal,
selayaknya segera disesuikan karena basisnya output dan kehadiran fisik di kantor
dalam banyak pekerjaan tidak lagi banyak maknanya. Demikian halnya sistem
kepegawaian lainnya juga perlu melakukan penyesuaian secara lebih terpadu dalam
basis digitaltersebut.

2.3.2. Aspek Ekonomi

Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini mau tidak mau memberikan dampak
terhadap berbagai sektor. Pada tataran ekonomi global, pandemi COVID-19
memberikan dampak yang sangat signifikan pada perekonomian domestik negara-
bangsa dan keberadaan UMKM. Laporan Organisation for Economic Co-operation
and Development (OECD) menyebutkan bahwa pandemi ini berimplikasi terhadap
ancaman krisis ekonomi besar yang ditandai dengan terhentinya aktivitas produksi di
banyak negara, jatuhnya tingkat konsumsi masyarakat, hilangnya kepercayaan
konsumen, jatuhnya bursa saham yang pada akhirnya mengarah kepada
ketidakpastian. Jika hal ini berlanjut, OECD memprediksi akan terjadi penurunan
tingkat output antara seperlima hingga seperempat di banyak negara, dengan
pengeluaran konsumen berpotensi turun sekitar sepertiga. Prediksi ini tentu
mengancam juga perekonomian nasional Indonesia. Aknolt Kristian Pakpahan
menyebutkan ada tiga implikasi bagi Indonesia terkait pandemi COVID-19 ini yakni
sektor pariwisata, perdagangan, dan investasi. Indonesia yang didominasi oleh
keberadaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai tulang punggung
perekonomian nasional juga terdampak secara serius tidak saja pada aspek total
produksi dan nilai perdagangan akan tetapi juga pada jumlah tenaga kerja yang harus
kehilangan pekerjaannya karena pandemi ini. Data dari Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM) menunjukkan bahwa pada tahun 2018
terdapat 64.194.057 UMKM yang ada di Indonesia (atau sekitar 99 persen dari total
unit usaha) dan mempekerjakan 116.978.631 tenaga kerja (atau sekitar 97 persen dari
total tenaga kerja di sektor ekonomi).
Kajian yang dibuat oleh Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pandemi
COVID-19 memberikan implikasi negatif bagi perekonomian domestik seperti
penurunan konsumsi dan daya beli masyarakat, penurunan kinerja perusahaan,
ancaman pada sektor perbankan dan keuangan, serta eksistensi UMKM. Pada aspek
konsumsi dan daya beli masyarakat, pandemi ini menyebabkan banyak tenaga kerja
berkurang atau bahkan kehilangan pendapatannya sehingga berpengaruh pada tingkat
konsumsi dan daya beli masyarakat terutama mereka yang ada dalam kategori pekerja
informal dan pekerjaharian.

2.3.3. Aspek Sosial Ekonomi Perikanan

a. Harga Ikan Menurun

Pandemi COVID-19 mengubah banyak hal. Seperti halnya nasib para


nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Kecamatan Brondong,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Dampak pandemi COVID-19 yang paling
dirasakan nelayan yaitu harga ikan yang turun drastis mencapai 50 persen. Hal
ini tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan saat melaut, belum lagi
biaya operasional yang tinggi.Lebih lanjut, saat cuaca mendukung seperti
sekarang ini biasanya nelayan bisa pulang membawa hasil Rp3-5 juta sekali
melaut. Semenjak merebaknya wabah virus Coronaini penghasilannya
menurun menjadi Rp1-1,5 juta. Beberapa nelayan mengatakan bahwa,
penghasilan bulan ini bisa dikatakan lebih parah daripada musim angin
kencang, kerugiannya lebih banyak. Meskipun begitu, lanjut pria bertubuh
dempal ini, dia berencana tetap berangkat melaut lagi. Sebabnya, tidak ada
pilihan pekerjaan lain. Hal serupa dirasakan pula oleh nelayan-nelayan di
berbagai daerah di Indonesia.
b. Ikan Menumpuk

