Anda di halaman 1dari 30

RECOVERY LOGAM PERAK DARI LIMBAH CAIR BEKAS PENCUCIAN FOTO RONTGEN:

KARAKTERISASI
ELEKTROKIMIA

TUGAS MAKALAH

Oleh:
Muhammad arnold
18TKM333

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan


guna menyelesaikan program Diploma Tiga
Jurusan Teknik Industri
Program Studi Teknik Kimia Mineral

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I.


AKADEMI TEKNIK INDUSTRI MAKASSAR
2019

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul judul “DAUR ULANG

LIMBAH HASIL INDUSTRI GULA (AMPAS TEBU / BAGASSE) DENGAN PROSES KARBONISASI SEBAGAI

ARANG AKTIF”.

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tersusunnya Tugas
Akhir ini berkat dukungan, bimbingan, dorongan dan bantuan dari segala pihak. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibunda Nurmaeda selaku orang tua penulis yang senantiasa memberikan doa, restu, kasih
sayang, dukungan moral, materi, dan motivasi selama penulis menjalani perkuliahan khususnya
dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Amrin Rapi, ST., MT., IPM., ASEAN.Eng., selaku Direktur Politeknik ATI Makassar
beserta jajarannya yang telah memberikan arahan dan bimbingan.
3. Ibu Flaviana Yohanala, Prista Tyassena, S.ST., M.T., selaku Dosen Pembimbing I serta Bapak
Dr. Idi Amin , S.T., M.T selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Dr. Idi Amin , S.T., M.T., selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan
bimbingan tentang progres akademik selama 3 tahun di Politeknik ATI Makassar.
5. Segenap dosen Teknik Kimia Politeknik ATI Makassar atas arahan, dan ilmu yang diberikan
kepada penulis selama perkuliahan di Politeknik ATI Makassar.
6. Keluarga dan rekan-rekan seperjuangan Teknik Kimia 2018 atas semua semangat, motivasi,
dukungan dan bantuannya selama masa perkuliahan terkhusus dalam menyelesaikan Tugas
Akhir ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namun telah membantu dan berjasa dalam
terselesaikannya Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas
Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua terlebih kepada
penulis. Aamiin.

Makassar, 25 Agustus 2019

MUHAMMAD ARNOLD

2
DAFTAR ISI
RECOVERY LOGAM PERAK DARI LIMBAH CAIR BEKAS PENCUCIAN FOTO RONTGEN:
KARAKTERISASI ........................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................... 2
BAB I ................................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 4
Abstrak ........................................................................................................ Error! Bookmark not defined.
Pendahuluan .................................................................................................................................................. 4
BAB II ............................................................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................................... 8
Teori .............................................................................................................................................................. 8
BAB III ............................................................................................................................................................ 14
METODE PERCOBAAN ............................................................................................................................... 14
Metode Pengolahan ..................................................................................................................................... 14
BAB IV............................................................................................................................................................ 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 15
A.PARAMETER LIMBAH ........................................................................................................................ 15
BAB V ............................................................................................................................................................. 22
PENUTUP ....................................................................................................................................................... 22
Kesimpulan .................................................................................................................................................. 22
Daftar Pustaka ............................................................................................................................................. 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

Pendahuluan
Salah satu kegiatan rumah sakit yang menghasilkan limbah cair adalah pembuatan negatif
film Rontgen di laboratorium instalasi Rontgen. Proses pembuatan negatif foto rontgen
melibatkan berbagai senyawa kimia yang digunakan sebagai penerima sinar, pencucian, katalis,
pengawet, penahan, pengeras, dan pembilas (Gambar 1).

Gambar 1. Diagram proses dan limbah yang dihasilkan setiap proses pencucian film
radiografi
(Madhavan, dkk., 2015)

