Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK DASAR LABORATORIUM

STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) DAN


KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM

Oleh:
Hamda Hamidatu Sya’diyah
A1D020155
Rombongan 3

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Standart
Operational Procedure (SOP) dan Keselamatan Kerja di Laboratorium” ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Teknik Dasar Laboratorium peminatan Perlindungan Tanaman.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang standar
prosedur operasional alat dan bahan laboratorium sebagai bentuk mencegah
kecelakaan pada kegiatan di dalam laboratorium..

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dina Istiqomah, selaku dosen
pengampu mata kuliah Teknik Dasar Laboratorium peminatan Perlindungan Tanaman
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan
terima kasih kepada Mas Hilmy dan Mas Irwandhi selaku asisten praktikum
Perlindungan Tanaman yang telah membimbing saya, serta semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan
praktikum ini.

Saya menyadari, makalah yang saya susun ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, Mei 2021


Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..1

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….……2

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….3

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………....4

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………5

BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………..……6

A. Latar Belakang……………………………………………………………………6

B. Rumusan Masalah………………………………………………………………...7

C. Tujuan……………………………………………………………………………..7

BAB II : PEMBAHASAN……………………………………………………………8

A. Standar Operasional Prosedur (SOP)……………………………………………..8

B. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)………………………………………...24

C. Simbol Bahan Kimia Berbahaya………………….……………………………..27

BAB III : PENUTUP………………………………………………………………..36

A. Kesimpulan………………………………………………………………………36

B. Saran……………………………………………………………………………..37

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….38

LAMPIRAN…………………………………………………………………………40

DAFTAR TABEL

2
Tabel 1.1 Pengenalan bentuk, fungsi, dan cara kerja alat-alat laboratorium
Perlindungan Tanaman……………………………………………………………...…8
Tabel 1.2. Pengenalan fungsi, karakteristik, dan spesifikasi simbol yang ada di
Laboratorium Perlindungan Tanaman. ………………………………………………29

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Simbol iritasi………………………………………..……..………….27


Gambar 1.2. Simbol harmful………………………………………..………..……..27
Gambar 1.3. Simbol toxic atau beracun…………………………..……………..….28
Gambar 1.4. Simbol korosif………………………………..……………………….28
Gambar 1.5. Simbol flammable…………………………………….....…………….28
Gambar 1.6. Simbol explosive………………………………………………………29
Gambar 1.7. Simbol oksidasi…………………………...…………………...………29
Gambar 1.8. Simbol berbahaya bagi lingkungan……………………..……………..30

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1. ACC…………………………………………………………………40


Lampiran 1.2. Kegiatan……………………………………………………………..55
Lampiran 1.3. Referensi Jurnal……………………………………………………..56

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan kerja merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan dan dijaga
dalam aktivitas laboratorium. Bekerja di laboratorium kimia dapat menyebabkan
risiko kecelakaan kerja. Oleh karena itu, bagi para praktikan, kepercayaan diri dan
pemahaman sangat penting untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja. Risiko ini
juga dikelola salah satunya dengan adanya Standar Operasional Prosedur (SOP).
Laboratorium merupakan tempat dilakukan uji ilmiah selama berlangsungnya
percobaan. Oleh karena itu, harus dikelola dengan baik agar eksperimen berjalan
lancar. Salah satu aspek manajemen laboratorium yang perlu diperhatikan adalah
keselamatan dan kesehatan kerja. Keselamatan kerja terkait erat dengan semua aspek
manajemen laboratorium, salah satunya aspek implementasi.

Bekerja di laboratorium dikaitkan dengan risiko kecelakaan kerja. Risiko


kecelakaan kerja ditentukan oleh tiga indikator yaitu perilaku atau aktivitas praktikan,
penyimpanan, desain dan lokasi alat dan bahan (Tomasso, 2019). Risiko kecelakaan
kerja terbesar berasal dari aktivitas pengguna laboratorium. Menurut Mukhtadir
(2011) faktor manusia atau praktikan dan produk kimia merupakan penyebab utama
terjadinya kecelakaan dalam kegiatan laboratorium kimia. Ini karena latihan praktik
melibatkan proses langsung yang menggunakan alat yang rentan terhadap kerusakan
dan sebagian besar bahan kimia berbahaya. Efek ini akan mempengaruhi operasi
normal dari praktik tersebut dan keselamatan kerja.

Bekerja dengan aman berarti mengurangi risiko kecelakaan di tempat kerja.


Keselamatan dan kesehatan kerja adalah keselamatan yang terkait dengan peralatan
kerja, bahan dan proses produksi, tempat kerja dan lingkungan, serta metode kerja.
Tujuan keselamatan kerja adalah untuk melindungi hak keselamatan praktikan saat
melakukan praktikum dan untuk memastikan keselamatan semua praktikan lainnya di
laboratorium. Setiap aktivitas kerja selalu dikaitkan dengan risiko berbahaya yang
dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Kecelakaan yang terjadi saat bekerja di
laboratorium merupakan akibat akhir dari regulasi yang berlaku dan kondisi kerja
yang tidak aman. Namun karena kecelakaan tidak terjadi dengan sendirinya, maka
kecelakaan kerja dapat dicegah dan diminimalkan. Dengan menetapkan pedoman
kesehatan dan keselamatan yang tepat secara efektif dan efisien untuk mencegah
kecelakaan, kecelakaan dapat dicegah agar tidak terjadi. Oleh karena itu, perlu
ditetapkan aturan dan prosedur yang harus dipatuhi oleh semua praktikan dalam
melakukan kegiatan laboratorium.

Pada makalah ini, akan membahas dan menjelaskan tentang Standar


Operasional Prosedur (SOP), keselamatan kerja, dan fungsi serta simbol penggunaan
pada alat dan bahan laboratorium yang ada di laboratorium Perlindungan Tanaman
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

B. Rumusan Masalah

Agar pembahasannya terarah, maka makalah ini dibatasi oleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut.

1. Apakah yang dimaksud dengan SOP dan keselamatan kerja pada laboratorium?

2. Bagaimana penerapan SOP dan keselamatan kerja pada laboratorium?

3. Bagaimana penggunaan alat dan bahan laboratorium agar sesuai dengan SOP?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui prinsip SOP dan keselamatan kerja di laboratorium

2. Mengetahui cara kerja alat dan bahan agar sesuai dengan SOP dan mencegah
terjadinya kecelakaan kerja
BAB II

PEMBAHASAN

A. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Standard Operating Procedure atau Standar Operasional Prosedur (SOP)


laboratorium dapat digunakan sebagai pedoman untuk menjaga kualitas, kelengkapan
dan konsistensi dari setiap pengujian yang dilakukan (Ezzelle, 2008). Menurut
undang-undang dan peraturan yang berlaku, salah satu persyaratan dasar kepatuhan
terhadap praktik laboratorium yang baik atau Good Laboratory Practice (GLP) adalah
menyediakan SOP laboratorium, yang merupakan bagian dari penilaian risiko
keselamatan hayati laboratorium. Jika memenuhi standar yang ada dan bertujuan
untuk meningkatkan kualitas laboratorium, SOP yang berbeda dapat dibuat. Menurut
hasil evaluasi atau keadaan tertentu, SOP harus mudah dibaca, dipahami, dapat
dijalankan, bertanggung jawab, dan dapat dimodifikasi sesuai dengan hasil evaluasi
tertentu. (WHO, 2010).