Beberapa nelayan mengatakan biasanya menjual ikan kakap merah


(Lutjanus campechanus) Rp60 ribu/kg. Sekarang ini turun hingga Rp25-30
ribu/kg. Penurunan harga ikan, terjadi pada satu bulan terakhir. Meskipun
harganya murah mereka tetap menjual ikan hasil tangkapannya itu. Sebab jika
tidak segera dijual, ikan semakin basi. Selain ukuran, harga ikan ditentukan
dari kesegarannya. Padahal awalnya, begitu ikan hasil tangkapan sampai ke
tempat pelelangan langsung dimasukkan ke dalam truk, kemudian serentak
berangkat ke pabrik-pabrik. Ikan tidak sampai menumpuk di Tempat
Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan truk-truk pengangkut ikan yang sudah
berangkat tidak bisa kembali karena kebijakan karantina wilayah di beberapa
daerah di Indonesia. Penjual ikan melakukan transaksi di Tempat Pelelangan
Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan, Jatim.
Dampak yang ditimbulkan dari wabah virus COVID-19 ini yaitu harga ikan
turundrastis.
c. Waktu Melaut Yang Terbatas

Dampak lain yang dirasakan yaitu waktu mencari ikan di laut lebih
diperpendek menjadi 3-4 hari. Alhasil, tangkapan ikan semakin sedikit.
Padahal sekarang ini cuaca sedang bagus untuk mencari ikan di laut. Sebelum
adanya pandemi, selama satu minggu di laut paling tidak bisa membawa
pulang 4-5 kuintal hasil tangkapan ikan. Sekali berangkat, para nelayan
biasanya menghabiskan Rp6-7 juta untuk biaya operasional termasuk untuk
perbekalan melaut.
2.4. Kondisi Industri Perikanan Tangkap SaatIni

