Anda di halaman 1dari 50

Ayo ikut kompetisi fotografi internasional Wiki Cinta Alam.

Periode kompetisi 1-31 Mei 2021. Klik disini untuk baca


informasi selengkapnya.

Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di   Facebook,   Twitter,   Instagram,


dan   Telegram

Majapahit
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Untuk kegunaan lain, lihat Majapahit (disambiguasi).

Kemaharajaan Majapahit

ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦩꦗꦥꦲꦶꦠ꧀ (Jawa)
विल्व तिक्त (Sanskerta)
ᬧ᭄ᬭᬚᬫᬚᬧᬳᬶᬢ᭄ (Bali)
ᮊᮛᮏᮃᮔ᮪ᮙᮏᮕᮠᮤᮒ᮪ (Sunda)
满者伯夷王国 (Mandarin)
อาณาจักรมัชปาหิต (Thai)
1293–1527

Bendera

Surya Majapahit

Semboyan: Mitreka Satata
ꦩꦶꦠꦿꦺꦏꦱꦠꦠ
(Jawa Kuno: "Persaudaraan yang satu dengan dasar
persamaan derajat")
Peta wilayah kekuasaan Majapahit
berdasarkan Nagarakertagama; keakuratan wilayah
kekuasaan Majapahit menurut penggambaran orang
Jawa masih diperdebatkan.[1]

Status Kerajaan

Ibu kota  Mojokerto (masa Ra

den Wijaya)
 Trowulan (masa Jay

anagara)
 Kediri (masa Giris

hawardhana)

Bahasa yang umum Jawa


digunakan Kuno (utama), Kawi (alt
ernatif), Sanskerta

Agama Siwa-Buddha (Hindu dan 
Buddha), Kejawen, Animis
me

Pemerintahan Monarki
Sri Maharaja  

• 1293-1309 Raden Wijaya


• 1309-1328 Jayanagara
• 1328-1350 Tribhuwana
Wijayatunggadewi
• 1350-1389 Hayam Wuruk
• 1389-1429 Wikramawardhana
• 1429-1447 Suhita
• 1447-1451 Kertawijaya
• 1451-1453 Rajasawardhana
• 1456-1466 Girishawardhana
• 1466-1474 Suraprabhawa
• 1474-1498 Girindrawarddhana/
Brawijaya
Rakryan Mantri ri  
Pakira-kiran

• 1294 – 1316 Mahapatih Nambi


• 1316 – 1323 Mahapatih Dyah Halayudha
• 1323 – 1334 Mahapatih Arya Tadah
• 1334 – 1364 Mahapatih Gajah Mada
• 1367 – 1394 Mahapatih Gajah Enggon
• 1394 – 1398 Mahapatih Gajah Manguri

Sejarah  

• Penobatan Rade 10 November 1293


n Wijaya
• Invasi Kesulta 1527
nan Demak

Mata uang Koin emas, koin perak,


koin kepeng (koin perunggu
yang diimpor dari
Tiongkok), koin gobog

Didahului oleh Digantikan oleh


Kerajaan Kesultanan
Singasari Demak

Sekarang bagian  Indonesia


dari  Malaysia
 Singapura
 Brunei Darussalam
 Thailand
 Timor Leste
 Filipina

Sumber frasa Mitreka Satata berasal dari Kakawin


Nagarakretagama karangan Empu Prapañca pada zaman
keemasan kerajaan Majapahit. Semboyan Mitreka Satata
dipakai oleh Mahapatih Gajah Mada. Sebagai landasan
dalam menjalankan politik luar negeri Majapahit yang
bersifat kekerabatan, hidup berdampingan secara damai
dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Bagian dari seri artikel mengenai


Sejarah Indonesia

Garis waktu
Prasejarah[tampilkan]

Kerajaan Hindu-Buddha[sembunyikan]
Kerajaan Salakanagara 130–362
Kerajaan Kutai 400–1635
Kerajaan Tarumanagara 450–900
Kerajaan Kendan 536–702
Kerajaan Kalingga 594–782
Kerajaan Indraprahasta 598–747
Kerajaan Melayu 671–1375
Kerajaan Sriwijaya 671–1183
Kerajaan Sunda 662–1579
Kerajaan Galuh 669–1482
Kerajaan Sumedang Larang 721–1620
Kerajaan Medang 752–1045
Kerajaan Kanjuruhan 800-an
Kerajaan Bali 914–1908
Kerajaan Kahuripan 1019–1045
Kerajaan Pajajaran 1042–1482
Kerajaan Janggala 1045–1136
Kerajaan Kadiri 1045–1222
Kerajaan Singasari 1222–1292
Kerajaan Majapahit 1293–1500

Kerajaan Islam[tampilkan]

Kerajaan Kristen[tampilkan]

Kolonialisme Eropa[tampilkan]

Kemunculan Indonesia[tampilkan]

Kemerdekaan[tampilkan]

Menurut topik[tampilkan]

 Portal Indonesia

 L

 B

 S

Bagian dari seri artikel mengenai


Sejarah Malaysia

Prasejarah Malaysia

Kerajaan awal[tampilkan]

Negara-negara Muslim[tampilkan]

Era kolonial[tampilkan]

Perang dan Kedaruratan[tampilkan]

Perang Dunia II[tampilkan]

Kemerdekaan[tampilkan]

Setelah Kemerdekaan[tampilkan]

Per topik[tampilkan]
 Portal Malaysia

 L

 B

 S

Kemaharajaan Majapahit (bahasa
Jawa: ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦩꦗꦥꦲꦶꦠ꧀; Karaton
Majapait, Sanskerta: विल्व तिक्त; Wilwatikta) adalah
sebuah kerajaan yang berpusat
di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri sekitar
tahun 1293 hingga 1527 M. Kerajaan ini mencapai
puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang
menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa
kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari
tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-
Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai kerajaan terbesar dalam sejarah
Indonesia.[2] Menurut Negarakertagama, kekuasaannya
terbentang dari Jawa, Sumatra, Semenanjung
Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun
wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan. [3]

Daftar isi
 1Historiografi
 2Sejarah
 2.1Berdirinya Majapahit
 2.2Kejayaan Majapahit
 2.3Surutnya Majapahit
 3Militer dan persenjataan
 4Penjelajahan dan navigasi
 5Kebudayaan
 6Kesusasteraan
 7Ekonomi
 8Struktur pemerintahan
 8.1Aparat birokrasi
 8.2Pembagian wilayah
 8.3Hubungan diplomatik
 9Raja-raja Majapahit
 9.1Nama Gelar
 9.2Girindrawarddhana
 9.3Brawijaya
 10Warisan sejarah
 10.1Legitimasi politik
 10.1.1Arsitektur
 11Kesenian modern
 11.1Puisi lama
 11.2Komik dan strip komik
 11.3Roman/novel sejarah
 11.4Film/sinetron
 11.5Permainan video
 12Lihat pula
 13Catatan
 14Referensi
 15Daftar pustaka
 16Pranala luar

Historiografi[sunting | sunting sumber]
Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan
Majapahit,[4] dan sejarahnya tidak jelas.[5] Sumber
utama yang digunakan oleh para sejarawan
adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa
Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno.
[6] Pararaton terutama menceritakan Ken
Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat
beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya
Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan
puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan
Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk.
Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008 diakui
sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of
the World Programme) oleh UNESCO.[7] Setelah masa
itu, hal yang terjadi tidaklah jelas.[8] Selain itu, terdapat
beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun
catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.[8]
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut
dipertentangkan. Tidak dapat disangkal bahwa sumber-
sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos.
Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap
semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi
memiliki arti supernatural dalam hal dapat mengetahui
masa depan.[9] Namun, banyak pula sarjana yang
beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber
tersebut dapat diterima karena sejalan dengan catatan
sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan
keadaan kerajaan yang tampak cukup pasti. [5] Tahun
2010 sekelompok pengusaha Jepang dipimpin Takajo
Yoshiaki membiayai pembuatan kapal Majapahit
atau Spirit of Majapahit yang akan berlayar ke Asia.
Menurut Takajo, hal ini dilakukan untuk mengenang
kerjasama Majapahit dan Kerajaan Jepang melawan
Kerajaan China (Mongol) dalam perang di Samudera
Pasifik.[10] Menurut Guru Besar Arkeologi Asia
Tenggara National University of Singapore John N.
Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit
meliputi Sumatra dan Singapura bahkan Thailand yang
dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan, corak
bangunan, candi, patung dan seni.[11] Bahkan ada
perguruan silat bernama Kali Majapahit yang berasal
dari Filipina dengan anggotanya dari Asia dan Amerika.
Silat Kali Majapahit ini mengklaim berakar dari Kerajaan
Majapahit kuno yang disebut menguasai Filipina,
Singapura, Malaysia dan Selatan Thailand. [12]

Sejarah[sunting | sunting sumber]
Berdirinya Majapahit[sunting | sunting sumber]

Arca Harihara (paduan Siwa dan Wisnu) perwujudan Kertarajasa dari


Candi Simping, Blitar, kini koleksi Museum Nasional.

Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi


kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi
perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti
Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang
bernama Meng Chi[13] ke Singhasari yang
menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan
Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar
upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan
merusak wajahnya dan memotong telinganya. [13]
[14] Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan
ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah
menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas
saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan
pengampunan kepada Raden Wijaya,
menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri.
Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang
membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya
menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang.
[15] Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang
hati.[15] Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia
membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa
itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari
buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika
pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan
pasukan Mongol untuk bertempur melawan
Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan
Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu
Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang
kembali pasukannya secara kalang-kabut karena
mereka berada di negeri asing.[16][17] Saat itu juga
merupakan kesempatan terakhir mereka untuk
menangkap angin muson agar dapat pulang, atau
mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di
pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal
kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan
Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan
Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan
tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan
nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini
menghadapi masalah. Beberapa orang tepercaya
Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora,
dan Nambi memberontak melawannya, meskipun
pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan
Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya
Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik,
dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam
Pararaton.[18] Slamet Muljana menduga bahwa
mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi
untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia
dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan.
Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti),
Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum
mati.[17] Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya
adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala
Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada
suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara,
seorang pendeta Italia, Odorico da
Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa.
Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya,
Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya
menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih
mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni.
Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana
Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada
tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai
Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada
mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan
rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit
dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama
kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit
berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di
kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di
Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia
diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Kejayaan Majapahit[sunting | sunting sumber]

Perkembangan Kemaharajaan Majapahit, bermula di Trowulan,


Majapahit, Jawa Timur, pada abad ke-13, kemudian mengembangkan
pengaruhnya atas kepulauan Nusantara, hingga surut dan runtuh pada
awal abad ke-16.

Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah


Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya
Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan
bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah
Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih
banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-
XV, daerah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung
Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa
Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan
sebagian kepulauan Filipina.[19] Sumber ini
menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan
Kemaharajaan Majapahit.
Meriam Cetbang Majapahit, dari Metropolitan Museum of Art, yang
diperkirakan berasal dari abad ke-14.[20] Perhatikan adanya
lambang Surya Majapahit.

Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan


bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya
tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat
Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh
perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja.
[21] Majapahit juga memiliki hubungan
dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan,
dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya
ke Tiongkok.[2][21]
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer,
Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin
persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan
politik, Hayam Wuruk berhasrat
mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan
Sunda sebagai permaisurinya.[22] Pihak Sunda
menganggap lamaran ini sebagai perjanjian
persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta
keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit
mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan
Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini
sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk
di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga
kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan
Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani
memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda
kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh
rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan
secara kejam.[23] Tradisi menyebutkan bahwa sang putri
yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan
"bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan
negaranya.[24] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema
utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada
zaman kemudian di Bali dan juga naskah Carita
Parahiyangan. Kisah ini disinggung
dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan
dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun
1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung,
anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra
yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan
yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit
sebagai pusat mandala raksasa yang membentang
dari Sumatra ke Papua, mencakup Semenanjung
Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di
Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai
kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan
langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup
wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya
semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran
upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit
atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau
tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu
dapat mengundang reaksi keras.[25]
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian
Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut
untuk menumpas pemberontakan di Palembang.[2]
Meskipun penguasa Majapahit memperluas
kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang
menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama
Majapahit tampaknya adalah mendapatkan porsi
terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan
Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan
penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
Surutnya Majapahit[sunting | sunting sumber]

Bidadari Majapahit, arca emas apsara gaya Majapahit


menggambarkan zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman
keemasan" Nusantara.
Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.

Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14,


kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah.
Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389,
Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik
perebutan takhta. Kematian Hayam Wuruk dan adanya
konflik perebutan takhta menyebabkan daerah-daerah
Majapahit di bagian utara Sumatra dan Semenanjung
Malaya memerdekakan diri, dimana semenanjung
Malaya menjadi daerah kekuasaan Kerajaan
Ayutthaya hingga nantinya muncul Kesultanan
Melaka yang didukung oleh Dinasti Ming.[26]
Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota
Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri,
pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga
memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang
juga menuntut haknya atas takhta.[5] Perang saudara
yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada
tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan
Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi
Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan
kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini
melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah
taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana,
serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin
oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim
China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu
1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng
Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan
Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa,
seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka
Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa. [27]
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan
diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah
pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua
Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri
kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan
pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-
lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah
Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan
gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia
wafat pada tahun 1453 M. Terjadi jeda waktu tiga tahun
tanpa raja akibat krisis pewarisan
takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta
pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan
digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468
pangeran Kertabhumi memberontak terhadap
Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya
sebagai raja Majapahit.[8]
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para
penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara.
Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh
Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada
saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru
yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka,
mulai muncul di bagian barat Nusantara.[28] Di bagian
barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak
kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan
Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai
menguasai Selat Malaka dan melebarkan
kekuasaannya ke Sumatra. Sementara itu beberapa
jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah
lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan
diri.
Pada masa pemerintahan Wikramawardhana, daerah
kekuasaan Majapahit di pulau Sumatra hanya tinggal
Indragiri, Jambi dan Palembang, sebagaimana ditulis
pada catatan Yingyai Shenglan ciptaan Ma Huan, salah
satu penerjemah laksamana Cheng Ho. Dan setelah
kematian Wikramawardhana dan masa pemerintahan
penerusnya, daerah Indragiri diberikan kepada Mansur
Syah dari Malaka sebagai hadiah pernikahannya
dengan putri Majapahit, yang semakin mengurangi
kendali Majapahit di Sumatra.
Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan
kekuasaan dengan Bhre Kertabumi,
Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke
pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri)
dan terus melanjutkan pemerintahannya di sana hingga
digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474.
Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi
dengan memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan
Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta
mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu
kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu
1474 hingga 1498 dengan gelar Girindrawardhana
hingga ia digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik
dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan mulai
bangkitnya kekuatan kerajaan Demak yang didirikan
oleh keturunan Bhre Wirabumi di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar
pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, [Catatan
1] berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim
pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan)
hingga tahun 1527.[29]:36

Dalam tradisi Jawa ada


sebuah kronogram atau candrasengkala yang
berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon
adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca
sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau
1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah
kemakmuran bumi”. Namun yang sebenarnya
digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah
gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit,
oleh Girindrawardhana.[30] Raden Patah yang saat itu
adalah adipati Demak sebetulnya berupaya membantu
ayahnya dengan mengirim bala bantuan dipimpin
oleh Sunan Ngudung, tetapi mengalami kekalahan dan
bahkan Sunan Ngudung meninggal di tangan Raden
Kusen adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya
hingga para dewan wali menyarankan Raden Fatah
untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.
Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak,
Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan
Kertabhumi [30] dan memindahkan ibu kota ke Daha
(Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya
dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak
adalah keturunan Kertabhumi. Pada masa ini, Demak
sudah menjadi penguasa pesisir Jawa yang dominan,
dan mereka mengambil alih daerah Jambi dan
Palembang dari kekuasaan Majapahit [31]  yang telah
(hlm.154-155)

terpukul dan berfokus di pedalaman pulau Jawa.


Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika Patih
Udara melakukan kudeta ke Girindrawardhana dan
mengakui kekuasan Demak bahkan menikahi anak
termuda Raden Patah, tetapi peperangan berkecamuk
kembali ketika Prabu Udara meminta bantuan Portugis
untuk mengalahkan Demak. Sehingga pada tahun
1527, Demak melakukan serangan ke Daha yang
mengakhiri sejarah Majapahit[29]  dan ke Malaka.
:54-55

Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan


anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali.
Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari
pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini
mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak
pada tahun 1527, kekuatan kerajaan Islam pada awal
abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan
Majapahit.[32] Demak di bawah pemerintahan Raden
(kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui
sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad
Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah
karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V
dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires),
dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah
terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan
penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa
dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
[30]

Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan


regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang
berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan
Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di
Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung
timur, serta Kerajaan Sunda yang beribu kota
di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai
menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke
pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat
Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di
pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.

Militer dan persenjataan[sunting | sunting


sumber]
Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan,
pelestarian, dan penyebaran teknik
pembuatan keris berikut fungsi sosial dan ritualnya.
Teknik pembuatan keris mengalami penghalusan dan
pemilihan bahan menjadi semakin selektif. Keris pra-
Majapahit dikenal berat namun semenjak masa ini dan
seterusnya, bilah keris yang ringan tetapi kuat menjadi
petunjuk kualitas sebuah keris. Penggunaan keris
sebagai tanda kebesaran kalangan aristokrat juga
berkembang pada masa ini dan meluas ke berbagai
penjuru Nusantara, terutama di bagian barat.
Berdasarkan buku Sejarah Yuan, prajurit pada masa
Majapahit awal didominasi oleh infanteri ringan. Pada
saat serbuan Mongol ke Jawa (1293), tentara Jawa
dideskripsikan sebagai prajurit yang dimobilisasi
sementara dari petani dan beberapa prajurit
bangsawan. Para bangsawan berbaris di garis depan,
dan pasukan belakang yang besar berformasi T terbalik.
"Tentara petani" Jawa berpakaian setengah telanjang
dan ditutupi dengan kain katun di bagian pinggangnya
(sarung). Sebagian besar senjata adalah busur dan
panah, tombak bambu, dan pedang pendek. Kaum
aristokrat sangat dipengaruhi oleh budaya India,
biasanya dipersenjatai dengan pedang dan tombak, dan
berpakaian putih.[33]

Senjata mesiu yang digunakan oleh Majapahit, kiri ke kanan:

 Sebuah cetbang berlaras ganda di atas kereta meriam (gun


carriage), dengan garpu putar, sekitar tahun 1522. Mulut meriam
berbentuk Nāga Jawa.

 Gambaran sebuah meriam galah China yang ditemukan di Jawa,


1421 masehi. Kemungkinan meriam galah Jawa, yakni bedil
tombak, dimodelkan dari senjata ini.
Selain keris, berkembang pula teknik pembuatan dan
penggunaan tombak dan meriam kapal sederhana yang
disebut Cetbang. Majapahit di
bawah Mahapatih (perdana menteri) Gajah
Mada memanfaatkan teknologi senjata bubuk mesiu
yang diperoleh dari dinasti Yuan untuk digunakan dalam
armada laut.[34]  Saat ini salah satu koleksi Cetbang
:57

Majapahit tersebut berada di The Metropolitan Museum


of Art, New York, Amerika.
Cetbang dipasang sebagai meriam tetap atau meriam
putar, cetbang ukuran kecil dapat dengan mudah
dipasang di kapal kecil yang
disebut Penjajap (Portugis: Pangajaua atau Pangajava),
dan juga Lancaran. Meriam ini dipergunakan sebagai
senjata anti personil, bukan anti kapal. Pada zaman ini,
bahkan sampai abad ke 17, prajurit angkatan laut
Nusantara bertempur di panggung yang biasa disebut
Balai (lihat gambar kapal). Ditembakan pada kumpulan
prajurit dengan peluru scattershot (peluru sebar atau
peluru gotri, dapat berupa grapeshot, case shot, atau
paku dan batu), cetbang sangat efektif untuk
pertempuran jenis ini.[35] [36]
:241

Majapahit memiliki pasukan elit yang


disebut Bhayangkara. Tugas utama pasukan ini adalah
untuk melindung raja dan kaum bangsawan, namun
mereka juga dapat diterjunkan ke pertempuran jika
diperlukan. Hikayat Banjar mencatat
perlengkapan Bhayangkara di istana Majapahit:

... dengan perhiasannya orang berbaju


rantai empat puluh serta pedangnya
berkopiah taranggos sachlat merah, orang
membawa astengger [senapan sundut] empat
puluh, orang membawa perisai serta
pedangnya empat puluh, orang membawa
dadap [perisai rotan] serta sodoknya [senjata
mirip tombak dengan mata lebar] sepuluh,
orang membawa panah serta anaknya sepuluh,
yang membawa tombak rampukan bersulam
emas empat puluh, yang membawa tameng
Bali bertulis air empat puluh.
— Hikayat Banjar. 6.3


Bagian yang dipotong dari peta Laut Cina di atlas Miller,
menunjukkan jong bertiang enam dan tiga.

 


Baju besi dari sebuah patung candi di Singasari.

 


Arquebus Jiaozhi ini mirip dengan arquebus Jawa.

 


Patung dewa memegang sebuah kuiras, dari Nganjuk, Jawa
Timur, pada masa sebelumnya (abad ke-10 sampai ke-11).

 


Berbagai macam keris dan senjata galah (tombak) dari Jawa.

