475 925 1 SM
475 925 1 SM
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang sebaran spasial spesies HAB di lokasi budidaya kerang hijau
(Perna viridis), Kamal Muara, Jakarta Utara pada bulan Mei 2011. Sampel diambil secara vertikal di
sembilan stasiun dengan plankton-net. Spesies HAB yang ditemukan berasal dari kelas Dinophyceae
(Ceratium furca, Dinophysis caudata, Gonyaulax polygramma, Gonyaulax spinifera, Gymnodinium
catenatum, Gymnodinium sanguineum, Prorocentrum micans, dan Prorocentrum sigmoides);
Bacillariophyceae (Nitzschia spp., Chaetoceros spp., Skeletonema costatum, dan Thalassiosira spp.)
dan Raphidophyceae (Chattonella spp.). Berdasarkan peta isoplank diketahui bahwa sebaran
terpadat pada bulan Mei 2011 adalah di stasiun dekat muara.
Kata kunci : Harmful Algal Blooms, Kamal Muara, kerang hijau, dan sebaran spasial
ABSTRACT
Research on spatial distribution of Harmful Algal Bloom (HAB) species at green mussel (Perna
viridis) farming area, Kamal Muara, North Jakarta has been conducted in May 2011. Samples were
taken vertically at nine stations using plankton-net. The classes of HAB species found in this
research were Dinophyceae (Ceratium furca, Dinophysis caudata, Gonyaulax polygramma,
Gonyaulax spinifera, Gymnodinium catenatum, Gymnodinium sanguineum, Prorocentrum micans,
and Prorocentrum sigmoides); Bacillariophyceae (Nitzschia spp., Chaetoceros spp., Skeletonema
costatum, and alassiosira spp.) and Raphidophyceae (Chattonella spp.). Based on isoplank map, the
densest distribution in May 2011 was at stations near river mouth.
Keywords : Green mussel, Harmful Algae Bloom, Kamal Muara, and spatial distribution
28
Jurnal Akuatika Vol. III No. 1/ Maret 2012 (28-39)
ISSN 0853-2523
I. PENDAHULUAN Poisoning (PSP), Neurotoxic Shellfish
Harmful Algal Bloom (HAB) Poisoning (NSP), Amnesic Shellfish poisoning
merupakan fenomena yang umum terjadi di (ASP), dan Ciguatera Fish Poisoning (CFP).
perairan laut dan payau. Definisi HAB adalah Baik red tide maker maupun toxin producer,
pertambahan populasi fitoplankton, yang dapat keduanya memberikan dampak negatif, yang
menimbulkan kerugian baik pada manusia, harus dicegah untuk memproteksi kesehatan
biota laut, maupun ekosistem di sekitarnya masyarakat (GEOHAB, 2001).
(Wiadnyana, 1996; Praseno, 1996; Teluk Jakarta merupakan wilayah yang
Hallegraeff, 1991). Berdasarkan penyebabnya, berfungsi sebagai lahan budidaya perikanan.
peristiwa HAB dapat dikategorikan menjadi Salah satu kegiatan budidaya di Teluk Jakarta
dua, yaitu red tide maker dan toxin producer. yaitu budidaya kerang hijau (Perna viridis)
Peristiwa HAB oleh red tide maker yang berlokasi di Kamal Muara, Jakarta Utara.
disebabkan oleh ledakan populasi fitoplankton Teluk Jakarta dipengaruhi oleh perairan
berpigmen, sehingga warna air laut akan pesisir utara Jakarta, yang merupakan daerah
berubah sesuai dengan warna pigmen pada teluk semi tertutup pada ekosistem estuari.
spesies fitoplankton tertentu (Praseno, 2000). Perairan pesisir utara Jakarta merupakan
Warna air laut dapat berubah dari biru menjadi daerah yang memiliki banyak masukan
merah, merah kecoklatan, hijau, ungu, dan terrigenous dan nutrisi yang berasal dari 13
kuning. Ledakan populasi fitoplankton muara sungai, dan berada di dekat kawasan
tersebut dapat menutupi permukaan perairan, industri. Kondisi nutrisi melimpah dari
sehingga selain menyebabkan deplesi oksigen, limbah industri menjadikan perairan pesisir
juga dapat menyebabkan gangguan fungsi utara Jakarta paling produktif secara biologis
mekanik maupun kimiawi pada insang ikan. di Indonesia (Praseno & Kastoro, 1979).
