Anda di halaman 1dari 3

5.

Perlawanan terhadap Kolonialisme dan Imperialisme


a. Perlawanan terhadap Persekutuan Dagang
1) Sultan Baabullah Mengusir Portugis
Konflik antara kerajaan di Indonesia dan persekutuan/kongsi dagang Barat terjadi sejak
para kongsi dagang menunjukkan kecongkakannya. Sebagai contoh, Pada tahun 1529
terjadi perang antara Tidore dan Portugis.
Penyebab utamanya adalah Portugis menghalang-halangi perdagangan Banda dengan
Tidore. Portugis menembaki jung-jung (perahu) dari Banda yang akan membeli cengkih
ke Tidore. Tidore tidak terima dengan tindakan armada Portugis, lalu melakukan
perlawanan. Dalam perang tersebut, Portugis berhasil mengadu domba Kerajaan Ternate
dan Tidore. Portugis mendapat dukungan dari Ternate dan Bacan. Akhirnya, Portugis
mendapat kemenangan.
Rakyat Maluku sadar bahwa Portugis hanya akan merusak perdamaian. Sultan Hairun
berhasil menyatukan rakyat dan mengobarkan perlawanan pada tahun 1565. Portugis
terus terdesak oleh gempuran tentara kerajaan yang didukung rakyat. Portugis
menawarkan perundingan kepada Sultan Hairun. Sultan Hairun adalah raja yang cinta
damai sehingga menerima ajakan Portugis.
Pada tahun 1570, bertempat di Benteng Sao Paolo, terjadi perundingan antara Sultan dan
Portugis. Pada awal perundingan semua berjalan seperti sebuah pertemuan pada
umumnya, yaitu membicarakan suatu hal penting. Pada saat itu, Sultan Hairun tidak
menaruh curiga sedikit pun. Ia merasa bahwa perdamaian jauh lebih baik. Namun,
pada saat perundingan berlangsung tanpa disangka-sangka tiba-tiba Portugis menangkap
Sultan Hairun dan pada saat itu juga membunuhnya.

Kelicikan dan kejahatan Portugis tersebut menimbulkan kemarahan rakyat Maluku.


Sultan Baabullah (putera Sultan Hairun) dengan gagah melanjutkan perjuangan
ayahandanya dengan memimpin perlawanan. Pada saat bersamaan, Ternate dan Tidore
bersatu melancarkan serangan terhadap Portugis. Akhirnya, pada tahun 1575, Portugis
berhasil diusir dari Ternate. Selanjutnya, Portugis melarikan diri dan menetap di Ambon.
Pada tahun 1605, Portugis berhasil diusir oleh VOC dari Ambon. Portugis kemudian
menyingkir ke Timor Timur/Timor Leste dan melakukan kolonisasi di tempat itu.

2) Perlawanan Aceh
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), armada Aceh telah
disiapkan untuk menyerang kedudukan Portugis di Malaka. Saat itu, Aceh telah memiliki
armada laut yang mampu mengangkut 800 prajurit. Pada saat itu, wilayah Kerajaan Aceh
telah sampai di Sumatra Timur dan Sumatra Barat. Pada tahun 1629, Aceh mencoba
menaklukkan Portugis, tetapi penyerangan yang dilakukan Aceh ini belum berhasil
mendapat kemenangan. Meskipun demikian, Aceh masih tetap berdiri sebagai kerajaan
yang merdeka.

3) Ketangguhan “Ayam Jantan dari Timur”


Sultan Hasanuddin sangat ditakuti Belanda karena ketangguhannya melawan Belanda
sehingga disebut sebagai “Ayam Jantan dari Timur”. Sultan Hasanuddin adalah Raja
Gowa di Sulawesi Selatan. Suatu ketika, Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dan Bone
(Arung Palaka) berselisih paham. Hal ini dimanfaatkan VOC dengan mengadu domba
kedua kerajaan tersebut. VOC memberikan dukungan, sehingga Bone menang saat perang
dengan Gowa tahun 1666. Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian
Bongaya pada 18 November 1667.

Perjanjian Bongaya adalah perjanjian antara Sultan Hasanuddin dan VOC. Isi perjanjian
Bongaya sebagai berikut :
a) Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar;
b) Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makassar;
c) Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar
Makassar;
d) Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Perjanjian Bongaya telah memangkas kekuasaan Kerajaan Gowa sebagai kerajaan
terkuat di Sulawesi. Tinggal kerajaan-kerajaan kecil, yang sulit melakukan perlawanan
terhadap VOC.

4) Serangan Mataram terhadap VOC


Mataram adalah kerajaan besar di Jawa Tengah. Keberadaan VOC di Batavia sangat
membahayakan Mataram. Pada awalnya, Mataram dengan Belanda dianggap menjalin
hubungan baik. Belanda diizinkan mendirikan benteng gudang (loji) untuk kantor dagang
di Jepara pada tahun 1615. Belanda juga memberikan dua meriam untuk Kerajaan
Mataram.
Perselisihan antara Mataram dan Belanda terjadi karena nafsu monopoli Belanda. Pada
tanggal 8 November 1618, Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen memerintahkan
van der Marct menyerang Jepara. Kerugian Mataram sangat besar. Peristiwa tersebut
memperuncing perselisihan antara Mataram dan Belanda. Raja Mataram Sultan Agung
segera mempersiapkan penyerangan terhadap kedudukan VOC di Batavia. Serangan
pertama dilakukan pada tahun 1628. Pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Baurekso,
yang tiba di Batavia tanggal 22 Agustus 1628. Selanjutnya, menyusul pasukan
Tumenggung Sura Agul-Agul, dan kedua bersaudara yaitu Kiai Dipati Mandurejo dan
Upa Santa.

Serangan pertama mengalami kegagalan. Hal ini terjadi selain karena kurangnya
perbekalan, juga disebabkan Mataram kurang matang dalam memperhitungkan medan
pertempuran. Faktor lain adalah persenjataan Belanda jauh lebih modern dibandingkan
tentara Mataram.
Serangan pertama yang dilakukan oleh Mataram gagal sehingga terpaksa pasukan
ditarik kembali ke Mataram tanggal 3 Desember 1628. Pada serangan tersebut, tidak
kurang 1.000 prajurit Mataram gugur dalam medan pertempuran. Mataram segera
mempersiapkan serangan kedua, dengan pimpinan Kyai Adipati Juminah, K.A. Puger,
dan K.A. Purbaya. Persiapan dilakukan dengan lebih matang. Gudang-gudang dan
lumbung persediaan makanan didirikan di berbagai tempat. Setelah semua persiapan
selesai, pengepungan secara total terhadap Batavia pun dilakukan. Serangan dimulai pada
tanggal 1 Agustus dan berakhir 1 Oktober 1629. Namun, serangan kedua ini pun gagal,
karena faktor kelemahan yang sama seperti pada serangan pertama serta lumbung padi
persediaan makanan banyak dihancurkan Belanda sehingga semakin memperlemah
kekuatan Mataram.
Pada tahun 1799, terjadi peristiwa penting dalam sejarah kolonialisme dan imperialisme
Barat di Indonesia. VOC dinyatakan bangkrut hingga dibubarkan. Keberadaan VOC
sebagai kongsi dagang yang menjalankan roda pemerintahan di negeri jajahan seperti
di Indonesia tidak dapat dilanjutkan lagi. Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC
dinyatakan bubar. Semua utang piutang dan segala milik VOC diambil alih oleh
pemerintah. Setelah dibubarkannya VOC, Indonesia berada langsung di bawah
pemerintah Hindia Belanda.

Anda mungkin juga menyukai