Anda di halaman 1dari 11

BAB 4

PENINGKATAN KEAMANAN,
KETERTIBAN, DAN PENANGGULANGAN
KRIMINALITAS

Upaya penanggulangan gangguan keamanan, ketertiban, dan


tindak kriminalitas telah menunjukkan hasil yang cukup
menggembirakan walaupun masih ditemukan gangguan keamanan dan
hambatan yang dapat mengganggu suasana yang sudah kondusif
tersebut. Upaya pemberantasan perjudian, penanganan pembalakan
liar (illegal logging) dan pencurian ikan (illegal fishing), serta
penanganan penyalahgunaan narkoba yang relatif intensif pada akhir-
akhir ini telah menunjukkan hasil yang signifikan. Langkah
Pemerintah tersebut akan terus dilakukan secara konsisten dan
seyogyanya didukung penuh oleh seluruh lapisan masyarakat agar
kondisi aman dan tertib dapat semakin diwujudkan. Selain itu,
pemberantasan perjudian yang konsisten juga akan membangkitkan
semangat warga untuk bekerja keras dan tidak terbuai oleh harapan
kosong keuntungan berlipat.
Faktor kompleksitas kepentingan sosial politik, ketidakadilan,
kesenjangan kesejahteraan ekonomi, dan provokasi yang
mengeksploitasi perbedaan etnis, agama dan golongan merupakan
faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya gangguan keamanan
dan ketertiban terutama konflik berdimensi kekerasan di beberapa
daerah. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara
langsung di beberapa wilayah yang tidak disertai dengan kepatuhan
terhadap hukum dan kematangan elite politik masyarakat daerah telah
menyebabkan berbagai kerusuhan sosial dan konflik horizontal. Selain
itu, sebagai konsekuensi letak geografis yang strategis pada
persimpangan dua benua dan dua samudra, Indonesia secara langsung
dan tidak langsung juga menjadi lokasi tindak kejahatan transnasional
seperti penyalahgunaan narkoba. Pesatnya perkembangan teknologi
informasi dan makin meningkatnya globalisasi juga menyebabkan
kejahatan transnasional semakin kompleks dan makin tinggi
intensitasnya serta dapat dikendalikan dari wilayah di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sementara itu, masih
rendahnya kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum
juga menyebabkan kepatuhan masyarakat terhadap hukum pada setiap
kejadian tindak pidana masih rendah, bahkan kecenderungan main
hakim sendiri masih tinggi.

I. Permasalahan yang Dihadapi


Semakin meningkatnya kekhawatiran dan keresahan
masyarakat terhadap semakin merebaknya tindak kriminal sebagai
akibat penyalahgunaan narkoba merupakan kondisi yang sangat
memprihatinkan. Pada umumnya pengguna narkoba merupakan
golongan pemuda baik yang masih duduk di bangku sekolah dan
perguruan tinggi, sedangkan pengedarnya adalah orang-orang yang
memiliki jaringan yang kuat dengan bandar narkoba.
Kesigapan aparat keamanan dalam mendeteksi dan mengatasi
gejala awal telah mampu meredam potensi konflik menjadi tidak
muncul ke permukaan. Makin meningkatnya toleransi masyarakat
terhadap keberagaman dan makin meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya rasa aman dalam beraktivitas
menjadikan upaya adu domba SARA antarkelompok masyarakat
dapat dihindari. Namun, hal tersebut perlu terus diamati karena
sewaktu-waktu dapat muncul kembali dengan adanya gesekan-
gesekan dari oknum yang tidak bertanggung jawab.

