2014 Ta TM 07110039 4
2014 Ta TM 07110039 4
TEORI DASAR
eksploitasi minyak dan gas bumi yang bertujuan untuk membuktikan ada atau
tidaknya kandungan minyak dan gas bumi tersebut di dalam bumi dengan
membuat lubang sumur. Proses drilling merupakan tahapan lanjut dari proses
melalui suatu proses yang disebut drilling. Hal inilah yang menyebabkan operasi
pemboran menjadi salah satu proses yang sangat vital dan penting dalam dunia
Proses pengeboran secara modern dilakukan pertama kali pada tahun 1859
oleh Edwin Drake dengan menggunakan cable tool rig untuk melakukan
Serikat. Mulai saat itu, dunia pemboran semakin berkembang sehingga saat ini
perminyakan yaitu :
17
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
18
lain dan bekerja disaat yang bersamaan sehingga apabila salah satu sistem
mengalami masalah dan gangguan maka dapat berimbas pada sistem yang lain
formasi yang tidak terletak vertikal di bawah mulut sumur. Di dalam membor
suatu formasi, sebenarnya yang selalu diinginkan lubang yang vertikal, karena
dengan lubang yang vertikal selain operasinya lebih lebih mudah, juga umumnya
produktif yang lebih luas dibandingkan dengan sumur vertikal, sehingga produksi
minyak dan gas bumi akan meningkat. Namun pada pemboran berarah juga
terdapat kesulitan dan tantangan yang lebih sulit dibandingkan dengan pemboran
sebagai berikut :
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
19
1. Alasan Topografis
Gambar 3.1
lindung, dll.
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
20
Gambar 3.2
2. Alasan Geologis
kesulitan apabila dibor secara vertikal yang disebabkan oleh karena suatu
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
21
Gambar 3.3
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
22
Gambar 3.4
3. Alasan Ekonomis
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
23
menggunakan pemboran berarah daripada vertikal. Hal ini sering dijumpai pada
pembuatan platform sehingga pada satu platform dibuat beberapa sumur yang
Gambar 3.5
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
24
4. Alasan Lain
Gambar 3.6
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
25
b. Membuat lintasan baru apabila terjadi stuck pipe atau terdapat fish.
Gambar 3.7
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
26
Pada pemboran berarah, pada keadalaman titik belok tertentu, lubang bor
akan diarahkan ke suatu target yang dikehendaki dengan suatu sudut kemiringan
terlalu besar atau mendadak diantara dua titik di dalam lubang bor. Untuk
kemiringan maksimum yang ditolerir di antara dua titik survey (sudut dog leg).
Dari sudut dog leg ini dapat ditetapkan perubahan sudut kemiringan yang
bawah permukaan tanah pasti akan menyimpang baik sedikit maupun banyak dari
sudut kemiringan yang diinginkan. Hal ini disebabkan lubang bor yang terbentuk
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
27
Crooked Hole, atau pada pemboran berarah disebut juga Slant Hole. Penyebab
dari Crooked Hole ini terdiri dari dua (2) faktor yaitu :
A. Faktor Formasi
maka lubang bor akan cenderung untuk tegak lurus terhadap bidang perlapisan
tersebut. Penembusan bit pada formasi akan meninggalkan suatu baji kecil yang
membelokkan lubang sumur secara tidak signifikan. Teori ini disebut juga
Gambar 3.8
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
28
Pada formasi yang memiliki kemiringan bidang perlapisan lebih besar dari
45°, maka bit akan cenderung sejajar bidang perlapisan tersebut. Sedangkan pada
formasi yang memiliki perlapisan yang berganti-ganti dari lunak ke keras maupun
sebaliknya juga akan menyebabkan bit ditahan dengan berat pada kedua sisinya,
sehingga bit akan terperosok ke salah satu sisi dan mengakibatkan bengkoknya
lubang bor. Teori ini disebut juga Formation Drillability Theory (Gambar 3.9).