Menurut catatan China, prajurit yang lebih kaya
menggunakan baju pelindung yang disebut kawaca.
[Catatan 2] Baju pelindung ini berbentuk seperti tabung
panjang dan terbuat dari tembaga yang dicetak.
Walaupun begitu, prajurit yang lebih miskin pergi
berperang dengan telanjang dada. [37] Jenis baju
zirah lain yang digunakan di Jawa era Majapahit
adalah waju rante (zirah rantai)
dan karambalangan (lapisan logam yang dikenakan di
depan dada).[38] [39][40] Dalam Kidung Sunda pupuh 2
:202

bait 85 dijelaskan bahwa mantri-mantri (menteri atau


perwira) Gajah Mada mengenakan baju besi dalam
bentuk zirah rantai atau plastron dengan hiasan emas
dan mengenakan pakaian kuning,[41]  sedangkan dalam
:103

Kidung Sundayana pupuh 1 bait 95 disebutkan bahwa


Gajah Mada mengenakan karambalangan berhias
timbul dari emas, bersenjata tombak berlapis emas, dan
perisai penuh dengan hiasan dari intan berlian. [40][39]
Majapahit juga mengawali penggunaan senjata api di
Nusantara. Meskipun pengetahuan membuat senjata
berbasis serbuk mesiu di Nusantara sudah dikenal
setelah serangan Mongol ke Jawa, dan pendahulu
senjata api, yaitu meriam galah (bedil tombak), dicatat
digunakan oleh Jawa pada tahun 1413, [42]
[43]  pengetahuan membuat senjata api sejati datang
:245

jauh kemudian, setelah pertengahan abad ke-15. Ia


dibawa oleh negara-negara Islam di Asia Barat,
kemungkinan besar oleh orang Arab. Tahun
pengenalan yang tepat tidak diketahui, tetapi dapat
dengan aman disimpulkan tidak lebih awal dari tahun
1460.[44]  Suatu catatan tentang penggunaan senjata
:23

api pada pertempuran melawan pasukan Giri pada


sekitar tahun 1500-1506 berbunyi:[45]
"... wadya Majapahit ambedili, dene
wadya Giri pada pating jengkelang ora
kelar nadhahi tibaning mimis ..."
"... pasukan Majapahit menembaki
(bedil=senjata api), sementara
pasukan Giri berguguran karena mereka
tidak kuat dihujani peluru
(mimis=peluru bulat)..."
- Serat Darmagandhul
Tidak diketahui secara pasti jenis senjata api apa yang
digunakan dalam pertempuran ini. Kata "bedhil" dapat
merujuk ke beberapa jenis senjata bubuk mesiu yang
berbeda. Itu mungkin merujuk pada arquebus 
Jawa (Zua Wa Chong - 爪哇銃) yang dilaporkan oleh
orang China. Arquebus ini memiliki kemiripan
dengan arquebus Vietnam pada abad ke-17. Senjata ini
sangat panjang, dapat mencapai 2,2 m panjangnya, dan
memiliki dudukan bipod yang dapat ditekuk. [46]
Catatan Tome Pires tahun 1513 menyebutkan pasukan
tentara Gusti Pati, wakil raja Batara Brawijaya,
berjumlah 200.000 orang, 2.000 diantaranya adalah
prajurit berkuda dan 4.000 adalah musketir.[47]  Duarte
:176

Barbosa sekitar tahun 1514 mengatakan bahwa


penduduk Jawa sangat ahli dalam membuat artileri dan
merupakan penembak artileri yang baik. Mereka
membuat banyak meriam 1 pon (cetbang
atau rentaka), senapan
lontak panjang, spingarde (arquebus), schioppi (meriam
tangan), api Yunani, gun (bedil besar atau meriam), dan
senjata api atau kembang api lainnya.[48] [49]  Setiap
:198 :224

tempat disana dianggap sangat baik dalam


mencetak/mengecor artileri, dan juga dalam ilmu
penggunaanya.[50] [48]
:254 :198

Kavaleri sejati pertama, unit terorganisir dari


penunggang kuda yang kooperatif, mungkin telah
muncul di Jawa selama abad ke-12 M.[51] Naskah Jawa
kuno kakawin Bhomāntaka menyebutkan kisah kuda
Jawa awal dan sejarah menunggang kuda. [52]  Naskah
:436

tersebut mungkin mencerminkan konflik (secara


alegoris) antara kavaleri Jawa yang baru jadi dan
infanteri elit mapan yang membentuk inti dari pasukan
Jawa sampai abad ke-12.[53]  Pada abad ke-14 M,
:113

Jawa menjadi peternak kuda yang penting dan pulau ini


bahkan terdaftar di antara pemasok kuda ke Cina.
[54]  Selama masa Majapahit, jumlah kuda dan kualitas
:208

kuda keturunan Jawa terus berkembang sehingga pada


tahun 1513 masehi Tomé Pires memuji kuda-kuda yang
sangat dihiasi dari bangsawan Jawa, dilengkapi
dengan sanggurdi bertatahkan emas dan pelana yang
dihiasi dengan mewah yang "tidak ditemukan di tempat
lain di dunia".[47] :174-175

Sebuah lancaran dari Madura. Perhatikan adanya panggung tempur


atau "balai" di atas geladak utamanya.

Untuk angkatan laut, armada Majapahit menggunakan


djong/jong secara besar-besaran sebagai kekuatan
lautnya. Pada puncaknya Majapahit memiliki 5 armada
perang. Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah total
jong yang dimiliki Majapahit, tetapi jumlah terbesar yang
pernah digunakan dalam satu ekspedisi adalah
berjumlah 400 buah, tepatnya saat Majapahit
menyerang Pasai.[55] Setiap kapal berukuran panjang
sekitar 70-180 meter, berat sekitar 500-800 ton dan
dapat membawa 200-1000 orang. Kapal ini
dipersenjatai meriam sepanjang 3 meter, dan
banyak cetbang berukuran kecil.[38] Sebuah jong dari
tahun 1420 memiliki daya muat 2000 ton dan hampir
saja menyeberangi samudera Atlantik.
[56] Sebelum tragedi Bubat tahun 1357, raja Sunda dan
keluarganya datang di Majapahit setelah berlayar di laut
Jawa dalam armada dengan 200 kapal besar dan 2000
kapal yang lebih kecil.[41]  Kapal yang dinaiki
:16-17, 76-77

keluarga kerajaan adalah sebuah jong hibrida Cina-Asia


tenggara bertingkat sembilan (Bahasa Jawa kuno: Jong
sasanga wagunan ring Tatarnagari tiniru). Kapal hibrida
ini mencampurkan teknik China dalam pembuatannya,
yaitu menggunakan paku besi selain menggunakan
pasak kayu dan juga pembuatan sekat kedap air
(watertight bulkhead), dan penambahan kemudi sentral.
[57] [58]
:270
 Jenis kapal lain yang digunakan Majapahit
:272-276

adalah malangbang, kelulus, lancaran, penjajap, jongko
ng, cerucuh, tongkang, dan pelang.[55][59]
[60] Penggambaran angkatan laut Majapahit di masa
modern sering kali menggambarkan kapal-kapal
bercadik, namun pada kenyataannya kapal ini berasal
dari abad ke-8 yaitu kapal Borobudur, yang
digunakan dinasti Sailendra. Penelitian oleh Nugroho
menyimpulkan bahwa kapal yang digunakan oleh
Majapahit tidak menggunakan cadik, dan menggunakan
ukiran Borobudur sebagai dasar rekonstruksi kapal
Majapahit adalah salah.[61][38]
:266-267

Penjelajahan dan navigasi[sunting | sunting


sumber]
Selama era Majapahit penjelajahan orang-orang
Nusantara mencapai prestasi terbesarnya. Ludovico di
Varthema (1470-1517), dalam bukunya Itinerario de
Ludouico de Varthema Bolognese menyatakan bahwa
orang Jawa Selatan berlayar ke "negeri jauh di selatan"
hingga mereka tiba di sebuah pulau di mana satu hari
hanya berlangsung selama empat jam dan "lebih dingin
daripada di bagian dunia mana pun". Penelitian modern
telah menentukan bahwa tempat tersebut terletak
setidaknya 900 mil laut (1666 km) selatan dari titik
paling selatan Tasmania.[62]
:248-251

Orang Jawa, seperti suku-suku Austronesia lainnya,


menggunakan sistem navigasi yang mantap: Orientasi
di laut dilakukan menggunakan berbagai tanda alam
yang berbeda-beda, dan dengan memakai suatu teknik
perbintangan sangat khas yang dinamakan star path
navigation. Pada dasarnya, para navigator menentukan
haluan kapal ke pulau-pulau yang dikenali dengan
menggunakan posisi terbitnya dan terbenamnya
bintang-bintang tertentu di atas cakrawala.[63]  Pada
:10

zaman Majapahit, kompas dan magnet telah digunakan,


selain itu kartografi (ilmu pemetaan) telah berkembang.
Pada tahun 1293 Raden Wijaya memberikan sebuah
peta dan catatan sensus penduduk pada pasukan
Mongol dinasti Yuan, menunjukkan bahwa pembuatan
peta telah menjadi bagian formal dari urusan
pemerintahan di Jawa.[64] Penggunaan peta yang penuh
garis-garis memanjang dan melintang, garis rhumb, dan
garis rute langsung yang dilalui kapal dicatat oleh orang
Eropa, sampai-sampai orang Portugis menilai peta
Jawa merupakan peta terbaik pada awal tahun 1500-an.
[62][65]

Ketika Afonso de Albuquerque menaklukkan Malaka


(1511), orang Portugis mendapatkan sebuah peta dari
seorang mualim Jawa, yang juga menampilkan bagian
dari benua Amerika. Mengenai peta itu, Albuquerque
berkata:[66]
"... peta besar seorang mualim Jawa,
yang berisi Tanjung
Harapan, Portugal dan
tanah Brazil, Laut Merah dan Laut
Persia, Kepulauan Cengkih, navigasi
orang Cina dan Gom, dengan garis
rhumb dan rute langsung yang bisa
ditempuh oleh kapal, dan dataran
gigir (hinterland), dan bagaimana
kerajaan berbatasan satu sama lain.
Bagiku, Tuan, ini adalah hal terbaik
yang pernah saya lihat, dan Yang
Mulia akan sangat senang melihatnya
memiliki nama-nama dalam tulisan
Jawa, tetapi saya punya saya orang
Jawa yang bisa membaca dan menulis,
saya mengirimkan karya ini kepada
Yang Mulia, yang ditelusuri Francisco
Rodrigues dari yang lain, di mana
Yang Mulia dapat benar-benar melihat
di mana orang
Cina dan Gore (Jepang) datang, dan
tentu saja kapal Anda harus pergi ke
Kepulauan Cengkih, dan di mana
tambang emas ada, pulau Jawa dan
Banda, tindakan seperiodenya, dari
siapa pun sezamannya, dan tampaknya
sangat mungkin bahwa apa yang dia
katakan adalah benar..." - Surat
untuk raja Manuel I dari Portugal,
April 1512.

Kebudayaan[sunting | sunting sumber]
Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah satu kompleks bangunan
penting di ibu kota Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri
di Trowulan.