4
Perak digunakan dalam film foto karena sifat fotosensitifnya (Arslan, Ucurum, Vapur, &
Bayat, 2011).Pada setiap tahunnya, dari sektor fotografi mengalokasikan sekitar 45% dari perak
untuk aplikasi radiografi, yang umunya langsung dibuang setelah digunakan (Ramirez, Reyes, &
Veloz, 2011).Oleh karena itu limbahnya pun mengandung berbagai senyawa kimia dengan
kandungan utama adalah logam Ag (dalam bentuk kation Ag+).Berdasarkan kandungan tersebut
limbah ini dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Urutan toksisitas
untuk logam Ag (Perak) adalah sebagai berikut: Hg2+> Cd2+> Ag+> Ni2+> Pb2+> As3+> Cr2+>
Sn2+> Zn2+, (Darmono, 2001). Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 85 Tahun 1999 tentang
baku mutu TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) batas kadar maksimum perak yang
diperbolehkan adalah 5,0 mg/L.Pada umumnya, limbah cair bekas pencucian foto Rontgen
mengandung konsentrasi perak (Ag) berkisar antara 2500,00 mg/L sampai dengan 6200,50 mg/L.
Limbah yang mengandung logam Ag tersebut kemungkinan besar langsung dibuang ke
lingkungan tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu yang dapat mencemari lingkungan dan
mengganggu kesehatan manusia. Oleh karena itu, metode pengolahan yang efektif dan efisien
sangat dibutuhkan untuk mengolah limbah cair bekas pencucian foto Rontgen tersebut sehingga
dapat mengurangi dan mencegah pencemaran lingkungan yang berbahaya bagi kesehatan
manusia.
Berbagai metode telah digunakan untuk mengolah limbah tersebut dan juga untuk
mendapatkan kembali Ag dari limbah fotografi dimana kebanyakan efektif pada batas
konsentrasi Ag tertentu.Sebagai contoh, perak dalam bentuk kompleks anionik tiosulfat
[Ag(S2O3)2]3- dapat dipisahkan dari larutannya dengan cara elektrolisis, pergantian logam (metalic
replacement), pengendapan, penukar ion, membran cair emulsi (ELM), dan adsorpsi dengan kitin
(Songkroah, Nakbanpote, & Thiravetyan, 2003). Metode pemulihan perak dari limbah film foto
rontgen dapat diklasifikasikan sebagai (Chem, 2003): (a) membakar film langsung, (b) oksidasi
dari logam perak, dan (c) pengupasan lapisan gelatin perak. Kebutuhan perak dunia dipasok oleh
daur ulang (25%)dan terutamadiperoleh dari limbah fotografi (75%). Untuk alasan ini, metode
dan teknologi yang digunakan tidak hanya sekedar untuk pengolahan limbah tetapijuga untuk
memulihkan perak dari limbah rontgen yang efisien sehingga dapat mengurangi biaya dan waktu
(Modi, Shukla, Pandya, & Parmar, 2012). Chem (2003) juga menyebutkan bahwa, untuk
meminimalisir pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah rontgen tersebut,
kandungan perak (Ag) dapat diambil kembali dari limbah bekas pencucian foto rontgen karena
perak tersebut mempunyai nilai yang ekonomis

5
Salah satu metodedalam pengolahan limbah ini dan dapat untuk memperoleh kembali
logam perak dari limbah cair pencucian film studio dan film x-ray yaitu metode Sn Flake.
Penelitian menggunakan metode ini telah dilakukan oleh Kuswati et al., (2003).Sn Flake
dikategorikan sebagai metode yang tradisional karena menggunakan koi yaitu penggorengan dari
tanah liat serta pembakarannya menggunakan tungku dengan kompor blower (Kuswati, dkk,
2003).Sn Flake adalah pereaksi bentuk lempengan padat yang warnanya kuning agak putih
mengandung sulfur yang berfungsi mengendapkan perak yang terdapat didalam limbah sehingga
menjadi endapan hitam. Lalu endapan tersebut dibakar sampai melarut dengan potongan seng
dan dijernihkan menggunakan tawas dan boraks.Hasil dari kedua macam sampel limbah yang
diteliti dengan menggunakan metode Sn Flake didapatkan perak hasil recovery sekitar 60 gram
untuk setiap 20 liter limbah. Sedangkan didalam filtrat hasil recovery terdapat sisa perak yang
masih cukup tinggi antara 1,59 mg/l sampai dengan 22,90 mg/l. Selain itu penelitian yang
menggunakan metode Sn Flake ini juga menimbulkan limbah sekunder seperti sisa-sisa
pembakaran dalam koi dan sisa-sisa Zn yang akan menimbulkan problem baru setelah
pengolahan limbah tersebut. Maka dari itu disarankan untuk melanjutkan penelitian ini dengan
metode yang lebih efektif dan efisien yang salah satunya adalah metode elektrokimia.Dengan
metode yang lebih efektif dan efisien tersebut diharapkan tidak menimbulkan limbah sekunder
dan lebih ramah lingkungan (Kuswati, dkk, 2003).
Metode elektrokimia juga pernah dipakai dalam pengolahan limbah ini dengan
menggunakan teknik elektroplating atau elektrodeposisi Penelitian menggunakan metode
elektrodeposisi pernah dilakukan sebelumnya oleh Sufian dan Sarto (2009).Metode elektrokimia
dipilih dan digunakan untuk pengolahan limbah cair tersebut dengan alasan (1) tidak
menimbulkan efek samping limbah sekunder, (2) Perak yang terambil relatif murni, dapat
dipisahkan dan dimanfaatkan kembali, (3) mudah pengoperasiannya, (4) berbiaya relatif murah,
dan (5) beresiko rendah.Penelitian dilakukan dengan variasi pasangan elektroda (stainless steel-
besi, aluminium-stainless steel, dan stainless steel-stainless steel) dan tegangan (3V, 6V, 9V, dan
12 Volt).Akan tetapi, penelitian tersebut belum secara sistematis dengan memanfaatkan teori
fundamental elektrokimia. Padahal kondisi optimum proses elektrodeposisi dapat ditentukan jika
karakteristik elektrokimia dari larutan limbah tersebut telah dipahami dengan benar berdasarkan
prinsip-prinsip dasar elektrokimia.

