Anda di halaman 1dari 35

BAB III

TEORI DASAR

Proses pengeboran atau drilling merupakan suatu proses dalam kegiatan

eksploitasi minyak dan gas bumi yang bertujuan untuk membuktikan ada atau

tidaknya kandungan minyak dan gas bumi tersebut di dalam bumi dengan

membuat lubang sumur. Proses drilling merupakan tahapan lanjut dari proses

analisa geologi dan reservoir/simulasi dimana dari serangkaian proses tersebut

diindikasikan adanya kandungan minyak yang perlu dibuktikan keberadaannya

melalui suatu proses yang disebut drilling. Hal inilah yang menyebabkan operasi

pemboran menjadi salah satu proses yang sangat vital dan penting dalam dunia

industri minyak dan gas bumi.

Proses pengeboran secara modern dilakukan pertama kali pada tahun 1859

oleh Edwin Drake dengan menggunakan cable tool rig untuk melakukan

pengeboran sumur minyak dengan kedalaman 69 feet di Pennsylvania, Amerika

Serikat. Mulai saat itu, dunia pemboran semakin berkembang sehingga saat ini

proses pengeboran dilakukan dengan menggunakan berbagai peralatan penunjang

guna meningkatkan efisiensi dalam pemboran.

Pada operasi pemboran, peralatan yang dipakai terbagi menjadi beberapa

sistem. Pembagian sistem-sistem yang umum dilakukan dalam industri

perminyakan yaitu :

1. Sistem pengangkatan (Hoisting System)

2. Sistem pemutar (Rotating System)

3. Sistem sirkulasi (Circulating System)

17

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
18

4. Sistem daya (Power System)

5. Sistem pencegah sembur liar (BOP System)

Sistem-sistem tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat satu sama

lain dan bekerja disaat yang bersamaan sehingga apabila salah satu sistem

mengalami masalah dan gangguan maka dapat berimbas pada sistem yang lain

serta mengganggu proses pemboran itu sendiri.

3.1 Pemboran Berarah

Pemboran berarah (directional drilling) adalah suatu seni membelokkan

lubang sumur untuk kemudian diarahkan ke suatu sasaran tertentu di dalam

formasi yang tidak terletak vertikal di bawah mulut sumur. Di dalam membor

suatu formasi, sebenarnya yang selalu diinginkan lubang yang vertikal, karena

dengan lubang yang vertikal selain operasinya lebih lebih mudah, juga umumnya

biayanya lebih murah daripada pemboran berarah.

3.1.1 Tujuan dan Alasan Penggunaan Pemboran Berarah

Penggunaan pemboran berarah diharapkan dapat menjangkau zona

produktif yang lebih luas dibandingkan dengan sumur vertikal, sehingga produksi

minyak dan gas bumi akan meningkat. Namun pada pemboran berarah juga

terdapat kesulitan dan tantangan yang lebih sulit dibandingkan dengan pemboran

vertikal. Jadi pemboran berarah hanya dilakukan karena alasan-alasan dari

keadaan tertentu saja. Alasan-alasan dilakukannya pemboran berarah, yaitu

sebagai berikut :

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
19

1. Alasan Topografis

Pemboran berarah pada peristiwa ini dilakukan karena keadaan di

permukaan tidak memungkinkan untuk mendirikan lokasi pemboran, misalnya :

a. Formasi produktif terletak di bawah paya-paya, sungai, atau rawa.

Gambar 3.1

Pemboran Berarah Karena Adanya Sungai / Danau

b. Formasi produktif terletak di bawah bangunan, perkotaan, hutan

lindung, dll.