a) Produksi

Rencana Pembangunan Jangka Menengan (RPJM) III tahun 2015-2019 di


bawah Kabinet Kerja Bapak Joko Widodo akan segera berakhir. Sektor
kelautan dan perikanan pada umumnya dan sub sektor perikanan tangkap pada
khususnya, mendapat atensi dan perkembangan yang luar biasa pada periode
ini. Bapak Presiden sendiri yang mengatakan pada Pidato Kenegaraan tanggal
20 Oktober 2014 bahwa laut adalah masa depan bangsa. Arahan tersebut
dijabarkan secara nyata di Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui 3
(tiga) pilar utama, yaitu: kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan. Melalui
pilar-pilar tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan tidak hanya melakukan
perbaikan pada kegiatan-kegiatan prioritas yang sifatnya fisik, tetapi juga
yang tak kalah penting adalah melakukan perbaikan dan reformasi tata kelola.
Ini menjadikan perikanan tangkap diperbaiki dari semua sisi secara holistik.
Apa saja ringkasan dari perubahan, inovasi, dan transformasi perikanan
tangkap yang telah dilakukan/terjadi setelah 2014? Tahun 2014 dan
sebelumnya ribuankapal (tidak kurang dari
7.000 kapal) dikuasai kapal asing dan eks asing, kini 100 persen kapal
domestik dimiliki nelayan dan pelaku usaha dalam negeri. Sebelumnya data
produksi antara lain disumbang oleh produksi kapal eks asing, sekarang data
produksi 100 persen berasal dari kapal lokal, ABK/nelayan lokal, dan modal
dalam negeri. Nelayan tidak mendapatkan perlindungan yang dibiayai dari
APBN. Baru pada tahun 2016 pemerintah mengucurkan anggaran untuk
membiayai premi asuransi bagi nelayan kecil. Tahun 2016-2018 nelayan kecil
sudah dicover asuransi nelayan sebanyak 1.048.117 orang dan rencananya
ditambah 150.000 nelayan pada tahun 2019. Sebelumnya kapal- kapal
tergantung dengan cold storage, sekarang dari total kapal eligible untuk
mendapatkan SIPI dan terdaftar di Buku Kapal Perikanan (BKP) sampai Juni
2019 sebanyak 7.987 unit dan sebanyak 5.800 kapal (72,65 persen) adalah
kapal berukuran >50 GT yang diidentifikasi menggunakan freezer. Tahun
2014 nilai tukar nelayan (NTN) hanya 104,63. Tahun 2018 sudah melonjak
menjadi 113,28. Tahun 2014 nilai tukar usaha nelayan baru sebesar 107,37.
Tahun 2018 melonjak mencapai 126,68. Sebelumnya, kapal-kapal lokal
banyak yang tidak operasional, disebabkan banyaknya kapal asing dan
eks asing beroperasi di wilayah Indonesia dan pembangunannya
dilakukan di luar negeri dengan cara mengimpor maupun membeli dari luar
negeri. Pola tersebut tidak memberi kontribusi nyata bagi industri kapal
nasional dan terus terpuruk. Kini, sejak 2015 tidak kurang dari 908 kapal
perikanan baru berukurang lebih dari 30 GT dibangun di dalam negeri di
galangan-galangan dalam negeri. Sebelumnya logbook perikanan dicatat
secara manual, sekarang telah terbit 5.356 e-log book yang sangat praktis
penggunaannya dengan menggunakan handphone. Sebelumnya perizinan
dilakukan manual, sekarang dilakukan perizinan online (e-services),
pelayanan terpadu satu pintu, SIMKADA (Sistem Informasi Kapal Izin
Daerah), cek fisik kapal perikanan dan alat penangkapan ikan melalui e
service di Sistem Informasi Cek Fisik Kapal (SiCEFI),serta persetujuan
pengadaan melalui Sistem informasi persetujuan pengadaan Kapal (SiKAPI).
Pada saat terjadi pandemi saat ini, produksi perikanan tangkap menurun cukup
drastis dikarenakan penerapan PSBB di beberapa wilayah di Indonesia
sehingga para nelayan harus dibatasi dalam waktumencariikan.Nelayan
mengaku, jika cuaca mendukung, seperti sekarang ini selama 15-20hari di
laut, pulang membawa setidaknya Rp3-5 juta sekali melaut. Namun, semenjak
pandemi dan penerapan PSBB, penghasilan pun menurun menjadi Rp1-1,5 jt.