04 - 2
Sampai saat ini, pembangunan kelautan dan perikanan telah
memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi perekonomian
nasional dan peningkatan penerimaan negara. Namun, pelaksanaannya
masih dihadapkan pada berbagai kendala yang harus segera
mendapatkan penanganan tersendiri. Berbagai masalah tersebut,
antara lain, masih maraknya praktik pencurian ikan (illegal fishing),
terjadinya pencemaran laut, lemahnya penegakan hukum, rendahnya
kesadaran bangsa akan arti pentingnya dan nilai strategis sumber daya
kelautan, dan belum optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan pulau-
pulau kecil, terutama yang berada di wilayah terluar/terdepan. Jika
tidak mendapat perhatian yang cukup, masalah ini dapat menjadi salah
satu pemicu ketidakstabilan, keamanan, dan rawan gangguan terhadap
faktor-faktor pengaruh negatif dari negara tetangga. Untuk itu,
Pemerintah telah mengambil langkah-langkah penanganan masalah
yang intensif mengenai rancangan instruksi Presiden tentang
Pemberantasan dan Pencegahan Penangkapan Ikan secara Ilegal di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
Kejahatan transnasional di bidang kehutanan terjadi dengan
semakin maraknya pencurian kayu dari hutan Indonesia yang
dilakukan oleh pelaku yang berasal dari negara-negara tetangga atau
pelaku yang berperan aktif memfasilitasi perdagangan kayu hasil
pembalakan liar (illegal logging). Hal tersebut terjadi akibat adanya
kesenjangan yang besar antara permintaan dan pasokan kayu legal,
yang untuk kebutuhan industri domestik saja diperkirakan mencapai
35–40 juta meter kubik per tahun. Kesenjangan tersebut dipenuhi dari
pembalakan liar. Industri pengolahan kayu yang bergantung pada
kayu yang ditebang secara ilegal mencapai 65 persen dari pasokan
total di tahun 2000. Pembalakan liar ditengarai sebagai ancaman yang
paling serius bagi keberlanjutan fungsi hutan, baik dari aspek
ekonomi, ekologis, maupun sosial. Kerugian hutan Indonesia akibat
praktik pembalakan liar diperkirakan mencapai US$ 5,7 miliar atau
sekitar Rp46,74 triliun per tahun, belum termasuk nilai kerugian dari
aspek ekologis seperti musnahnya spesies langka serta terganggunya
daerah aliran sungai yang berimbas pada kehidupan manusia dan
sekitarnya yang berpotensi menimbulkan dampak bencana seperti
tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan. Upaya mengatasi
masalah pencurian kayu itu adalah suatu usaha yang sulit mengingat
pelakunya memiliki jaringan yang sangat luas dan sulit tersentuh.

04 - 3
Pemerintah dalam upaya mengatasi masalah tersebut dari segi yuridis
telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang
Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan
Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Semangat baru
yang dilandasi penegakan hukum yang tegas, diharapkan akan mampu
memutus jaringan peredaran kayu ilegal baik domestik maupun
antarnegara.

II. Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai


Langkah kebijakan yang akan ditempuh untuk meningkatkan
keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas adalah
sebagai berikut.
1) penguatan koordinasi dan kerja sama antara kelembagaan
pertahanan dan keamanan;
2) peningkatan kapasitas dan kinerja lembaga keamanan, yaitu
Polri, TNI, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Intelijen
Negara (BIN), Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), Badan
Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Koordinasi Kemanan
Laut (Bakorkamla);
3) peningkatan kegiatan dan operasi bersama keamanan di laut;
4) peningkatan upaya komprehensif pengurangan pemasokan
dan pengurangan permintaan narkoba;
5) peningkatan pengamanan di wilayah perbatasan;
6) pembangunan upaya pemolisian masyarakat (community
policing) dan penguatan peran aktif masyarakat dalam
menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat;
7) peningkatan penegakan undang-undang dan peraturan serta
mempercepat proses penindakan pelanggaran hukum.
Dalam kurun waktu sepuluh bulan terakhir hasil-hasil penting
yang telah berhasil dicapai, antara lain, adalah sebagai berikut.

04 - 4
1) Pengembangan jaringan telah dilakukan pada Pos Intelijen
Wilayah pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan
pada Pos Intelijen Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota. Selain
itu, peningkatan kerja sama internasional di bidang intelijen
yang handal telah dilaksanakan melalui koordinasi seluruh
badan-badan intelijen pusat dan daerah di seluruh wilayah
NKRI serta kerja sama institusi intelijen negara-negara ASEAN
dengan pertukaran informasi intelijen.
2) Sebagai langkah pemantapan hasil penelitian dan
pengembangan materiel persandian, telah diciptakan prototipe
sistem sandi dan peralatan sandi yang memberikan jaminan
keamanan bagi terselenggaranya jaring komunikasi sandi di
seluruh instansi pemerintah. Hal ini didukung dengan
pengadaan alat laboratorium, perekayasaan perangkat lunak
persandian, perekayasaan peralatan sandi, penelitian penguasaan
teknologi, dan penelitian peralatan sandi.
3) Untuk mengatasi kapasitas pendidikan Polri yang terbatas,
telah dibangun lima Sekolah Polisi Negara (SPN) dalam tahun
2004 yang terletak di Lombok, Kendari, Bandarlampung, Jambi,
dan Palu. Tahun 2005 dibangun satu SPN di Bengkulu,
sehingga saat ini di setiap Polda telah terbentuk SPN kecuali di
Kalimantan Tengah, Yogyakarta dan Kepulauan Riau.
Demikian juga halnya dengan pola pendidikan, telah dilakukan
penyesuaian dengan pola 5 bulan pembelajaran di kelas, 5 bulan
magang/pelatihan kerja di lapangan dan 1 bulan pembulatan.
Setiap tahun dilaksanakan dua gelombang pendidikan
pembentukan bintara, sehingga jumlah personel Polri yang pada
awal tahun 2002 sebesar 251.564 personnel, pada saat ini telah
mencapai jumlah 305.456 personel.
4) Selanjutnya, guna mendukung kendali operasional telah
dibangun sistem operasional yang menjadikan jaringan dasing
(on-line) di seluruh jajaran dengan Markas Besar. Hal tersebut
juga didukung pembangunan manajemen informasi sistem yang
memungkinkan penyampaian data secara waktu nyata (real
time). Seluruh jaringan dapat dikendalikan dari satu ruangan
kendali pusat krisis (crisis centre) di Markas Besar dan
terhubung keseluruh Polda secara dasing (on-line), bahkan dapat

