Anda di halaman 1dari 7

JADILAH ORANG “YANG BERMANFAAT”

Di dalam hidup ini, kita tak perlu berupaya untuk menjadi seseorang yang
disegani, apalagi ditakuti. Tetapi jadilah seseorang yang berguna bagi siapa pun
di sekeliling diri kita. Kita wujudkan jiwa kepemimpinan dalam diri kita, agar
diri kita bisa menjadi seseorang yang menginspirasi orang lain.

Mengapa Harus Menjadi Pribadi Yang Bermanfaat?


Menarik sekali, banyak tulisan yang membahas pentingnya menjadi
pribadi yang bermanfaat. Mengapa banyak orang yang tertarik tentang bahasan
ini, sebab ini salah satu perintah Rasulullah saw kepada umatnya. Sabda beliau:

ِ ‫س أَنفَ ُع ُهم لِلنَّا‬


‫س‬ ِ ‫َخ ْي ُر النا‬
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang
lain.” (Hadits Riwayat ath-Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal. 58, dari
Jabir bin Abdullah r.a.. Dishahihkan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam
kitab: As-Silsilah Ash-Shahîhah)

Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus
dimiliki oleh seorang Muslim. Seorang Muslim lebih diperintahkan untuk
memberikan manfaat bagi orang lain, bukan hanya mencari manfaat dari orang
atau memanfaatkan orang lain. Ini adalah bagian dari implementasi konsep
Islam yang penuh cinta, yaitu memberi.

Selain itu, manfaat kita memberikan manfaatkan kepada orang lain,


semuanya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri.
Sebagaimana firman Allah:

ِ ُ‫سنتُ ْم أِل َنف‬


‫س ُك ْم‬ َ ‫سنتُ ْم أَ ْح‬
َ ‫…إِنْ أَ ْح‬
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri
kalian sendiri …” (QS al-Isrâ/ 17: 7),
dan sabda Rasulullah saw:
… ‫اجتِ ِه‬ َ ‫اج ِة أَ ِخي ِه َك‬
َ ‫ان هَّللا ُ فِي َح‬ َ ‫َو َمنْ َك‬
َ ‫ان فِي َح‬
“… dan barangsiapa (yang bersedia) membantu keperluan saudaranya,
maka Allah (akan senantiasa) membantu keperluannya.” (Hadits Riwayat
Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 168, hadits no. 2442 dan Muslim,
Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 18, hadits no. 6743 dari Abdullah bin Umar r.a)
Rasulullah SAW bersabda,

ُ‫س هَّللا ُ َع ْنه‬ َ َّ‫ب ال ُّد ْنيَا نَف‬ ِ ‫س َعنْ ُم ْؤ ِم ٍن ُك ْربَةً ِمنْ ُك َر‬ َ َّ‫َمنْ نَف‬
ُ ‫س َر هَّللا‬ َّ َ‫س ٍر ي‬ِ ‫س َر َعلَى ُم ْع‬ َّ َ‫ب يَ ْو ِم ا ْلقِيَا َم ِة َو َمنْ ي‬ ِ ‫ُك ْربَةً ِمنْ ُك َر‬
‫ستَ َرهُ هَّللا ُ فِى ال ُّد ْنيَا‬ َ ‫سلِ ًما‬ ْ ‫ستَ َر ُم‬ َ ْ‫اآلخ َر ِة َو َمن‬ ِ ‫َعلَ ْي ِه فِى ال ُّد ْنيَا َو‬
‫ان ا ْل َع ْب ُد فِى َع ْو ِن أَ ِخي ِه‬ َ ‫اآلخ َر ِة َوهَّللا ُ فِى َع ْو ِن ا ْل َع ْب ِ_د َما َك‬ ِ ‫َو‬
‫ط ِريقًا إِلَى‬ َ ‫س َّه َل هَّللا ُ لَهُ بِ ِه‬َ ‫س فِي ِه ِع ْل ًما‬ ُ ‫ط ِريقًا يَ ْلتَ ِم‬ َ ‫سلَ َك‬ َ ْ‫َو َمن‬
ِ ‫اب هَّللا‬ َ َ‫ون ِكت‬ َ ُ‫ت هَّللا ِ يَ ْتل‬
ِ ‫ت ِمنْ بُيُو‬ ٍ ‫اجتَ َم َع قَ ْو ٌم فِى بَ ْي‬ ْ ‫ا ْل َجنَّ ِة َو َما‬
ِ ‫س ِكينَةُ َو َغ‬
‫شيَ ْت ُه ُم‬ َّ ‫سونَهُ بَ ْينَ ُه ْ_م إِالَّ نَ َزلَتْ َعلَ ْي ِه ُ_م ال‬ ُ ‫َويَتَ َدا َر‬
‫ال َّر ْح َمةُ َو َحفَّ ْت ُه ُم ا ْل َمالَئِ َكةُ َو َذ َك َر ُه ُم هَّللا ُ فِي َمنْ ِع ْن َدهُ َو َمنْ بَطَّأ َ بِ ِه‬
ُ‫سبُه‬َ َ‫س ِر ْع بِ ِه ن‬ ْ ُ‫ َع َملُهُ لَ ْم ي‬.
“Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia,
maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat.
Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan,
maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa
menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan
akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut
menolong saudaranya sesama muslim. Barang siapa menempuh jalan untuk
mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya. Tidaklah
sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah) untuk membaca
Al-Qur’an, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi
para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-
malaikat yang berada di sisi-Nya. Barang siapa yang ketinggalan amalnya,
maka nasabnya tidak juga meninggikannya.” (Hadits Riwayat Muslim, Shahîh
Muslim, juz VIII, hal. 71, hadis no. 7028, dari Abu Hurairah r.a.)