6
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk karakterisasi elektrokimia limbah cair bekas
pencucian foto Rontgen menggunakan percobaan polarisasi.Hasil percobaan polarisasi yang
berupa kurva polarisasi dapat digunakan untuk menentukan kondisi operasi yang optimum
(densitas arus dan potensial/voltase)elektroplating limbah foto rontgen.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Teori
Limbah cair bekas pencucian foto Rontgen dikategorikan sebagai limbah B3. Berdasarkan
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah
setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/ atau beracun yang karena sifat dan/
atau konsentrasinya dan/ atau jumlahnya, baik secara langsung dapat merusak / mencemarkan
lingkungan hidup dan/ atau membahayakan kesehatan manusia (Prayitno & Sukosrono, 2006).
Perbedaan limbah yang mengandung Logam berat tersebut terletak dari pengaruh yang
dihasilkan bila logam berat tersebut berikatan atau masuk ke dalam tubuh makhluk hidup.
Berdasarkan karakteristiknya, logam berat mempunyai sifat-sifat (Prayitno & Sukosrono, 2006):
beracun, tidak dapat dihancurkan oleh organisme hidup, dan dapat terakumulasi dalam tubuh
organisme termasuk tubuh manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pencemaran oleh limbah yang mengandung logam berat akan menggangu kesehatan
lingkungan dan kualitas hidup manusia disamping itu juga dapat merubah sistem kerja biologis.
Air limbah yang mengandung logam berat baik dalam bentuk ion maupun senyawa, dapat
bersifat toksik yang mempengaruhi lingkungan dan kesehatan makhluk hidup (Prayitno &
Sukosrono, 2006).
Tingkat bahaya dari unsur-unsur kimia mempunyai 4 tingkatan, adalah (Prayitno &
Sukosrono, 2006):
(1) Unsur-unsur berdaya pencemar sangat tinggi meliputi: Ag, Cd, Hg, Sb, Cn, Fe, Ar, Zn, (2) Unsur-
unsur berdaya pencemar sangat tinggi, yaitu: Ba, Ca, Bi, Mn, P, Ti, U, (3) Unsur-unsur berdaya
pencemar menengah: Al, As, Cl, Co, F, B, Li, Na, N, dan (4) Unsur-unsur berdaya pencemar rendah,
seperti Ga, La, I, Si, Nd, Sr, Ta, Zr. Terlihat bahwa limbah cair yang mengandung logam Ag
mempunyai daya pencemar yang sangat tinggi.
Perak dari limbah jika masuk kedalam tubuh akan terakumulasi di berbagai organ dan
menimbulkan pigmentasi kelabu, disebut Argyria. Pigmentasi tersebut bersifat permanen karena
tubuh tidak dapat mengekskresikannya.Dalam bentuk debu, senyawa Ag dapat menimbulkan
iritasi kulit, dan menghitamkan kulit. Bila terikat nitrat, Ag akan menjadi sangat korosif (Said,
2010).

8
Limbah pemrosesan Film Sinar-X dalam Radiografi menjadi salah satu sumber yang sangat
baik untuk recovery perak.Sekitar 2 milyar radiografi per tahun di seluruh dunia berasal dari
rontgen dada, mammograms dan CT scan.94-98% dari sinar-X diambil dipakai dalam bidang
medis yang memproduksi film kimia dan skrap fotografi sebagai penghasil limbahnya.Film
radiografi yang digunakan dalam bidang medis adalah lembaran poliester yang dilapisi di kedua
sisinya dengan bahan radioaktif yang peka cahaya.Pengembangan 1 kg film sinar-X menghasilkan
limbah yang mengandung 14-17 g perak (Masebinu & Muzenda, 2014). Sedangkan dari sumber
lain menyatakan bahwa langkah pengembangan film menghasilkan limbah fotografi yang
dihasilkan dari penggunaan larutan fixer dan air bilasan yang mengandung 1000-10000 mg Ag/l,
masing-masing dalam bentuk kompleks perak tiosulfat (Arslan dkk, 2011). Limbah film sinar-X
mengandung 1,5-2% (w/w) perak hitam metalik yang dapat digunakan kembali. Sekitar 18-20%
dari kebutuhan perak dunia dipasok dari daur ulang limbah (Parpalliwar, et al., 2015).
Metode elektroplating adalah termasuk proses elektrokimia yang umumnya dilakukan
dalam bejana sel elektrolisa dan berisi cairan elektrolit (Buyang & Asmaningrum, 2015).
Elektrokimia adalah salah satu metode yang mengandung unsur reaksi kimia dan aliran
listrik.Reaksi tersebut adalah reaksi yang melibatkan pelepasan dan penerimaan elektron atau
reaksi redoks.Reaksi oksidasi yaitu reaksi yang disertai pelepasan elektron dan reaksi reduksi
yaitu reaksi yang disertai penerimaan elektron.Sel elektrokimia yaitu alat yang terdiri dari
sepasang elektroda yang dicelupkan kedalam suatu larutan dan dihubungkan ke konduktor logam
pada rangkaian luar, seperti yang ditunjukkan Gambar 2 (Ahmad, 2011, Widayatno dkk, 2015).