04 - 5
terhubung dengan tempat kejadian perkara dengan sistem
komunikasi bergerak.
5) Dalam rangka pemulihan keamanan, khususnya dalam
menghadapi konflik yang terjadi di beberapa wilayah, antara
lain, NAD, Papua, Maluku, dan Sulawesi (Poso, Morowali,
Mamasa, dan Tentena), telah dilaksanakan operasi penegakan
hukum dan operasi terpadu antara Polri, TNI dan pemerintah
daerah.
Sementara itu, dalam menyelesaikan konflik vertikal di Provinsi
NAD, Polri telah menggelar operasi penegakan hukum yang
merupakan bagian dari lima program operasi terpadu.
Berhasilnya penyelenggaraan Pemilu 2004 di Provinsi NAD
merupakan suatu indikator bagi pemulihan keamanan di
wilayah tersebut. Meskipun masih terjadi kerawanan yang
bersifat fluktuatif, secara umum konflik yang terjadi di Poso
dan Maluku telah dapat dipulihkan dari darurat sipil ke tertib
sipil yang didukung oleh segenap unsur aparatur negara dan
masyarakat yang telah mampu memelihara dinamika situasi.
6) Telah terjalin kerja sama internasional dalam rangka
menjawab tantangan global dan semua bentuk gangguan
keamanan yang tidak lagi mengenal batas negara (borderless
crime), kerja sama internasional merupakan jawaban bagi
seluruh penegak hukum di dunia untuk bangkit memerangi
kejahatan yang bersifat trans nasional.
Kerja sama internasional teknis profesional penanggulangan
kejahatan juga telah dilakukan dengan Jerman (GSG), Jepang
(JICA), dan Amerika Serikat (ICITAP, ATA, DEA).
Selanjutnya, dalam rangka memberikan perlindungan bagi
warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, maka telah
ditempatkan perwira penghubung (LO/SLO) di berbagai negara,
antara lain, Arab Saudi, Malaysia, Thailand, Filipina, Timor
Leste, dan Australia.
7) Dalam rangka kerja sama pendidikan, telah dikirim sebanyak
1.082 personel Polri untuk menempuh pendidikan di
mancanegara serta kerja sama dengan negara-negara donor
(partnership) dan kerja sama operasional, terutama dengan