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
20

Gambar 3.2

Pemboran Berarah Karena Adanya Perkotaan

2. Alasan Geologis

Pemboran berarah pada peristiwa ini dilakukan karena untuk menghindari

kesulitan apabila dibor secara vertikal yang disebabkan oleh karena suatu

pertimbangan geologi, misalnya :

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
21

a. Adanya kubah garam (salt dome)

Gambar 3.3

Pemboran Berarah Karena Adanya Kubah Garam

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
22

b. Adanya patahan (fault)

Gambar 3.4

Pemboran Berarah Karena Adanya Patahan

3. Alasan Ekonomis

Pemboran berarah pada peristiwa ini dilakukan karena berdasarkan

pertimbangan dari segi ekonomi pemboran lebih menguntungkan dengan

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
23

menggunakan pemboran berarah daripada vertikal. Hal ini sering dijumpai pada

pemboran yang terletak di lepas pantai (offshore) karena mengingat mahalnya

pembuatan platform sehingga pada satu platform dibuat beberapa sumur yang

menyebar di bawah permukaan lubang sumur, dengan menggunakan sistem

gugusan cluster (cluster system).

Gambar 3.5

Pemboran Berarah dengan Cluster System

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
24

4. Alasan Lain

Alasan lain seperti :

a. Mengatasi semburan liar (blow out) dengan relief well.

Gambar 3.6

Pemboran Berarah dengan Relief Well

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
25

b. Membuat lintasan baru apabila terjadi stuck pipe atau terdapat fish.

Gambar 3.7

Sidetrack Apabila Terjadi Stuck Pipe

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
26

3.1.2 Masalah yang Terjadi Pada Pemboran Berarah

Pada pemboran berarah, pada keadalaman titik belok tertentu, lubang bor

akan diarahkan ke suatu target yang dikehendaki dengan suatu sudut kemiringan

(inklinasi) tertentu. Dengan terjadinya kemiringan pada lubang maka akan

menimbulkan beberapa kesulitan antara lain :

1. Terjepitnya sebagian drill string karena terjadinya gesekan antara drill

string dengan dinding lubang bor.

2. Fatigue failure pada drill pipe.

3. Berkurangnya umur drill pipe karena tension (tegangan) yang terjadi

pada tool joint (sambungan).

Masalah-masalah tersebut disebabkan oleh perubahan sudut kemiringan yang

terlalu besar atau mendadak diantara dua titik di dalam lubang bor. Untuk

mengatasi masalah-masalah tersebut, perlu ditetapkan perbedaan sudut

kemiringan maksimum yang ditolerir di antara dua titik survey (sudut dog leg).

Dari sudut dog leg ini dapat ditetapkan perubahan sudut kemiringan yang

diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan.

3.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiringan Arah Lubang Bor

Selama melakukan pemboran berarah, lubang bor yang dihasilkan di

bawah permukaan tanah pasti akan menyimpang baik sedikit maupun banyak dari

sudut kemiringan yang diinginkan. Hal ini disebabkan lubang bor yang terbentuk

mempunyai kecenderungan untuk berbengkok-bengkok. Hal ini disebut juga

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
27

Crooked Hole, atau pada pemboran berarah disebut juga Slant Hole. Penyebab

dari Crooked Hole ini terdiri dari dua (2) faktor yaitu :

A. Faktor Formasi

Pada formasi yang berlapis-lapis dengan bidang perlapisan yang miring

maka lubang bor akan cenderung untuk tegak lurus terhadap bidang perlapisan

tersebut. Penembusan bit pada formasi akan meninggalkan suatu baji kecil yang

dapat berefek seperti whipstock kecil (miniature whipstock) yang dapat

membelokkan lubang sumur secara tidak signifikan. Teori ini disebut juga

Miniature Whipstock Theory (Gambar 3.8).

Gambar 3.8

Miniature Whipstock Theory

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
28

Pada formasi yang memiliki kemiringan bidang perlapisan lebih besar dari

45°, maka bit akan cenderung sejajar bidang perlapisan tersebut. Sedangkan pada

formasi yang memiliki perlapisan yang berganti-ganti dari lunak ke keras maupun

sebaliknya juga akan menyebabkan bit ditahan dengan berat pada kedua sisinya,

sehingga bit akan terperosok ke salah satu sisi dan mengakibatkan bengkoknya

lubang bor. Teori ini disebut juga Formation Drillability Theory (Gambar 3.9).