SOP adalah sekumpulan instruksi tertulis untuk suatu kegiatan atau proses kerja.
SOP memberikan informasi kepada pengguna laboratorium tentang proses kerja yang
akan dilakukan (OSHA, 2011). Menurut Sailendra (2015), SOP merupakan pedoman
yang digunakan untuk memastikan jalannya kegiatan suatu organisasi atau perusahaan
yang dikelola. Menurut Moekijat (2008), SOP adalah urutan langkah-langkah atau
pelaksanaan pekerjaan di mana pekerjaan itu dilakukan, terkait dengan apa yang
sedang dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, kapan di mana melakukannya, serta
siapa pelaku pelaksana. Insani (2010) mencatat bahwa SOP adalah dokumen yang
memuat sekumpulan instruksi tertulis yang terstandardisasi tentang berbagai proses
manajemen kantor, antara lain cara melakukan pekerjaan, waktu pelaksanaan, tempat
pelaksanaan dan pelaku yang terlibat dalam kegiatan.

Penggunaan SOP merupakan salah satu upaya pengendalian administratif yang


apabila digunakan secara konsisten dapat mengurangi risiko terpapar potensi bahaya
dan risiko kerugian. Penerapan SOP ini membutuhkan partisipasi pekerja agar dapat
berfungsi secara efektif. Hal tersebut membutuhkan kerjasama dan disiplin dari
pengguna laboratorium. Kecelakaan sering terjadi apabila pekerja gagal melakukan
pekerjaan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dan pengelola tidak memberikan
instruksi keselamatan tertulis. Berbagai jenis SOP dapat dikembangkan, termasuk
SOP untuk registrasi, pengambilan sampel, penyimpanan sampel, pengelolaan
sampel, dan penyerahan hasil pemeriksaan sampel. SOP lainnya dapat berupa SOP
penggunaan alat inspeksi, kecelakaan kerja, sistem pelaporan kecelakaan kerja, dan
sebagainya.

Tujuan SOP

Tujuan dari Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah untuk (1) menjaga
tingkat kinerja atau konsistensi dalam kondisi tertentu ketika pekerja dan lingkungan
melaksanakan tugas tertentu; (2) menjadi bahan acuan bagi rekan manajemen dalam
proses pelaksanaan; (3) menghindari gangguan atau kesalahan, keraguan,
pengulangan dan pemborosan dalam pelaksanaan kegiatan; (4) sebagai parameter
untuk mengevaluasi kualitas layanan; (5) memastikan penggunaan sumber daya yang
efektif dan tenaga kerja yang efisien; (6) menjelaskan proses pekerjaan, wewenang,
dan tanggung jawab bagi pekerja terkait; (7) sebagai dokumen yang menjelaskan dan
mengevaluasi kinerja proses kerja ketika terjadi kesalahan atau dugaan kelalaian atau
kesalahan administratif lainnya; (8) sebagai dokumen pelatihan; dan (9) sebagai
dokumen sejarah (jika melakukan revisi SOP baru).

Jenis-jenis SOP

SOP keselamatan kerja di laboratorium terdapat beberapa jenis antara lain:


a. SOP keadaan darurat di laboratorium
b. SOP penanganan kebakaran di laboratorium
c. SOP penanganan terkena bahan kimia di laboratorium
d. SOP pelaporan kejadian kecelakaan kerja di laboratorium
e. SOP penanganan cedera di laboratorium
f. SOP penanganan gangguan kesehatan di laboratorium
g. SOP penggunaan peralatan (instruksi kerja)
h. SOP penggunaan laboratorium
i. SOP penyimpanan bahan kimia
j. SOP pembuangan limbah laboratorium
k. SOP penggunaan peralatan pelindung diri
l. SOP penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Standar Operasional Prosedur yang sesuai harus diterapkan di laboratorium


kimia, terutama di bidang perlindungan tanaman. Pemahaman dan penerapan SOP
yang benar akan mendorong penggunaan peralatan sesuai dengan tujuan penelitian.
Peralatan laboratorium sangat sensitif, sehingga harus digunakan dengan benar untuk
meminimalkan kerusakan atau kecelakaan yang disebabkan oleh kesalah penggunaan
peralatan laboratorium. Laboratorium Perlindungan Tanaman mempunyai peralatan
dan bahan yang beragam, dapat digunakan dalam kegiatan penelitian dengan prinsip
kerja dan fungsi yang berbeda sesuai bentuk dan tujuannya.

Tabel 1.1 Pengenalan bentuk, fungsi, dan cara kerja alat-alat laboratorium
Perlindungan Tanaman

No. Nama Alat dan Gambar Fungsi Cara Kerja


1. Bunsen Sterilisasi, Bunsen diisi dengan
pemanasan, atau spirtus dan dinyalakan
pembakaran dengan korek api

2. Bor gabus Melubangi media Bor ditekan pada media


atau bahan yang dan diarahkan kepada
lunak dan untuk jamur/mikroba yang
memindahkan atau akan dipotong lalu
memotong jamur/ dipindahkan.
mikroba dari media
3. Pinset Mengambil objek Pinset diatur untuk
kecil atau lembut menjepit dan melepas-
yang tidak dapat kan media
langsung dijangkau
oleh tangan
4. Scalpel Pisau pembelah Scalpel diarahkan pada
suatu benda bahan yang akan di-
potong sesuai kebutuhan

5. Gelas Drigalsky Meratakan suspensi Gelas Drigalsky ditekan-


mikroba dalam tekan pada media agar
media agar padat mikroba rata dan padat

6. Gelas L Meratakan suspensi Gelas L diputar pada


mikroba dalam media agar mikroba rata
media agar padat dan padat

7. Jarum Ose Memindahkan atau Lubang pada ujung


mengambil jarum diletakkan pada
mikroba ke media mikroorganisme dan
yang akan diguna- dimasukkan ke dalam
kan kembali lubang tersebut.
8. Jarum Ent Mengambil biakan Jarum Ent dibersihkan
mikroba terlebih dahulu dengan
cara dipanaskan dengan
bunsen dan dibiarkan
hingga dingin sebelum
digunakan untuk
mencegah matinya
mikroba pada sampel
9. Rubber Bulb Menyedot larutan Seperti pipet, karet
yang dapat sebagai bahan filler
dipasang pada yang resisten bahan
pangkal pipet ukur kimia. Jika bagian
suction ditekan agar
cairan tersedot ke atas
dengan udara dari
gelembung dikeluarkan
oleh aspirate dan
cairan dari pipet ukur
dikeluarkan oleh
exhaust.
10. Gelas Beaker Mencampur, Gelas Beaker
mengaduk, dan dibersihkan dahulu dan
memanaskan suatu larutan dimasukkan ke
larutan dengan dalam gelas kemudian
ukuran tertentu gelas diletakkan di atas
kakitiga untuk
melakukan pembakaran
11. Gelas Ukur Mengukur larutan, Gelas ukur dibersihkan
cairan, atau tepung dahulu dan larutan
pada berbagai dimasukkan ke dalam
ukuran volume gelas menggunakan
pipet tetes untuk diukur
volumenya
12. Cawan Petri Sebagai wadah Cawan dipanaskan
penyimpanan dan terlebih dahulu di atas
pembuatan kultur bunsen agar mikroba
media dengan yang tidak diinginkan
berbagai ukuran mati sebelum digunakan
sebagai tempat
13. Tabung Reaksi Melakukan suatu Tabung reaksi
reaksi kimia atau dibersihkan terlebih
wadah penyimpan- dahulu dan digunakan
an medium yang sebagai media reaksi
disterilkan bahan kimia dengan cara
dibakar di atas api
bunsen menggunakan
penjepit
14. Rak Tabung Reaksi Sebagai tempat Tabung reaksi diletak-
tabung reaksi agar kan dalam posisi tegak
tetap dalam posisi pada setiap lubang rak
berdiri tabung