"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari


ukiran halus dan warna indah" [Dalam lingkungan
dikelilingi tembok] "terdapat pendopo anggun beratap
ijuk, indah bagai pemandangan dalam lukisan... Kelopak
bunga katangga gugur tertiup angin dan bertaburan di
atas atap. Atap itu bagaikan rambut gadis yang
berhiaskan bunga, menyenangkan hati siapa saja yang
memandangnya".
— Gambaran ibu kota Majapahit kutipan
dari Nagarakertagama.
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang
adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni dan sastra
yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit.
Peristiwa utama dalam kalender tata negara digelar tiap
hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua
utusan dari semua wilayah taklukan Majapahit datang
ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan
Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis:
keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya;
wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara
langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung
oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan
Nusantara yang menikmati otonomi luas.[67]
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar
dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang
diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa,
dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk
Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha,
Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali
tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat
mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana
muslim saat itu.[2]
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada
masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli
menggunakannya.[68] Candi-candi Majapahit berkualitas
baik secara geometris dengan memanfaatkan getah
tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat
batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat
ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura
Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen
arsitektur berasal dari masa Majapahit, antara lain
gerbang terbelah candi bentar, gapura paduraksa (kori
agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur
bata. Gaya bangunan seperti ini masih dapat ditemukan
dalam arsitektur Jawa dan Bali.
".... Raja [Jawa] memiliki bawahan tujuh raja
bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk banyak,
merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada.... Raja
pulau ini memiliki istana yang luar biasa mengagumkan.
Karena sangat besar, tangga dan bagian dalam
ruangannya berlapis emas dan perak, bahkan atapnya
pun bersepuh emas. Kini Khan Agung dari China
beberapa kali berperang melawan raja ini; akan tetapi
selalu gagal dan raja ini selalu berhasil
mengalahkannya."
— Gambaran Majapahit menurut Mattiussi
(Pendeta Odorico da Pordenone).[69][Catatan 3]
Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa
pada era Majapahit didapatkan dari catatan perjalanan
Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam
bukunya: "Perjalanan Pendeta Odorico da Pordenone".
Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara:
Sumatra, Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia
dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik di Asia
Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua,
menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia, terus
hingga mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu
menuju kepulauan Nikobar hingga mencapai Sumatra,
lalu mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke
Italia melalui jalan darat lewat Vietnam, China, terus
mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.
Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa
menjelaskan lebih rinci nama tempat yang ia kunjungi.
Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan.
Disebutkan juga di pulau ini terdapat
banyak cengkih, kemukus, pala, dan berbagai rempah-
rempah lainnya. Ia menyebutkan istana raja Jawa
sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh
emas dan perak. Ia juga menyebutkan
raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa,
tetapi selalu gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan
Jawa yang disebutkan di sini tak lain adalah Majapahit
yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun 1318-
1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.
Diplomat Portugis Tome Pires, yang mengunjungi
Nusantara pada 1512, mencatat kebudayaan Jawa
pada akhir zaman Majapahit. Kisah Pires menceritakan
tentang para tuan dan bangsawan di Jawa. Mereka
digambarkan sebagai:

... tinggi dan tampan, dengan


dekorasi mewah, dan mereka memiliki
banyak kuda yang sangat dihiasi.
Mereka menggunakan keris, pedang, dan
tombak dari berbagai jenis, semuanya
bertatahkan emas. Mereka adalah
pemburu dan penunggang kuda yang
hebat - kuda itu memiliki sanggurdi
semua bertatahkan emas dan pelana
yang juga bertatahkan, yang tidak
dapat ditemukan di tempat lain di
dunia. Penguasa Jawa begitu mulia dan
agung sehingga tidak ada bangsa yang
bisa dibandingkan dengan mereka di
wilayah yang luas di bagian ini.
Kepala mereka dicukur - setengah
dicukur - sebagai tanda keindahan,
dan mereka selalu mengusap rambut
mereka dari dahi ke atas tidak
seperti yang dilakukan orang Eropa.
Penguasa Jawa dipuja seperti dewa,
dengan rasa hormat yang tinggi dan
penghormatan yang dalam.
Para bangsawan pergi berburu atau
mencari kesenangan dengan gaya yang
agung. Mereka menghabiskan seluruh
waktu mereka dalam kesenangan,
pengiring memiliki begitu banyak
tombak dengan gagang emas dan perak,
begitu kaya tatahannya, dengan begitu
banyak anjing
jenis harrier, greyhound dan
anjing lainnya; dan mereka memiliki
begitu banyak gambar yang dilukis
dengan pemandangan dan pemandangan
berburu. Pakaian mereka dihiasi
dengan emas, keris, pedang,
pisau, kelewang mereka semua
bertatahkan emas; mereka memiliki
sejumlah selir, kuda jennet, gajah,
lembu untuk menarik kereta dari kayu
yang dicat dan bersepuh emas. Para
bangsawan pergi dengan kereta
kemenangan, dan jika mereka pergi
melalui laut mereka pergi dengan
kelulus yang dicat dan dihiasi; ada
apartemen indah untuk wanita mereka,
tempat lain untuk para bangsawan yang
menemaninya.[47]:174 dan 200

Kesusasteraan[sunting | sunting sumber]
Pada zaman Majapahit ditulis berbagai kakawin (puisi
berbahasa Jawa Kuno),
seperti Negarakertagama, prosa, seperti Pararaton, dan
juga muncul berbagai cerita kembangan
(carangan, spin off) dari epos raya India dalam
bentuk kidung (seperti Tantu Panggelaran, Garudeya,
dan Sudhamala) maupun cerita lisan yang populer
hingga masa kini, seperti lingkaran cerita Panji,
kisah Sri Tanjung, dan kisah Bhubuksah dan
Gagangaking. Berbagai ukiran batu candi dari masa ini
banyak mengabadikan fragmen cerita-cerita tersebut. [70]

Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Celengan zaman Majapahit, abad 14-15 Masehi Trowulan, Jawa


Timur. (Koleksi Museum Gajah, Jakarta)

Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus


negara perdagangan.[21] Pajak dan denda dibayarkan
dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian
mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa
kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan
keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300, pada
masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah
perubahan moneter penting terjadi: keping uang dalam
negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu keping uang
tembaga impor dari China. Pada November 2008
sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar
40 kilogram digali dari halaman belakang seorang
penduduk di Sidoarjo. Badan Pelestarian Peninggalan
Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin
tersebut berasal dari era Majapahit.[71] Alasan
penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak
disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi
kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin
kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan uang
pecahan kecil atau uang receh dalam sistem mata
uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas
ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak
cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan
perak yang mahal.[72]
Tau-I Chi, yang ditulis sekitar 1350 M, menyebutkan
tentang kekayaan dan kemakmuran Jawa pada masa
itu:

"Ladang-ladang di Jawa kaya dan


tanahnya rata dan berair baik, maka
dari itu gandum dan beras berlimpah,
dua kali lipat di negara lain. Orang-
orang tidak mencuri, dan apa yang
dijatuhkan di jalan tidak diambil.
Pepatah umum: "Jawa yang makmur"
berarti negara ini. Pria dan wanita
menutup kepala mereka dan mengenakan
pakaian panjang."[73]
Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam
negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari berbagai data
dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun
1358 menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa
tempat perahu penyeberangan di dalam negeri
(mandala Jawa).[67] Prasasti dari masa Majapahit
menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan
spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas dan perak,
hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging.
Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini
sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun proporsi
populasi yang mencari pendapatan dan bermata
pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era
Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok,
komoditas ekspor Jawa pada saat itu
ialah lada, garam, kain, dan burung Kakaktua,
sedangkan komoditas impornya
adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik,
dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari
campuran perak, timah putih, timah hitam,
dan tembaga.[74] Selain itu, catatan Odorico da
Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang
mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan
bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas,
perak, dan permata.[75]
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor.
Faktor pertama adalah kesuburan lahan di lembah
Sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran
rendah Jawa Timur utara mendukung pertanian padi.
Pada masa jayanya Majapahit membangun berbagai
infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan
pemerintah. Faktor kedua adalah pelabuhan-pelabuhan
Majapahit di pantai utara Jawa yang berperan penting
sebagai ekspor-impor serta transit bagi
komoditas rempah-rempah dari timur (Maluku). Pajak
yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang
melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting
bagi Majapahit.[67]
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemasyhuran
penguasa Wilwatikta telah menarik banyak pedagang
asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam,
dan Tiongkok. Pajak khusus dikenakan pada orang
asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa
dan melakukan pekerjaan selain perdagangan
internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk
mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang
menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat
lain di wilayah Majapahit di Jawa.[76]
Selama era Majapahit, hampir semua komoditas dari
Asia ditemukan di Jawa. Ini dikarenakan perdagangan
laut ekstensif yang dilakukan oleh kerajaan Majapahit
yang menggunakan berbagai jenis kapal, terutamanya
jong, untuk berdagang ke tempat-tempat yang jauh. [38] :267-

 Ma Huan (penerjemah Cheng Ho) yang mengunjungi


293

Jawa pada 1413, menyatakan bahwa pelabuhan di


Jawa adalah memperdagangkan barang dan
menawarkan layanan yang lebih banyak dan lebih
lengkap daripada pelabuhan lain di Asia Tenggara. [38]
:241

Struktur pemerintahan[sunting | sunting sumber]


Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan
susunan birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur
dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama
perkembangan sejarahnya.[77] Raja dianggap sebagai
penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang
otoritas politik tertinggi.
Aparat birokrasi[sunting | sunting sumber]
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam
melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan
kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah
raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di
bawahnya, antara lain yaitu:
 Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat
putra-putra raja
 Rakryan Mantri ri Pakira-kiran,
dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
 Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
 Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang
pejabat yang terpenting yaitu Rakryan
Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat
dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-
sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan
pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam
dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para
sanak saudara raja, yang disebut Bhattara
Saptaprabhu.
Pembagian wilayah[sunting | sunting sumber]

Kawasan inti Majapahit dan provinsinya (Mancanagara) di kawasan


Jawa Timur dan Jawa Tengah, termasuk pulau Madura dan Bali.

Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit


merupakan kelanjutan Singhasari,[17] terdiri atas
beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian
tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang
disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre atau
"Bhatara i". Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan
kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat
dekat raja. Tugas mereka adalah untuk mengelola
kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan
upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di
perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d.
1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh
kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian
wilayah di kerajaan Majapahit dikenal sebagai berikut:
1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja
2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur),
atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau
bangsawan)
3. Watek: dikelola oleh wiyasa,
4. Kuwu: dikelola oleh lurah,
5. Wanua: dikelola oleh thani,
6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
Hubungan
N
Provinsi Gelar Penguasa dengan
o
Raja
Kahuripan
(atau Janggal
Bhre Tribhuwanatunggadew
1 a, ibu suri
Kahuripan i
sekarang Sido
arjo)
Daha (bekas bibi
2 ibu kota Bhre Daha Rajadewi Maharajasa sekaligus
dari Kediri) ibu mertua
Tumapel (beka
s ibu kota Bhre
3 Kertawardhana ayah
dari Singhasa Tumapel
ri)
paman
Wengker (seka
Bhre sekaligus
4 rang Ponorogo Wijayarajasa
Wengker ayah
)
mertua
suami dari
Matahun (seka Putri
Bhre
5 rang Bojonego Rajasawardhana Lasem,
Matahun
ro) sepupu
raja
Wirabhumi (Bl Bhre Bhre
6 anak
ambangan) Wirabhumi Wirabhumi[Catatan 4]1

saudara
Bhre
7 Paguhan Singhawardhana laki-laki
Paguhan
ipar
Bhre Kusumawardhani[Catata anak
8 Kabalan
Kabalan n 5]2 perempuan
Bhre keponakan
9 Pawanuan Surawardhani
Pawanuan perempuan
Lasem (kota
1 pesisir Bhre Rajasaduhita
sepupu
0 di Jawa Lasem Indudewi
Tengah)
Pajang (sekar
1 Bhre saudara
ang Surakarta Rajasaduhita Iswari
1 Pajang perempuan
)
Mataram (seka keponakan
1 Bhre Wikramawardhana[Catat laki -
rang Yogyakar
2 Mataram an 5] 2

ta) laki
Catatan:
1
 Bhre Wirabhumi sebenarnya adalah gelar: Pangeran Wirabhumi (blambangan), nama
aslinya tidak diketahui dan sering disebut sebagai Bhre Wirabhumi dari Pararaton. Dia
menikah dengan Nagawardhani, keponakan perempuan raja.
2
 Kusumawardhani (putri raja) menikah dengan Wikramawardhana (keponakan laki-laki
raja), pasangan ini lalu menjadi pewaris tahta.
Arca dewi Parwati sebagai perwujudan
anumerta Tribhuwanattunggadewi, ratu Majapahit ibunda Hayam
Wuruk.