Gambar 3.9
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
29
B. Faktor Mekanis
yang berlainan
Beban pada bit yang terlalu besar sehingga drill collar menjadi
melengkung.
dalam pelaksanaannya, seperti azimuth, TVD, Kick Off Point (KOP), Measured
Depth (MD), dan lain – lain. Berikut adalah penjelasan dari beberapa istilah yang
a. Survei point yaitu posisi arah di dalam sumur hasil dari pemboran.
b. Azimuth adalah sudut arah yang terbentuk antara garis singgung pada suatu titik
yang terletak pada lintasan pemboran dengan arah Utara dan diukur searah
jarum jam.
c. True Vertical Depth (TVD) adalah kedalaman sumur yang diukur pada sumbu
vertikal.
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
30
e. Kick Off Point adalah titik pembelokkan lubang pertama kali dimana secara
sengaja dibelokkan dari sumbu vertikal lubang bor. Untuk menentukan KOP
f. Inklinasi adalah sudut yang terbentuk antara garis singgung pada suatu titik
g. Measured Depth (MD) adalah kedalaman lubang bor yang dihitung dari
h. Build Up Rate (BUR) adalah besarnya perubahan sudut inklinasi per satuan
yang berkaitan dengan lintasan pemboran yang akan dihasilkan. Berikut adalah
b. Weight on Bit : beban yang diberikan pada bit saat pemboran berlangsung
(ton).
c. Rotary Speed : kecepatan putar rangkaian bor per satuan waktu, dengan satuan
Rotation Per Minute (RPM) pada rotary table atau top drive; Rotation Per
d. Pump Rate : volume yang dipompakan ke dalam lubang sumur per satuan
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
31
bawah permukaan yang dipasang pada serangkaian drill string sehingga diperoleh
suatu performansi yang baik dalam membentuk kemiringan dan arah dari lintasan
Bit
Stabilizer
Peralatan survey
Drill collar
Bent-sub
Untuk itu pengaturan BHA dalam hal ini termasuk antara lain mengatur
titik kontak, memilih jarak penempatan stabilizer dari bit, memilih ukuran dan
kekakuan drill collar yang tertentu, mengatur WOB dan RPM, mengatur jarak
stabilizer pertama dan kedua dan lain-lain. Susunan Bottom Hole Assembly yang
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
32
ternyata berhasil baik digunakan pada suatu sumur, belum tentu baik pula
diterapkan di sumur lain, hal ini dikarenakan pengaruh daripada formasi dan
lapisan yang di bor pada suatu sumur, sebab pada setiap lapangan pasti memiliki
karakteristik dari formasi dan lapisan yang berbeda pula sehingga tidak bisa
disama ratakan penggunaan Bottom Hole Assembly pada suatu sumur dengan
Untuk itu metode trial & error serta modifikasi yang disesuaikan dengan
kondisi formasi yang ditembus, merupakan cara yang cocok dalam menentukan
pola susunan Bottom Hole Assembly, karena kembali lagi pola suatu daerah
belum tentu cocok untuk daerah operasi lainnya. Maka berdasarkan hal tersebut di
samping dari teori dan pengetahuan sangat diperlukan pengalaman dan jam
terbang yang cukup di dalam pengaturan rangkaian Bottom Hole Assembly ini
agar diperoleh hasil yang baik di dalam suatu pengeboran berarah, karena itu hal
pemilihan posisi Bottom Hole Assembly pada suatu pemboran berarah. Secara
umum terdapat tiga (3) prinsip dalam susunan Bottom Hole Assembly sebagai
berikut.
efek pembesaran sudut kemiringan antara lintasan pemboran dengan garis vertikal
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
33
sumur. Pada prinsip fulcrum ini menunjukkan penempatan stabilizer dekat bit
akan memperkecil jarak antara titik tangential dari bit. Jadi ketika ada
pembebanan, stabilizer akan menjadi titik tumpu peralatan dan memberikan efek
jarak penempatan dan ukuran stabilizer dapat dilakukan untuk mengatur laju
pertambahan sudut di samping pembebanan pada bit. Pada rangkaian ini dengan
adanya beban pada bit menyebabkan bagian drill collar di atas stabilizer
Gambar 3.10
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
34
WOB tinggi.