15. Mortar dan Pestle Menghancurkan Bahan dihaluskan


atau menghaluskan dengan cara ditumbuk
suatu zat menggunakan pestle dan
mortar sebagai wadah-
nya

16. Tip Sebagai wadah 1. Tip dipasang sesuai


untuk mengambil dengan ukurannya
zat cair ketika pada mikropipet
menggunakan 2. Penyedot atau
mikropipet thumb knob mikro-
pipet ditekan hingga
hambatan pertama
3. Tip mikropipet
dimasukkan ke dalam
cairan kemudian
penyedot dilepaskan
secara perlahan
4. Dibiarkan selama 1
sampai 2 detik lalu
mikropipet diangkat
dari larutan
5. Ujung tip diarahkan
ke wadah yang ingin
dipindahkan lalu
thumb knob ditekan
sampai hambatan
kedua untuk menge-
luarkan cairan
6. Jika ingin melepas
tip, thumb knob
diputar searah jarum
jam dan ditekan maka
tip akan terdorong
keluar dengan
sendirinya, atau
menggunakan alat
bantuan untuk
mendorong tip ke luar
17. Inkubator Mengikubasi media 1. Kabel power
atau alat labora- dihubungkan ke
torium untuk sumber listrik
sterilisasi 2. Inkubator dibuka
dan di bersihkan
dengan menggunakan
aquades atau alkohol
70% bila perlu
3. Rak yang ada di
dalam inkubator di-
atur sesuai kebutuhan
4. Alat atau bahan
yang akan diinkubasi
di-masukkan ke dalam
inkubator dan tutup
rapat kembali
5. Inkubator
dinyalakan dengan
memutar tombol
power ke kiri hingga
lampu indikator
menyala
6. Suhu dan waktu
diaturkan sesuai
kebutuhan
7. Apabila sudah
selesai, inkubator
dimatikan dengan
kabel power
dilepaskan dari
sumber listrik
8. Inkubator
didiamkan hingga
suhu menjadi
normal/dingin
sebelum alat dan
bahan dikeluarkan
9. Inkubator
dibersihkan kembali
setelah pemakaian
18. Orbital Shaker Homogenisasi 1. Shaker dinyalakan
larutan dengan kabel power
dihubungkan pada
sumber listrik
2. Mesin dinyalakan
dengan menekan
tombol power.
3. Sampel diletakkan
pada bagian platform.
Sebaiknya wadah
penampung sampel
yang diguna-kan
sesuai dengan jenis
shaker.
4. Kecepatan getaran
diatur dengan
memutar tab Speed.
5. Shaker didiamkan
beberapa saat selama
alat melakukan proses
homogenisasi
6. aAlat dihentikan
jika sampel telah
terlihat homogen
19. Colony Counter Mempermudah 1. Kabel power
perhitungan koloni dihubungkan ke
yang tumbuh dalam sumber listrik
cawan petri setelah 2. Alat dinyalakan
diinkubasi karena dengan menekan
adanya kaca tombol “On”
pembesar 3. Lampu dinyalakan
dengan menekan
tombol “lamp”
4. Jumlah perhitungan
direset hingga
menunjuk angka 0
5. Cawan petri yang
berisi koloni bakteri
yang akan dihitung
diletakkan di atas
meja yang telah
dilengkapi dengan
skala
6. Koloni ditandai
dengan mengarahkan
pulpen (pen jack) ke
meja skala
7. Koloni bakteri yang
terpisah dihitung
8. Lihat koloni dengan
bantuan kaca
pembesar
9. Alat dimatikan
dengan menekan
tombol “off” apabila
telah selesai
digunakan
20. Timbangan Analitik Ohauss Menimbang bahan 1. Bahan kimia
kimia dalam skala padatan yang ingin
yang sangat sedikit dihitung massanya
dan tingkat keteliti- diletakkan pada pelat
an yang tinggi 2. Massa bahan kimia
dihitung sesuai
kebutuhan yang
terlihat pada display

21. Autoklaf Sterilisasi alat atau 1. Autoklaf diisi


bahan dengan dengan air hasil
penguapan destilasi sesuai batas
bertekanan yang telah ditentukan.
2. Alat dan bahan
yang sudah di tutup
dengan kertas dan
aluminium foil
dimasukkan ke dalam
autoklaf
3. Autoklaf ditutup
rapat agar uap tidak
keluar
4. Autoklaf dinyalakan
lalu diatur dalam
waktu minimal 15
menit dengan suhu
121°C
5. Autoklaf didiamkan
hingga air mendidih
untuk menciptakan
uap yang memenuhi
kompartemen auto-
klaf, 15 menit di-
hitung mulai dari
tekanan mencapai 2
atm
6. Jika alarm berbunyi
tanda selesai, tunggu
tekanan dalam kom-
partemen turun
sehingga tekanannya
mencapai angka 0
7. Autoklaf dibuka
lalu alat dan bahan
dikeluarkan dengan
hati-hati
21. Aluminium Foil Penutup alat yang alat yang akan
akan disterilkan di disterilkan mengguna-
autoklaf kan aluminium ditutup
dan ditimpa dengan
kertas lalu diikat rapat
dengan karet

Pada tabel 1.1 disebutkan terdapat 21 peralatan yang ada di laboratorium


Perlindungan Tanaman. Setiap peralatan tersebut memiliki fungsi dan cara kerja yang
berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut.

1. Bunsen

Bunsen berfungsi sebagai alat sterilisasi, pemanasan, atau pembakaran. Prinsip


sterilisasi menggunakan alat ini dengan cara dibakar. Alat logam atau gelas yang
ingin disterilkan dipanaskan di atas api dengan bantuan spirtus. Selain sterilisasi,
bunsen dapat digunakan untuk mereaksikan sampel dengan menggunakan tabung
reaksi yang dijepit dengan penjepit. Cara kerja bunsen yaitu diisi dengan spirtus lalu
sumbu dinyalakan dengan korek api.

2. Bor gabus
Bor gabus mempunyai fungsi untuk melubangi atau memotong jamur atau
mikroba dari media atau bahan yang lunak lalu memindahkannya ke tempat lain. Hal
ini dilakukan apabila perlu pemisahan jamur dengan media. Cara penggunaannya
adalah bor ditekan pada media dan diarahkan kepada jamur atau mikroba yang akan
dipisahkan.

3. Pinset

Pinset berfungsi untuk mengambil objek kecil atau lembut yang tidak dapat
dijangkau langsung oleh tangan. Misalnya untuk mengambil potongan kecil hasil
pemotongan dari bor gabus. Cara kerja prinset yaitu dengan cara diatur untuk
menjepit dan melepaskan objek kecil tersebut.