04 - 6
negara-negara yang berbatasan langsung, khususnya Malaysia,
Filipina, Timor Leste, Australia dan Selandia Baru.
8) Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, kejahatan
transnasional berupa tindak pidana pencucian uang telah
ditangani sebanyak 133 kasus, yakni 47 kasus di antaranya telah
selesai dilakukan penyidikan dan sebanyak 18 kasus telah
divonis. Kasus-kasus menonjol pembobolan Bank BNI serta
kasus terorisme seperti kasus bom Bali, J.W. Marriot,
Kuningan, rumah Dubes Filipina, Bandara Soekarno Hatta,
Gedung DPR-MPR, Ambon, dan Tentena sudah ditangani
secara khusus dan para tersangka yang terlibat sebagian besar
sudah berhasil diajukan ke pengadilan, termasuk pengungkapan
jaringannya. Dalam tahun 2004 telah terjadi tujuh kasus bom
dan saat ini sedang diungkapkan dengan kemajuan yang
menggembirakan.
9) Kejahatan terhadap kekayaan negara, khususnya pembalakan
liar pada tahun 2004 tercatat 896 kasus dengan tersangka 1.885
orang, barang bukti sebanyak 223.385,51 m3 kayu dan alat
yang digunakan berupa 109 kapal, 320 truk, serta 258 alat berat
dan ringan berupa trailer, dan lain lain. Sebanyak 625 kasus
telah selesai diproses dan 273 kasus dalam proses penyidikan.
Pada tahun 2005 telah digelar operasi hutan lestari dengan
jumlah laporan 363 kasus, tersangka 488 orang, dan kasus yang
telah diselesaikan sebanyak 60 kasus. Tindak pidana korupsi
yang ditangani sejak tahun 2002 sebanyak 1.009 kasus dan
dapat diselesaikan sebanyak 400 kasus dengan kerugian negara
mencapai Rp8.576.596.837.278,00 dan yang berhasil
dikembalikan sebanyak Rp161.467.153.655,00.
10) Penanganan kejahatan narkoba terdapat 8.401 kasus yang
melibatkan 11.315 tersangka dan sejumlah barang bukti.
Sampai dengan 10 bulan terakhir ini, BNN telah dapat
membentuk Satuan Koordinasi Pelaksanaan Program
Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba pada tingkat kelurahan di wilayah Provinsi DKI.
11) Dalam rangka perbaikan pelayanan perizinan telah dilakukan
penggantian surat izin dengan model baru sesuai dengan UU

04 - 7
No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dengan
menyederhanakan proses perizinan yang semula 16 hari kerja
menjadi 7 hari kerja, dan membuat proses perizinan menjadi
satu atap, dan penggantian bentuk dan format perizinan usaha
penangkapan ikan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan No. 06 Tahun 2005.
12) Untuk penanganan pemalsuan dokumen izin usaha
penangkapan ikan telah dilakukan pencabutan izin usaha
penangkapan kepada 155 kapal eks-asing berbendera Indonesia
yang melakukan pemalsuan deletion certificate (penghapusan
status bendera kapal dari negara asal ke Indonesia).
13) Dalam rangka pengembangan program vessel monitoring
system (VMS), telah dilaksanakan pemasangan transmiter
dengan sasaran kapal perikanan Indonesia dengan ukuran lebih
besar dari 100 gros ton (GT) dan seluruh kapal perikanan asing.
Sampai saat ini telah terpasang sebanyak 1.312 buah transmiter
dari target sebanyak 1.500 buah.
14) Di samping itu, Pemerintah juga telah menetapkan
pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan
perdagangan kayu ilegal sebagai salah satu prioritas
pembangunan di bidang kehutanan. Adapun hasil yang telah
dicapai, antara lain, adalah pelatihan polisi hutan 130 orang,
dan PPNS 56 orang, melaksanaan kegiatan operasi pengamanan
hutan: (1) Sandi Wanalaga I di Kalimantan Barat dengan hasil
25 kasus; (2) operasi pengamanan hutan di TN Betung Kerihun
menghasilkan tiga orang tersangka dengan barang bukti kayu
tebangan 3.000 batang kayu; (3) Operasi Hutan Lestari II di
Papua yang menghasilkan 147 orang tersangka dengan barang
bukti 71.408 batang kayu; (4) Operasi Wanabahari untuk
menangkap KM Caraka Jaya Niaga III-23 bermuatan 34 peti
kemas kayu tanpa SKSHH serta KMV Iloeva yang bermuatan
48 peti kemas kayu; dan (5) penangkapan KM berbendera
Kroasia di Irian Jaya Barat dengan dokumen susulan dari Dinas
Pertanian, Kehutanan, dan Lingkungan Hidup, Kabupaten
Teluk dengan jumlah kayu sebanyak 7.121,24 m3.