Hal tersebut dapat mengakibatkan kematian Lokasi budidaya umumnya juga erat
massal pada ikan (Adnan, 1994; Hallegraeff, kaitannya dengan fenomena HAB. Hal
1991). tersebut dapat terjadi karena pengayaan unsur
Peristiwa HAB oleh toxin producer hara perairan akibat nutrisi berlebih dari
disebabkan metabolit sekunder, yang bersifat daratan, sungai, dan limbah industri terdekat.
toksik dari fitoplankton penyebab HAB Dampaknya adalah dapat terjadinya
tersebut. Toksin tersebut dapat terakumulasi eutrofikasi, yang memicu pertumbuhan
pada biota budidaya seperti ikan dan kerang. fitoplankton tertentu penyebab HAB
Toksin tersebut dapat menyebabkan peristiwa (Hallegraeff, 1991). Oleh sebab itu, potensi
keracunan, yaitu Diarrhetic Shellfish timbulnya dampak HAB di lokasi budidaya
Poisoning (DSP), Paralytic Shellfish kerang hijau (Perna viridis) Kamal Muara,
29
Mulyani, Riani Widiarti, dan Wisnu Wardhana
Jakarta Utara perlu dicegah agar tidak dimanfaatkan sebagai data awal untuk suatu
membahayakan kesehatan masyarakat dan sistem peringatan dini, sehingga dapat
sumberdaya perikanan. Hal tersebut perlu mencegah timbulnya dampak negatif HAB,
dilakukan karena produksi kerang hijau memproteksi kesehatan masyarakat dan
(Perna viridis) mencapai produksi 72.000 ton ekosistem, dan menjaga keberlanjutan usaha
per tahun (periode 2000-2004) (DPPK, 2006) budidaya kerang hijau (Perna viridis) di lokasi
dengan omset mencapai 200—500 ribu rupiah tersebut.
per pembudidaya per hari. Selain itu, budidaya
II. DATA DAN PENDEKATAN
tersebut merupakan sumber mata pencaharian
2.1. Alat dan Bahan
utama bagi penduduk Kamal Muara di
Peralatan yang digunakan dalam
sekitarnya (DPPK, 2006 & Fachrul & Syach,
pengambilan sampel, antara lain plankton-net
2006).
dengan mesh size 20 μm, botol sampel 250 ml,
Keberadaan spesies fitoplankton
botol sampel nutrisi 750 ml, termometer
penyebab HAB di lokasi budidaya kerang
batang, refractometer, pH indicator paper,
hijau (Perna viridis) di Kamal Muara, perlu
secchi disc (Ø 25 cm), DO meter, alat
mendapat perhatian secara khusus dari
pengukur arus, dan Global Positioning System
pemerintah, pihak industri, institusi penelitian,
(GPS). Peralatan dalam pencacahan yang
dan masyarakat. Hingga saat ini, belum ada
digunakan antara lain Sedgewick-rafter cell,
tindakan yang dilakukan, sehingga diperlukan
cover glass ukuran 18x18 mm dan 24x60 mm,
pemantauan untuk mencegah dampak negatif
gelas obyek ukuran 25,4 x 76,2 mm, pipet
HAB. Pencegahan dampak HAB dapat
pasteur, mikroskop, dan alat penghitung
dilakukan melalui pemantauan rutin untuk
(counter). Sedangkan bahan yang digunakan
memprediksi terjadinya pertambahan populasi
berupa sampel plankton dan formalin 40%.