4. Scalpel

Scalpel memiliki bentuk menyerupai pisau namun bentuknya lebih kecil dan
lebih tumpul. Scalpel berfungsi sebagai pisau pembelah atau pemotong suatu benda.
Caranya scalpel diarahkan pada bahan yang akan dipotong sesuai dengan kebutuhan.

5. Gelas Drigalsky

Gelas drigalsky berfungsi untuk meratakan suspensi atau sampel mikroba dalam
media agar menjadi padat. Pemadatan media bertujuan untuk penumbuhan mikroba
bakteri. Penggunaan Gelas drigalsky dengan cara ditekan-tekan pada media yang
ingin diratakan dan dipadatkan.

6. Gelas L

Gelas L mempunyai fungsi yang sama dengan gelas drigalsky, hanya saja
bentuk dan cara kerja yang berbeda. Seperti namanya, gelas ini berbentuk seperti
huruf “L” yang meratakan media dengan cara diputar agar mikroba rata dan padat.

7. Jarum Ose

Jarum Ose berfungsi untuk mengambil atau memindahkan mikroba ke media


yang akan digunakan kembali. Cara kerjanya yaitu lubang yang berada pada ujung
jarum diletakkan pada mikroorganisme dan dimasukkan ke dalam lubang tersebut
untuk diangkat dan dipindahkan.

8. Jarum Ent
Jarum Ent berbentuk seperti pensil yang berfungsi untuk mengambil biakan
mikroba. Cara penggunaannya adalah jarum Ent dibersihkan terlebih dahulu dengan
cara dipanaskan dengan bunsen dan dibiarkan hingga dingin sebelum digunakan
untuk mencegah matinya mikroba pada sampel.

9. Rubber Bulb

Rubber bulb berfungsi untuk menyedot larutan yang dapat dipasangkan pada
pangkal pipet ukur. Prinsip kerjanya memiliki kemiripan dengan prinsip kerja pipet,
yaitu karet sebagai bahan filler yang resisten bahan kimia. Jika bagian suction ditekan
agar cairan tersedot ke atas dengan udara dari gelembung yang dikeluarkan oleh
aspirate dan cairan dari pipet ukur dikeluarkan oleh exhaust.

10. Gelas Beaker

Gelas Beaker berfungsi untuk mencampur, mengaduk, dan memanaskan suatu


larutan dengan ukuran tertentu. Gelas beaker dapat digunakan untuk mereaksikan
suatu bahan kimia dengan metode pemanasan menggunakan api kaki tiga. Caranya
dengan larutan dimasukkan ke dalam gelas beaker yang sudah disterilkan
sebelumnya, kemudian gelas diletakkan di atas kakitiga untuk melakukan
pembakaran.

11. Gelas Ukur

gelas ukur digunakan untuk mengukur larutan, cairan, atau sebuk pada berbagai
ukuran volume. Gelas ukur memiliki beberapa tingkat ketelitian yang berbeda-beda.
Cara mengukur larutan menggunakan gelas ukur yaitu larutan dimasukkan ke dalam
gelas ukur yang sudah steril untuk diukur volumenya. Apabila larutan yang akan
diukur volumenya membutuhkan ketelitian yang lebih tinggi, dapat digunakan pipet
tetes untuk meneteskan larutan ke gelas secara perlahan.

12. Cawan Petri

Cawan petri merupakan piring datar yang digunakan sebagai wadah


penyimpanan dan pembuatan kultur media dengan berbagai ukuran. Cara kerjanya
adalah cawan petri dipanaskan terlebih dahulu di atas bunsen agar mikroba yang tidak
diinginkan mati sebelum digunakan.

13. Tabung Reaksi


Tabung reaksi digunakan untuk melakukan suatu reaksi kimia atau sebagai
wadah penyimpanan medium yang disterilkan. Sebelum digunakan, tabung reaksi
disterilkan terlebih dahulu dan digunakan sebagai media reaksi bahan kimia dengan
cara dibakar dengan api bunsen yang dijepit oleh penjepit.

14. Rak Tabung Reaksi

Rak ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan tabung reaksi dengan


memposisikan tabung dalam keadaan tegak vertikal agar menghindari ketumpahan
bahan kimia hasil reaksi. Tabung reaksi diletakkan dalam posisi berdiri pada setiap
lubang rak tabung.

15. Mortar dan Pestle

Mortar dan pestle merupakan sepasang alat penghancur atau penghalus suatu zat
padat. Caranya yaitu bahan dihaluskan dengan cara ditumbuk menggunakan pestle
dan mortar sebagai wadahnya.

16. Tip

Tip merupakan salah satu alat pelengkap dari mikropipet untuk mengambil
sampel dalam skala kecil. Tip digunakan sebagai wadah untuk mengambil zat cair
yang dipasangkan pada ujung mikropipet. Berikut cara penggunaan tip pada
praktikum laboratorium.

a) Tip dipasang sesuai dengan ukurannya pada mikropipet


b) Penyedot atau thumb knob mikro-pipet ditekan hingga hambatan pertama
c) Tip mikropipet dimasukkan ke dalam cairan kemudian penyedot dilepaskan
secara perlahan
d) Mikropipet dibiarkan selama 1 sampai 2 detik lalu diangkat dari larutan
e) Ujung tip diarahkan ke wadah yang ingin dipindahkan lalu thumb knob ditekan
sampai hambatan kedua untuk menge-luarkan cairan
f) Jika ingin melepas tip, thumb knob diputar searah jarum jam dan ditekan maka tip
akan terdorong keluar dengan sendirinya, atau didorong dengan alat bantuan agar
tip ke luar

17. Inkubator
Inkubator merupakan alat untuk menginkubasi media atau alat laboratorium
untuk sterilisasi. Prinsip kerja inkubator yaitu dengan pamanasan. Berikut langkah
kerja penggunaan inkubator.

a) Kabel power dihubungkan ke sumber listrik


b) Inkubator dibuka dan di bersihkan dengan menggunakan aquades atau alkohol
70% bila perlu
c) Rak yang ada di dalam inkubator di-atur sesuai kebutuhan
d) Alat atau bahan yang akan diinkubasi di-masukkan ke dalam inkubator dan tutup
rapat kembali
e) Inkubator dinyalakan dengan memutar tombol power ke kiri hingga lampu
indikator menyala
f) Suhu dan waktu diaturkan sesuai kebutuhan
g) Apabila sudah selesai, inkubator dimatikan dengan kabel power dilepaskan dari
sumber listrik
h) Inkubator didiamkan hingga suhu menjadi normal/dingin sebelum alat dan bahan
dikeluarkan
i) Inkubator dibersihkan kembali setelah pemakaian

18. Orbital Shaker

Orbital shaker merupakan seperangkat alat pengaduk yang berfungsi untuk


homogenisasi larutan. Prinsip kerja alat ini yaitu dengan menggoyang-goyangkan
larutan yang diletakkan pada gelas erlenmeyer. Berikut merupakan langkah kerja
penggunaan orbital shaker.