Setelah mengetahui manfaat “menjadi pribadi yang bermanfaat”,


pertanyaannya adalah: “bagaimana caranya agar kita menjadi pribadi yang
bermanfaat?”
Allah berfirman:
‫سو ِء إِاَّل َما َر ِح َم‬ ُّ ‫س أَل َ َّما َرةٌ بِال‬
َ ‫سي ۚ إِنَّ النَّ ْف‬ ُ ‫َو َما أُبَ ِّر‬
ِ ‫ئ نَ ْف‬
‫َربِّي ۚ إِنَّ َربِّي َغفُو ٌر َّر ِحي ٌم‬
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS Yûsuf/12: 53)

Suatu ketika, Hasan al-Bashri menyuruh beberapa muridnya untuk


memenuhi kebutuhan seseorang. Dia berkata, “Temuilah Tsabit al-Bunani dan
pergilah kalian bersamanya.” Lalu, mereka mendatangi Tsabit yang ternyata
sedang (melakukan) i’tikaf di masjid. Dan, Tsabit pun meminta maaf, karena
tidak bisa pergi bersama mereka. Mereka pun kembali lagi kepada Hasan dan
memberitahukan perihal Tsabit.
Hasan berkata, “Katakanlah kepadanya, ‘Hai Tsabit, apa engkau tidak tahu
bahwa langkah kakimu dalam rangka menolong saudaramu sesama muslim itu
lebih baik bagimu daripada ibadah haji yang kedua kali?’“ Kemudian, mereka
kembali menemui Tsabit dan menyampaikan apa yang dikatakan Hasan al-
Bashri. Maka, Tsabit pun meninggalkan i’tikafnya dan pergi bersama mereka
untuk membantu orang yang membutuhkan.
Banyak cara bisa dilakukan agar menjadi orang yang bermanfaat bagi
masyarakat. Bisa dengan menolong dalam bentuk tenaga, memberikan bantuan
dalam bentuk materi, memberi pinjaman, memberikan taushiyah keagamaan,
meringankan beban penderitaan, membayarkan utang, memberi makan, hingga
menyisihkan waktu untuk menunggu tetangga yang sakit.
Pemimpin yang baik juga bermanfaat bagi bawahannya, sebagaimana
penguasa yang adil pun bermanfaat bagi rakyatnya. Bahkan, membuat orang
lain menjadi gembira juga termasuk amalan bermanfaat yang dicintai oleh Allah
SWT.
Adalah (sebuah) ironi, jika banyak orang kaya yang lebih senang naik haji
berulang kali daripada membantu kaum dhuafa’ yang membutuhkan uluran
tangan. Banyak juga orang kaya yang ‘jor-joran’ (berlomba-lomba) membangun
masjid mewah, sedangkan di sekelilingnya masih banyak kaum fakir-miskin
yang membutuhkan bantuan. Padahal, Allah tidak butuh disembah dengan
indahnya masjid ataupun ibadah haji yang berulang-ulang.
Mengapa kita tidak pernah berfikir untuk beramal saleh dengan cara
‘memberi manfaat’ pada semua orang yang berinteraksi dengan diri kita, atau
(bahkan) beramal saleh dengan cara berbuat baik kepada sesama makhluk
Allah, yang lebih kita prioritaskan dalam situasi dan kondisi tertentu daripada
sekadar membangun kesalehan spiritual yang tak banyak berguna bagi orang
lain?