b) Pemasaran

Pasar adalah suatu proses interaksi dimana penjual dan pembeli


melakukan kesepakatan dalam menentukan harga sebuah barang maupun jasa.
Menurut Philip Kotler pasar terdiri dari konsumen/pembeli yang memiliki
potensial memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka dengan memiliki suatu
barang tersebut. Dahl dan Hammond, memberikan pengertian pasar sebagai
lingkungan atau tempat yang memiliki kekuatan dalam melakukan permintaan
dan penawaran yang berguna untuk menentukan harga suatu barang sehingga
terjadi pertukaran kepemilikan barang atau jasa. Hukum permintaan pasar
menerangkan hubungan antara permintaan konsumen dengan harga barang
yang ditawarkan. Hukum permintaan menyatakan, “ semakin rendah harga
dari suatu barang dan jasa, maka semakin banyak permintaan akan barang dan
jasa tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi harga dari suatu barang dan jasa,
maka semakin sedikit permintaan dari konsumen akan barang dan jasa
tersebut”. Faktor yang.mempengaruhi permintaan pasar, meliputi: harga
barang, pendapatan konsumen, selera konsumen, ekspektasi, dan masalah.
Dengan adanya pandemi covid-19 seperti saat ini, yang mengharuskan
masyarakat menerapkan social distancing dimana masyarakat dilarang untuk
berkumpul dalam kerumunan bahkan untuk menjaga diri agar tidak tertular.
Sosial distancing ini juga mempengaruhi perubahan sistem pasar ekonomi
permintaan dari suatu barang. Dalam kondisi ini konsumen akan lebih
memilih untuk tidak membeli barang-barang yang dianggapnya kurang begitu
penting karena aktivitas mereka pun dibatasi. Saat ini permintaan pasar untuk
barang-barang yang menunjang guna menghadapi pandemi ini meningkat
tajam, seperti masker, sabun cuci tangan, sarung tangan, hand sanitizer. Hal
ini pula yang menyebabkan permintaan di bidang Industri perikanan menurun
drastis dan sangat mempengaruhi tingkat perekonomian nelayan. Namun,
bukan berarti tidak ada cara lain. Era srkarang merupakan era yang serba
digital, termasuk bentuk pemasaran itu sendiri. Pemasaran saat ini dapat
dilaksanakan secara online, yang telah memenuhi syarat pemasaran, yakni
penjual dan pembeli dipertemukan untuk melaksanakan transaksi secara
online sehingga terjadilah kegiatan jual beli. Sehingga, meskipun diterapkan
sosial distancing, pemasaran tetap bisadilakukan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan ekspor
perikanan pada triwulan I-2020 mengalami kenaikan di tengah wabah Virus
Corona baru atau Covid-19. Peningkatan eskpor perikanan ini didorong upaya
pelaku usaha mencari pasar baru setelah adanya pembatasan perdagangan ke
China. Menurut Nilanto Perbowo (2020), fenomena Covid-19 menyebabkan
aktivitas negara eksportir seperti Indonesia juga membelokan arah ekspor ke
pasar AS dan Eropa sebagai pasar terbesar untuk komoditas udang dan Tuna-
Tongkol-Cakalang (TTC). Tak hanya itu, ujar dia, kenaikan ekspor terutama
untuk bahan baku olahan, pasokan retail, ikan yang siap saji dan tahan lama
seperti ikan kaleng. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai
ekspor hasil perikanan Indonesia pada Maret 2020 mencapai 427,71 juta dolar
AS atau meningkat 6,34 persen dibanding ekspor Februari 2020.
Sementara dibanding Maret 2019 meningkat 3,92 persen. Sedangkan
secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia selama Januari-Maret 2020 mencapai
1,24 miliar dolar AS atau meningkat 9,82 persen dibanding periode yang sama
tahun 2019. Demikian pula volume ekspor Januari-Maret 2020 mencapai
295,13 ribu ton atau meningkat 10,96 persen dibanding periode yang sama
tahun 2019. Amerika Serikat menempati urutan pertama dari lima negara
tujuan utama ekspor selama Januari–Maret 2020. Nilai ekspor ke negeri
Paman Sam tersebut mencapai 508,67 juta dolar AS (40,97 persen), diikuti
China dengan 173,22 juta dolar AS (13,95 persen). Dari sisi komoditas, udang
mendominasi ekspor ke negara-negara tersebut dengan nilai mencapai 466,24
juta dolar AS (37,56 persen), disusul tuna-tongkol-cakalang dengan nilai
176,63 juta dolar AS (14,23 persen). Kemudian cumi-sotong-gurita dengan
nilai 131,94 juta dolar AS (10,63 persen), serta rajungan-kepiting dengan nilai
105,32 juta dolar AS (8,48 persen) dan rumput laut dengan nilai 53,75 juta
dolar AS (4,33 persen). Sebelumnya, KKP juga menyatakan layanan
sertifikasi ekspor perikanan dari beberapa negara selama periode Januari
hingga Maret 2020 diketahui mengalami peningkatan di tengah merebaknya
pandemiCovid-19.
Menurut Rina (2020), hal itu terlihat dari tumbuhnya ekspor di beberapa
negara selama periode Januari - 12 Maret 2020 dibanding periode yang sama
pada 2019. Kemudian pada periode yang sama adalah ekspor perikanan ke
Thailand yang meningkat dengan total 27.264,73 ton dibanding 11.372,78 ton,
lalu ekspor ke Malaysia yang sudah mencapai 15.883,49 ton dibanding
13.008,65 ton, serta ekspor ke Taiwan sebesar 7.823,77 ton dibanding
7.173,04 ton. Negara tujuan ekspor yang mengalami peningkatan ialah
Vietnam sebesar 8.105,75 ton dibanding 7.955,40 ton, Singapura sebesar
6.820,87 ton dibanding 5.883,99 ton, Korea Selatan sebesar 5.964,08 ton
dibanding 4.320,34 ton, dan Arab Saudi sebesar 3.908,85 ton dibanding
3.358,19 ton.
c) Kelembagaan dan Pembiayaan

