Anda di halaman 1dari 15

PREDIABETES MALITUS

A. Definisi
Menurut definisi dari the American Diabetes Association and US
Department of Health and Human Services, prediabetes adalah suatu tahapan
dimana kadar glukosa diatas normal tetapi masih di bawah kadar glukosa darah
untuk diagnosis diabetes. Kondisi ini mencakup toleransi glukosa terganggu
(TGT) dan / ataupun glukosa puasa terganggu (GPT). American Diabetes
Association (ADA) mendefinisikan prediabetes sebagai GPT yaitu kadar glukosa
puasa 100 mg/dl (5,6 mmol/L) – 125 mg/dl (7,0 mmol/L) atau bila kadar glukosa
darah 2 jam setelah beban glukosa 75 gram 140-199 mg/dl (7,8 – 11 mmol/L)
yang sering disebut dengan TGT.
Menurut consensus of Management and Prevention of Diabetes Mellitus
Type- 2 di Indonesia,yang dilakukan oleh Indonesian Society for Endocrinologist,
Penegakan TGT dan GPTditegakkan sesuai dengan algoritma diagnostik standar.
Untuk pasien dengan keluhan diabetes klasik, jika setelah dua kali uji dari satu
kali glukosa darah dan glukosa darah puasa, kita mendapatkan hasil yang
meragukan (di atas normal, tetapi tidak sampai pada kriteria diabetes), pasien
akan diminta untuk melakukan tes beban OGTT (Uji Glukosa Toleransi Oral).
Bila hasil darah dua jam beban glukosa pasca glukosa 140 - 199 mg / dL , pasien
akan dimasukkan dalam kriteria toleransi glukosa terganggu.
Definisi diabetes dan prediabetes berdasarkan penilaian resiko penyakit
serta distribusi populasi plasma glukosa. Data menunjukkan bahwa level glukosa
plasma di atas nilai ambang batas memiliki insidensi retinopati meningkat secara
signifikan dan telah digunakan untuk membantu mendefinisikan diabetes.

1
B. Etiologi
Penyebab pasti pradiabetes tidak diketahui, meskipun para peneliti telah
menemukan beberapa gen yang terkait dengan resistensi insulin. Kelebihan lemak
terutama lemak perut dan tidak beraktivitas juga tampaknya menjadi faktor
penting dalam perkembangan pradiabetes. Yang jelas adalah bahwa orang yang
memiliki pradiabetes, tubuhnya tidak bisa megelolah gula (glukosa) dengan baik
lagi. Hal ini menyebabkan gula dalam aliran darah lebih banyak dari pada gula
yang melakukan fungsi yang normal yaitu memicu sel yang membentuk otot-otot
dan jaringan lain. Sebagian besar glukosa dalam tubuh berasal dari makanan yang
kita makan, khususnya makanan yang mengandung karbohidrat. Setiap makanan
yang mengandung karbohidrat dapat mempengaruhi kadar gula darah, tidak hanya
makanan manis.
Selama pencernaan, gula memasuki aliran darah dan dengan bantuan
insulin kemudian diserap ke dalam sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi.
Insulin adalah hormon yang berasal dari pankreas. Ketika kita makan, pankreas
mengeluarkan insulin ke dalam aliran darah. Insulin beredar merupakan seperti
sebuah kunci yang membuka pintu mikroskopis yang memungkinkan gula
memasuki sel. Insulin menurunkan jumlah gula dalam aliran darah. Apabila
tingkat gula darah turun, maka sekresi insulin dari pankreas juga akan berkurang.
Bila menderita pradiabetes, proses ini mulai bekerja tidak normal. Gula darah
akan meningkat dari pada melaksanakan fungsinya untuk membuka sel-sel. Hal
ini terjadi ketika pankreas tidak membuat cukup insulin atau sel-sel menjadi
resisten terhadap tindakan insulin atau keduanya.
Patofisiologi prediabetes umumnya didasari atas perubahan sensitivitas
insulin dan fungsi β-pancreas, biasanya karena peningkatan adiposit. Sensitivitas
insulin berbanding terbalik dengan kadar glikemik, bahkan dalam rentang glukosa
puasa normal. Peningkatan konsentrasi glukosa plasma puasa dari 70 – 125 mg/dL
(3,9 – 6,9 mmol/L) berkaitan dengan suatu penurunan sensitivitas insulin > 3 kali.
Individu dengan isolated GPT menunjukkan penurunan sensitivitas insulin sekitar
25 %, dan individu yang mengalami kombinasi GPT dan TGT menunjukkan

2
penurunan sensitivitas insulin sekitar 80 % dibandingan dengan individu yang
kadar glukosa puasanya berada dalam interval referensi.

C. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya prediabetes sama dengan faktor resiko terjadinya
DM tipe 2. Faktor resiko tersebut dapat dibagi menjadi faktor resiko yang dapat
dirubah ( obesitas, aktivitas fisik, nutrisi) dan yang tidak dapat dirubah ( genetik,
usia, diabetes gestasional). Faktor yang dapat dirubah yang penting adalah
obesitas ( terutama perut) dan kurangnya aktivitas fisik.2
a. Faktor genetik
Gen yang berhubungan dengan resiko terjadinya DM, sampai saat ini
belum bias diidentifikasikan secara pasti. Adanya perbedaan yang nyata
kejadian DM antara grup etnik yang berbeda meskipun hidup di
lingkungan yang sama menunjukkan adanya kontribusi gen yang
bermakna terjadinya DM. Meskipun tidak jelas sebabnya, orang-orang dari
ras tertentu termasuk Afrika-Amerika, Hispanik, Indian Amerika, Asia-
Amerika dan Kepulauan Pasifik lebih mungkin untuk menjad prediabetes.2
b. Usia
Prevalensi DM meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Dalam
dekade terakhir ini, usia terjadinya DM semakin muda. Resiko pradiabetes
meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia 45 tahun. Ini
mungkin karena orang cenderung kurang berolahraga, kehilangan massa
otot dan menambah berat badan dengan bertambahnya usia mereka.
Namun, orang tua bukanlah satu-satunya beresiko prediabetes dan diabetes
tipe 2. Insiden gangguan ini juga meningkat di kelompok usia yang lebih
muda.2
c. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini
meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui
karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan
benar.

3
Pada diabetes gestasional toleransi glukosa biasanya kembali
normal setelah melahirkan akan tetapi wanita tersebut memiliki resiko
menderita DM di kemudian hari. Bila pernah menderita diabetes
gestasional saat kehamilan, maka resiko menderita diabetes akan
meningkat. Apabila pernah melahirkan bayi dengan berat bada lebih dari 9
pound (4,1 Kg), maka ririko DM juga meningkat
d. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko yang paling penting. Jaringan lemak
lebih banyak yang dimiliki terutama di dalam dan di antara otot dan kulit
di sekitar perut menyebabkan sel menjadi lebih tahan terhadap insulin.
Beberapa studi jangka panjang menunjukkan bahwa obesitas merupakan
prediktor yang kuat untuk timbulnya DM tipe 2. Lebih lanjut, intevensi
yang bertujuan mengurangi obesitas juga mengurangi insidensi DM tipe 2.
Beberapa studi jangka panjang juga menunjukkan bahwa lingkar pinggang
atau rasio pinggang pinggul yang menunjukkan keadaan lemak visceral
( abdominal), merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan indeks
masa tubuh, sebagai faktor resiko prediabetes. Data tersebut memastikan
bahwa distribusi lemak lebih penting dibanding dengan jumlah total lemak
obesitas.
e. Aktivitas Fisik
Berkurangnya intensitas aktivitas fisik memberikan kontribusi yang besar
terhadap peningkatan obesitas. Berbagai studi menunjukan bahwa
kurangnya aktifitas fisik merupakan prediktor bebas terjadinya DM Tipe 2
pada pria maupun wanita. Semakin sedikit beraktivitas, semakin besar
resiko pradiabetes. Aktivitas fisik membantu mengontrol berat badan,
dengan beraktivitas maka glukosa digunakan sebagai energi dan membuat
sel-sel lebih sensitif terhadap insulin.2
f. Nutrisi
Kalori total yang tinggi, diit rendah serat, beban glikemik yang tinggi dan
rasio poly unsaturated fatty acid ( PUFA) dibanding lemak jenuh yang
rendah, merupakan faktor resiko terjadinya DM.2