WOB Kecil.
efek pengecilan sudut kemiringan antara lintasan pemboran dengan garis vertikal
diperbesar dengan menempatkan stabilizer lebih jauh dari bit, maka gaya gravitasi
cenderung menarik bit ke arah sumbu vertikal lubang, efek inilah yang
sudut pada drop off section tergantung pada WOB, RPM, dan posisi stabilizer
pada rangkaian.
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
35
Gambar 3.11
WOB kecil.
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
36
WOB besar.
untuk mempertahankan sudut kemiringan lubang bor yang telah dicapai. Hal ini
dapat dicapai dengan pola susunan Bottom Hole Assembly yang kekar untuk
digunakan untuk membor tegak lurus dari permukaan sebelum mencapai titik
WOB (Weight on Bit), RPM (Rotation per Minute) dan hidrolika di bit. WOB
yang terlalu besar akan memperbesar efek fulcrum, sedangkan RPM dan hidrolika
yang berlebihan akan menimbulkan pembesaran lubang (wash out) sehingga sudut
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
37
WOB rendah.
RPM tinggi.
mudah. Apabila WOB dan RPM diubah untuk dapat mempertahankan sudut arah,
tetapi efek lain yang mengubah kemiringan atau sebaliknya, juga faktor-faktor
Karena pada tangent assembly digunakan pada bagian lubang bor dimana
haruslah sekaku mungkin, dalam hal ini kenyataannya cukup sukar menemukan
tangent assemblies yang ideal atau kombinasi yang tepat. Pada beberapa kasus
yang lain hasil akan baik dengan banyaknya ditempatkan stabilizer pada
Hole Assembly untuk prinsip stabilisasi yang ditunjukkan pada Gambar 3.12.
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
38
Gambar 3.12
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
39
While Drilling), dan stabilizer yang sudah merupakan kombinasi Bottom Hole
Assembly.
1. Sliding mode
2. Rotary mode
penggerak bit. Cara ini dilakukan jika akan melakukan perubahan arah pemboran.
Sedangkan rotary mode adalah membor dengan menggunakan DHDM dan rotary
konvensional.
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
40
Penggerak utama dari motor ini adalah aliran fluida lumpur pemboran
yang dipompakan dari permukaan menuju motor melalui drill string. Lumpur
1. Turbin Motor
Turbin motor adalah motor hidrolik dengan multi stage yang terdiri dari
rotor dan stator yang terdiri dari rangkaian sudu-sudu yang dipasang 45° - 50° dari
Gambar 3.13
Turbin Motor
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
41
putaran pada pahat yakni dengan menggunakan momentum fluida. Stator berada
pada bagian motor yang diam dan berfungsi sebagai pengaruh aliran fluida
pemboran ke rotor. Akibat adanya fluida pemboran yang menumbuk rotor, maka
rotor akan berputar. Putaran ini akan diteruskan ke bit melalui batang penggerak.
Jumlah stage tergantung pada besarnya torsi atau kekuatan yang diinginkan.
maka tekanan sepanjang motor relatif konstan pada saat operasi untuk suatu laju
digunakan pada temperatur tinggi dan pada bagian oil base mud.
Alat ini digerakkan oleh pompa dengan rotor berbentuk helisiodal yang
berperan sebagai rotor tersekat di dalam stator. Jika fluida dialirkan, rotor akan
berputar untuk memberikan jalan kepada fluida untuk mengalir. Rotor akan
bergerak karena ada perbedaan tekanan di dalam motor yang dihasilkan oleh
lumpur yang dijelaskan pada Gambar 3.14, RPM dan torsi yang dapat diperoleh
dari PDM sangat ditentukan dari kombinasi rotor dan statornya, dimana makin
banyak jumlah profilnya akan menghasilkan torsi yang makin tinggi, namun RPM
nya rendah. PDM ini mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan, berikut
tinggi.
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
42
yang tinggi.
Gambar 3.14
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
43
direncanakan dibuat pada bidang datar dengan sudut arah dan perubahan sudut
kemiringan tertentu. Tetapi seperti yang telah diterangkan pada sub-bab yang lalu,
lubang bor tidak akan terletak pada satu bidang disebabkan pengaruh dari banyak
faktor.