Bantuan keuangan kepada para pelaku UMKM, termasuk para pelaku


pada industri perikanan tangkap yaitu nelayan, Pemerintah Indonesia telah
menggelontorkan anggaran sebesar Rp. 70,1 triliun untuk insentif perpajakan

dan stimulus kredit usaha rakyat dari total anggaran Rp. 405,1 triliun
mengatasi pandemi Covid-19 melalui APBN 2020. Pendistribusian anggaran
tersebut harus transparan, jelas, dan tepat sasaran agar eksistensi UMKM dan
aktivitas perekonomian riil tetap terjaga. Selain anggaran yang telah
ditetapkan, pemerintah juga dapat mendorong sektor perbankan baik bank
milik pemerintah ataupun bank swasta untuk dapat memberikan pinjaman
lunak kepada para pelaku UMKM tentu dengan mekanisme ketat siapa saja
yang berhak mendapatkan pinjaman dengan suku bunga lunak ini. Jangan
sampai pinjaman ini disalahgunakan dan akhirnya malah merugikan kinerja
bank pemberi pinjaman.
Terkait bantuan kepada UMKM, dua lembaga pemerintah yang berurusan
langsung dengan UMKM yakni Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (KemenkopUKM) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin)
telah merancang beberapa strategi untuk membantu UMKM. KemenkopUKM
telah memberikan setidaknya tiga stimulus bagi UMKM di masa pandemi ini
guna menjaga keberlangsungan aktivitas UMKM, yakni: kelonggaran
pembayaran pinjaman, keringanan pajak UMKM enam bulan, dan transfer
tunai untuk bisnis skala mikro.13 Sementara Kementerian Perindustrian
merencanakan untuk: memberikan pinjaman dengan bunga rendah (lebih
rendah dari tingkat suku bunga untuk usaha mikro) kepada usaha kecil dan
menengah (UKM), menghubungkan para pelaku UKM dengan toko-toko
teknologi daring untuk membantu pemasaran dan penjualan produk-produk
UKM seperti Tokopedia, Shopee, dan Blibli, melakukan kerjasama dengan
industri lokal penyedia bahan baku mentah untuk keperluan produksi UKM,
dan melakukan kerjasama dengan Kementerian Luar Negeri dan Atase
Industri di luar negeri untuk terus melakukan proses negosiasi perdagangan
untuk melanjutkan aktivitas ekspor produk-produk yang dihasilkan oleh
UKMIndonesia.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk membantu UMKM bertahan dalam
situasi pandemi ini adalah dengan memanfaatkan dana Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang dimiliki oleh perusahaan swasta dan
badan usaha-badan usaha milik negara (BUMN). Pemerintah perlu
mengeluarkan instruksi dan pedoman untuk seluruh BUMN agar mengalihkan
dana TJSL yang ada untuk membantu secara langsung UMKM- UMKM yang
terdampak pandemi COVID-19. BUMN pun dapat melibatkan UMKM dalam
proses produksi produk-produk yang bisa diisi oleh para pekerja UMKM.
Misalnya, BUMN yang bergerak dalam produksi farmasi dan alat
perlindungan diri (APD) seperti masker dan pakaian medis dapat melibatkan
para pekerja UMKM yang bergerak dalam bidang usaha produksi pakaian
untuk memproduksi dalam skala besar kebutuhan APD. Melihat potensi pasar
mengenai kebutuhan APD baik untuk kebutuhan domestik maupun
internasional, peluang ini dapat dimanfaatkan sekaligus memberi rasa aman
ancaman pemutusan hubungan kerja atau penutupan produksi yang dialami
UMKM dalam jangka pendek. Untuk perusahaan swasta, dana TJSL juga bisa
dialihkan untuk membantu UMKM yang berada di sekitar perusahaan tersebut
berada. Bentuk bantuan bisa dalam bentuk bantuan langsung seperti
pemberian paket sembako atau pembelian produk-produk UMKM untuk
kemudian disalurkan ke tempat lain. Tindakan seperti ini setidaknya dalam
jangka pendek mampu memberikan rasa aman para pelaku UMKM.