Sedangkan dalam Prasasti Waringin Pitu (1447 M)


disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi
menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh
seseorang yang bergelar Bhre.[78] Daerah-daerah
bawahan tersebut yaitu:
 Kahu  Wen  Kabal Jagar  Singh
ripan (no. gker (no. an (no. 8) aga apura
1) 4)  Kem  Kelin  Tanju
 Daha  Mata bang g ngpura
(no. 2) hun (no. Jenar (no. Kelin
 Tum 5) 10) ggapura
apel (no.  Wira  Pajan
3) bumi (no. g (no. 11)
6)
Prasasti ini tidak menyebutkan beberapa daerah yang
telah diketahui merupakan dibawah kekuasaan
Majapahit berdasarkan sumber-sumber luar,
seperti Sulalatus Salatin dan buku Suma Oriental
ciptaan Tome Pires. Daerah-daerah ini termasuk :
 Indragiri di Sumatra
dan Siantan (sekarang Pontianak pada pesisir
barat Kalimantan), yang menurut Sulalatus Salatin,
diberikan sebagai hadiah pernikahan
kepada Kesultanan Malaka atas pernihkahan
sultan Mansur Syah dari Malaka dengan putri
Majapahit. Sultan Mansur Syah memerintah pada
tahun 1459 - 1477, sehingga pada tahun 1447
artinya Indragiri dan Siantan masih dibawah
kekuasaan Majapahit.
 Jambi dan Palembang, yang hanya mulai lepas dari
genggaman Majapahit ketika diambil-alih
oleh Kesultanan Demak[79]  pada saat masa
(hlm.154-155)

perangnya melawan Majapahit yang diperintah


Ranawijaya. Perang antara Demak dan Majapahit
terjadi sekitar tahun 1478 - 1498 ketika Ranawijaya
membunuh Bhre Kertabhumi dan terusir kembali ke
Daha oleh pasukan Demak
 Dan Bali yang merupakan daerah pengungsian
terakhir para bangsawan, seniman, pendeta dan
penduduk agama Hindu di Jawa ketika Majapahit
runtuh oleh Demak.
Saat Majapahit memasuki
era kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan
Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri
juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit,
sebagai hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun
terbentuk:
 Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan.
Area awal Majapahit atau Majapahit Lama selama
masa pembentukannya sebelum memasuki era
kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah ibu
kota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja
secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area
ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan
semua provinsinya yang dikelola oleh
para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat
dekat raja.
 Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung.
Area ini secara langsung dipengaruhi oleh
kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti
tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya
memiliki penguasa atau raja pribumi, yang
kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah
dengan keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan
Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di
tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan
perdagangan luar negeri mereka dan mengumpulkan
pajak, namun mereka menikmati otonomi internal
yang cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk
di dalamnya seluruh daerah
Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan
juga Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan Pale
mbang di Sumatra.
 Nusantara, adalah area yang tidak mencerminkan
kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni
dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka
menikmati otonomi yang cukup luas dan kebebasan
internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk
menempatkan birokratnya atau tentara militernya di
sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat
mengancam ketuanan Majapahit atas wilayah itu
akan menuai reaksi keras. Termasuk dalam area ini
adalah kerajaan kecil dan koloni
di Maluku, Kepulauan Nusa
Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung
Malaya.
Ketiga kategori tersebut masuk ke dalam lingkaran
pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit
juga mengenal lingkup keempat yang didefinisikan
sebagai hubungan diplomatik luar negeri.
Hubungan diplomatik[sunting | sunting sumber]
Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dalam
menjalin persekutuan. Semboyan Mitreka Satata
digunakan oleh Mahapatih Gajah Mada sebagai
landasan dalam menjalankan politik luar negeri
Majapahit yang bersifat kekerabatan, hidup
berdampingan secara damai dengan negara-negara di
kawasan Asia Tenggara. Kutipan ini berasal dari
Kakawin Nagarakretagama pupuh 15, bait 1[80].
Lengkapnya ialah:
Jawa Kuno Alih bahasa
Such is the aspect of the other
nahan / lwir ning deçantara
countries, protected by the
kacaya de çri narapati,
Illustrious Prince;
tuhn / tang synakayodyapura
kimutang darmmanagari, verily, to be sure: Syangkayodhyapura,
marutma mwang ring rajapura together with Dharmanagari, Marutma
nuniweh sinhanagari, ri and Rajapura, and Singhanagari too,
campa kambojanyat i yawana Campa, Kamboja. Different is Yawana,
mitreka satata that is a friend, regul

kunong tekang nusa madura Concerning now this island of


tatan ilwing parapuri, ri Madura, this is not at all of
denyan tungal / mwang the same aspect as the foreign
yawadarani rakwaikana danu, kingdoms,
samudra(1) nangung(2) because of the fact that it has been one
bhumi(3) kta ça- (98b) ka with the Yawa-country, so it is said, at
kalanya karnö, teweknyan that time in the past: "The oceans carry
dadyapantara sasiki a country" (124 = 202 A.D.), such is
tatwanya tan adoh their Shaka-year, one hears, their
moment to become provided with an
interstice; (nevertheless) they are one
in essence, not far away (from each
other).

Already the other continents


are getting ready to show
huwus rabdang dwipantara obedience to the Illustrious
sumiwi ri çri narapati, Prince,
padasthity awwat / pahudama alike orderly they bring in all kinds of
wijil anken / pratimasa, products every ordained season. As an
sake kotsahan / sang prabhu instance of the honoured Prabhu's
ri sakhahaywanyan iniwö, exertion for all the good that is taken
bhujanga mwang mantrinutus care of by him, ecclesiastical officers
umahalot / patti satata. and mandarins are sent to fetch the
produce regularly.

Mitreka Satata yang secara harafiah berarti


"persaudaraan yang satu dengan dasar persamaan
derajat". Mitreka berasal dari kata mitra dan ika (mitra =
sahabat; ika = itu) Satata berarti satu tata (sama derajat
dan kekal). Hal itu menunjukkan negara independen
luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan
sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut
Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing
adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dh
armmanagari (Kerajaan Nakhon Si
Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (keraj
aan di Myanmar), Kerajaan
Champa, Kamboja (Kamboja),
dan Yawana (Annam). Mitreka Satata dapat dianggap
sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan asing di luar
negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam
kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan
hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.
Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba
seperti ini kemudian diidentifikasi oleh sejarahwan
modern sebagai "mandala", yaitu kesatuan yang politik
ditentukan oleh pusat atau inti kekuasaannya daripada
perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit
politik bawahan tanpa integrasi administratif lebih lanjut.
[81] Daerah-daerah bawahan yang termasuk dalam
lingkup mandala Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara
dan Nusantara, umumnya memiliki pemimpin asli
penguasa daerah tersebut yang menikmati kebebasan
internal cukup luas. Wilayah-wilayah bawahan ini
meskipun sedikit-banyak dipengaruhi Majapahit, tetap
menjalankan sistem pemerintahannya sendiri tanpa
terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan pusat di ibu kota
Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan
dalam kerajaan-kerajaan sebelumnya,
seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-mandala
tetangga Majapahit yang
sezaman; Ayutthaya dan Champa.

Raja-raja Majapahit[sunting | sunting sumber]

Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan Majapahit.


Penguasa ditandai dalam gambar ini.[82]

Para penguasa Majapahit adalah penerus dari keluarga


kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh Sri Ranggah
Rajasa, pendiri Wangsa Rajasa pada akhir abad ke-13.
Berikut adalah daftar penguasa Majapahit. Perhatikan
bahwa terdapat periode kekosongan antara
pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan
Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis
suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit
menjadi dua kelompok[8].
Nama Raja Gelar Tahun
1293 
Raden Wijaya Kertarajasa Jayawardhana - 130
9
Jayanagara Sri Maharaja Wiralandagopala 1309 
Sri Sundarapandya Dewa - 132
Adhiswara 8
1328 
Tribhuwana Sri Tribhuwanottunggadewi
- 135
Wijayatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani
0
1350 
Hayam Wuruk Maharaja Sri Rajasanagara - 138
9
1389 
Bhra Hyang Wisesa Aji
Wikramawardhana - 142
Wikrama
9
1429 
Suhita Prabu Stri Suhita - 144
7
1447 
Sri Maharaja Wijaya
Kertawijaya - 145
Parakramawardhana
1
1451 
Rajasawardhana Rajasawardhana Sang Sinagara - 145
3
1456 
Girishawardhana Dyah
Girishawardhana - 146
Suryawikrama
6
Sri Adi Suraprabhawa
1466 
Singhawikramawardhana
Suraprabhawa - 147
Giripati Pasutabhupati
4
Ketubhuta
-Girindrawarddhana Dyah
-Dyah
Wijayakarana
Wijayakarana 1474 
-Girindrawarddhana Dyah
-Dyah - 152
Wijayakusuma
Wijayakusuma 7
-Girindrawarddhana Dyah
-Dyah Raṇawijaya
Ranawijaya (Brawijaya V)
Nama Gelar[sunting | sunting sumber]
Girindrawarddhana[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Girindrawarddhana
Girīndrawarddhana adalah gelar bagi tiga
raja Majapahit terakhir. Ketiga raja Majapahit yang
menggunakan gelar ini adalah anak-anak
dari Rajasawardhana Sang Sinagara (Raja Majapahit
ke-8), yaitu : Dyah Wijayakarana, Dyah Wijayakusuma
dan Dyah Ranawijaya Gelar ini ditemukan dalam
Prasasti Waringinpitu yang bertahun 1369 Saka (1447
M), serta Prasasti Ptak (OJO XCI) dan Prasasti Jiwu
(OJO XCII-XCV) yang keduanya bertahun 1408 Saka
(1486 M).[83]
Brawijaya[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Brawijaya
Brawijaya atau Bhra Wijaya atau Prabu Brawijaya
adalah gelar yang dianggap melekat pada penguasa
Majapahit, khususnya Dyah Ranawijaya dengan gelar
"Brawijaya V" yang dianggap penguasa terakhirnya.
Sebagai gelar historis, gelar ini diragukan karena
sampai saat ini tidak ada sumber dari masa Majapahit
yang menyebutkan adanya gelar Brawijaya.

Warisan sejarah[sunting | sunting sumber]

Arca pertapa Hindu dari masa Majapahit akhir. Koleksi Museum für
Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.