9
Gambar 2. Rangkaian dasar sistem elektropating (Widayatno dkk, 2015)

Reaksi pelapisan logam pada permukaan katoda dapat berlangsung karena potensial
elektroda bergeser dari kondisi setimbangnya.Besar perbedaan potensial ini
disebutoverpotential (η).Jika listrik dari rangkaian luar dengan potensial tertentu di aplikasikan
ke elektroda kerja (katoda), aliranarus listrik dari katoda ke anodaakan terjadi. Hal ini memicu
terjadinya reaksi reduksi ion-ion logam (Mn+) menjadi padatan logam yang melapisi permukaan

katoda.Reaksi reduksi ion logam (Mn+) yang terjadi adalah sebagai berikut (Persamaan (1):
(Paunovicdan Schlesinger, 1998)
+ →
(1) Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses elektroplating yaitu (Marwati,
Padmaningrum, & Marfuatun, 2009):
a. Suhu: Suhu sangat penting untuk menyeleksi tepat tidaknya jalan reaksi dan melindungi
pelapisan. Keseimbangan suhu ditentukan oleh beberapa faktor misalnya jarak anoda
dan katoda serta arus yang digunakan.
b. Kerapatan arus: kerapatan arus yang baik adalah arus yang tinggi pada saat arus yang
diperlukan masuk. Berapapun nilai kerapatan arus akan mempengaruhi proses dan
waktu untuk ketebalan lapisan tertentu. Menurut Hukum Faraday, jumlah arus listrik
yang mengalir dari muatan (+) ke muatan (-) berbanding lurus dengan massa yang
terbentuk atau tereduksi, Persamaan(2): (Basuki, W, & Sudibyo, 2009)

(2) Dengan: M = Massa yang terbentuk, e = Berat ekuivalen zat, In= Kuat arus
(Ampere), t= Lama waktu elektrolisis (detik), dan 96500 merupakan tetapan Faraday.
c. Voltase: Setiap logam mempunyai harga voltase tertentu untuk terjadinya reduksi di
katoda. Besarnya voltase yang diberikan akan berpengaruh pula pada arus yang
mengalir ke dalam larutan.
d. Konsentrasi ion: Konsentrasi merupakan faktor yang mempengaruhi struktur
depositnya. Naiknya konsentrasi logam akan meningkatkan aktivitas anion yang
membantu mobilitas ion.
10
e. Waktu: Waktu merupakan faktor yang mempengaruhi banyaknya logam yang
mengendap di katoda. Secara umum semakin banyak waktu yang digunakan untuk
proses berlangsungnya electroplating, makaakan semakin tebal lapisan pada katoda.
Hukum Faraday sangat erat kaitannya dengan efisiensi arus yang terjadi pada proses
pelapisan secara elektroplating. Efisiensi arus merupakan perbandingan berat endapan secara
teoritis dan dinyatakan dalam persen (%) (Basmal, 2012).
Hubungan antara voltase dalam elektrolit dan kuat arus listrik yang mengalir menurut
Hukum Ohm ditunjukkan Persamaan (3) (Topayung, 2011):

I=

(3)Dengan: I= Kuat arus listrik (Ampere), V= Voltase (Volt), dan R= Tahanan listrik (Ohm). Besarnya
listrik yang mengalir dinyatakan dengan Coulomb adalah (Persamaan 4): (Topayung, 2011)
Q = I .t
(4)Michael Faraday pada tahun 1833 menetapkan hubungan antara kelistrikan dan ilmu kimia pada
semua reaksi elektrokimia. Bunyi Hukum Faraday tersebut adalah (Topayung, 2011):
Hukum Faraday I: “Massa zat yang terjadi akibat reaksi kimia pada elektroda berbanding
lurus dengan
jumlah muatan listrik yang mengalir pada larutan elektrolit selama elektrolisis”. Seperti terlihat
m=
pada Persamaan (5).

(5)Dengan: m = massa (gram), F= Bilangan Faraday, I = Kuat arus listrik (Ampere), t= Waktu (detik),
BA= Berat molekul unsur, dan n= Jumlah mol elektron yang terlibat dalam reaksi.

Hukum Faraday II:“Massa berbagai zat yang terjadi selama elektrolisis, berbanding lurus
dengan berat
ekivalennya”.
Termodinamika reaksi elektrokimia menunjukkan bahwa proses elektrodeposisi logam
dipengaruhi oleh pH, potensial elektroda, dan kesetimbangan. Diagram Pourbaix menunjukkan
Efek dari pH dan potensial elektroda standar pada kesetimbangan. Diagram tersebut dapat
digunakan untuk menentukan range pH elektrolit yang tepat agar reaksi elektrodeposisi logam
dapat tercapai (Pourbaix, 1974).
Kinetika reaksi elektroplating dinyatakan sebagai hubungan antara overpotential elektroda
(η) dan rapat arus (j).Persamaan yang umum dipakai adalah Persamaan Botler-Volmer (6)(Bard
dan Faulkner, 2001).
11
=

(6)Dengan j = rapat arus (mA/cm2), j0= exchange current density, α = koefisien transfer muatan.
Persamaan Butler-Volmer (6) menunjukkan bahwa rapat arus dipengaruhi oleh beberapa
parameter yaitu overpotential, koefisiencharge transfer, suhu, danexchange current density.
Terkhusus, rapat arusakan naik jika overpotentialnaik, hal ini menandakan kecepatan reaksi
elektrodeposisi juga meningkat(Bard dan Faulkner,

2001).Pada kondisi saat overpotensial sangat besar, PersamaanTafel (7) bisa


digunakan untuk menyederhanakanPersamaan Butler-Volmer (Bard dan Faulkner,
2001).