4
D. Patogenesis
Regulasi glukosa post prandial tergantung pada stimulasi sekresi insulin
pada sel beta pancreas yang akan mensupresi glukoneogenesis hepar dan
menekan glikogenolisis. Insulin dilepaskan untuk meningkatkan ambilan glukosa
di otot dan jaringan perifer. Kadar glukosa puasa tergantung pada produksi
glukosa hepar (glikogenolisis dan glukoneogenesis), kadar insulin puasa dan
sensitivitas insulin. Dalam keadaan normal insulin bekerja mempertahankan kadar
glukosa plasma supaya selalu dalam batas normal (normoglikemia) saat puasa
ataupun post prandial. Hipoglikemia tidak terjadi saat puasa karena hati
memproduksi glukosa melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis, sebaliknya
sesudah makan glukosa plasma tidak terlalu meningkat karena sel beta pankreas
menghasilkan insulin yang meningkatkan asupan glukosa pada otot dan jaringan
adiposa. Perjalanan menjadi diabetes melitus (pra diabetes) awalnya masih terjadi
normoglikemia, pada tahap lanjut akan terjadi kenaikan kadar glukosa plasma
puasa dan post prandial. Insulin yang disekresikan tidak efektif menghambat
glukoneogenesis hati dan kemampuannya meningkatkan ambilan glukosa di otot
dan adiposa berkurang. Selain itu juga ditandai dengan gangguan respons
terhadap fisiologi insulin terhadap metabolisme glukosa, lipid dan protein serta
pengaruh terhadap fungsi endotel. Glucose transporter 2/GLUT-2 merupakan
transporter glukosa yang terdapat terutama di hepar dan sel beta pancreas yang
berespons cepat dalam menjaga kadar glukosa dalam plasma. Glucose transporter
4/GLUT 4 terdapat pada otot dan jaringan adiposa yang berperan dalam ambilan
glukosa. Gangguan transpor glukosa inilah yang tejadi pada pasien dengan
resistensi insulin.Peningkatan insulin plasma (hiperinsulinemia) yang terjadi
untuk mengompensasi resistensi insulin yang terjadi akan berefek pada sel beta
pankreas dan akhirnya kelelahan sehingga tidak mampu menormalkan kadar
glukosa menjadi normoglikemia lagi. Beberapa kepustakaan menyebutkan pada
tahap pra diabetes sebenarnya sudah mulai terjadi defek sel beta pankreas hingga
70%. Pada saat itu kadar glukosa plasma berkisar 100-125 mg/dL disebut sebagai
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) dan kadar glukosa plasma setelah

5
pembebanan 75 gram glukosa 140-199 mg/dL disebut sebagat toleransi glukosa
terganggu(TGT).4
Peningkatan kadar glukosa plasma pada GDPT dan TGT menduga
terdapat mekanisme yang berbeda dalam patogenesisnya. Glukosa darah puasa
terganggu dan TGT berbeda pada tingkat dan lokasi dominan terjadinya resistensi
insulin. Individu dengan GDPT predominan mempunyai resistensi insulin di hepar
tetapi normal sensitivitas insulin di otot.Sedangkan individu dengan TGT
memiliki sensitivitas insulin hepar yang normal atau sedikit menurun dan
resistensi insulin sedang sampai berat di otot. Pada subjek yang sekaligus
mengalami GDPT dan TGT sudah terjadi resistensi insulin baik pada otot maupun
hepar
Setelah puasa 8-10 jam di hati akan terjadi glikogenolisis untuk mencegah
hipoglikemia. Setelah itu insulin fase awal (3-5 menit) pertama akan berespons
mensupresi glikogenolisis supaya mempertahankan darah dalam keadaan
normoglikemia. Proses ini terganggu pada individu yang mengalami GDPT. Hal
ini dapat menjelaskan bagaimana terjadinya peningkatan glukosa darah puasa
pada GDPT. Respons insulin fase lambat (50- 120 menit) setelah post prandial
normal pada GDPT, sehingga glukosa darah 2 jam setelah pembebanan 75 Gram
glukosa oral normal. Respons sekresi insulin fase awal pada TGT juga terganggu
dan setelah 2 jam pemberian glukosa oral sudah terjadi defek berat pada sekresi
insulin fase lambat. Hal ini dapat menerangkan peningkatan glukosa plasma
setelah 2 jam pembebanan glukosa oral tetapi peningkatannya belum bisa
dikategorikan sebagai DM.4

E. Gejala
Seringkali, pradiabetes tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Adanya
suatu area kulit yang gelap, suatu kondisi yang disebuta canthosis nigricans,
adalah salah satu dari beberapa tanda-tanda yang menunjukkan risiko untuk
diabetes. Daerah umum yang mungkin akan terkena meliputi leher, ketiak, siku,
lutut, dan buku-buku jari. Gejala klasik diabetes tipe 2 yang harus dipantau

6
meliputi: Peningkatan rasa haus, sering buang air kecil, kelelahan dan penglihatan
kabur.