Kita tak perlu mengatakan bahwa urusan akhirat itu lebih penting daripada
urusan dunia, atau sebaliknya. Karena keduanya saling melengkapi.
Ingat firman Allah,
‫صيبَ َك ِم َن‬ِ َ‫نس ن‬ َ َ‫َوا ْبتَ ِغ فِي َما آتَا َك هَّللا ُ الدَّا َر اآْل ِخ َرةَ ۖ َواَل ت‬
‫سا َد فِي‬ َ ‫سن َك َما أَ ْح‬
َ َ‫س َن هَّللا ُ إِلَ ْي َك ۖ َواَل تَ ْب ِغ ا ْلف‬ ِ ‫ال ُّد ْنيَا ۖ َوأَ ْح‬
‫ين‬
َ ‫س ِد‬ ِ ‫اأْل َ ْر‬
ِ ‫ض ۖ إِنَّ هَّللا َ اَل يُ ِح ُّب ا ْل ُم ْف‬
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (QS al-Qashash/28: 77)

Lima Langkah-langkah Menjadi Pribadi Yang Bermanfaat


Banyak cara untuk menjadi orang yang bermanfaat. Tetapi kali ini penulis
sajikan lima langkah (praktis) untuk menjadi orang yang bermanfaat
.
Langkah Pertama: Menjadi Pribadi Yang Bermanfaat Adalah Kemauan
Kuncinya adalah kemauan. Kemauan kita akan dapat memberikan manfaat
kepada orang lain. (1) Jika kita memunyai harta, kita bisa memberikan manfaat
kepada orang lain dengan harta. (2) Jika kita memunyai ilmu, kita bisa
memberikan manfaat ilmu kepada orang lain. (3) Jika kita memunyai tenaga,
kita bisa memberikan manfaat dari tenaga kita kepada orang lain.
Ini adalah langkah awal. Anda harus memiliki kemauan untuk memberikan
manfaat kepada orang lain. Bagaimana pun kondisi Anda. Jangan malah
mencari-cari cara untuk mendapatkan manfaat dari orang lain, bahkan
memanfaatkan orang lain.
Jika Anda mau, bagaimana pun kondisi Anda, Anda bisa memberikan
manfaat kepada orang lain. Bagaimana? Mau atau tidak? Jadi kata kuncinya
adalah: “kemauan”.
Langkah Kedua: Take Action Now (Lakukan Sekarang)
Apa yang bisa Anda ‘lakukan sekarang’ untuk memberikan manfaat
kepada orang lain? Anda bisa berbagi (melakukan sharing) artikel ini melalui
facebook atau twitter Anda, misalnya. Ini jauh lebih memberikan manfaat
kepada teman-teman Anda daripada Anda sibuk mengupdate status yang tidak
penting, bahkan hanya berisi keluhan dan caci maki.
Lihatlah sekitar Anda, adakah yang bisa Anda bantu. Adakah yang bisa
Anda lakukan untuk memerbaiki lingkungan, rumah, atau kantor Anda? Akan
banyak yang bisa Anda lakukan untuk memberikan manfaat kepada orang lain.

Langkah Ketiga: Biasakanlah Untuk Memberikan Manfaat. Dan Jadikan Hal


Itu (Kegiatan Untuk Memberikan Manfaat) Menjadi Gaya Hidup Anda
Jika memberikan manfaat kepada orang sudah menjadi kebiasaan Anda,
maka Anda sudah mulai menjadi pribadi yang bermanfaat. Pada langkah kedua,
Anda baru disebutkan melakukan kebaikan (belum menjadi akhlaq), namun jika
sudah menjadi kebiasaan dan menjadi gaya hidup Anda, maka Anda sudah
mulai menjadi pribadi yang bermanfaat.
Ini yang kadang-kadang dilupakan orang. Banyak orang yang hanya
membahas sampai pada taraf ‘melakukan kebaikan’ dengan cara membantu
orang orang lain. Namun hal itu belum menjadi kepribadian, baru sebatas mau
melakukan. Sebuah tindakan, akan menjadi sebuah akhlaq pada saat Anda
sudah melakukannya dengan biasa, tanpa memikirkannya terlebih dahulu.
Ketika Anda memberi, belum tentu merupakan kepribadian Anda. Namun
jika Anda sudah biasa memberi dan menjadi gaya hidup Anda, barulah disebut
kepribadian (Anda).

Langkah Keempat: Tingkatkan Manfaat Diri Anda


Harus ditingkatkan? Tentu saja! Sebab menurut hadits di atas tidak hanya
mengatakan menjadi pribadi yang bermanfaat, tetapi ada kata ‘superlatif’, yaitu
paling. Artinya Anda ditantang untuk menjadi juara dalam kebaikan. Anda
harus menjadi yang paling memberikan manfaat kepada orang lain. Bukan
sekadar memberikan manfaat.
Bagaimana cara meningkatkan manfaat diri Anda? Ya, Anda harus
meningkatkan kuantitas dan kualitas kebaikan Anda. Kuantitas bisa dilihat dari
frekuensi dan besarnya apa yang Anda berikan kepada orang lain. Sementara
kualitas manfaat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kualitas diri Anda,
yaitu dengan meningkatkan keterampilan dan kemampuan Anda, sehingga apa
yang Anda berikan semakin bermanfaat.