d) Risiko

Sejatinya, risiko melekat pada semua aspek kehidupan dan aktivitas


manusia, dari urusan pribadi sampai perusahaan, dari urusan gaya hidup
sampai pola penyakit, dari bangun sampai tidur malam , dan masih banyak
lagi. Para pakar manajemen risiko di dalam dan luar negeri memiliki banyak
definisi mengenai apa itu risiko dan manajemen risiko. Namun demikian,
secara umum risiko dapat didefinisikan dengan berbagai cara, misalnya risiko
didefinisikan sebagai kejadian yang merugikan, atau risiko adalah bagi analis
investasi dan, risiko adalah penyimpangan hasil yang diperoleh dari yang
diharapkan. Apapun definisi risiko, setidaknya mencakup dua aspek penting,
yaitu aspek probabilitas/kemungkinan dan aspek kerugian/dampak.
(Antonio.,1999)
Risiko sifatnya melekat dalam setiap kegiatan agribisnis. Setiap kegiatan
dalam sub sistemnya memiliki risiko yang berbeda dan pengelolaan risiko
yang berbeda. Risiko dalam agribisnis berpeluang terjadi dalam rangkaian
kegiatan mulai hulu, utama, hilir dan penunjang. Berdasarkan tipe, risiko
dibedakan menjadi risiko yang dapat dikendalikan dan risiko yang tidak dapat
dikendalikan. Risiko yang terjadi dewasa ini pada agrobisnis perikanan
termasuk pada risiko yang tidak dapat dikendalikan. Pandemi covid-19
termasuk ke dalam bencana yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Sehingga, belum Ada persiapan-persiapan khusus dalam menghadapi kondisi
pada agrobisnis perikanan saat ini yang mengakibatkan kerugian yang cukup
besar bagi para pelaku terkait, sepertinelayan.

2.5. Langkah Penanganan Pemerintah

Berbagai strategi sudah disiapkan Pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi


dampak negatif dari COVID-19 pada perikanan budi daya. Strategi disiapkan, agar
produksi bisa tetap berjalan normal dan sekaligus bisa mengejar target pada 2024.
Strategi tersebut, antara lain:
a. Penyediaan disinfektan chambers di pelabuhan pusat dan perintis, pengecekan
kesehatan kepada nelayan dan kapal ikan.
b. Mempercepat penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) untuk sektor kelautan
dan perikanan, terutama perikanan tangkap. Proses tersebut akan dikawal
melalui penyuluh perikanan yang bertugas untuk mendampingi proses sampai
tuntas. Percepatan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) untuk nelayan dan
pelaku usaha perikanan. Percepatan tersebut, diyakini akan menumbuhkan
aktivitas ekonomi yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
c. Penyediaan ruang disinfektan (chambers) di setiap pelabuhan pusat, dan juga
pemeriksaan kesehatan atau pengecekan terhadap 50 ribu nelayan di
pelabuhan-pelabuhan terkait. Kemudian, dalam kegiatan bakti sosial juga ada
pembuatan fasilitas cuci tangan sederhana untuk memudahkan nelayan atau
awak kapal perikanan (AKP) di pelabuhan bisa melaksanakan
pencegahanCOVID-19.
d. Komunikasi dengan pemangku kepentingan untuk harmonisasi kebijakan
berbasis data, informasi dan pengetahuan yangfaktual.

e. Pengelolaan sumber daya perikanan tangkap yang maju berkelanjutan melalui


optimalisasi produktivitas sarana prasarana perikanan tangkap, penyediaan
infrastruktur tangkap yang terintegrasi, optimalisasi pemanfaatan dan
pengeloaan sumber daya ikan berbasis wilayah pengelolaan perikanan (WPP).
f. Reformasi birokrasi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP
menuju birokrasi yang lebih berkualitas. Keempat, kebijakan
pengarusutamaan dan pembangunan lintas bidang seperti pembangunan
berkelanjutan, gender, modal sosial budaya dan transformasi digital.