= −

(7)Parameter dan variabel pada persamaan Tafel bisa dihitung dan ditentukan berdasarkan grafik

di Gambar 3 berikut:

Gambar 3. Plot Tafel untuk kurva overpotensial – rapat arus anodis dan katodis pada
reaksi О + e - → R denganα = 0.5, T = 298 K, and j0 = 10-6 A/cm2(Bard dan
Faulkner, 2001).

Kinetika (kecepatan) reaksi reduksi dalam proses elektroplating ditunjukkan oleh rapat arus
(j).Potensial dan rapat arus yang optimum untuk elektroplating perak dapat ditentukan jika kurva
12
hubungan overpotensial dan rapat arus diketahui.Eksperimen polarisasi dapat dilakukan untuk
mendapatkan kurva hubungan overpotensial dan rapat arus.

13
BAB III
METODE PERCOBAAN

Metode Pengolahan
Recovery adalah kegiatan pengambilan kembali sebagian material penting dari aliran
limbah untuk pemanfaatan ulang dalam proses atau dimanfaatkan untuk proses atau keperluan
lain.
limbah cairan bekas pencucian foto rontgenyang digunakan berasal dari salah satu rumah
sakit di Surakarta.Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pretreatment dan analisis, semisal
HNO3 dan KCNS adalah grade analitik (PA) didapatkan dari supplier (MERCK atau SIGMA). Sel
elektrokimia yang dipakai berupa gelas beaker dilengkapi pasangan elektroda berupa grafit-
tembaga atau grafit grafit.Lempengan tembaga 4cm x 1cm dipakai sebagai katoda, dan anoda
berupa grafit dengan ukuran panjang 5,7 cm dan diameter 1,2 cm. Variasi dilakukan pada
penggunaan anoda – katoda nya, yaitu berupa grafit – lempengan tembaga dan grafit
– grafit. Arus listrik DC disediakan oleh catu daya Sanfix SP3050 dibantu dengan Multimeter Fluke
17B+ untuk memonitor arus yang mengalir.
Setelah semua bahan disiapkan, langkah berikutnya adalah menentukan kadar logam Ag
dalam larutan bekas pencucian foto rontgen dengan titrasi dan diverifikasi dengan
spektrofotometer dan conductivity meter. Kadar yang dihasilkan dinyatakan sebagai konsentrasi
awal sebelum pengolahan dengan metode elektrokimia.Penelitian dilanjutkan dengan
melakukan percobaan polarisasi kondisi tunak (steady state) untuk larutan limbah
diatas.Polarisasidilakukanuntuk mengetahui hubungan voltase dan densitas aruspada variasi
pasangan elektroda.Kurva polarisasi juga dapat digunakan untuk menentukan apakah metode
elektrokimia dapat digunakan untuk mengambil kembali perak dari larutan limbah atau
tidak.Potensial sel dan rapat arus untuk proses recovery perak menggunakan elektroplating juga
bisa ditentukan berdasar pada kurva polarisasi tersebut.
Percobaan polarisasi untuk Karakterisasi elektrokimia limbah dilakukan dengan mengatur
voltase dari 0-3 volt dengan dimulai dari 0,1 V kemudian dinaikkan dengan selang 0,1 V sampai
pada voltase 3 V. Arus listrik yang mengalir melalui sistem pada masing-masing voltase tersebut
dicatat. Data yang terkumpul kemudian diplot sebagai grafik/kurva polarisasi.

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.PARAMETER LIMBAH
Limbah sisa domestik ataupun industri yang dibuang ke perairan dapat menyebabkan
pencemaran. Pencemaran di perairan menurunkan kualitas air, sehingga sulit digunakan
sebagai sumber air bagi masyarakat. Limbah cair mengandung partikel-partikel padat terlarut
(dissolved solid) dan tersuspensi (suspended solid). Partikel-partikel padat terdiri dari zat
organik dan anorganik. Zat organik sebagian besar mudah terurai, namun, zat anorganik tidak
mudah terurai yang mengakibatkan bahaya. Oleh karena itu diperlukan uji kadar air, untuk
mengetahui kualitas perairan

Parameter yang umum digunakan sebagai indicator kualitas air limbah, diantaranya:

1. Biochemical Oxygen Demand (BOD),

BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk mengoksidasi bahan-
bahan yang terlarut dalam air limbah. Semakin tinggi jumlah oksigen yang dibutuhkan akan
menunjukkan sisa oksigen terlarut yang semakin kecil. Artinya, air limbah mengandung banyak
polutan zat organik. Pencemaran oleh zat organik akan mengakibatkan kematian pada biota air,
karena kebutuhan oksigen digunakan untuk proses penguraian. Kondisi perairan yang kekurangan
kadar oksigen (anaerobik) akan menimbulkan bau busuk.