Majapahit telah menjadi sumber inspirasi kejayaan


masa lalu bagi bangsa-bangsa Nusantara pada abad-
abad berikutnya.
Legitimasi politik[sunting | sunting sumber]
Kesultanan-kesultanan Islam Demak, Pajang,
dan Mataram berusaha mendapatkan legitimasi atas
kekuasaan mereka melalui hubungan ke Majapahit.
Demak menyatakan legitimasi keturunannya
melalui Kertabhumi; pendirinya, Raden Patah, menurut
babad-babad keraton Demak dinyatakan sebagai anak
Kertabhumi dan seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar
istana sebelum ia melahirkan. Penaklukan Mataram
atas Wirasaba tahun 1615 yang dipimpin langsung
oleh Sultan Agung sendiri memiliki arti penting karena
merupakan lokasi ibu kota Majapahit. Keraton-keraton
Jawa Tengah memiliki tradisi dan silsilah yang berusaha
membuktikan hubungan para rajanya dengan keluarga
kerajaan Majapahit — sering kali dalam bentuk makam
leluhur, yang di Jawa merupakan bukti penting — dan
legitimasi dianggap meningkat melalui hubungan
tersebut. Bali secara khusus mendapat pengaruh besar
dari Majapahit, dan masyarakat Bali menganggap diri
mereka penerus sejati kebudayaan Majapahit. [68]
Para penggerak nasionalisme Indonesia modern,
termasuk mereka yang terlibat Gerakan Kebangkitan
Nasional di awal abad ke-20, telah merujuk pada
Majapahit, disamping Sriwijaya, sebagai contoh
gemilang masa lalu Indonesia. Majapahit kadang
dijadikan acuan batas politik negara Republik Indonesia
saat ini.[21] Dalam propaganda yang dijalankan tahun
1920-an, Partai Komunis Indonesia menyampaikan
visinya tentang masyarakat tanpa kelas sebagai
penjelmaan kembali dari Majapahit yang diromantiskan.
[84] Sukarno juga mengangkat Majapahit untuk
kepentingan persatuan bangsa, sedangkan Orde
Baru menggunakannya untuk kepentingan perluasan
dan konsolidasi kekuasaan negara.[85] Sebagaimana
Majapahit, negara Indonesia modern meliputi wilayah
yang luas dan secara politik berpusat di pulau Jawa.
Beberapa simbol dan atribut kenegaraan Indonesia
berasal dari elemen-elemen Majapahit. Bendera
kebangsaan Indonesia "Sang Merah Putih" atau kadang
disebut "Dwiwarna" ("dua warna"), berasal dari warna
Panji Kerajaan Majapahit. Demikian pula bendera
armada kapal perang TNI Angkatan Laut berupa garis-
garis merah dan putih juga berasal dari warna
Majapahit. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka
Tunggal Ika", dikutip dari "Kakawin Sutasoma" yang
ditulis oleh Mpu Tantular, seorang pujangga Majapahit.
Arsitektur[sunting | sunting sumber]

Sepasang patung penjaga gerbang abad ke-14 dari kuil Majapahit di


Jawa Timur (Museum of Asian Art, San Francisco)

Majapahit memiliki pengaruh yang nyata dan


berkelanjutan dalam bidang arsitektur di Indonesia.
Penggambaran bentuk paviliun (pendopo) berbagai
bangunan di ibu kota Majapahit dalam
kitab Negarakretagama telah menjadi inspirasi bagi
arsitektur berbagai bangunan keraton di Jawa
serta Pura dan kompleks perumahan masyarakat
di Bali masa kini. Meskipun bata merah sudah
digunakan jauh lebih awal, para arsitek Majapahitlah
yang menyempurnakan teknik pembuatan struktur
bangunan bata ini.
Beberapa elemen arsitektur kompleks bangunan di
Jawa dan Bali diketahui berasal dari masa Majapahit.
Misalnya gerbang terbelah candi bentar yang kini
cenderung dikaitkan dengan arsitektur Bali,
sesungguhnya merupakan pengaruh Majapahit,
sebagaimana ditemukan pada Candi Wringin Lawang,
salah satu candi bentar tertua di Indonesia. Demikian
pula dengan gapura paduraksa (kori agung) beratap
tinggi, dan pendopo berlandaskan struktur bata.
Pengaruh citarasa estetika dan gaya bangunan
Majapahit dapat dilihat pada kompleks Keraton
Kasepuhan di Cirebon, Masjid Menara Kudus di Jawa
Tengah, dan Pura Maospait di Bali. Tata letak kompleks
bangunan berupa halaman-halaman berpagar bata
yang dihubungkan dengan gerbang dan ditengahnya
terdapat pendopo, merupakan warisan arsitektur
Majapahit yang dapat ditemukan dalam tata letak
beberapa kompleks keraton di Jawa serta kompleks puri
(istana) dan pura di Bali.

Kesenian modern[sunting | sunting sumber]


Kebesaran kerajaan ini dan berbagai intrik politik yang
terjadi pada masa itu menjadi sumber inspirasi tidak
henti-hentinya bagi para seniman masa selanjutnya
untuk menuangkan kreasinya, terutama di Indonesia.
Berikut adalah daftar beberapa karya seni yang
berkaitan dengan masa tersebut.
Puisi lama[sunting | sunting sumber]
 Serat Darmagandhul, sebuah kitab yang tidak jelas
penulisnya karena menggunakan nama pena Ki
Kalamwadi, namun diperkirakan dari masa
Kasunanan Surakarta. Kitab ini berkisah tentang hal-
hal yang berkaitan dengan perubahan keyakinan
orang Majapahit dari agama sinkretis "Hindu"
ke Islam dan sejumlah ibadah yang perlu dilakukan
sebagai umat Islam.
Komik dan strip komik[sunting | sunting sumber]
 Serial "Mahesa Rani" karya Teguh Santosa yang
dimuat di Majalah Hai, mengambil latar belakang
pada masa keruntuhan Singhasari hingga awal-awal
karier Mada (Gajah Mada), adik seperguruan
Lubdhaka, seorang rekan Mahesa Rani.
 Komik/Cerita bergambar Imperium Majapahit,
karya Jan Mintaraga.
 Komik Majapahit karya R.A. Kosasih
 Strip komik "Panji Koming" karya Dwi Koendoro yang
dimuat di surat kabar "Kompas" edisi Minggu,
menceritakan kisah sehari-hari seorang warga
Majapahit bernama Panji Koming.
 Komik "Dharmaputra Winehsuka", karya Alex Irzaqi,
kisah Ra Kuti dan Ra Semi dalam latar peristiwa
pemerontakan Nambi 1316 M.
Roman/novel sejarah[sunting | sunting sumber]
 Sandyakalaning Majapahit (1933), roman sejarah
dengan setting masa keruntuhan Majapahit,
karya Sanusi Pane.
 Pelangi Di langit Singasari (1968 - 1974), roman
sejarah dengan setting zaman kerajaan Kediri dan
Singasari, karya S. H. Mintardja.
 Bara Di Atas Singgasana, roman sejarah
dengan setting zaman kerajaan singasari dan
Majapahit, karya S. H. Mintardja
 Kemelut Di Majapahit, roman sejarah
dengan setting masa kejayaan Majapahit,
karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo.
 Zaman Gemilang (1938/1950/2000), roman sejarah
yang menceritakan akhir masa Singasari, masa
Majapahit, dan berakhir pada intrik seputar
terbunuhnya Jayanegara, karya Matu
Mona/Hasbullah Parinduri.
 Senopati Pamungkas (1986/2003), cerita silat
dengan setting runtuhnya Singhasari dan awal
berdirinya Majapahit hingga
pemerintahan Jayanagara, karya Arswendo
Atmowiloto.
 Arus Balik (1995), sebuah epos pasca
kejayaaan Nusantara pada awal abad 16,
karya Pramoedya Ananta Toer.
 Dyah Pitaloka - Senja di Langit Majapahit (2005),
roman karya Hermawan Aksan tentang Dyah
Pitaloka Citraresmi, putri dari Kerajaan Sunda yang
gugur dalam Peristiwa Bubat.
 Gajah Mada (2005), sebuah roman sejarah berseri
yang mengisahkan kehidupan Gajah Mada dengan
ambisinya menguasai Nusantara, karya Langit
Kresna Hariadi.
 Jung Jawa (2009), sebuah antologi cerita pendek
berlatar Nusantara, karya Rendra Fatrisna
Kurniawan, diterbitkan Babel Publishing
dengan ISBN 978-979-25-3953-0.
Film/sinetron[sunting | sunting sumber]
 Tutur Tinular, suatu adaptasi film karya S. Tidjab dari
serial sandiwara radio. Kisah ini berlatar
belakang Kerajaan Singhasari pada
pemerintahan Kertanegara hingga Majapahit pada
pemerintahan Jayanagara.
 Saur Sepuh, suatu adaptasi film karya Niki
Kosasih dari serial sandiwara radio yang populer
pada kurun dasawarsa pertengahan 1980-an hingga
awal 1990-an. Film ini sebetulnya lebih berfokus
pada sejarah Pajajaran namun berkait dengan
Majapahit pula.
 Walisanga, sinetron Ramadan tahun 2003 yang
berlatar Majapahit pada masa Brawijaya
V hingga Kesultanan Demak pada zaman Sultan
Trenggana.
 Puteri Gunung Ledang, sebuah film Malaysia tahun
2004, mengangkat cerita berdasarkan legenda
Melayu terkenal, Puteri Gunung Ledang. Film ini
menceritakan kisah percintaan Gusti Putri Retno
Dumilah, seorang putri Majapahit, dengan Hang
Tuah, seorang perwira Kesultanan Malaka.
Permainan video[sunting | sunting sumber]
 Civilization V: Brave New World yang terbit pada Juli
2013, terdapat peradaban Indonesia dengan tokoh
pemimpinnya Gajah Mada. Meskipun dinamakan
peradaban 'Indonesia', namun perdaban ini
menggunakan Surya Majapahit sebagai simbolnya.
Peradaban ini memiliki bangunan unik yaitu Candi,
yang memiliki ikon bergambar Candi
bentar di Trowulan, Mojokerto.
 Kemudian pada Civilization VI sebuah DLC memiliki
salah satu pemimpin Majapahit, Dyah Gitarja
sebagai pemimpin peradaban Indonesia dengan
simbolnya berupa Surya Majapahit yang lebih
sederhana. Unit unik untuk peradaban ini
adalah jong, yang menggantikan frigate.
 Age of Empires II: The Age of Kings ekspansi
keempat Rise of Rajas yang terbit pada Desember
2016, menampilkan misi sebagai Gajah Mada, dari
awal pendirian Majapahit mengusir
tentara Mongolia dan Kediri (Kerajaan Singhasari),
menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di
kepulauan Nusantara setelah Sumpah
Palapa hingga peristiwa Perang Bubat yang
mengakhiri karier Gajah Mada sebagai Mahapatih
kerajaan Majapahit. Bangunan Candi bentar, Gapura
Bajang Ratu serta Candi Kalasan ditampilkan secara
visual pada misi Gajah Mada. Gajah Mada juga
muncul di Age of Empires II Definitive Edition yang
dirilis pada November 2019.
 Bendera Majapahit, Getih-Getah Samudra atau Gula
Kelapa, ada dalam Age of Empires III Definitive
Edition (rilis Oktober 2020) sebagai bendera untuk
Indonesia, sebuah negara revolusioner yang hadir
bagi peradaban Belanda. Sebuah unit
bernama Cetbang Cannon tersedia untuk Indonesia.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]


 Kakawin Nagarakretagama
 Pararaton
 Kidung Sunda
 Brawijaya
 Kerajaan Singhasari
 Sejarah Nusantara
 Gajah Mada
 Museum Pusat Informasi Majapahit

Catatan[sunting | sunting sumber]
1. ^ Tahunnya ditandai dengan candrasengkala "sirna ilang
kertaning bumi" (sirna = 0, ilang = 0, kerta = 4, bumi = 1). Berarti
tahun 1400 saka atau 1478 masehi.
2. ^ Kawaca memiliki dua makna. Yang pertama adalah kemeja
yang dikenakan oleh para rohaniawan, yang lainnya berarti baju
besi. Lihat Nugroho, Irawan Djoko (2011). hal. 386.
3. ^ Pordenone menyebutkan bahwa Raja Jawa memerintah atas
"tujuh raja yang bermahkota", mungkin merujuk
pada Bhattara Saptaprabhu atau tujuh Bhattara atau Bhre (Adipati
/ Adipati Wanita), yang merupakan tujuh penatua berpengaruh
yang memerintah tujuh nagara atau kerajaan daerah, sesuai
dengan provinsi Majapahit di Jawa Timur dan Tengah; yaitu
Kahuripan, Daha, Tumapel, Wengker, Lasem, Pajang, dan
Mataram.
4. ^ Bhre Wirabhumi sebenarnya adalah gelar: Adipati dari
Wirabhumi (Blambangan), nama aslinya tidak diketahui. Ia disebut
sebagai Bhre Wirabhumi di Pararaton. Dia menikahi
Nagawardhani, keponakan raja.
5. ^ a b Kusumawardhani (putri raja) menikah dengan
Wikramawardhana (keponakan raja), pasangan ini menjadi ahli
waris bersama.