Baik sudut kemiringan maupun sudut arah lubang bor akan selalu berubah-
ubah menyimpang dari yang telah direncanakan. Sehingga pada praktek suatu
dan sudut arah (dilakukan survey). Apabila terjadi penyimpangan, lubang bor tadi
seperti :
2.) Mengetahui penyimpangan dari sasaran, sehingga pada setiap titik survey
3.) Dapat diketahui sejauh mana bila lubang bor kita meleset atau berhasil
mencapai target.
pada setiap kedalaman tertentu dilakukan pengukuran sudut kemiringan dan arah
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
44
lubang bor. Ada beberapa metode yang dapat menentukan koordinat titik-titik
survey ini. Berturut-turut akan dibicarakan metode yang terdahulu hingga yang
kedalaman sumur (MD =M), perubahan sudut kemiringan (I) dan sudut arah (A)
Prinsip dari metode ini adalah menggunakan sudut inklinasi dan azimuth
dari titik awal interval untuk menghitung vertical depth, departure, dan posisi.
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
45
Gambar 3.15
Metode Tangential
Dimana :
∆D : Pertambahan departure
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
46
Metode ini membagi dua interval dimana untuk bagian atas interval
digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada titik awal interval dan untuk bagian
bawah interval digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada titik akhir interval.
∆
∆D1 = sin I1………………............................................……...…….......(3.5)
∆
∆D2 = sin I2………………............................................……...…….......(3.6)
∆
∆D = ∆D1 + ∆D2 = (sin I1 + sin I2) ………………....................................(3.7)
∆
∆TVD1 = cos I1………………............................................……...….....(3.8)
∆
∆TVD2 = cos I2………………..........................................……...…......(3.9)
∆
∆TVD = ∆TVD1 + ∆ TVD2 = (cos I1 + cos I2) ………………………...(3.10)
∆
∆N = ∆N1 + ∆N2 = ∆D 1 cos A1 + ∆D2 cos A2 = (sin I1 cos A1 + sin I2
∆
∆E = ∆E1 + ∆E2 = ∆D1 sin A1 + ∆D2 sin A2 = (sin I1 sin A1 + sin I2
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
47
Gambar 3.16
Prinsip dari metode ini adalah menggunakan rata-rata sudut inklinasi dan
rata-rata sudut azimuth dalam menghitung vertical depth, departure, dan posisi.
metode tangential.
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
48
Gambar 3.17
∆
∆TVD = ( )
(sin I2 –sin I1) …………………........…….......……..…...(3.17)
∆
∆D = ( )
(cos I1 –cos I2) ………………….........………………......(3.18)
( ) ∆ ( )( )
∆N = ( )( )
…………………......……….(3.19)
( ) ∆ ( )( )
∆E = ( )( )
…………………........….......(3.20)
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
49
Gambar 3.18
metode balanced tangential, kecuali data survey dikalikan dengan faktor RF.
RF = x tan ..............…………………........……………….......(3.21)
Cos DL = cos (I2 – I1) – {sin I1 x sin I2 x [1 – cos (A2 – A1)]} ..............…….(3.22)
∆
∆TVD = (cos I1 + cos I2) x RF..............…………………........………..(3.23)
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
50
∆
∆N = (sin I1 cos A1 + sin I2 cos A2) x RF ..............……………........(3.24)
∆
∆E = (sin I1 sin A1 + sin I2 sin A2) x RF..............…………………. (3.25)
DLS = cos-1 [(cos (A2-A1)) x sin I1 x sin I2 + cos I1 x cos I2] ..............(3.26)
∆
Gambar 3.19
Dimana :
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
51
∆
∆TVD = [ ] [cos (I2) + cos (I1)] + STL cos (I2) ..............………….... (3.27)
∆
∆D =[ ] [sin (I2) + sin (I1)] + STL sin (I2) ..............…………...... (3.28)
∆
∆N = [ ] [sin (I1) cos (A1) + sin (I2) cos (A2)] + STL sin (I2)
cos (A2)...........................................................................................(3.29)
∆
∆E = [ ] [sin (I1) sin (A1) + sin (I2) sin (A2)] + STL sin (I2)
sin (A2)..............................................................................................(3.30)
Dimana :
EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194