fitoplankton penyebab HAB. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan melihat pola sebaran 2.2. Lokasi dan Waktu
spesies HAB di lokasi tersebut. Sampel plankton diambil dari sembilan
Penelitian bertujuan untuk mengetahui stasiun pada perairan lokasi budidaya kerang
sebaran spasial kepadatan spesies fitoplankton hijau (Perna viridis) Kamal Muara, Jakarta
penyebab HAB di lokasi budidaya kerang Utara (Gambar 1). Posisi stasiun ditentukan
hijau Kamal Muara, Jakarta Utara. Hasil secara purposive random sampling.
penelitian diharapkan dapat memberikan Pengambilan sampel dilakukan pada bulan
informasi mengenai pola sebaran spesies Mei 2011 (Musim Peralihan I). Sampel
fitoplankton penyebab HAB di lokasi tersebut. dicacah di Laboratorium Biologi Kelautan
Bentuk informasi yang diperoleh dapat Departemen Biologi FMIPA UI.
30
Jurnal Akuatika Vol. III No. 1/ Maret 2012 (28-39)
ISSN 0853-2523
31
Mulyani, Riani Widiarti, dan Wisnu Wardhana
32
Jurnal Akuatika Vol. III No. 1/ Maret 2012 (28-39)
ISSN 0853-2523
Stasiun
No Spesies
1 2 3 4 5 6 7 8 9
6 Gonyaulax spinifera - + - - + + + + +
7 Gymnodinium catenatum - - + - - - - - -
Gymnodinium
8 sanguineum - - + + - - + - -
9 Nitzschia spp. + + + + + + + + +
10 Prorocentrum micans + + + + + + + + +
11 Prorocentrum sigmoides - - + + - + + - -
12 Skeletonema sp. + + + + + + + + +
13 Thalassiosira spp. + + + + + + + + -
Keterangan : + = Ada - = Tidak ada
Gymnodinium sanguineum Red tide, reduksi kualitas air; efek hemolitik, hepatotoksisitas,
osmoregulatorik; toksik pada biota
Nitzschia spp. Amnesic Shellfish Poisoning (ASP)
Prorocentrum sigmoides Red tide, hypoxia, anoxia
Skeletonema costatum Hypoxia, anoxia
Thalassiosira spp. Hypoxia, anoxia
33
Mulyani, Riani Widiarti, dan Wisnu Wardhana
9
8
7
Kepadatan (log)
6
5
4
3
2
1
0
a
s
ta
la
ra
a
s
s
um
.
ra
c
de
pp
ro
an
em
eu
da
el
ur
fe
si
oi
m
e
at
as
ic
on
io
f
ni
in
au
oc
on
ra
m
en
m
C.
gu
ss
pi
hi
at
.c
et
sig
yg
et
at
la
P.
.s
Ch
sc
an
a
el
D
.c
al
ol
Ch
G
itz
P.
Sk
.s
Th
.p
G
N
G
G
Spe sie s
34
Jurnal Akuatika Vol. III No. 1/ Maret 2012 (28-39)
ISSN 0853-2523
Ceratium furca juga merupakan menyebabkan air berubah warna menjadi
penyebab red tide dari kelompok merah, bahkan berkaitan dengan kematian
Dinoflagellata, yang ditemukan di seluruh ikan (Hallegraeff, 1991). Spesies tersebut
stasiun. Spesies tersebut merupakan organisme ditemukan dengan kepadatan sel berkisar 45--
heterotof yang mampu melakukan migrasi 765 sel/L.