Gambar 3.9

Formation Drillability Theory

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
29

B. Faktor Mekanis

Faktor-faktor yang menyebabkan lubang bor cenderung menyimpang dari

lintasan awal yang disebabkan oleh mekanis ialah :

 Perubahan susuanan rangkaian BHA akan memberikan bentuk lubang

yang berlainan

 Drill collar yang tidak cukup kaku sehingga mudah melengkung

 Beban pada bit yang terlalu besar sehingga drill collar menjadi

melengkung.

3.1.4 Pengertian Istilah dalam Pemboran Berarah

Dalam pemboran berarah akan ditemukan banyak istilah yang dipakai

dalam pelaksanaannya, seperti azimuth, TVD, Kick Off Point (KOP), Measured

Depth (MD), dan lain – lain. Berikut adalah penjelasan dari beberapa istilah yang

digunakan dalam pemboran berarah :

a. Survei point yaitu posisi arah di dalam sumur hasil dari pemboran.

b. Azimuth adalah sudut arah yang terbentuk antara garis singgung pada suatu titik

yang terletak pada lintasan pemboran dengan arah Utara dan diukur searah

jarum jam.

c. True Vertical Depth (TVD) adalah kedalaman sumur yang diukur pada sumbu

vertikal.

d. Horizontal Displacement pada Vertical Section adalah jarak horizontal antara

titik di dalam sumur dengan sumbu vertikal.

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
30

e. Kick Off Point adalah titik pembelokkan lubang pertama kali dimana secara

sengaja dibelokkan dari sumbu vertikal lubang bor. Untuk menentukan KOP

harus mempertimbangkan geometri sumur dan formasi sumur.

f. Inklinasi adalah sudut yang terbentuk antara garis singgung pada suatu titik

yang terletak pada lintasan pemboran dengan sumbu vertikal.

g. Measured Depth (MD) adalah kedalaman lubang bor yang dihitung dari

panjang nya drill string yang digunakan.

h. Build Up Rate (BUR) adalah besarnya perubahan sudut inklinasi per satuan

kedalaman pemboran (°/100 ft) atau (°/30 m).

3.1.5 Parameter Dalam Pemboran Berarah

Dalam pemboran berarah juga terdapat berbagai parameter pemboran

yang berkaitan dengan lintasan pemboran yang akan dihasilkan. Berikut adalah

penjelasan dari beberapa parameter yang digunakan dalam pemboran berarah :

a. Rate of Penetration : laju pemboran yang diukur dengan satuan kedalaman

dibagi dengan waktu yang digunakan (m/menit).

b. Weight on Bit : beban yang diberikan pada bit saat pemboran berlangsung

(ton).

c. Rotary Speed : kecepatan putar rangkaian bor per satuan waktu, dengan satuan

Rotation Per Minute (RPM) pada rotary table atau top drive; Rotation Per

Minute Mud Motor (RPMM); Total Rotation Per Minute (TRPM)

d. Pump Rate : volume yang dipompakan ke dalam lubang sumur per satuan

waktu yaitu Gallon Per Minute (GPM)

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
31

e. Pump Speed : kecepatan pompa/ stroke per satuan waktu (SPM).

f. Hydrostatic Pressure : tekanan yang diakibatkan oleh pressure gradient pada

ketinggian vertikal tertentu (psi).

g. Hook Load : Beban rangkaian yang ditahan oleh hook (K.lbs).

h. Torsi : Kekuatan putar / puntir dari rangkaian drillstring (ft.lbs).