a) Shaker dinyalakan dengan kabel power dihubungkan pada sumber listrik


b) Mesin dinyalakan dengan menekan tombol power.
c) Sampel diletakkan pada bagian platform. Sebaiknya wadah penampung sampel
yang diguna-kan sesuai dengan jenis shaker.
d) Kecepatan getaran diatur dengan memutar tab Speed.
e) Shaker didiamkan beberapa saat selama alat melakukan proses homogenisasi
f) Alat dihentikan jika sampel telah terlihat homogen

19. Colony Counter (Penghitung Koloni)


Colony counter atau penghitung koloni merupakan alat yang digunakan untuk
mempermudah perhitungan koloni yang tumbuh dalam cawan petri setelah diinkubasi.
Tujuan perhitungan ini adalah untuk mengetahui jumlah koloni bakteri yang terdapat
pada sampel. Berikut langkah kerja penggunaan alat colony counter.

a) Kabel power dihubungkan ke sumber listrik


b) Alat dinyalakan dengan menekan tombol “On”
c) Lampu dinyalakan dengan menekan tombol “lamp”
d) Jumlah perhitungan direset hingga menunjuk angka 0
e) Cawan petri yang berisi koloni bakteri yang akan dihitung diletakkan di atas meja
yang telah dilengkapi dengan skala
f) Koloni ditandai dengan mengarahkan pulpen (pen jack) ke meja skala
g) Koloni bakteri yang terpisah dihitung
h) Lihat koloni dengan bantuan kaca pembesar
i) Alat dimatikan dengan menekan tombol “off” apabila telah selesai digunakan

20. Timbangan Analitik Ohauss

Timbangan analitik merupakan timbangan yang mempunyai tingkat ketelitian


yang sangat tinggi. Timbangan ini biasanya digunakan untuk mengukur massa bahan
kimia berbentuk serbuk atau padatan dalam skala yang sangat sedikit. Cara kerja alat
ini yaitu bahan kimia padatan yang ingin dihitung massanya diletakkan pada pelat
atau cawan petri yang berada di atas sample pan. Kemudian, massa bahan kimia
dihitung sesuai kebutuhan yang terlihat pada display.

21. Autoklaf

Autoklaf merupakan alat laboratorium yang berfungsi sebagai sterilisasi alat


atau bahan dengan prinsip penguapan yang bertekanan. Autoklaf mempunyai bentuk
seperti panci yang memiliki pengatur tekanan udara dan dinyalakan dengan sumber
listrik. Berikut adalah langkah kerja penggunaan autoklaf yang baik dan benar.

a) Autoklaf diisi dengan air hasil destilasi sesuai batas yang telah ditentukan.
b) Alat dan bahan yang sudah di tutup dengan kertas dan aluminium foil
dimasukkan ke dalam autoklaf
c) Autoklaf ditutup rapat agar uap tidak keluar
d) Autoklaf dinyalakan lalu diatur dalam waktu minimal 15 menit dengan suhu
121°C
e) Autoklaf didiamkan hingga air mendidih untuk menciptakan uap yang memenuhi
kompartemen auto-klaf, 15 menit di-hitung mulai dari tekanan mencapai 2 atm
f) Jika alarm berbunyi tanda selesai, tunggu tekanan dalam kom-partemen turun
sehingga tekanannya mencapai angka 0
g) Autoklaf dibuka lalu alat dan bahan dikeluarkan dengan hati-hati

21. Aluminium Foil

Aluminium foil berfungsi sebagai penutup untuk mencegah adanya udara masuk
yang dapat memicu terjadinya kontaminasi. Aluminium foil diletakkan pada mulut
gelas erlemeyer yang ditimpa dengan kertas dan diikat dengan karet untuk menjamin
kerapatan penutup. Alat yang ditutup dengan aluminium foil selanjutnya akan
dimasukkan ke dalam autoklaf untuk melakukan sterilisasi dalam suhu dan waktu
tertentu.

B. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan ilmu pengetahuan dalam


mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit di tempat kerja. Kesehatan tempat kerja
merupakan kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak hanya memiliki
penyakit atau gangguan kesehatan, tetapi juga menunjukkan kemampuan berinteraksi
dengan lingkungan. Keselamatan tempat kerja adalah keselamatan yang terkait
dengan alat, bahan dan proses produksi, tempat kerja, serta lingkungan dan
pencapaiannya. Keselamatan di tempat kerja bersifat teknis dan membutuhkan
lingkungan kerja yang obyektif.

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah perlindungan pekerja dari berbagai


potensi bahaya dan sumber yang dapat menyebabkan penyakit akibat jenis pekerjaan
ini, mencegah terjadinya kecelakaan dan intoleransi peralatan kerja, serta karakteristik
pekerja dan orang yang disekitarnya. Mewujudkan masyarakat dan lingkungan kerja
yang aman, sehat dan sejahtera sehingga pekerja yang memiliki kesehatan fisik,
mental, sosial dan bebas kecelakaan dapat mencapai lingkungan kerja yang aman,
sehat dan nyaman.
Kecelakaan kerja dapat menyebabkan kerusakan material dan penderitaan, dari
yang terkecil sampai yang paling serius. Jika terjadi kecelakaan, pertolongan pertama
sangat penting untuk mencegah memperburuk kecelakaan. Pertolongan pertama pada
saat terjadi kecelakaan kerja (first aid) adalah bantuan darurat yang diberikan kepada
orang yang tiba-tiba jatuh sakit atau mengalami kecelakaan saat bekerja. Tujuan
pertolongan pertama adalah untuk menyelamatkan yang terluka, menciptakan
lingkungan yang aman, mencegah cedera atau penyakit serius, mencegah kecacatan,
mempercepat pemulihan, menenangkan korban yang terluka, dan mencari pertolongan
lain. Jenis cedera yang umum terjadi di laboratorium termasuk keracunan, luka bakar,
luka di kulit, kebakaran, dan sengatan listrik.

Keracunan

Menelan bahan kimia beracun atau toksik, seperti amonia, karbon monoksida,
benzena, dan kloroform, dapat menyebabkan keracunan. Keracunan bisa berakibat
fatal atau menyebabkan gangguan kesehatan. Jika keracunan bahan kimia terjadi,
tindakan pertolongan pertama harus dilakukan. Saat menangani keracunan bahan
kimia, langkah pertama adalah mencegah zat kimia bersentuhan dengan tubuh
manusia secepat mungkin. Dalam kasus keracunan bahan kimia dalam bentuk gas,
yang terbaik adalah memberikan udara segar. Untuk menghindari bentuk bahan kimia
dari keracunan gas, perlu memakai masker sejak awal. Karena gas seperti klorin,
hidrogen sulfida, fosgen, dan hidrogen sianida adalah bahan kimia gas yang sangat
beracun.Ooleh karena itu, penting untuk memahami cara menangani keracunan bahan
kimia sebelum menggunakan bahan kimia untuk mengantisipasi kejadian buruk.

Luka Bakar

Kelalaian menangani pelarut organik yang mudah terbakar (seperti eter, aseton,
alkohol) dapat menyebabkan kebakaran dan luka bakar. Jika bahan reaktif (seperti
peroksida dan perklorat) meledak, dapat terjadi kebakaran dan luka bakar. Jika luka
bakar parah, jangan lepas pakaian yang menempel pada luka, jangan memberi minyak
gosok, pasta gigi atau antiseptik, tidak memecah lepuh, dan segera dapatkan
pertolongan medis.