Dengan adanya strategi, diharapkan akan bisa dijaga stabilitas harga yang
membuat pelaku usaha bisa menghindari kerugian dan sekaligus menyerap produksi
ikan dengan maksimal.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa :

a. Indonesia merupakan daerah yang sangat potensial di bidang perikananbaik


perikanan tangkap, maupun budidaya. Dengan melimpah nya sumberdaya
perikanan Indonesia, memberikan dampak ekonomi yang sangat positif.
b. Pandemi covid-19 telah memberi dampak berdagsi aspek kehidupan, yakni
aspek sosial dan aspek ekonomi tak terkecuali di bidang perikanan tangkap.
c. Dalam menghadapi situasi pandemi saat ini, pemerintah melakukan upaya-
upaya yang dianggap strategis dalam menangani persoalan-persoalan di
bidang perikanan, yang diharapkan dapat mengurangi kerugian-kerugian
yang mungkin terjadi akibat adanya situasi pandemi ini.

3.2. Saran

Berdasarkan dari pengkajian ilmiah, maka penulis bermaksud memberikan saran


yang mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi lembaga maupun bagi peneliti yang
selanjutnya, yaitu sebagai berikut:
a. Bagi Nelayan

Diharap nelayan tetap produktif dan terus berusaha serta senantiasa mematuhi
peraturan Pemerintah demi kebaikan bersama.
b. Bagi Pemerintah

Diharapkan agar pemerintah terus mencari jalan terbaik dan menerapkan


kebijakan-kebijakan yang telah dipertimbangkan secara matang agar
masyarakat nelayan, dan masyarakat lain tidak ada yang dirugikan.
c. Bagi Masyarakat Umum

Dengan adanya pandemi seperti saat ini, diharapkan masyarakat lebih berhati-
hari, senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan, juga memenuhi anjuran
pemerintah agar dapat memutus rantai persebaran Covid-19. Selain itu,
dengan banyaknya dampak terutama di bidang ekonomi, diharapkan
masyarakat senantiasa bergotong royong dan saling bantu sesama.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengkaji lebih banyak sumber maupun


referensi yang terkait dengan sarana prasarana pendidikan maupun efektivitas
proses pembelajaran agar hasil penelitiannya dapat lebih baik dan lebih
lengkap lagi.
e. Bagi Penulis

Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali


kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. dengan sebuah pedoman yang bisa
dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut . Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta sarannya
mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M. S. 1999. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: BI-Tazkia.

Chusnah, Asma'ul. 2020. Pengaruh kondisi pandemi pada permintaan fast food.
Journal Permintaan Pasar Universitas Muhammadyah Sidoarjo.

Jalis, Ahmad. 2020. Dampak sosial ekonomi covid-19. https://pusbangasn.bkn.go.id/.


(Diakses pada 10 Mei 2020).

Kusdiantoro., A. Fahrudin., S.H. Wisudo., B. Juanda. 2019. Perikanan tangkap di


Indonesia potret dan tantangan keberlanjutan. J. Sosek KP. 14 (2): 145-162.

Pakpahan, A.K. 2020. Covid-19 Dan implikasi pada usaha mikro, kecil, dan
menengah. Jurnal Penelitian. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas
Katolik Paharyangan.

Setiawan, A. R. 2019. Lembar kegiatan literasi saintifik untuk pembelajaran jarak


jauh topik penyakit corona virus 2019 (covid-19). Jurnal Ilmu Pendidikan. 2(1):
28- 37.

Zuraya, Nidya. 2020. Ekspor perikanan naik ditengah pandemi covid-


19.m.republika.co.id. (Diakses pada 12 Mei 2020).

Anda mungkin juga menyukai