3.2 Bottom Hole Assembly

Bottom Hole Assembly (BHA) adalah serangkaian kombinasi peralatan

bawah permukaan yang dipasang pada serangkaian drill string sehingga diperoleh

suatu performansi yang baik dalam membentuk kemiringan dan arah dari lintasan

lubang bor. Susunan BHA dapat terdiri dari :

 Bit

 Stabilizer

 Peralatan survey

 Drill collar

 Non-magnetic drill collar

 Down hole motor

 Bent-sub

 Heavy weight drill pipe (HWDP)

Untuk itu pengaturan BHA dalam hal ini termasuk antara lain mengatur

titik kontak, memilih jarak penempatan stabilizer dari bit, memilih ukuran dan

kekakuan drill collar yang tertentu, mengatur WOB dan RPM, mengatur jarak

stabilizer pertama dan kedua dan lain-lain. Susunan Bottom Hole Assembly yang

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
32

ternyata berhasil baik digunakan pada suatu sumur, belum tentu baik pula

diterapkan di sumur lain, hal ini dikarenakan pengaruh daripada formasi dan

lapisan yang di bor pada suatu sumur, sebab pada setiap lapangan pasti memiliki

karakteristik dari formasi dan lapisan yang berbeda pula sehingga tidak bisa

disama ratakan penggunaan Bottom Hole Assembly pada suatu sumur dengan

sumur yang lain.

Untuk itu metode trial & error serta modifikasi yang disesuaikan dengan

kondisi formasi yang ditembus, merupakan cara yang cocok dalam menentukan

pola susunan Bottom Hole Assembly, karena kembali lagi pola suatu daerah

belum tentu cocok untuk daerah operasi lainnya. Maka berdasarkan hal tersebut di

samping dari teori dan pengetahuan sangat diperlukan pengalaman dan jam

terbang yang cukup di dalam pengaturan rangkaian Bottom Hole Assembly ini

agar diperoleh hasil yang baik di dalam suatu pengeboran berarah, karena itu hal

inilah yang menjadi seni dari pemboran berarah suatu sumur.

Berikut akan dijelaskan mengenai penggunaan berbagai susunan rangkaian

Bottom Hole Assembly yang umumnya digunakan sebagai dasar di dalam

pemilihan posisi Bottom Hole Assembly pada suatu pemboran berarah. Secara

umum terdapat tiga (3) prinsip dalam susunan Bottom Hole Assembly sebagai

berikut.

3.2.1 Prinsip Fulcrum

Prinsip fulcrum ialah prinsip dalam pemboran berarah yang memberikan

efek pembesaran sudut kemiringan antara lintasan pemboran dengan garis vertikal

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
33

sumur. Pada prinsip fulcrum ini menunjukkan penempatan stabilizer dekat bit

akan memperkecil jarak antara titik tangential dari bit. Jadi ketika ada

pembebanan, stabilizer akan menjadi titik tumpu peralatan dan memberikan efek

menggeser pada arah bit sehingga memperbesar sudut kemiringan. Pengaturan

jarak penempatan dan ukuran stabilizer dapat dilakukan untuk mengatur laju

pertambahan sudut di samping pembebanan pada bit. Pada rangkaian ini dengan

adanya beban pada bit menyebabkan bagian drill collar di atas stabilizer

membelok dengan kemiringan tertentu.

Rangkaian Bottom Hole Assembly yang umumnya digunakan untuk

menaikan inklinasi ini dapat ditunjukkan pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10

Rangkaian BHA untuk Menaikan Inklinasi

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
34

Untuk perubahan sudut build up yang besar, dianjurkan :

 WOB tinggi.

 Ukuran monel drill collar kecil.

 Perkecil RPM pada formasi lunak.

Untuk perubahan sudut build up kecil, dianjurkan :

 WOB Kecil.

 Ukuran monel drill collar besar.

 Tempatkan stabilizer pada puncak monel drill collar.

 Tambah jarak bit – stabilizer.

 Tambahkan RPM pompa pada formasi lunak.

3.2.2 Prinsip Pendulum

Prinsip pendulum ialah prinsip dalam pemboran berarah yang memberikan

efek pengecilan sudut kemiringan antara lintasan pemboran dengan garis vertikal

sumur. Pada prinsip pendulum memperlihatkan bila jarak titik tangensial

diperbesar dengan menempatkan stabilizer lebih jauh dari bit, maka gaya gravitasi

cenderung menarik bit ke arah sumbu vertikal lubang, efek inilah yang

menyebabkan sudut kemiringan lubang mengecil. Dengan menambah jarak bit ke

stabilizer, bagian bawah stabilizer mempunyai tendensi untuk mengarah ke

bawah. Karena berat rangkaiannya, perlahan-lahan akan menghasilkan penurunan

sudut pada drop off section tergantung pada WOB, RPM, dan posisi stabilizer

pada rangkaian.