2. Chemical Oxygen Demand (COD),

COD adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik yang sulit
terurai dengan menggunakan oksidator kimia. Biasanya sengaja ditambahkan untuk menguraikan
zat-zat organik yang kompleks menggunakan kalium bikarbonat pada kondisi asam dan panas
dengan katalisator perak sulfat.

3. Total Susppended Solid (TSS).

Secara fisika, zat yang tersuspensi adalah zat organik maupun zat anorganik yang melayang dalam
air dan menyebabkan air keruh. Kekeruhan air dapat menyebabkan pendangkalan dan
menghalangi proses fotosintesis mikroorganisme karena sinar matahati yang sulit menembus ke
15
dasar perairan. Oleh karena itu, limbah cair dengan kadar zat tersuspensi tinggi tidak boleh
dibuang langsung ke perairan.

Pemerintah telah menetapkan baku mutu air limbah yang dapat dibuang ke dalam perairan.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P-
16/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/4/2019 telah ditetapkan baku mutu air limbah dari 21 jenis industri.
Nilai BOD, COD, dan TSS sangat menentukan apakah masih tergolong aman atau tidak jika dibuang
ke perairan.

B.PRODUKSI BERSIH

Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah pada pencegahan
dan terpadu untuk diterapkan pada seluruh siklus produksi[1]. Produksi bersih merupakan sebuah
strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif atau pencegahan dan terpadu yang perlu
diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan
mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan [2]. Hal tersebut, memiliki tujuan untuk
meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada
penggunaan bahan mentah, energi dan air, mendorong performansi lingkungan yang lebih baik,
melalui pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak
produk terhadap lingkungan[1]. Produksi bersih berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya
limbah, yang merupakan salah satu indikator inefisiensi. Dengan demikian, usaha pencegahan
tersebut harus dilakukan sejak awal proses produksi dengan mengurangi terbentuknya limbah
serta pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui daur ulang. Keberhasilan upaya ini akan
menghasilkan penghematan yang besar karena penurunan biaya produksi yang signifikan
sehingga pendekatan ini dapat menjadi sumber pendapatan [3]. Istilah produksi bersih mulai
diperkenalkan oleh UNEP (United Nations Environment Program) pada bulan Mei 1989 dan
diajukan secara resmi pada bulan September 1989 pada seminar The Promotion of Cleaner
Production di Canterbury, Inggris. Indonesia sepakat untuk mengadopsi definisi yang disampaikan
oleh UNEP tersebut [4].

Beberapa kata kunci yang perlu dicermati dalam produksi bersih adalah pencegahan, terpadu,
terus-menerus dan mengurangi risiko. Dalam strategi pengelolaan lingkungan melalui
pendekatan produksi bersih, segela upaya dilakukan untuk mencegah atau menghindari
terbentuknya limbah. Keterpaduan dalam konsep produksi bersih dicerminkan dari banyaknya
16
aspek yang terlibat seperti sumber daya
manusia, teknik teknologi, finansial, manajerial dan lingkungan. Strategi produksi bersih
menekankan adanya upaya pengelolaan lingkungan secara terus-menerus. Suatu keberhasilan
atau pencapaian target pengelolaan lingkungan bukan merupakan akhir suatu upaya melainkan
menjadi input bagi siklus upaya pengelolaan lingkungan berikutnya. Mengurangi risiko dalam
produksi bersih dimaksudkan dalam arti risiko keamanan, kesehatan, manusia dan lingkungan
serta hilanganya sumber daya alam dan biaya perbaikan atau pemulihan[4]. Produksi bersih
diperlukan sebagai suatu strategi untuk mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan
dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi, mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan, memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang,
mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan pemanfaatan
sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah serta memperkuat daya saing produk di
pasar internasional [4].

Prinsip-prinsip pokok dalam produksi bersih adalah:

1. Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi serta
menghindari pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi
terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga mencegah dari atau mengurangi
timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta risikonya terhadap
manusia.
2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik terhadap proses maupun
produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk.
3. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam
pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik dari pihak pemerintah,
masyarakat maupun kalangan dunia (industriawan). Selain itu juga, perlu diterapkan pola
manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah mempertimbangkan
aspek lingkungan.
4. Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu
membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkaliwaktu yang
diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat.

17
5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan sendiri dan
peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat daripada pengaturan secara command
control. Jadi, pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan
peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah sikap
dan tingkah laku.

