Anda di halaman 1dari 8

PATOFISIOLOGI

“KANKER PAYUDARA”

Kelompok 8 :
Ni Ketut Dana Vira Jati (2002561124)
I Gusti Ngurah Agung Surya Pratama (2002561126)
Made Nadia Putri Wulandari (2002561128)
Nyoman Dian Pradnya Paramitha (2002561130)
Pande Sasa Kristina Dewi (2002561132)
Ni Putu Swandewi Widia Putri (2002561134)
Sevilla Maria Pangaribuan (2002561136)
Maryones Margareth Manobi (2002561138)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
I. DEFINISI
Kanker payudara (Carcinoma mammaee) dalam bahasa Inggris disebut breast
cancer merupakan kanker pada jaringan payudara. Ca Mammae paling umum menyerang
wanita, walaupun laki-laki mempunya potensi terkena akan tetapi kemungkinan sangat
kecil dengan perbandingan 1 diantara 1000. Ca Mammae terjadi karena kondisi sel telah
kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan
yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Ca Mammae sering didefinisikan sebagai
suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, ca mammae
menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. Angka kejadian ca
mammae di Indonesia diperkirakan 12/100.000 wanita. Penyakit ini juga dapat diderita
oleh laki-laki dengan frekuensi sekitar 1%. Lebih dari 80% kasus ca mammae di
Indonesia ditemukan pada stadium lanjut sehingga upaya pengobatan sulit dilakukan.
Pemahaman mengenai upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun
paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik sangat diperlukan agar pelayanan pada
penderita dapat dilakukan secara optimal (Kemenkes, 2013).

II. ETIOLOGI
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Kanker payudara terjadi
akibat gangguan dalam pertumbuhan sel normal mammae dimana sel abnormal timbul
dari sel – sel normal, berkembang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh
darah (Carpenito, 2000).

III. DIAGNOSIS
1. SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)
SADARI sangat penting dilakukan untuk mendeteksi kanker sejak dini.
Terutama pada stadium awal kanker payudara seringkali tidak menimbulkan gejala.
Dengan mendeteksi kanker lebih dini, pengobatan kanker payudara pun akan lebih
efektif dan kemungkinan sembuh pun masih sangat besar. Apabila setelah melakukan
SADARI ditemukan adanya benjolan di payudara atau gejala kanker payudara lainnya,
hendaklah melakukan pemeriksaan di rumah sakit untuk memastikan penyebab gejala
tersebut.
2. SADANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis)
Dalam melakukan SADANIS dokter akan memeriksa payudara dengan
tangan kosong untuk melihat bentuk, ukuran, warna, dan tekstur payudara guna
mendeteksi kemungkinan terkena kanker. Ketika melakukan pemeriksaan ini, dokter
atau perawat biasanya akan meraba payudara secara sistematis dengan gerakan
melingkar guna mendeteksi letak benjolan di sekitar payudara. Selain itu dokter juga
akan melihat kelenjar getah bening di ketiak dan atas tulang selangka. Jika adanya
pembengkakan atau benjolan, dokter akan segera melakukan pemeriksaan lanjutan
dengan tes lainnya.
3. Mammografi (Mamografi)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendiagnosis keberadaan kanker payudara,
baik pada wanita yang memiliki gejala atau tanpa gejala. Mamografi dilakukan
dengan mengambil gambar jaringan di masing-masing payudara dengan sinar X
untuk mengetahui adanya area yang berbeda pada payudara. Pemeriksaan
mammografi bisa mendeteksi keberadaan benjolan kanker payudara ketika
ukurannya masih kecil dan belum terasa jika disentuh. Ketika mamogram (hasil
gambar mammografi) menunjukkan ada area yang berbeda di payudara, dokter akan
melakukan tes lanjutan. Tes ini direkomendasikan bagi wanita yang sudah memasuki
usia lanjut, sebagai salah satu cara untuk mendeteksi dini kanker payudara.
4. USG (Ultrasonografi) Payudara atau USG Mammae
USG Payudara atau USG Mammae merupakan tes pemeriksaan kanker
dengan bantuan gelombang suara yang menampilkan gambar di layar komputer
untuk mendeteksi perubahan pada payudara, seperti benjolan atau perubahan jaringan
serta dapat membedakan benjolan berisi kista payudara atau cairan dan massa padat
yang mungkin menjadi cikal bakal kanker.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Payudara
Magnetic Resonance Imaging (MRI) Payudara merupakan pemeriksaan
kanker payudara dengan menggunakan magnet dan gelombang radio. Umumnya
MRI dilakukan setelah seseorang didiagnosis memiliki kanker payudara.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ukuran kanker dan mencari
kemungkinan tumor lain di payudara. Selain itu MRI payudara juga sering dilakukan
untuk mendeteksi kanker pada wanita yang berisiko tinggi terkena kanker payudara.
6. Biopsi Payudara
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel jaringan yang dicurigai
terdapat sel kanker di dalamnya yang nantinya akan diperiksa di laboratorium di
bawah mikroskop, untuk dilihat karakteristiknya.