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
35

Rangkaian Bottom Hole Assembly yang umumnya digunakan pada drop

up section ini dapat ditunjukkan pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11

Rangkaian BHA untuk Menurunkan Inklinasi

Untuk perubahan sudut drop off yang besar, dianjurkan :

 WOB kecil.

 Perbesar RPM pada fornasi lunak.

 Ukuran monel besar.

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
36

 Ukuran drill collar kecil di atas stabilizer.

Untuk perubahan sudut drop off yang kecil, dianjurkan :

 WOB besar.

 Perkecil RPM pada formasi lunak.

 Gunakan monel drill collar yang besar.

 Kurangi jarak bit – stabilizer.

3.2.3 Prinsip Stabilisasi

Prinsip stabilisasi ialah prinsip dalam pemboran berarah yang digunakan

untuk mempertahankan sudut kemiringan lubang bor yang telah dicapai. Hal ini

dapat dicapai dengan pola susunan Bottom Hole Assembly yang kekar untuk

mengimbangi pembebanan dan titik tangential. Susunan rangkaian ini umumnya

digunakan untuk membor tegak lurus dari permukaan sebelum mencapai titik

belok (KOP); mempertahankan sudut kemiringan pada tangent section; serta

bagian setelah drop off section.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengontrolan sudut kemiringan adalah

WOB (Weight on Bit), RPM (Rotation per Minute) dan hidrolika di bit. WOB

yang terlalu besar akan memperbesar efek fulcrum, sedangkan RPM dan hidrolika

yang berlebihan akan menimbulkan pembesaran lubang (wash out) sehingga sudut

kemiringan akan menjadi turun. Pengontrolan ketiga parameter di atas pada

kondisi optimum akan membantu untuk memperbaiki performansi BHA sehingga

pengontrolan sudut kemiringan atau arah dapat dilakukan dengan baik.

Untuk itu apabila formasi yang dibor lunak, maka dianjurkan :

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
37

 WOB rendah.

 RPM tinggi.

 Output pompa yang besar sehingga sirkulasi lumpur cepat.

Namun pada kenyataannya tidaklah mudah dalam mempertahankan suatu

sudut kemiringan lintasan. Umumnya persoalan terbesar adalah di dalam

mengontrol sudut arah, sedangkan mempertahankan sudut kemiringan agak lebih

mudah. Apabila WOB dan RPM diubah untuk dapat mempertahankan sudut arah,

tetapi efek lain yang mengubah kemiringan atau sebaliknya, juga faktor-faktor

formasi sangat mempengaruhi.

Karena pada tangent assembly digunakan pada bagian lubang bor dimana

sudut arah dan kemiringan harus dipertahankan tetap, maka rangkaiannya

haruslah sekaku mungkin, dalam hal ini kenyataannya cukup sukar menemukan

tangent assemblies yang ideal atau kombinasi yang tepat. Pada beberapa kasus

yang lain hasil akan baik dengan banyaknya ditempatkan stabilizer pada

rangkaian bottom hole assembly.

Berikut adalah berbagai macam kombinasi dari susunan rangkaian Bottom

Hole Assembly untuk prinsip stabilisasi yang ditunjukkan pada Gambar 3.12.

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
38

Gambar 3.12

Rangkaian BHA untuk Mempertahankan Inklinasi

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
39

3.2.4. Steerable System

Steerable system adalah sistem pemboran yang dapat dikontrol arah

pemborannya secara langsung ketika melakukan pemboran. Sistem ini meliputi

bit, bent-housing, DHDM (Down Hole Drilling Motor), MWD (Measurement

While Drilling), dan stabilizer yang sudah merupakan kombinasi Bottom Hole

Assembly.