Luka Kulit
Luka pada kulit karena bekerja dengan kaca atau gelas atau karena tertusuk
benda tajam. pecahan kaca adalah penyebab umum luka pada tangan atau mata.
Pertolongan pertama untuk luka tajam terdiri dari mengeluarkan benda tajam yang
tertanam di kulit dengan hati-hati, mendisinfeksi luka, menempelkan obat pada luka,
dan membalut luka untuk mencegah kontaminasi. Jika lukanya cukup parah, segera
cari pertolongan medis.

Kebakaran

Kebakaran terjadi ketika reaksi kimia antara material dan oksigen menghasilkan
energi berupa panas dan cahaya berupa api. Panas akan menyebar di sekitarnya,
sehingga mempercepat penyalaan api. Jenis kebakaran berikut bergantung pada cara
penggunaannya, yaitu:

1. Tipe A adalah jenis kebakaran dengan bahan yang "biasanya" mudah terbakar
seperti kayu, kertas, karet, dan plastik (mengandung karbon). Gunakan alat
pemadam kebakaran, bedak kering atau selimut api. Jika ada risiko sengatan
listrik, jangan gunakan air.

2. Tipe B adalah jenis kebakaran yang menggunakan bahan yang mudah terbakar
(cairan seperti minyak tanah, bensin dan alkohol). Untuk mengatasi masalah ini,
digunakan foam, volatile liquid, karbondioksida, dry powder, fire blanket atau
alat pemadam api jenis pasir. Jangan gunakan busa dan air jika ada risiko
sengatan listrik.

3. Bahan bakar tipe C termasuk gas seperti metana, propana, asetilena, dan butana.
Untuk mengatasi masalah ini, harap tutupi bahan yang dapat mengeluarkan gas
yang mudah terbakar, kemudian dapat menggunakan alat pemadam api jenis
BCF.

4. Kebakaran tipe D disebabkan oleh logam yang mudah terbakar seperti natrium,
kalium, dan magnesium. Untuk mengatasi tipe ini, gunakan selimut pasir atau
api.

Sengatan Listrik

Terkena sengatan listrik atau kesetrum sangat berbahaya dan dapat


menyebabkan kematian seketika. Arus listrik yang melewati tubuh akan merusakkan
jaringan tubuh seperti saraf, otot, serta dapat mengacaukan kerja jantung. Pada korban
tersengat listrik seringkali jatuh pingsan, mengalami henti napas, denyut jantung tidak
teratur atau bahkan berhenti sama sekali, dan mengalami luka bakar yang luas.

Untuk menghadapi korban yang tersengat listrik harus memperhatikan


lingkungan dan kondisi korban. Cek apakah korban masih terkoneksi dengan power
supply atau tidak. Jangan terburu-buru menyentuh atau menggendong korban secara
langsung. Jika korban masih tersambung ke sumber listrik, penyelamat dapat ikut
tersengat listrik. Kemudian cari sumber listrik lalu matikan. Jika tidak
memungkinkan, putuskan aliran listrik dari tubuh korban dengan sesuatu yang tidak
menghantarkan listrik, seperti kayu, plastik, atau karet. Kemudian pindahkan korban
ke lokasi yang lebih aman dan bawa ke fasilitas medis. Baringkan korban telentang
sambil menunggu bantuan medis. Letakkan kaki korban lebih tinggi dari kepalanya
untuk menghindari shock. Periksa juga pernapasan dan detak jantung korban. Jika
jantungnya berhenti berdetak, penyelamat dapat melakukan resusitasi kardio
pulmoner (CPR) selama penyelamat bisa menguasai teknik tersebut.

C. Simbol Bahan Kimia Berbahaya

Bekerja di laboratorium kimia membawa risiko bahaya keselamatan. Demikian


pula di laboratorium Perlindungan Tanaman, hampir semua aktivitas melibatkan
penggunaan bahan kimia berbahaya. Percobaan atau praktikum yang dilakukan di
laboratorium kimia organik sering menggunakan bahan kimia organik berbahaya.
Penggunaan bahan kimia secara alami menimbulkan risiko kesehatan bagi pengguna,
pekerja dan lingkungan. Namun, penggunaan bahan kimia berbahaya tidak dapat
dihindari dalam praktikum kimia organik.

Salah satu risiko yang paling tidak terduga dan berbahaya di laboratorium
adalah toksisitas berbagai bahan kimia. Tidak ada zat yang sepenuhnya aman, dan
semua zat kimia memiliki efek toksik yang berbeda-beda pada sistem kehidupan. Zat
kimia tertentu mungkin memiliki efek buruk setelah kontak awal, seperti asam nitrat
korosif. Beberapa di antaranya mungkin memiliki efek berbahaya setelah terpapar
berulang kali atau dalam jangka panjang, seperti karsinogenenik klorometil (Faizal,
2013).

Berbagai zat kimia berbahaya bagi kesehatan manusia. Masalah kesehatan yang
paling sering terjadi adalah penyakit kulit kontak akibat kerja, yang biasanya
dirangsang oleh zat iritan (ammonia), dan jika bahan beracun seperti formalin
tertelan, terhirup atau terserap oleh kulit akan menyebabkan penyakit akut maupun
kronis, bahkan kematian. Zat korosif (asam dan basa) menyebabkan kerusakan
permanen pada jaringan di area yang terkena (Karimi et al., 2016).

Mengingat besarnya potensi risiko bahaya pemakaian bahan-bahan berbahaya di


laboratorium kimia terhadap kesehatan pengguna maupun praktikan, maka penting
untuk disikapi secara serius. Baik pengguna atau praktikan laboratorium kimia sangat
penting memiliki pengertian dan pemahaman yang benar tentang karakteristik risiko
serta upaya preventif untuk mencegah kemungkinan terpapar risiko berbahaya. Oleh
karena itu, penting untuk dilakukan analisis risiko terhadap bahan-bahan kimia yang
ada di laboratorium Perlindungan Tanaman.

1. Iritasi (irritant)

Bahan kimia yang memiliki tanda ini dapat menyebabkan iritasi, gatal-gatal, dan
dapat menyebabkan luka bakar pada kulit, contohnya Natrium Hidroksida dan Klorin.
Tindakan yang perlu dilakukan saat menggunakan bahan kimia bertanda ini adalah
menghindari kontak langsung dengan kulit

Gambar 1.1. Simbol iritasi

2. Harmful

Bahan kimia yang bersifat harmful memiliki tanda yang sama dengan iritasi.
Namun biasanya terdapat keterangan bahwa tanda yang dimaksud merupakan bersifat
harmful. Bahan berbahaya ini dapat merusak kesehatan tubuh bila kontak langsung
dengan tubuh atau melalui inhalasi. Tindakan untuk menghindarinya adalah jangan
dihirup dan ditelan, hindari kontak langsung dengan kulit. Contoh bahan kimia yang
bersifat harmful adalah etilen glikol.
Gambar 1.2. Simbol harmful
3. Toxic (beracun)

Bahan kimia yang bersifat toxic atau beracun dapat menyebabkan sakit serius
bahkan kematian apabila tertelan atau terhirup. Tindakan agar tidak terjadi keracunan
adalah jangan ditelan dan dihirup, hindari kontak langsung dengan kulit. Contoh
bahan kimia yang memiliki sifat beracun adalah formalin.