04 - 8
III. Tindak Lanjut yang Diperlukan
Dalam upaya peningkatan keamanan, ketertiban dan
penyelesaian konflik, tindak lanjut yang diperlukan adalah
pengembangan SDM Kepolisian, pengembangan strategi keamanan,
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, dan peningkatan
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, serta upaya pemantapan
keamanan dalam negeri.
Dalam pengembangan SDM Kepolisian, tindak lanjut yang
diperlukan adalah penyusunan kurikulum pendidikan aplikatif yang
diarahkan untuk membentuk anggota Polri yang profesional, memiliki
kemahiran dan sikap terpuji serta memiliki kepatuhan hukum yang
tinggi, melakukan pembinaan karier berdasarkan sistem berkualifikasi
(merit system), dengan mempertimbangkan aspek moral dan
kemampuan. Dengan demikian, akan terwujud kultur Polri yang
sesuai dengan tuntutan masyarakat demokratis yang mampu
melaksanakan tugas sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan
masyarakat dengan senantiasa menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Dalam rangka pengembangan strategi keamaman, tindak lanjut
yang diperlukan adalah meningkatkan upaya penanggulangan bahaya
premanisme yang meresahkan masyarakat dan menimbulkan
gangguan keamanan, serta pencegahan dan penindakan terhadap
penyalahgunaan senjata api, serta meluasnya pemilikan senjata api
tanpa izin. Seiring dengan itu, fungsi bimbingan masyarakat
dilaksanakan (melekat) pada setiap anggota dan semua fungsi
Kepolisian di samping tugas pokok masing-masing.
Dalam hal pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
tindak lanjut yang diperlukan adalah pengaturan kekuatan yang ada di
setiap satuan (Polda, Polwil/tabes, Polres/ta, Polsek) yang dua pertiga
kekuatan merupakan kekuatan Polisi berseragam, membuka akses
(memberikan) pelayanan/pelaporan kepada masyarakat seluas-luasnya
serta meningkatkan kecepatan bergerak (tanggapan/aksi), dan
pelayanan kepada masyarakat yang berorientasi kepada kepuasan
masyarakat dengan kriteria kecepatan dan kemudahan.
Untuk menindaklanjuti pemberantasan pencurian ikan di laut,
akan terus ditingkatkan pengembangan monitoring, controling and
surveilance (MCS) melalui pelaksanaan operasi bersama TNI-AL dan

04 - 9
Polri secara intensif dengan prioritas wilayah di Laut Arafuru dan
Laut Cina Selatan. Bersamaan dengan peningkatan operasi, pada
tahun-tahun ke depan akan dilakukan pengembangan vessel
monitoring system (VMS) melalui pemasangan transmiter di kapal-
kapal perikanan. Di samping itu, akan dilakukan penguatan sistem
pengawasan berbasis masyarakat (siswasmas) serta pengenalan radar
pantai. Langkah ini terus akan ditingkatkan agar pengawasan dan
pengendalian sumber daya kelautan dapat semakin efektif. Koordinasi
dan sinkronisasi juga dilaksanakan dalam upaya pencegahan
pencemaran di laut dengan cara melakukan pengamatan di lapangan,
baik langsung maupun tidak langsung, yang ditindaklanjuti dengan
upaya penanganannya.
Selain itu, perlu segera diselesaikan kesepakatan-kesepakatan
dengan negara lain yang berbatasan wilayah lautnya dengan Indonesia
agar pertahanan dan keamanan wilayah laut dapat terjaga dengan baik.
Perhatian juga harus diberikan bagi pulau-pulau kecil terluar/terdepan
yang berada di wilayah perbatasan.
Dalam hal pencegahan dan penanggulangan pembalakan liar,
tindak lanjut yang diperlukan meliputi upaya (1) melanjutkan operasi
preventif, khususnya di Papua dan di wilayah perbatasan Kalimantan,
dengan kegiatan operasi intelijen (menghimpun informasi), operasi
represif (menangkap pihak yang terlibat seperti cukong, pelaku dan
oknum aparat), operasi yustisi (pengaturan penanganan barang bukti),
dan penanganan dampak pasca operasi (pemulihan kondisi industri
perkayuan nasional), melalui pendekatan kemakmuran (prosperity
approach); (2) menata kembali tenaga polisi kehutanan serta
melengkapi sarana dan prasarana pengamanan; (3) memperkuat kerja
sama antarinstansi, khususnya antara Departemen Kehutanan, Mabes
Polri, Kejaksaan Agung, TNI AL, dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK); (4) meningkatkan pemberdayaan
masyarakat pascaoperasi represif dengan menciptakan peluang kerja
dan berusaha; (5) menangkap dan memproses secara hukum pelaku
pembalakan liar serta pelanggar hukum di kawasan hutan Indonesia;
(6) merevitalisasi kelembagaan polisi hutan sebagai bagian dari
desentralisasi kewenangan; (7) mempercepat penyelesaian kasus
hukum pelanggaran/kejahatan hutan; (8) melindungi dan
mengamankan hutan; (9) menegakkan undang-undang dan peraturan

04 - 10
serta mempercepat proses penindakan pelanggaran hukum di sektor
kehutanan; serta (10) meningkatkan dan mengefektifkan kerjasama
antar negara dalam mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam
yang dilakukan secara ilegal dan merusak alam.

04 - 11

Anda mungkin juga menyukai