Pemboran dengan steerable system dapat menggunakan dua cara yaitu :

1. Sliding mode

2. Rotary mode

Sliding mode adalah membor dengan menggunakan DHDM sebagai

penggerak bit. Cara ini dilakukan jika akan melakukan perubahan arah pemboran.

Sedangkan rotary mode adalah membor dengan menggunakan DHDM dan rotary

table atau top drive, untuk menggerakan bit.

3.2.5 Down Hole Drilling Motor

DHDM adalah motor yang digunakan untuk menggerakan bit. Penggunaan

motor ini mempunyai keuntungan, antara lain :

 Mengurangi penggunaan daya di permukaan.

 Mengurangi ketergantungan operator terhadap karakteristik mekanis

rangkaian drill string.

 Penggunaannya relatif ekonomis dibandingkan dengan pemboran

konvensional.

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
40

Penggerak utama dari motor ini adalah aliran fluida lumpur pemboran

yang dipompakan dari permukaan menuju motor melalui drill string. Lumpur

tersebut menggerakkan mekanisme motor. Dari mekanisme motor, DHDM dibagi

menjadi dua jenis yaitu :

1. Turbin Motor

Turbin motor adalah motor hidrolik dengan multi stage yang terdiri dari

rotor dan stator yang terdiri dari rangkaian sudu-sudu yang dipasang 45° - 50° dari

arah rotasi (Gambar 3.13).

Gambar 3.13

Turbin Motor

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
41

Metode yang digunakan turbin motor adalah menciptakan kekuatan

putaran pada pahat yakni dengan menggunakan momentum fluida. Stator berada

pada bagian motor yang diam dan berfungsi sebagai pengaruh aliran fluida

pemboran ke rotor. Akibat adanya fluida pemboran yang menumbuk rotor, maka

rotor akan berputar. Putaran ini akan diteruskan ke bit melalui batang penggerak.

Jumlah stage tergantung pada besarnya torsi atau kekuatan yang diinginkan.

Turbin motor membangkitkan tenaga dengan menggunakan momentum fluida,

maka tekanan sepanjang motor relatif konstan pada saat operasi untuk suatu laju

aliran tertentu. Turbin motor mempunyai beberapa keuntungan, yakni baik

digunakan pada temperatur tinggi dan pada bagian oil base mud.

2. Positive Displacement Motor (PDM)

Alat ini digerakkan oleh pompa dengan rotor berbentuk helisiodal yang

berperan sebagai rotor tersekat di dalam stator. Jika fluida dialirkan, rotor akan

berputar untuk memberikan jalan kepada fluida untuk mengalir. Rotor akan

bergerak karena ada perbedaan tekanan di dalam motor yang dihasilkan oleh

lumpur yang dijelaskan pada Gambar 3.14, RPM dan torsi yang dapat diperoleh

dari PDM sangat ditentukan dari kombinasi rotor dan statornya, dimana makin

banyak jumlah profilnya akan menghasilkan torsi yang makin tinggi, namun RPM

nya rendah. PDM ini mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan, berikut

adalah keuntungan pemakaian PDM :

1. Memusatkan tenaga putarannya pada pahat sehingga menghasilkan RPM

tinggi.

2. Mengurangi beban torsi pada drillstring.

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
42

3. Perawatan alat dikategorikan lebih mudah dibanding turbine motor.

4. Dapat mengontrol deviasi pada pemboran lurus dan mudah dikendalikan

pada saat pemboran sumur miring atau horizontal.

5. Bentuk kelengkungan yang dibuat tidak patah-patah atau smooth.

Sedangkan kerugian dari pemakaian RPM adalah :

1. Tidak dapat digunakan pada temperatur tinggi.

2. Tidak dapat dioperasikan pada lumpur yang memiliki kandungan pasir

yang tinggi.

Gambar 3.14

Positive Displacement Motor

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
43

3.3 Metoda Perhitungan Hasil Survey Pemboran Berarah

Di dalam perencanaan suatu pemboran berarah, lubang bor yang

direncanakan dibuat pada bidang datar dengan sudut arah dan perubahan sudut

kemiringan tertentu. Tetapi seperti yang telah diterangkan pada sub-bab yang lalu,

lubang bor tidak akan terletak pada satu bidang disebabkan pengaruh dari banyak

faktor.