Gambar 1.3. Simbol toxic atau beracun

4. Corrosive (Korosif)

Bahan kimia yang bersifat korosif dapat merusak jaringan hidup dan dapat
menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-gatal dan membuat kulit mengelupas. Tindakan
yang perlu dilakukan adalah hindari kontak langsung dengan kulit dan hindari dari
bahan-bahan yang bersifat logam. Contoh bahan kimia yang bersifat korosif adalah
asam klorida (HCl) dan Natrium Hidroksida (NaOH).

Gambar 1.4. Simbol Korosif

5. Flammable (mudah terbakar)

Bahan kimia yang bersifat flammable atau mudah terbakar mempunyai titik
nyala rendah dan mudah terbakar dengan api bunsen, permukaan panas, atau loncatan
bunga api. Tindakan untuk menghindarinya adalah jauhkan bahan kimia dari benda-
benda yang berpotensi mengeluarkan api atau panas. Contoh bahan kimia yang mudah
terbakar adalah minyak terpentin.
Gambar 1.5. Simbol Flammable
6. Explosive (mudah meledak)

Bahan kimia yang bersifat explosive atau mudah meledak yang disebabkan oleh
adanya panas atau percikan bunga api, gesekan, atau benturan. Hal ini dapat
menyebabkan kerugian material atau bahkan terjadi kecelakaan pada praktikan. Maka
hindari pukulan atau benturan, gesekan, pemanasan, api, dan sumber nyala lain
bahkan tanpa oksigen atmosferik. Contoh bahan kimia yang mudah meledak adalah
KClO3 dan NH4NO3.

Gambar 1.6. Simbol explosive

7. Oxidizing (oksidasi)

Bahan kimia yang bersifat oksidasi dapat menyebabkan kebakaran dengan


menghasilkan panas saat kontak dengan bahan organik dan bahan pereduksi.
Tindakan yang perlu dilakukan dalam penggunaan bahan kimia oksidasi adalah
hindari kontak atau brcampur dengan lingkungan yang dapat membahayakan makhluk
hidup. Contoh bahan kimia yang mudah teroksidasi adalah hidrogen peroksida dan
kalium perklorat.

Gambar 1.7. Simbol Oksidasi

8. Dangerous for the Environment (bahaya bagi lingkungan)

Bahan kimia yang berbahaya bagi beberapa komponen lingkungan dapat


menyebabkan kerusakan ekosistem hidup. Tindakan yang perlu dilakukan dalam
penggunaan bahan kimia bersimbol ini adalah hindari kontak atau bercampur dengan
lingkungan yang dapat membahayakan makhluk hidup. Contoh bahan kimia yang
bersifat berbahaya bagi lingkungan adalah petroleum bensin.
Gambar 1.8. Simbol berbahaya bagi lingkungan.

Beberapa contoh bahan kimia yang ada di laboratorium Perlindungan Tanaman


yang disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel 1.2 Pengenalan fungsi, karakteristik, dan spesifikasi simbol yang ada di
Laboratorium Perlindungan Tanaman.

No. Nama Bahan dan Gambar Fungsi Karakteristik Spesifikasi


Simbol
1. Asam Laktat Mendapatkan Tidak berwarna
biakan murni sampai
jamur yang kekuningan,
ditumbuhkan dapat larut
pada media dalam air, Iritasi/

agar tanpa alkohol, dan berbahaya,

kontaminasi ater hindari

bakteri kontak
langsung
dengan kulit
2. Kloroform Membius Cairan tak
serangga uji berwarna atau
kristal, baunya
menyengat
seperti eter, Iritasi/

larut dalam berbahaya,

benzena, hindari

minyak, dan kontak

alkohol, cepat langsung

menguap apabil dengan kulit


terkena udara
3. Asam Asetat Menurunkan Baunya khas,
pH serangga berbentuk
uji dan cairan, bersifat
sebagai asam lemah,
pelarut rasanya asam, Korosif,

rekristalisasi larut dalam hindari

alkohol, air, kontak

dan eter, langsung

mudah dengan kulit

menguap di dan benda

udara bebas bersifat


logam
4. Formalin/Formaldehid Cairan Tidak berwarna
pengawet seperti air,
pada sedikit asam,
spesimen/ baunya
awetan basah menyengat, Beracun/

mudah terurai toxic. Jika

pada suhu kandungan

tinggi formalin
masuk ke
dalam tubuh
manusia,
dapat me-
nyebabkan
keracunan
hingga
kematian
5. Magnesium Sulfat- Bahan Berbentuk Tidak ada
Heptahydrate/ MgSO4.7H2O
pembuatan padat, seperti simbol
medium kristal putih, berbahaya.
pertumbuhan tidak berbau, Menurut
mikroba mudah larut Peraturan
dalam air, (EC) No.
sedikit larut 1272/2008
dalam alkohol, bahan ini
dan tidak larut bukan
dalam aseton campuran
zat
berbahaya
6. Yeast Extract Suplemen Berbentuk Tidak ada
dalam padat, dapat simbol
medium mereduksi berbahaya.
mikrobiologi sodium dan Menurut
yang gula, berwarna Peraturan
bermanfaat kuning (EC) No.
bagi kecoklatan 1272/2008
pertumbuhan dan No.
1907/2006,
bahan ini
bukan
campuran
zat
berbahaya
7. Glukosa Sumber Berbentuk Tidak ada
karbon utama padatan dan simbol
untuk tidak berbau berbahaya.
pertumbuhan Pada
mikroba dasarnya,
glukosa
merupakan
suatu
karbohidrat
sebagai
sumber
tenaga bagi
pertumbuh-
an sehingga
aman
apabila
terkena
kontak
langsung.
8. Pepton Hidrosilat Berbentuk Tidak ada
protein padatan, mudah simbol
sebagai larut dalam air, berbahaya.
sumber tahan terhadap Pepton
nitrogen suhu tinggi, aman peng-
dalam berwarna gunaannya
medium kuning, bersifat karena
pertumbuhan asam bersifat
mikroorganis sebagai
me penyangga
yang me-
ngandung
nitrogen
yang di-
gunakan
untuk per-
tumbuhan

Bahan laboratorium tersebut mengandung zat yang bersifat iritasi, toxic, korosif,
dan beberapa di antaranya tidak memiliki tanda bahaya. Asam laktat, kloroform, asam
asetat dan formalin adalah larutan kimia dengan tingkat konsentrasi berbahaya yang
berbeda, sedangkan magnesium sulfat-heptahidrat, yeast extract, glukosa dan pepton
adalah zat kimia padat, yang jika bersentuhan langsung dengan kulit atau bagian kulit
lainnya tidak enyebabkan efek fatal bagi tubuh.

Asam laktat merupakan bahan cair kimia yang digunakan untuk mendapatkan
biakan murni jamur yang ditumbuhkan pada media agar tanpa kontaminasi bakteri.
Asam laktat berbentuk cair yang tidak berwarna hingga kekuningan, dan dapat larut
dalam air, alkohol, dan eter. Asam laktat memiliki sifat irritant atau iritasi yang dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit. Larutan ini dapat menyebabkan iritasi, gatal-
gatal, dan dapat menyebabkan luka bakar pada kulit, sehingga perlu dihindari
terjadinya kontak langsung dengan tubuh.

