Anda di halaman 1dari 11

Accelerat ing t he world's research.

LAPORAN PENDAHULUAN
ANEMIA
Oktaviani Rahayu

Want more papers like


this?

Download a PDF Pack of


related papers

Search Academia's catalog of


22 million free papers

Downloaded from Academia.edu 
LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktik Belajar Lapangan


Keperawatan Medikal Bedah

Oleh

FIRDAUS NURUL AZMI

(G1A160032)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALE BANDUNG

2019
A. Pengertian
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan
suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh (Smeltzer, 2001).
Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria WHO
pada tahun 1968, dengan kriteria sebagai berikut (Handayani & Andi, 2008):
 Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
 Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
 Perempuan dewasa hamil Hb < 11 gr/dl
 Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
 Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dl
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada
umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani &
Andi, 2008):
 Hb < 10 gr/dl
 Hematokrit < 30%
 Eritrosit < 2,8 juta/mm2

A. Etiologi
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai
berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah

2
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan
obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan
mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu
atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan
dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan
oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.

B. Tanda Gejala
Menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia dibagi
menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
 Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
 Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
 Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
 Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia

3
 Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
 Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
 Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
 Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia
tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis
dan telapak tangan berwatna kuning seperti jerami.

C. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau
akibat penyebab yang tidak diketahui. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel
fagositik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa.
Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam
fagositi akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma.
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, makan
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Pada
dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal, yaitu anoksia organ target karena
berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia. Kombinasi kedua penyebab ini
akan menimbulkan gejala yang disebut sindrom anemia (Handayani & Andi,
2008).

D. Komplikasi

4
1. Gagal jantung
2. Kejang
3. Perkembangan otot buruk (jangka panjang)
4. Daya konsentrasi menurun
5. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose
anemia adalah (Handayani & Andi, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
 Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen,
seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan
MCHC), asupan darah tepi.
 Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit
dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap
darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
 Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan
diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidak
memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
 Faal ginjal
 Faal endokrin
 Asam urat
 Faat hati
 Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
 Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
 Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
 Pemeriksaan sitogenetik.

5
 Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,
FISH: fluorescence in situ hybridization).

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya,
dapat dilakukan dengan (Baughman, 2000):
1. Anemia Aplastik
 Transplantasi sumsum tulang.
 Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
 Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
 Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel
darah merah dan trombosit.
 Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan
orang-orang yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
 Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi
gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
 Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
 Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
 Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
 Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)
Anemia defisiensi vitamin B12:
 Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada
vege tarian ketat).
 Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak
terdapatnya faktor-faktor instriksik.
 Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien
anemia pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
Anemia defisiensi asam folat:

6
 Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
 Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
 Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin
prenatal).
4. Anemia sel sabit
 Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
 Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
 Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
 Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih ringan.
 Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak
responsive terhadap terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan
darah sabit, dan kadang-kadang setengah dari masa kehamilan untuk
mencegah krisis.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perubahan ikatan O2 dengan
Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat
intake makanan.
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
4. Defisit perawatan diri b.d ketidakmampuan dalam memenuhi ADL.

H. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, intervensi:
 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul.
 Monitor adanya paretese.
 Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
laserasi.
 Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.

7
 Monitor adanya tromboplebitis.
 Monitor kemampuan BAB.
 Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik sesuai kebutuhan.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi:


 Kaji adanya alergi makanan.
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan.
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein dan vitamin
C.
 Berikan substansi gula.
 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
 Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi).
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.

3. Intoleransi aktifitas, intervensi:


 Kaji kesesuaian aktivitas dan istirahat klien sehari-hari.
 Observasi adanya pembatasan klien dalam beraktifitas.
 Monitor gejala intoleransi aktivitas.
 Menentukan penyebab intoleransi aktivitas&menentukan apakah
penyebab dari fisik, psikis/motivasi.
 Meningkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi
dapat perubahan posisi, berpindah & perawatan diri.
 Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap.
 Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt
mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital.

8
 Bantu klien memilih aktifitas yang mampu untuk dilakukan.

4. Deficit perawatan diri, intervensi:


 Pertimbangkan usia pasien ketika meningkatkan aktivitas perawatan
diri.
 Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri.
 Berikan lingkungan yang aman, hangat, santai, tertutup.
 Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan diri
secara mandiri.
 Dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari sampai
batas kemampuan.
 Dorong kemampuan mandiri pasien, tetapi bantuk ketika pasien
tidak mampu melakukannya.

9
DAFTAR PUSTAKA
.
Handayani, W., Andi, S. H. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan siste hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddart.
Jakarta: EGC.
https://www.academia.edu/27782640/LAPORAN_PENDAHULUAN_ANEMIA
https://www.academia.edu/33462840/LAPORAN_PENDAHULUAN_ANEMIA

10

Anda mungkin juga menyukai