Baik sudut kemiringan maupun sudut arah lubang bor akan selalu berubah-

ubah menyimpang dari yang telah direncanakan. Sehingga pada praktek suatu

pemboran berarah, setelah dicapai kedalaman-kedalaman pemboran tertentu

(biasanya setiap 50 – 100 ft kedalaman), dilakukan pengukuran sudut kemiringan

dan sudut arah (dilakukan survey). Apabila terjadi penyimpangan, lubang bor tadi

diarahkan kembali ke arah yang telah ditetapkan semula.

Dengan diketahuinya titik-titik survey ini, maka kita dapatkan hal-hal

seperti :

1.) Mengetahui kedalaman vertikal (True Vertical Depth) pada titik-titik

tertentu di dalam lubang sumur.

2.) Mengetahui penyimpangan dari sasaran, sehingga pada setiap titik survey

dapat dikoreksi arah dan kemiringan lubang bor, serta mengarahkan

kembali ke sasaran semula bila terjadi penyimpangan.

3.) Dapat diketahui sejauh mana bila lubang bor kita meleset atau berhasil

mencapai target.

Setelah perencanaan dibuat dan praktek pemboran terarah dilaksanakan,

pada setiap kedalaman tertentu dilakukan pengukuran sudut kemiringan dan arah

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
44

lubang bor. Ada beberapa metode yang dapat menentukan koordinat titik-titik

survey ini. Berturut-turut akan dibicarakan metode yang terdahulu hingga yang

terbaru ditemukan, dimana masing-masing metode mempunyai limitasi-limitasi

tertentu di dalam menganalisa persoalan. Perlu diingatkan bahwa metode yang

ditemukan kemudian merupakan perbaikan dari metode yang mendahuluinya.

Dalam rangka menganalisa persoalan, semua metode yang akan

dibicarakan berdasarkan perhitungannya kepada pengukuran tiga (3) besaran yaitu

kedalaman sumur (MD =M), perubahan sudut kemiringan (I) dan sudut arah (A)

yang dicatat oleh alat-alat survey.

3.3.1 Metode Tangential

Prinsip dari metode ini adalah menggunakan sudut inklinasi dan azimuth

dari titik awal interval untuk menghitung vertical depth, departure, dan posisi.

Dengan persamaan sebagai berikut.

∆TVD = ∆MD cos I2………………............................................……...…….. (3.1)

∆D = ∆MD sin I2………………............................................……...……..... (3.2)

∆N = ∆D cos A2 = ∆MD sin I2 cos A2………………...................................(3.3)

∆E = ∆D sin A2 = ∆MD sin I2 sin A2………………......................................(3.4)

Berikut adalah gambaran dari perhitungan survey metode tangential dapat

dilihat pada Gambar 3.15.

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
45

Gambar 3.15

Metode Tangential

Dimana :

∆MD : Pertambahan measured depth

∆TVD : Pertambahan TVD

∆D : Pertambahan departure

∆N : Pertambahan koordinat arah Utara

∆E : Pertambahan koordinat arah Timur

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
46

3.3.2 Metode Balanced Tangential

Metode ini membagi dua interval dimana untuk bagian atas interval

digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada titik awal interval dan untuk bagian

bawah interval digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada titik akhir interval.

Dengan persamaan sebagai berikut.