vertikal dari permukaan ke kolom air di Prorocentrum micans ditemukan
bawahnya dan sebaliknya, dan bersifat hampir di setiap stasiun penelitian. Apabila
kosmopolit (Okaichi, 2003; Tomas, 1997). berada dalam kondisi blooming, P. micans
Ceratium furca mampu berkompetisi dengan dapat menyebabkan efek toksisitas DSP pada
spesies fitoplankton lain, terutama dalam hal manusia dan juga dapat menyebabkan
ketersediaan nutrisi, cahaya matahari, dan hipoksia maupun anoksia bagi biota
faktor lingkungan lain. Ceratium furca sering (GEOHAB, 2001). Prorocentrum micans juga
ditemukan dalam jumlah melimpah dan dapat mengalami blooming bersamaan dengan
mendominasi spesies lain. Oleh karena itu, C. Ceratium furca. Spesies lain dari marga
furca lebih sering blooming, yang Prorocentrum, yaitu Prorocentrum sigmoides,
mengakibatkan kematian massal organisme diketahui berpotensi menyebabkan red tide,
laut karena dapat terjadi deplesi oksigen pada hipoksia, dan anoksia (GEOHAB, 2001).
perairan dan mempengaruhi kultur atau Keberadaan spesies tersebut umum di perairan
sumber daya lain (GEOHAB, 2001). Indonesia.
Keberadaan spesies Gonyaulax Spesies penyebab red tide yang
spinifera juga tercatat dengan kepadatan sel ditemukan dari kelompok Bacillariophyceae
berkisar 45--180 sel/L (Gambar 2). Spesies (Diatom), yaitu Chaetoceros spp.,
tersebut tidak bersifat toksik, tetapi dapat Skeletonema costatum, dan Thalassiosira spp.,
mengakibatkan anoksia dan hipoksia. juga ditemukan di lokasi penelitian.
Kematian massal yang disebabkan oleh G. Thalassiosira spp. berpotensi HAB, yaitu
spinifera pernah terjadi di perairan sebelah terutama jenis Thalassiosira mala, yang
barat Sumatera Barat pada bulan Desember pernah mengalami blooming pada bulan Maret
1997, dengan kepadatan mencapai 13,5 x 106 1998 di Teluk Jakarta, dengan kepadatan
sel/L (Praseno dkk., 1999). 55.000 sel/L. Sedangkan, pada penelitian
Gymnodinium sanguineum umumnya kepadatan total rata-rata adalah 96.800 sel/L.
menyebabkan red tide dan deplesi oksigen Ledakan spesies tersebut dapat mengakibatkan
terhadap invertebrata dan ikan. Gymnodinium keracunan asam domoik, apabila konsentrasi
sanguineum sering ditemukan blooming toksin melebihi batas toleransi >20 µg/gram
bersamaan dengan Ceratium furca, yang dapat berat daging kerang (Anderson et al., 2001).
35
Mulyani, Riani Widiarti, dan Wisnu Wardhana
36
Jurnal Akuatika Vol. III No. 1/ Maret 2012 (28-39)
ISSN 0853-2523
kisaran kepadatan 633.420 sel/L. Spesies memperlihatkan kepadatan tertinggi tersebar
tersebut dapat menyebabkan efek Amnesic di stasiun yang paling dekat dengan muara,
Shellfish Poisoning (ASP). Ledakan spesies kemudian berkurang semakin ke arah laut.
tersebut sering terjadi di perairan Kanada dan Pola sebaran fitoplankton tersebut
Australia (Hallegraeff, 1991). memperlihatkan kisaran kepadatan tertinggi
lebih terkonsentrasi pada stasiun yang paling
3.2. Sebaran Spasial Spesies HAB di Lokasi
dekat dengan muara (stasiun 2), kemudian
Penelitian
kepadatan berkurang secara diagonal.
Peta sebaran spesies fitoplankton
penyebab HAB pada bulan Mei (Gambar 3)
Gambar 3. Peta isoplank kepadatan fitoplankton HAB pada bulan Mei 2011
[Sumber: Data Pengolahan 2011.]