IV. CIRI-CIRI KANKER PAYUDARA


Ciri-ciri seseorang yang terkena kanker payudara :
1. Munculnya benjolan di payudara
2. Warna kulit payudara berubah
3. Puting terasa sakit
4. Keluarnya cairan berwarna dari puting
5. Payudara besar sebelah
6. Puting melesak atau tertarik ke dalam

V. FAKTOR RISIKO
1. Tumor jinak pada payudara
Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang menderita atau pernah menderita
kelainan proliferatif memiliki peningkatan risiko untuk mengalami kanker payudara
2. Perokok pasif
Wanita perokok akan memiliki tingkat metabolisme hormon estrogen yang lebih
tinggi dibanding wanita yang tidak merokok. Hormon estrogen ini berpengaruh
terhadap proses proliferasi jaringan payudara.
3. Pola konsumsi makanan berlemak
Beberapa Case control study menunjukkan bahwa pola diet makanan berlemak
dengan frekuensi yang tinggi akan dapat meningkatkan risiko terkena kanker
payudara serta penelitian beberapa penelitian yang lainnya.
4. Lama menggunakan Kontrasepsi Oral
Kandungan estrogen dan progesteron pada kontrasepsi oral akan memberikan efek
proliferasi berlebih pada duktus ephitelium payudara.
5. Umur Menstruasi Pertama
Umur menstruasi yang lebih awal berhubungan dengan lamanya paparan hormon
estrogen dan progesteron pada wanita yang berpengaruh terhadap proses proliferasi
jaringan termasuk jaringan payudara
6. Riwayat Kanker Payudara pada Keluarga
Seseorang akan memiliki risiko terkena kanker payudara lebih besar bila pada
anggota keluarganya ada yang menderita kanker payudara atau kanker ovarium

VI. PATOGENESIS
Patigenesis pada kanker payudara dapat dijabarkan menjadi beberapa fase. Adapn fase
tersebut sebagai berikut.
1. Hiperplasia ductal
Terjadi proliferasi sel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata dengan inti saling
tumpang tindih dan lumen ductus tidak teratur.
2. Hiperplasia atipik (klonal)
Sitoplasma sel menjadi lebih jelas dan tidak tumpeng tindih dengan lumen duktus
yang teratur. Secara klinis risiko kanker payudara meningkat.
3. Karsinoma in situ
Proliferasi belum menginvasi stroma atau menembus membrane basal. Karsinoma in
situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara, bahkan hingga bilateral
dan tidak teraba pada pemeriksaan serta tidak terlihat pada pencitraan.
4. Karsinoma Invasif
Terjadi saat sel tumor telah menembus membrane basal dan menginvasi stroma. Sel
kanker dapat menyebar baik secara hematogen maupun limfonogen dan dapat
menimbulkan metastasis.
Patogenesis penyakit kanker payudara juga dapat dijabarkan menurut teori Suddarth dan
Brunner (2003) menjadi beberapa tahapan, yaitu sebegai berikut.
1. Tahap I mulai tubuh tumor kurang dari 2 cm dan tidak sampai terdeteksi metastase
dan sampai mengenai nodus limfe
2. Tahap II mulai berkembang tumor menjadi lebih besar dari 2 – 5 cm. Namun masih
belum terdeteksi metastase
3. Tahap III tumor mulai berkembang lebih dari 5 cm dengan sembarang bentuk dan
ukuran yang menelusuri kulit dengan kondisi nodus limfe terfiksasi positif. Namun
tahap ini masih belum terbukti adanya metastase.
4. Tahap IV merupakan tahap puncak dimana tumor sudah berkembang dalam
sembarang bentuk dan ukuran dan telah terindikasi adanya metastase jauh.

VII. DERAJAT PENYAKIT


Stadium 1
Pada stadium ini, benjolan kanker tidak melebihi dari 2 cm dan tidak menyebar
keluar dari payudara. Perawatan sistematis akan diberikan pada kanker stadium ini,
tujuannya adalah agar sel kanker tidak dapat menyebar dan tidak berlanjutan. Pada
stadium ini, kemungkinan sembuh total untuk pasien adalah sebanyak 70%.

Stadium 2
Biasanya besarnya benjolan kanker sudah lebih dari 2 hingga 5 cm dan tingkat
penyebarannya pun sudah sampai daerah kelenjar getah bening ketiak.Atau juga belum
menyebar kemana-mana. Dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel kanker yang ada
pada seluruh bagian penyebaran, dan setelah operasi dilakukan penyinaran untuk
memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal. Pada stadium ini, kemungkinan
sembuh total untuk pasien adalah sebanyak 30-40%
Stadium 3
Berdasarkan data dari Depkes, 87% kanker payudara ditemukan pada stadium ini.
Benjolan kanker sudah berukuran lebih dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar limfa
disertai perlengketan satu sama lain atau perlengketan ke struktur lainya.
VIII. PENCEGAHAN
Pencegahan primer dilakukan sebagai usaha agar tidak terkena kanker payudara
antara lain dengan mengurangi atau meniadakan faktor-faktor risiko yang diduga sangat
erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara.
Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker payudara. Skrining
kanker payudara adalah pemeriksaan atau usaha menemukan abnormalitas yang
mengarah pada kanker payudara pada seseorang atau kelompok orang yang tidak
mempunyai keluhan. Tujuan skrining adalah untuk menurunkan angka morbiditas akibat
kanker payudara dan angka kematian (Khasanah, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Indrati, R. (2005). Faktor faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara
wanita. Jurnal Epidemiologi.
Kuswara, Heri. (2019). Diagnosa Penderita Penyakit Kanker Payudara Menggunakan Metode
Naïve Bayes. Journal of Information Management. http://ejournal-
binainsani.ac.id/index.php/IMBI/article/view/1191
RP Astuti. (2018). Ca Mammae Kanker Payudara. http://repository.unimus.ac.id/3268/3/BAB
%202.pdf
Sebastiani, F. et al., 2016. Breast Cancer Increased Incidence of Breast Cancer in
Postmenopausal Women with High Body Mass Index at the Modena Screening Program. , 19(3),
pp.283–291.

Anda mungkin juga menyukai