F. Diagnosis
Sebuah komite internasional yang terdiri dari para ahli dari American
Diabetes Association, the European Association for the Study of Diabetes dan the
International Diabetes Federation merekomendasikan bahwa test untuk
menegakkan diagnosis pradiabetes meliputi:
 Hemoglobin A1C atau hemoglobin glikosilasi. A1C adalah  tes yang
mengukur kadar glukosa darah rata-rata seseorang selama 2 sampai 3 bulan
terakhir
 Tes gula darah puasa. Contoh darah akan diambil setelah berpuasa selama
sedikitnya delapan jam atau semalam. Dengan tes ini, gula darah tingkat yang
lebih rendah dari 100 mg / dL - 5,6 mmol / L adalah normal. Sebuah tingkat
gula darah 100-125 mg / dL (5,6-6,9 mmol / L) dianggap pradiabetes. Hal ini
kadang-kadang disebut sebagai glukosa puasa terganggu (GPT). Apabila
kadar gula darah 126 mg / dL (7.0 mmol / L) atau lebih tinggi dapat
mengindikasikan diabetes mellitus
 Uji FPG adalah tes pilihan untuk mendiagnosis diabetes karena kenyamanan
dan biaya rendah.
 Tes toleransi glukosa oral (TTGO).. Tingkat gula darah kurang dari 140 mg /
dL (7,8 mmol / L) adalah normal. Tingkat gula darah 140-199 mg / dL (7,8-
11,0 mmol / L) dianggap pradiabetes. Hal ini kadang-kadang disebut sebagai
toleransi glukosa terganggu (TGT). Apabila nilai gula darah 200 mg / dL
(11,1 mmol / L) atau lebih tinggi dapat mengindikasikan diabetes mellitus.
 Gestational diabetes juga didiagnosis berdasarkan pada nilai-nilai glukosa
plasma diukur selama OGTT.

G. Pencegahan

7
Diperlukan langkah pencegahan yang segera untuk menurunkan jumlah
penderita prediabetes, DMT2 dan PKV yang terkait diabetes.2 Langkah-langkah
pencegahan meliputi:

a. Intervensi gaya hidup


Gaya hidup merupakan pendekatan pengelolaan fundamental yang dapat
mencegah atau menunda berkembangnya prediabetes menjadi diabetes, serta
menurunkan resiko penyakit mikrovaskular dan makrovaskular. Intervensi gaya
hidup memperbaiki semua faktor resiko diabetes dan komponen sindrom
metabolik, obesitas, hipertensi, dislipidemia dan hiperglikemia.
b. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis untuk pencegahan DM biasanya
direkomendasikan sebagai intervensi sekunder yang diberikan setelah atau
bersama-sama dengan intervensi modifikasi gaya hidup.

8
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
 Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
 Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
 Integritas Ego
Stress, ansietas
 Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
 Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
 Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
 Nyeri / Kenyamanan

9
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
 Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
 Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit. (Marilyn E. 2002)
B. Diagnosa Keperawatan.
1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
2. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /
menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
4. Resiko terjadi gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya
gangren pada ekstrimitas.
5. Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.

C. Intervensi
a. Diagnosa no. 1
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan intake makanan yang
kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal. 4. Tidak ada tanda-tanda
hiperglikemia/hipoglikemia.
intervensi:
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya

10
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam
jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat
mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

b. Diagnosa no. 2
Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic.
Tujuan : kebutuhan cairan dapat terpenuhui.
kriteria hasil : 1. Nadi perifer dapat diraba
2. turgor kulit dan pengisian kapiler baik
3. kadar elektrolitdalam batas normal
Intervensi :
1. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.

2. Ukur berat badan setiap hari.


Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
3. Pertahankan untuk memberikan cairanpaling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah
dapat diberikan.
Rasional : mempertahankan dehodrasi/volume sirkulasi.

11
c. Diagnosa 3
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : – Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
– Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
– Kulit sekitar luka teraba hangat.
– Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
– Sensorik dan motorik membaik
intevensi:
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan
bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.
3. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.

d. Diagnosa 4
Resiko terjadi Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya
gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang

12
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
intervensi:
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi
luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul,
sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.

e. Diagnosa 5
Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di
kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk,
berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
intervensi:
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.

13
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk
melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

D. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien.
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal
yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan
selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai
implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah
dilakukan dan bagaimana respon pasien.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi
ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho H. Screening for IGT Clinical Practice. ( serial online ) 2011


(Diakses 2 Maret 2013); Diunduh dari URL: http://ipd. undip.
ac.id/publikasi/pustaka/13-endokrin-metabolik/108-screening-for-igt-clinical-
practice

Meddy Setiawan.. Prediabetes dan Peran HBA1C dalam Skrining dan Diagnosis
Awal Diabetes Mellitus. Vol 17. Staf pengajar fakultas kedokteran universitas
Muhammadiyah Malang. 2011

Tjokroprawiro A. Diabetes Mellitus-Capita Selecta In Daily Clinical Practice.


(serial online) 2011 (Diakses 2 Maret 2013 ); Diunduh dari URL:
http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_diabetes%20mellitus-capita%20selecta
%20in%20daily%20clinical%20practice_39_1716

Nasrul E, Sofitri. Hiperurisemia pada Pra Diabetes. Jurnal Kesehatan Andalas.


2012. Bagian Patologi Klinik FK Unand

National Diabetes Information Clearinghouse (NDIC). Diagnosis of Diabetes and


Prediabetes. (serial online) 2012 (Diakses 2 Maret 2013); Diunduh dari URl:
http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/diagnosis/

Suyono Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Jakarta: FKUI:2006 .Hal
1854

15

Anda mungkin juga menyukai