∆D1 = sin I1………………............................................……...…….......(3.5)


∆D2 = sin I2………………............................................……...…….......(3.6)


∆D = ∆D1 + ∆D2 = (sin I1 + sin I2) ………………....................................(3.7)


∆TVD1 = cos I1………………............................................……...….....(3.8)


∆TVD2 = cos I2………………..........................................……...…......(3.9)


∆TVD = ∆TVD1 + ∆ TVD2 = (cos I1 + cos I2) ………………………...(3.10)


∆N = ∆N1 + ∆N2 = ∆D 1 cos A1 + ∆D2 cos A2 = (sin I1 cos A1 + sin I2

cos A2) …………………........…………………………………….....(3.11)


∆E = ∆E1 + ∆E2 = ∆D1 sin A1 + ∆D2 sin A2 = (sin I1 sin A1 + sin I2

sin A2) …………………........……………………………………......(3.12)

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
47

Berikut adalah gambaran dari perhitungan survey metode balanced

tangential dapat dilihat pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16

Metode Balanced Tangential

3.3.3 Metode Angle Averaging

Prinsip dari metode ini adalah menggunakan rata-rata sudut inklinasi dan

rata-rata sudut azimuth dalam menghitung vertical depth, departure, dan posisi.

Perhitungan dengan menggunakan metode ini hampir sama dengan menggunakan

metode tangential.

∆TVD = ∆MD cos ( ) …………………........……………………….....(3.13)

∆D = ∆MD sin ( ) …………………........…………….........………(3.14)

∆E = ∆MD sin ( ) sin ( ) …………………........….............….(3.15)

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
48

∆N = ∆MD sin ( ) cos ( ) …………………........…………........(3.16)

Gambar 3.17

Metode Angle Averaging

3.3.4 Metode Radius of Curvature

Metode ini menganggap bahwa lintasan yang melalui dua station

berbentuk kurva yang mempunyai radius of curvature tertentu. Dengan

persamaan sebagai berikut.


∆TVD = ( )
(sin I2 –sin I1) …………………........…….......……..…...(3.17)


∆D = ( )
(cos I1 –cos I2) ………………….........………………......(3.18)

( ) ∆ ( )( )
∆N = ( )( )
…………………......……….(3.19)

( ) ∆ ( )( )
∆E = ( )( )
…………………........….......(3.20)

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
49

Berikut adalah gambaran dari perhitungan survey metode radius of

curvature dapat dilihat pada Gambar 3.18.

Gambar 3.18

Metode Radius of Curvature

3.3.5 Metode Mininum of Curvature

Persamaan metode minimum of curvature hampir sama dengan persamaan

metode balanced tangential, kecuali data survey dikalikan dengan faktor RF.

RF = x tan ..............…………………........……………….......(3.21)

Cos DL = cos (I2 – I1) – {sin I1 x sin I2 x [1 – cos (A2 – A1)]} ..............…….(3.22)


∆TVD = (cos I1 + cos I2) x RF..............…………………........………..(3.23)

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
50


∆N = (sin I1 cos A1 + sin I2 cos A2) x RF ..............……………........(3.24)


∆E = (sin I1 sin A1 + sin I2 sin A2) x RF..............…………………. (3.25)

DLS = cos-1 [(cos (A2-A1)) x sin I1 x sin I2 + cos I1 x cos I2] ..............(3.26)

Gambar 3.19

Metode Minimum of Curvature

Dimana :

DL = dog-leg angle (°)

DLS = dog-leg severity (°/30 m)

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194
51

3.3.6 Metode Mercury

Metode mercury adalah perbaikan dari metode balanced tangential dengan

memasukkan faktor koreksi panjang dari alat survey yang dipergunakan.


∆TVD = [ ] [cos (I2) + cos (I1)] + STL cos (I2) ..............………….... (3.27)


∆D =[ ] [sin (I2) + sin (I1)] + STL sin (I2) ..............…………...... (3.28)


∆N = [ ] [sin (I1) cos (A1) + sin (I2) cos (A2)] + STL sin (I2)

cos (A2)...........................................................................................(3.29)


∆E = [ ] [sin (I1) sin (A1) + sin (I2) sin (A2)] + STL sin (I2)

sin (A2)..............................................................................................(3.30)

Dimana :

STL : panjang alat survey

EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR X DITINJAU DARI ASPEK GEOLOGI, RANGKAIAN BHA, DAN PARAMETER PEMBORAN
Angga Sukanta
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2014, telp. 5663232 ext. 8112, 8113, 8114, 8151, 8194

Anda mungkin juga menyukai