Produksi bersih dapat dijadikan sebuah model pengeloaan lingkungan dengan mengedepankan
efisiensi yang tinggi pada sebuah industri, sehingga timbulan/hasil limbah dari sumbernya dapat
dicegah dan dikurangi. Penerapan produksi bersih akan menguntungkan industri karena dapat
menekan biaya produksi, adanya penghematan, dan kinerja lingkungan menjadi lebih baik.
Penerapan produksi bersih di suatu kawasan industri dapat digunakan sebagai pendekatan untuk
mewujudkan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan

C.BAKU MUTU LIMBAH BERDASARKAN PERATURAN DAN UNDANG-UNDANG


(1) Baku mutu
Rontgen
Air
HNO3

(2) Peraturan undang-undang


PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR P.18/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2020 TENTANG PEMANFAATAN LIMBAH
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

D.DOKUMEN LINGKUNGAN
28 Desember 2016 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI telah menetapkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor: P.102/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016
Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Yang
Telah Memiliki Izin Usaha dan/atau Kegiatan Tetapi Belum Mempunyai Dokumen Lingkungan
Hidup, Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2016 dalam Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 2118.

18
Dasar pertimbangan dikeluarkannya permen LHK No. P.102 tahun 2016 ini adalah:

 a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (1) dan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ditetapkan
setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin
lingkungan, dan izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan;

 b. bahwa berdasarkan hasil evaluasi, masih banyak usaha dan/atau kegiatan yang telah
memiliki izin usaha dan/atau kegiatan namun belum memiliki dokumen lingkungan hidup;

Menurut hemat saya sudah ada dasar yang tegas sebagai konsekwensi dari kegiatan atau usaha
yang wajib ijin lingkungan tetapi tidak memiliki izin lingkungan apakah itu yang telah memiliki ijin
usaha atau belum memiliki izin usaha sebagaimana disebut Pasal 109 ayat (1) dan Pasal 101 ayat
(2) UUPPLH yaitu:
"Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)". (Pasal 109 ayat (1) UUPPLH)
“Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan
tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah)”. (Pasal 111 ayat (2) UUPPLH)
Silahkan baca artikel terkait IZIN LINGKUNGAN

Pasal 109 ayat (1) dan Pasal 101 ayat (2) UUPPLH di atas menurut hemat saya merupakan tindak
pidana murni tidak termasuk dalam lingkup asas subsidiaritas hukum pidana lingkungan hidup atau
asas ultimum remidium (upaya terakhir) tetapi penggunan instrumen hukum pidana dengan asas
premium remidium (upaya yang utama) dalam menyelesikan sengketa lingkungan hidup dimaksud.
Silhkan baca artikel ASAS SUBSIDIARITAS HUKUM PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

Saya menduga ada sesuatu dibalik dekriminalisasi tindak pidana lingkungan hidup terkait izin
lingkungan ini, sesuatu itu pastinya hal yang positif untuk pembangunan yang berwawasan
lingkungan dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat yang berkeadilan.
19
Dokumen Lingkungan Hidup adalah dokumen yang memuat pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup yang terdiri atas:

 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal),

 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL),

 Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL),

 Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (DPPL),

 Studi Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (SEMDAL),

 Studi Evaluasi Lingkungan Hidup (SEL),

 Penyajian Informasi Lingkungan (PIL),

 Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL),

 Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPL),

 Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL),

 Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH),

 Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH), dan

 Audit Lingkungan.

(Pasal 1 Angka 1 PermenLHK No P.102/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016)

Ada yang menggelitik saya dari daftar Dokumen Lingkungan Hidup sebagaimana tersebut dalam
Pasal 1 Angka 1 PermenLHK No P.102/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 di atas, bahwa menurut
hemat saya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) terdiri dari 3 dokumen yaitu:

 Dokumen Kerangka Acuan (KA),

 Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), dan

 Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dan Rencana Pemantauan


Lingkungan Hidup (RPL),

Tapi dalam Pasal 1 Angka 1 PermenLHK No P.102 tahun 2016, selain dokumen “Amdal” juga disebut
dokumen “Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL)”

20
seolah olah RKL RPL bukan merupakan bagian dari Amdal.😊

Permenlhk P102 tahun 2016 bertujuan memberikan pedoman mengenai:


a. kriteria DELH dan DPLH;
b. muatan DELH dan DPLH;
c. penilaian DELH dan pemeriksaan DPLH;
d. pembinaan dan evaluasi kinerja DELH dan DPLH; dan
e. pendanaan penilaian DELH dan pemeriksaan DPLH.

E.FLOWCART

21
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
elektrokimia dapat digunakan sebagai metoderecovery logam perak (Ag) dari
limbah kegiatan foto Rontgen. Grafit dan tembaga dapat digunakan sebagai
anoda dan katoda dalam proses tersebut. Potensial/voltase untuk reaksi reduksi
logam perak adalah pada rentang voltase antara -1,8 volt dan -2,2 volt.Densitas
arus elektroplating perak dari limbah tersebut pada elektroda grafit- tembaga
berada pada kisaran -5 sampai -22 mA/cm2, sedangkan untuk elektroda grafit-
grafit pada interval -3 mA/cm2 sampai dengan -8 mA/cm2.