Langkah Kelima: Raihlah Manfaatnya Untuk Anda Juga


Jangan sampai ‘Anda’ memberikan manfaat kepada banyak orang, tetapi
(lupa) ‘tidak’ memberikan manfaat untuk diri Anda sendiri. Jangan salah
faham! Saya sama sekali tidak mengatakan agar kita berharap dari orang yang
kita berikan manfaat. Bukan itu! Namun, yang saya maksud adalah: kita harus
menghindari dari semua penghapus pahala amal itu, yaitu: “ketidak ikhlasan
atau riyâ’.”
Jadi, agar kita benar-benar mendapatkan dari manfaat yang kita berikan
kepada orang lain, kita harus ikhlas. Ikhlas adalah kunci diterimanya amal. Dan
hanya amal yang diterima Allah SWT yang akan memberikan manfaat kepada
kita dunia dan akhirat.
Niatkan, bahwa apa yang kita lakukan hanya karena Allah, bukan karena
ingin disebut pribadi yang bermanfaat (pujian). Penyakit riyâ’ sungguh tidak
terlihat, sangat samar, sehingga kita harus hati-hati.

Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw pernah bersabda:

ِ ‫اس اتَّقُوا َه َذا الش ِّْر َك ؛ فَإِنَّهُ أَ ْخفَى ِمنْ َدبِي‬


‫ب‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
‫ب‬ِ ‫ضا ِر‬ َ ‫س ْب ُن ال ُم‬ ُ ‫ َوقَ ْي‬، ‫ فَقَا َم إِلَ ْي ِه َع ْب ُد هللاِ ْب ُن َح ْز ٍن‬. ‫النَّ ْم ِل‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬ َ ِ‫سو ُل هللا‬ ُ ‫ َوهَّللا ِ لَتَ ْخ ُر َجنَّ ِم َّما َخطَبَنَا َر‬: َ‫فَقَاال‬
ُ‫اس اتَّقُوا َه َذا الش ِّْر َك ؛ فَإِنَّه‬ ُ َّ‫ أَيُّ َها الن‬: ‫ات يَ ْو ٍم فَقَا َل‬ َ ‫سلَّ َم َذ‬َ ‫َو‬
َ ‫شا َء هَّللا ُ أَنْ يَقُو َل َو َك ْي‬
‫ف‬ َ ْ‫ َمن‬: ُ‫ فَقَا َل لَه‬. ‫ب النَّ ْم ِل‬ ِ ‫أَ ْخفَى ِمنْ َدبِي‬
: ‫سو َل هللاِ ؟ قَا َل‬ ِ ‫ َو ُه َو أَ ْخفَى ِمنْ َدبِي‬، ‫نَتَّقِي ِه‬
ُ ‫ب النَّ ْم ِل يَا َر‬
، ُ‫ش ْيئًا نَ ْعلَ ُمه‬ ْ ُ‫ اللَّ ُه َّم إِنَّا نَ ُعو ُذ بِ َك ِمنْ أَنْ ن‬: ‫قُولُوا‬
َ ‫ش ِر َك بِ َك‬
‫ستَ ْغفِ ُر َك لِ َما الَ نَ ْعلَ ُ_م‬
ْ َ‫ َون‬.
“Pada suatu hari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam berkhutbah di
hadapan kami, beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia, takutlah kalian
terhadap syirik karena dia lebih halus dari langkah semut.” Kemudian seseorang
bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana kami harus menghindarinya,
sementara dia lebih halus dari langkah semut?” Maka beliau menjawab:
“Berdoalah dengan membaca, ‘Allâhumma innâ na’ûdzu bika min an nusyrika
bika syaian na’lamuhu wa nastaghfiruka limâ lâ na’lamuhu (Ya Allah,
sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan
sesuatu yang kami mengetahuinya dan kami meminta ampun kepada-Mu
terhadap apa yang kami tidak ketahui).” (Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal
dari Abu Musa al-Asy’ari, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz IV, hal. 403, hadis
no. 19835)

Tetapi, jangan khawatir! Sekecil apa pun amal saleh kita, Allah akan
membalasnya dengan pahala yang sepadan dengannya. Sebagaimana
firmanNya:

ُ‫فَ َمن يَ ْع َم ْل ِم ْثقَا َل َذ َّر ٍة َخ ْي ًرا يَ َره‬


“Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah-pun, ia
akan mendapatkan balasannya .” (QS al-Zalzalah/99: 7)

Itulah kelima langkah menjadi pribadi yang bermanfaat, bahkan ‘paling


bermanfaat’.
Selanjutnya, yang kita perlukan adalah ‘kemauan dan keberanian untuk
memulainya’, sekarang juga.
Ibda’ bi nafsik!
Wallâhu a’lamu bish-shawâb.

Anda mungkin juga menyukai