Kepadatan fitoplankton tertinggi pada mana kandungan zat hara cukup tinggi, karena
bulan Mei terutama di stasiun 2 (kepadatan muara sungai akan mendapat masukan nutrisi
16.500.000—20.500.000 sel/L), yang diikuti dari run-off dan akan mengalami penyuburan
stasiun 3, 4, 5, 7, 8 dan 9, dengan jumlah (Nontji, 1993). Pada saat pengambilan sampel
kepadatan 12.000.000—15.500.000 sel/L. juga ditemukan bahwa kadar NO3 di setiap
Menurut Wickstead (1965), fitoplankton stasiun berkisar 0,64--2,62 ppm (Tabel 4)
sangat melimpah pada daerah dekat muara dengan rata-rata 1,41 ppm dan berada di atas
sungai. Hal tersebut sesuai dengan kondisi di ambang batas normal (0,008 ppm).
37
Mulyani, Riani Widiarti, dan Wisnu Wardhana
38
Jurnal Akuatika Vol. III No. 1/ Maret 2012 (28-39)
ISSN 0853-2523
Fukuyo, Y., & V. M, Borja. 1991. Marine Praseno, D. P, Sugestiningsih, & E.
dinoflagellates in the Philippines. Asian Asnaryanti. 1997. Laporan tentang
Natural Science Centre, Tokyo: 34 hlm. kondisi plankton perairan Teluk Bayur
dan Teluk Bungus, Desember 1996.
GEOHAB. 2001. Global ecology and Laporan Kelautan dan Perikanan. DKP.
oceanography of harmful algal blooms Jakarta: 5 hlm.
science plan. SCOR & IOC, Paris: 84.
Praseno, D. P., Y. Fukuyo, R. Widiarti,
Hallegraeff, G.M. 1991. Aquaculturists guide Badrudin, Y. Efendi & S. S. Pain. 1999.
to harmful Australian microalgae. The HAB/Red Tide blooms in
Fishing Industry Traning Board of Indonesian waters 1997/1998. Dalam :
Tasmania, Tasmania: 111 hlm. Watson, I., G. Vigers, K-S Ong, C.
Mcpherson, N. Millson, A. Tang, & D.
Nontji, A. 1993. Laut nusantara. Penerbit Gass (eds.). 1999. Proceedings of the
Djambatan, Jakarta: 367 hlm. fourth ASEAN-Canada technical
conference on marine sciences, Johor :
Okaichi, T. 2003. Red tides. Terra Scientific 432--437.
Publishing Company, Tokyo: xvi + 439
hlm. Richard, M. 1987. Atlas du phytoplankton
marine: Diatomophyceae. 2nded.
Praseno, D. P. 1995. A study on HAB National De La Recherce, Paris: 285.
organisms in Indonesian waters. Dalam:
Proceedings of the International Smith, D.B. 1977. A Guide to marine coastal
Seminar on Marine Fisheries plankton and marine invertebrate larvae.
Environment, EMDEC & JICA, Tokyo. Kendall/Hun Publishing, California: 161
3(24): 119--126. hlm.
Praseno, D. P. 1996. Study on HAB organism Taylor, F. J. R, Y. Fukuyo & J. Larsen. 1995.
in Indonesian Waters. Dalam: Taxonomy of harmful Dinoflagellates.
Proceedings of the international seminar Dalam: Hallegraeff, G.M.,D.M.
on marine fisheries environment. 1(1): Andersen & A.D. Cambella (eds.). 1995.
119--126. Manual on harmful marine microalgae:
IOC Manuals and guides. UNESCO
Praseno. D. P. 2000. Retaid di perairan Paris. 4(33): 283--317.
Indonesia. LIPI, Jakarta: 82 hlm.
Tomas, C. R. 1997. Marine plankton
Praseno, D. P. & W. Kastoro. 1979. Evaluasi identification. Academic Press, London:
hasil pemonitoran kondisi perairan 875 hlm.
Teluk Jakarta tahun 1975--1979.
Lembaga Oseanografi Nasional Wiadyana, N. N. 1996. Mikroalga berbahaya
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, di perairan Indonesia. Oseanologi dan
Jakarta: 8 hlm. Limnologi di Indonesia 29: 15--28.
39