22
Daftar Pustaka
Ahmad, M. A. (2011). Analisa Pengaruh Besar Tegangan Listrik Terhadap
Ketebalan Pelapisan Chrom Pada Pelat Baja dengan Proses Elektroplating
Arslan, V., Ucurum, M., Vapur, H., & Bayat, O. (2011).Recovery of Silver from
Waste Radiographic Films by Chemical Leaching. Asian Journal of
Chemistry, 23 (1), 67-70.
Bard, A. J. and Faulkner, L. R., (2001) Electrochemical Methods: Fundamentals
and Applications, 2nd edition, 22 –
43, John Wiley and Sons, Inc.
Basmal.(2012). Pengaruh Suhu Larutan Elektrolit dan Waktu Pelapisan
Tembaga pada Plat Baja Lunak terhadap Nilai Ketebalan.Politeknosains ,
11 (1), 87-98.
Basuki, K. T., W, M. A., & Sudibyo.(2009). Pengaruh pH dan Tegangan pada
Pembuatan Serbuk Itrium dari Konsentrat Itrium Hasil Proses Pasir
Senotim dengan Elektrolisis. Seminar Nasional V , 543-547.
Buyang, Y., & Asmaningrum, H. P. (2015).Pengaruh Voltase dan Waktu
Terhadap Pengendapan Logam Mangan dan Seng pada Lempeng
Tembaga Menggunakan Metode Electroplating. Magistra, 2 (2), 226-
236.
Chem, T. J. (2003). A Novel Silver Recovery Method from Waste Photographic
Films with NaOH Stripping G ¨, 27, 127–133.
Darmono, 2001.Lingkungan Hidup dan Pencemaran (Hubungan dengan
Toksikologi Senyawa Logam). Jakarta: Universitas Indonesia Press

Kuswati, H., Handoyo, D., & Kohar, I. (2003).Perolehan Kembali Logam Perak dari
Limbah Cair Pencucian Film Studio Dibanding Film X-ray dengan
Menggunakan Metode Sn Flake. Unitas, 11 (2), 46-56.
Madhavan, A., S, S., & Balasubramani, S. (2015).Radiographic Waste
Management. World Journal of Pharmaceutical Research, 4 (9), 2050-

23
2058.
Marwati, S., Padmaningrum, R. T., & Marfuatun. (2009). Pemanfaatan Ion Logam
Berat Tembaga (II), Timbal (II), dan Seng (II) dalam Limbah Cair Industri
Electroplating untuk Pelapisan Logam Besi. Jurnal Penelitian Saintek, 14
(1), 17-40.
Masebinu, S. O., & Muzenda, E. (2014).Review of Silver Recovery Techniques
from Radiographic Effluent and X- ray Film Waste. Proceedings of the
World Congress on Engineering and Computer Science , 2, 22-24.
Modi, A., Shukla, K., Pandya, J., & Parmar, K. (2012). Extraction of Silver From
Photographic Waste, 2(11), 599– 606.
Parpalliwar, J. P., Patil, P. S., Patil, I. D., & Deshannavar, U. B. (2015).Extraction
of Silver from Wste X-ray Films Using Protease Enzyme. International
Journal of Advanced Biotechnology and Research , 6(2) : 220-226.
Paunovic, M. and Schlesinger, M., (1998) Fundamentals of Electrochemical
Fabrication, John Wiley & Sons, Inc.
New York.
Pourbaix, M., (1974), Atlas of Electrochemical Equilibria in Aqueous Solution, 2nd
English Edition, Houston Tech.
National Association of Corrosion Engineering, p. 331-341.
Prayitno,& Sukosrono. (2006). Sistem Reduktor Elektromagnetik untuk
Penurunan Kadar Ag dalam Limbah Cair.
Prosiding PPI-PDIPTN , 95-102.
Ramirez, P. A., Reyes, V. E., & Veloz, M. A. (2011).Silver Recovery from
Radiographic Films Using an Electrochemical Reactor. Int.J.
Electrochem, 6, 6151-6164.
Said, N. I. (2010).Metoda Penghilangan Logam Berat (As, Cd, Cr, Ag, Cu, Pb, Ni,
dan Zn) di dalam Air Limbah Industri. 6(2): 136-148.
Songkroah, C., Nakbanpote, C., & Thiravetyan, P. (2003).Recovery of Silver-
Thiosulphate Complexes with Chittin.

24
Process Biochemistry Journal, 39, 1553-1559.
Sufian dan Sarto, 2009, Pengolahan limbah cair rontgen dengan
metodeelektrodeposisi, Tesis S2MagisterSistem Teknik UGM,
Yogyakarta
Topayung, D. (2011). Pengaruh Arus Listrik dan Waktu Proses Terhadap
Ketebalan dan Massa Lapisan yang Terbentuk pada Proses Electroplating
Pelat Baja. Jurnal Ilmiah Sains, 11 (1), 97-101.
Widayatno, T., Hamid, Swasemba, I. A., dan Ghufran, M. K., (2015).Karakterisasi
Elektrokimia Larutan Elektrolit Rendah Sianida Untuk Elektroplating
Perak Dekoratif Ramah Lingkungan Ramah Lingkungan, Prosiding
Simposium Nasional RAPI XIV 2015 (c), 207–212.

25
26
27
28
29
30

Anda mungkin juga menyukai