Referensi[sunting | sunting sumber]
1. ^ D.G.E. Hall (1956). "Problems of Indonesian
Historiography". Pacific Affairs. 38 (3/4): 353—359.
2. ^ a b c d Ricklefs (1991), halaman 19
3. ^ Prapantja, Rakawi, trans. by Theodore Gauthier Pigeaud, Java
in the 14th Century, A Study in Cultural History: The Negara-
Kertagama by Pakawi Parakanca of Majapahit, 1365 AD (The
Hague, Martinus Nijhoff, 1962), vol. 4, p. 29. 34; G.J.
Resink, Indonesia’s History Between the Myths: Essays in Legal
History and Historical Theory (The Hague: W. van Hoeve, 1968),
hal. 21.
4. ^ Taylor, Jean Gelman (2003). Indonesia: Peoples and Histories.
New Haven and London: Yale University Press. hlm. pp.29. ISBN
0-300-10518-5.
5. ^ a b c Ricklefs (1991), page 18
6. ^ Johns, A.H. (1964). "The Role of Structural Organisation and
Myth in Javanese Historiography". The Journal of Asian
Studies. 24 (1): 91–99.
7. ^ Nagarakretagama Diakui sebagai Memori Dunia, kompas.com
8. ^ a b c d M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Edisi
ke-3. Diterjemahkan oleh S. Wahono dkk. Jakarta: Serambi, 2005,
hal. 55. Kesalahan pengutipan:
Tanda <ref>tidak sah; nama "Ricklefs_55"
didefinisikan berulang dengan isi berbeda
9. ^ C. C. Berg. Het rijk van de vijfvoudige Buddha (Verhandelingen
der Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd.
Letterkunde, vol. 69, no. 1) Ansterdam: N.V. Noord-Hollandsche
Uitgevers Maatschappij, 1962; cited in M.C. Ricklefs, A History of
Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed. Stanford: Stanford
University Press, 1993, pages 18 and 311
10. ^http://www.tempo.co/read/news/2010/07/01/061260022/Indonesi
a-Jepang-Buat-Kapal-Majapahit/ Tempo/
11. ^ http://sains.kompas.com/read/2012/12/05/19045066/Majapahit-
Jajah-hingga-Semenanjung-Malaya. Kompas/
12. ^ http://www.kali-majapahit.com/
13. ^     Setiono, Benny. "Kehancuran dan Kebangkitan Martabat/ Jati
a b

Diri Etnis Tionghoa Di Indonesia (bagian 1)". Diakses tanggal 16


Juni.
14. ^ David Bor - Khubilai khan and Beautiful princesses of
Tumapel2006
15. ^     Mulyana 2006, hlm. 122
a b

16. ^ Groeneveldt, W.P. Historical Notes on Indonesia and Malaya:


Compiled from Chinese Sources. Djakarta: Bhratara, 1960.
17. ^       Slamet Muljana. Menuju Puncak Kemegahan (LKIS, 2005)
a b c

18. ^ Komandoko 2009, hlm. 16


19. ^ Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah
Nasional Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka,
1990, hal. 436.
20. ^ "Cannon | Indonesia (Java) | Majapahit period (1296–1520) |
The Met". The Metropolitan Museum of Art, i.e. The Met Museum.
Diakses tanggal 6 August 2017.
21. ^ a b c d Ricklefs (1991), halaman 56
22. ^ Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian
Archipelago and the Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier
Millet. hlm. 279. ISBN 9814155675.
23. ^ Drs. R. Soekmono, (1973, 5th reprint edition in 1988). Pengantar
Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius. hlm. 72.
24. ^ Y. Achadiati S, Soeroso M.P., (1988). Sejarah Peradaban
Manusia: Zaman Majapahit. Jakarta: PT Gita Karya. hlm. 13.
25. ^ Millet, Didier (August 2003). John Miksic, ed. Indonesian
Heritage Series: Ancient History. Singapore 169641: Archipelago
Press. hlm. 106. ISBN 981-3018-26-7.
26. ^ Groeneveldt, W.P. (1877). Notes on the Malay Archipelago and
Malacca, Compiled from Chinese Sources. Batavia: Transactions
of the Batavian Society of Arts and Science.
27. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan
Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT
LKiS Pelangi Aksara. hlm. 63. ISBN 9798451163.ISBN 978-979-
8451-16-4
28. ^ Ricklefs (2005), hal. 57.
29. ^     Ricklefs, Merle Calvin (2008). A History of Modern Indonesia
a b

Since c. 1200 Fourth Edition. New York: Palgrave


Macmillan. ISBN 9780230546851.
30. ^       Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 448-451.
a b c

31. ^ Pires, Tome. Suma Oriental. The Hakluyt Society. ISBN


9784000085052.
32. ^ Robert W. Hefner (1983). "Ritual and Cultural Reproduction in
Non-Islamic Java". American Ethnologist. 10 (1983): 665––
683. doi:10.1525/ae.1983.10.4.02a00030. Diakses tanggal 2008-
10-23.
33. ^ Song Lian. Sejarah Yuan.
34. ^ Pramono, Djoko (2005). Budaya Bahari. Gramedia Pustaka
Utama. ISBN 9789792213768.
35. ^ Manguin, Pierre-Yves (1976). "L'Artillerie legere nousantarienne:
A propos de six canons conserves dans des collections
portugaises". Arts Asiatiques. 32: 233–268.
36. ^ Reid, Anthony (2012). Anthony Reid and the Study of the
Southeast Asian Past. ISBN 978-981-4311-96-0
37. ^ Groeneveldt, W.P. (1877). Notes on the Malay Archipelago and
Malacca, Compiled from Chinese Sources. Batavia: Transactions
of the Batavian Society of Arts and Science.
38. ^           Nugroho, Irawan Djoko (2011). Majapahit Peradaban
a b c d e

Maritim. Suluh Nuswantara Bakti. ISBN 9786029346008.


39. ^     Nugroho, Irawan Djoko (6 August 2018). "Baju Baja Emas
a b

Gajah Mada". Nusantara Review. Diakses tanggal 14 August2019.


40. ^     Berg, Kindung Sundāyana (Kidung Sunda C), Soerakarta,
a b

Drukkerij “De Bliksem”, 1928.


41. ^     Berg, C. C., 1927, Kidung Sunda. Inleiding, tekst, vertaling en
a b

aanteekeningen, BKI LXXXIII : 1-161.
42. ^ Mayers (1876). "Chinese explorations of the Indian Ocean
during the fifteenth century". The China Review. IV: p. 178.
43. ^ Manguin, Pierre-Yves (1976). "L'Artillerie legere nousantarienne:
A propos de six canons conserves dans des collections
portugaises". Arts Asiatiques. 32: 233–268.
44. ^ Crawfurd, John (1856). A Descriptive Dictionary of the Indian
Islands and Adjacent Countries. Bradbury and Evans.
45. ^ de Graaf, Hermanus Johannes (1985). Kerajaan-kerajaan Islam
di Jawa. Jakarta: Temprint. hlm. 180.
46. ^ Tiaoyuan, Li (1969). South Vietnamese Notes. Guangju Book
Office.
47. ^ a b c Pires, Tome (1944). The Suma oriental of Tomé Pires : an
account of the East, from the Red Sea to Japan, written in
Malacca and India in 1512-1515 ; and, the book of Francisco
Rodrigues, rutter of a voyage in the Red Sea, nautical rules,
almanack and maps, written and drawn in the East before 1515.
The Hakluyt Society. ISBN 9784000085052.
48. ^ a b Barbosa, Duarte (1866). A Description of the Coasts of East
Africa and Malabar in the Beginning of the Sixteenth Century. The
Hakluyt Society.
49. ^ Partington, J. R. (1999). A History of Greek Fire and
Gunpowder (dalam bahasa Inggris). JHU Press. ISBN 978-0-
8018-5954-0.
50. ^ Jones, John Winter (1863). The travels of Ludovico di Varthema
in Egypt, Syria, Arabia Deserta and Arabia Felix, in Persia, India,
and Ethiopia, A.D. 1503 to 1508. Hakluyt Society.
51. ^ Wade, G., 2009, “The horse in Southeast Asia prior to 1500 CE:
Some vignettes,” in: B. G. Fragner, R. Kauz, R. Ptak and A.
Schottenhammer (eds), Pferde in Asien: Geschichte, Handel und
Kultur/Horses in Asia: History, Trade and Culture. Vienna, Verlag
der Österreichischen Akademie der Wissenschaften: 161-177.
52. ^ Teeuw, A. and S. O. Robson (2005). Bhomāntaka. The Death of
Bhoma. Leiden: KITLV Press. ISBN 9789067182539.
53. ^ Jakl, Jiri. "The Whale in Old Javanese kakawin: timiṅgila,
'elephant fish', and lĕmbwara revisited" (dalam bahasa Inggris).
54. ^ Ptak, Roderich (1999). China’s Seaborne Trade with South and
Southeast Asia, 1200-1750. Ashgate. ISBN 9780860787761.
55. ^     Nugroho (2011). h. 286, mengutip Hikayat Raja-Raja Pasai",
a b

3: 98: "Sa-telah itu, maka disuroh baginda musta'idkan segala


kelengkapan dan segala alat senjata peperangan akan
mendatangi negeri Pasai itu, sa-kira-kira empat ratus jong yang
besar-besar dan lain daripada itu banyak lagi daripada
malangbang dan kelulus.". Juga lihat Hill, A. H. (Juni 1960).
"Hikayat Raja-Raja Pasai". Journal of the Malaysian Branch of the
Royal Asiatic Society. 33: h. 98 dan 157: Then he directed them to
make ready all the equipment and munitions of war needed for an
attack on the land of Pasai - about four hundred of the largest
junks, and also many barges (malangbang) and galleys.
56. ^ Text from Fra Mauro map, 10-A13, bahasa Italia asli: "Circa hi
ani del Signor 1420 una naue ouer çoncho de india discorse per
una trauersa per el mar de india a la uia de le isole de hi homeni e
de le done de fuora dal cauo de diab e tra le isole uerde e le
oscuritade a la uia de ponente e de garbin per 40 çornade, non
trouando mai altro che aiere e aqua, e per suo arbitrio iscorse
2000 mia e declinata la fortuna i fece suo retorno in çorni 70 fina al
sopradito cauo de diab. E acostandose la naue a le riue per suo
bisogno, i marinari uedeno uno ouo de uno oselo nominato
chrocho, el qual ouo era de la grandeça de una bota d'anfora." [1]
[pranala nonaktif permanen]
57. ^ Lombard, Denys (2005). Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian 2:
Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. An Indonesian
translation of Lombard, Denys (1990). Le carrefour javanais. Essai
d'histoire globale (The Javanese Crossroads: Towards a Global
History) vol. 2. Paris: Éditions de l'École des Hautes Études en
Sciences Sociales.
58. ^ Manguin, Pierre-Yves (September 1980). "The Southeast Asian
Ship: An Historical Approach". Journal of Southeast Asian
Studies. 11 (2): 266–
276. doi:10.1017/S002246340000446X. JSTOR 20070359.
59. ^ Sejarah Melayu, 5.4: 47: Maka betara Majapahit pun menitahkan
hulubalangnya berlengkap perahu akan menyerang Singapura itu,
seratus buah jung; lain dari itu beberapa melangbing dan kelulus,
jongkong, cecuruh, tongkang, tiada terhisabkan lagi banyaknya.
60. ^ Sejarah Melayu, 10.4: 77: ... maka baginda pun segera
menyuruh berlengkap tiga ratus buah jung, lain dari pada itu
kelulus, pelang, jongkong, tiada terbilang lagi.
61. ^ Nugroho, Irawan Djoko (30 Juli 2018). "Replika Kapal Majapahit,
Replika Untuk Menghancurkan Sejarah Bangsa". Nusantara
Review. Diakses tanggal 14 Agustus 2020.
62. ^     Jones, John Winter (1863). The travels of Ludovico di
a b

Varthema in Egypt, Syria, Arabia Deserta and Arabia Felix, in


Persia, India, and Ethiopia, A.D. 1503 to 1508. Hakluyt Society.
63. ^ Liebner, Horst H. (2002). Perahu-Perahu Tradisional Nusantara.
Jakarta.
64. ^ Suarez, Thomas (2012). Early Mapping of Southeast Asia: The
Epic Story of Seafarers, Adventurers, and Cartographers Who
First Mapped the Regions Between China and India. Tuttle
Publishing.
65. ^ "Teknologi Era Majapahit". Nusantara Review (dalam bahasa
Inggris). 2018-10-02. Diakses tanggal 2020-06-11.
66. ^ Cartas de Afonso de Albuquerque, Volume 1, p. 64, April 1,
1512
67. ^       Millet, Didier (August 2003). John Miksic, ed. Indonesian
a b c

Heritage Series: Ancient History. Singapore 169641: Archipelago


Press. hlm. 107. ISBN 981-3018-26-7.
68. ^ a b Schoppert, P., Damais, S. (1997). Di dalam Didier Millet
(editor):, ed. Java Style. Paris: Periplus Editions. hlm. 33–34. ISBN
962-593-232-1.
69. ^ "Ritual Networks and Royal Power in Majapahit Java, page:100".
Persee. 1996. Diakses tanggal 2010-07-14.
70. ^ Munandar AA. 2004. KARYA SASTRA JAWA KUNO YANG
DIABADIKAN PADA RELIEF CANDI-CANDI ABAD KE-13—15 M.
MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS
2004: 54-60.
71. ^ "Uang Kuno Temuan Rohimin Peninggalan Majapahit". 2008.
72. ^ Millet, Didier (Hardcover edition — August 2003). John Miksic,
ed. Indonesian Heritage Series: Ancient History. Singapore
169641: Archipelago Press. hlm. 107. ISBN 981-3018-26-7.
73. ^ Groeneveldt, W.P. (1896). "Supplementary jottings to the notes
on the Malay Archipelago and malacca compiled from chinese
surces / by W.P. Groeneveldt" (PDF). T'oung pao. 7: 113–134.
74. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 434-435.
75. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 431-432.
76. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 220.
77. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 451-456.
78. ^ Nastiti, Titi Surti. Prasasti Majapahit, dalam
situs www.Majapahit-Kingdom.com dari Direktorat Jenderal
Sejarah dan Purbakala. Jumat, 22 Juni 2007.
79. ^ Pires, Tome. Suma Oriental. The Hakluyt Society. ISBN
9784000085052,
80. ^ "Materials for the Medieval History of Indonesia".
81. ^ Dellios, Rosita (2003-1-1). "Mandala: from sacred origins to
sovereign affairs in traditional Southeast Asia" (dalam bahasa
Inggris). Bond University Australia. Diakses tanggal 2011-12-11.
82. ^ Bullough, Nigel (1995). Historic East Java: Remains in Stone.
Jakarta: ADLine Communications. hlm. 116–117. Teks "consulting
editor: Mujiyono PH" akan diabaikan (bantuan); Teks "Printed in
Singapore " akan diabaikan (bantuan)
83. ^ Djaraf 1977.
84. ^ Ricklefs, hal. 363
85. ^ Friend, Theodore (2003). Indonesian Destinies. Cambridge,
Massachusetts and London: Belknap Press, Harvard University
Press. hlm. p.19. ISBN 0-674-01137-6.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]


 Mulyana, Slamet (2006). Tafsir sejarah
nagarakretagama (dalam bahasa Indonesia). PT
LKiS Pelangi Aksara. hlm. 122. ISBN 978-979-2552-
546.
 Komandoko, Gamal (2009). Gajah Mada: menangkis
ancaman pemberontakan Ra Kuti: kisah
ketangguhan seorang patih Majapahit dalam
menjaga keutuhan takhta sang raja (dalam bahasa
Indonesia). Penerbit Narasi. hlm. 122. ISBN 978-
979-164-145-2 Periksa nilai: checksum |
isbn= (bantuan).

Pranala luar[sunting | sunting sumber]


Wikimedia Commons
memiliki media
mengenai Majapahit.
 (Inggris) Memories of Majapahit - memuat sejarah
dan keterangan situs-situs peninggalan Majapahit.
 (Indonesia) Diskusi tentang Perseteruan Ming dan
Majapahit
 (Indonesia) Terjemahan Naskah Asli Kitab
Negarakretagama Karya Mpu
Prapanca Diarsipkan 2013-06-15 di Wayback
Machine. - Dari situs www.sejarahnasional.org
Didahului oleh: Kerajaan Hindu-Budha Diteruskan oleh:
Singasari 1292–1527 Demak

Kembangkan

KERAJAAN DI JAWA

Kembangkan

SEJARAH IMPERIUM-IMPERIUM DUNIA

Kategori: 
 Kerajaan Majapahit
 Kerajaan di Nusantara
 Kerajaan di Jawa Timur
Menu navigasi
 Belum masuk log
 Pembicaraan
 Kontribusi
 Buat akun baru
 Masuk log
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Sunting
 Sunting sumber
 Lihat riwayat

Pencarian
窗体顶端

窗体底端

 Halaman Utama
 Daftar isi
 Perubahan terbaru
 Artikel pilihan
 Peristiwa terkini
 Halaman baru
 Halaman sembarang
Komunitas
 Warung Kopi
 Portal komunitas
 Bantuan
Wikipedia
 Tentang Wikipedia
 Pancapilar
 Kebijakan
 Menyumbang
 Hubungi kami
 Bak pasir
Bagikan
 Facebook
 Twitter
Perkakas
 Pranala balik
 Perubahan terkait
 Halaman istimewa
 Pranala permanen
 Informasi halaman
 Kutip halaman ini
 Butir di Wikidata
 Pranala menurut ID
Cetak/ekspor
 Buat buku
 Unduh versi PDF
 Versi cetak
Dalam proyek lain
 Wikimedia Commons
Bahasa lain
 Basa Bali
 English
 Español
 Suomi
 हिन्दी
 Jawa
 Bahasa Melayu
 Sunda
 中文
41 lagi
Sunting pranala
 Halaman ini terakhir diubah pada 11 Mei 2021, pukul 08.50.
 Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku.
Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.
 Kebijakan privasi
 Tentang Wikipedia
 Penyangkalan
 Tampilan seluler
 Pengembang
 Statistik
 Pernyataan kuki

Anda mungkin juga menyukai

  • Marie Antoinette
    Marie Antoinette
    Dokumen6 halaman
    Marie Antoinette
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Seni Lukis
    Seni Lukis
    Dokumen12 halaman
    Seni Lukis
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Leonardo de Pisa
    Leonardo de Pisa
    Dokumen9 halaman
    Leonardo de Pisa
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Monalisa
    Monalisa
    Dokumen7 halaman
    Monalisa
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Ilusi Optik
    Ilusi Optik
    Dokumen6 halaman
    Ilusi Optik
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Museum Louvre
    Museum Louvre
    Dokumen25 halaman
    Museum Louvre
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Bahasa Latin
    Bahasa Latin
    Dokumen5 halaman
    Bahasa Latin
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Timbangan
    Timbangan
    Dokumen18 halaman
    Timbangan
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Beha
    Beha
    Dokumen14 halaman
    Beha
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • The Terminator
    The Terminator
    Dokumen5 halaman
    The Terminator
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Sepeda Motor
    Sepeda Motor
    Dokumen16 halaman
    Sepeda Motor
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Samsons Band
    Samsons Band
    Dokumen8 halaman
    Samsons Band
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Celana Dalam
    Celana Dalam
    Dokumen10 halaman
    Celana Dalam
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Stadion
    Stadion
    Dokumen3 halaman
    Stadion
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Mu Ammad Bin
    Mu Ammad Bin
    Dokumen9 halaman
    Mu Ammad Bin
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Sepak Bola
    Sepak Bola
    Dokumen13 halaman
    Sepak Bola
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Tolak Peluru
    Tolak Peluru
    Dokumen11 halaman
    Tolak Peluru
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Thomas Alfa
    Thomas Alfa
    Dokumen9 halaman
    Thomas Alfa
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Atletik
    Atletik
    Dokumen11 halaman
    Atletik
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Bendera
    Bendera
    Dokumen10 halaman
    Bendera
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • DRUM
    DRUM
    Dokumen6 halaman
    DRUM
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • BATMAN
    BATMAN
    Dokumen11 halaman
    BATMAN
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • SAXOPHONE
    SAXOPHONE
    Dokumen4 halaman
    SAXOPHONE
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Lempar Lembing
    Lempar Lembing
    Dokumen7 halaman
    Lempar Lembing
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • D'masiv Band
    D'masiv Band
    Dokumen7 halaman
    D'masiv Band
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Asal Nidji Band
    Asal Nidji Band
    Dokumen9 halaman
    Asal Nidji Band
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • Asal Mula Noah
    Asal Mula Noah
    Dokumen32 halaman
    Asal Mula Noah
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • MONOKOTIL
    MONOKOTIL
    Dokumen6 halaman
    MONOKOTIL
    berak diaer
    Belum ada peringkat
  • ANTROPOLOGI
    ANTROPOLOGI
    Dokumen21 halaman
    ANTROPOLOGI
    berak diaer
    Belum ada peringkat