Kloroform merupakan bahan cair kimia yang digunakan untuk membius


serangga uji. Cairan ini tidak memiliki warna atau kristal, tetapi memiliki aroma bau
yang menyengat seperti eter. Kloroform dapat larut dalam benzena, minyak, dan
alkohol, serta mudah menguap apabila terkena udara bebas. Kloroform bersifat iritasi
yang dapat menyebabakna kerusakan pada kulit. Larutan ini dapat menyebabkan
iritasi, gatal-gatal, dan dapat menyebabkan luka bakar pada kulit, sehingga perlu
dihindari terjadinya kontak langsung dengan tubuh.

Asam asetat merupakan bahan kimia cair yang dapat menurunkan pH serangga
uji dan digunakan sebagai pelarut rekristalisasi. Asam asetat memiliki bau yang khas
dan rasanya asam. Larutan ini merupakan asam lemah yang dapat larut dalam alkohol,
air, dan eter, serta mudah menguap pada udara bebas. Asam asetat bersifat korosif
yang dapat merusak jaringan hidup dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-
gatal dan membuat kulit mengelupas. Oleh karena itu, hindari kontak langsung
dengan kulit atau benda yang bersifat logam.

Formalin atau formaldehid merupakan bahan kimia cairan yang dimanfaatkan


sebagai pengawet sampel atau awetan basah. Formalin tidak memiliki warna dan
baunya sangat menyengat. Larutan ini mudah terurai pada suhu tinggi dan bersifat
toxic atau beracun. Jika kandungan formalin masuk ke dalam tubuh manusia, dapat
me-nyebabkan keracunan hingga kematian. Maka perlu hati-hati dalam penggunaan
formalin, jangan dihirup atau ditelan dan hindari kontak langsung dengan tubuh.

Dengan adanya bahan kimia yang berbahaya tersebut, maka segala kegiatan
yang dilakukan di dalam laboratorium diwajibkan memakai alat pelindung diri. Alat
pelindung diri yang maksud adalah seperangkat alat yang dipakai selama kegiatan di
laboratorium dengan tujuan menghindari kecelakaan yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada tubuh. Kacamata, sarung tangan, masker, dan jas laboratorium
merupakan contoh alat pelindung diri.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Terdapat kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil dan pembahasan


pada makalah ini yaitu sebagai berikut.

1. Standar Operasional Prosedur atau Standard Operating Procedure (SOP) adalah


sekumpulan instruksi tertulis untuk suatu kegiatan atau proses kerja. SOP
memberikan informasi kepada pengguna laboratorium tentang proses kerja yang
akan dilakukan atau urutan langkah-langkah pelaksanaan pekerjaan di mana
pekerjaan itu dilakukan, terkait dengan apa yang sedang dikerjakan, bagaimana
mengerjakannya, kapan di mana melakukannya, serta siapa pelaku pelaksana.
SOP merupakan salah satu persyaratan dasar kepatuhan terhadap praktik
laboratorium yang baik atau Good Laboratory Practice (GLP). Jika memenuhi
standar yang ada dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas laboratorium, SOP
yang dapat diamandemen sesuai dengan perkembangan tertentu.

2. Kesehatan dan keselamatan kerja adalah perlindungan pekerja dari berbagai


potensi bahaya dan sumber yang dapat menyebabkan penyakit akibat jenis
pekerjaan ini, mencegah terjadinya kecelakaan dan intoleransi peralatan kerja,
serta karakteristik pekerja dan orang yang disekitarnya. Kecelakaan kerja dapat
menyebabkan kerusakan material dan penderitaan, dari yang terkecil sampai yang
paling serius. Jika terjadi kecelakaan, pertolongan pertama sangat penting untuk
mencegah memperburuk kecelakaan. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk
menyelamatkan yang terluka, menciptakan lingkungan yang aman, mencegah
cedera atau penyakit serius, mencegah kecacatan, mempercepat pemulihan,
menenangkan korban yang terluka, dan mencari pertolongan lain. Jenis cedera
yang umum terjadi di laboratorium termasuk keracunan, luka bakar, luka di kulit,
kebakaran, dan sengatan listrik.

3. Bahan laboratorium yang ada di laboratorium Perlindungan Tanaman


mengandung zat yang bersifat iritasi, toxic, korosif, dan beberapa di antaranya
tidak memiliki tanda bahaya. Asam laktat, kloroform, asam asetat dan formalin
adalah larutan kimia dengan tingkat konsentrasi berbahaya yang berbeda,
sedangkan magnesium sulfat-heptahidrat, yeast extract, glukosa dan pepton
adalah zat kimia padat, yang jika bersentuhan langsung dengan kulit atau bagian
kulit lainnya tidakm enyebabkan efek fatal bagi tubuh. Dengan adanya bahan
kimia yang berbahaya tersebut, maka segala kegiatan yang dilakukan di dalam
laboratorium diwajibkan memakai alat pelindung diri. Kacamata, sarung tangan,
masker, dan jas laboratorium merupakan contoh alat pelindung diri.

B. Saran

Pada penyusunan makalah ini, diharapkan praktikan dapat mengenal dan


memahami kegunaan dan cara kerja setiap alat-alat yang ada di laboratorium. Dan
juga disarankan untuk praktikan memahami penggunaan dan tingkat berbahaya dari
bahan kimia yang akan digunakan dalam praktikum. Dalam segala kegiatan
praktikum, praktikan dan seluruh pekerja yang ada di laboratorium diwajibkan
memakai pelindung diri untuk menghindari kecelakaan yang dapat berakibat fatal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. “Standard Operation Procedures Laboratorium (SOP)”. Laboratorium


Teknologi Kulit, Hasil Ikutan, dan Limbah Peternakan. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

Cahyaningrum, Dwi. 2020. “Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di


Laboratorium Pendidikan”. Jurnal Pengelolaan Laboratorium Pendidikan. 2(1):
35-40.

Can, Sendil, et al. 2015. “Investigation of Pre-service Science Teachers’ Attitudes


Towards Laboratory Safety”. Procedia - Social and Behavioral Science.
174(2015): 3131-3136.

Hasugian, Armedy Ronny, & Vivi Lisdawati. 2015. “Peran Standar Operasional
Penanganan Spesimen untuk Implementasi Keselamatan Biologik (Biosafety) di
Laboratorium Klinik Mandiri”. 26(1): 1-8.

Rani, Dede Oktavia Kishar. 2017. “Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
Laboratorium”. Perguruan Tinggi Widya Dharma, Palembang.
Redjeki, Sri. 2016. “Kesehatan dan Keselamatan Kerja”. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Diakses pada 5 Mei 2021.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Kesehat
an-dan-Keselamatan-Kerja-Komprehensif.pdf

Roni, Ahmad, & Netty Herawati. 2012. “Uji Kandungan Asam Laktat di dalam
Limbah Kubis dengan Menggunakan NaCl dan CaCl2”. Berkala Teknik. 2(4):
320-333.

Sholikhah, Roudlotus, & Puji Hujria Suci. 2020. “Pengembangan SOP (Standart
Operational Procedure) Laboratorium dalam Rangka Optimalisasi Fungsi
Laboratorium pada Program Studi Pendidikan Tata Busana UNNES”. Jurnal
Teknologi Busana dan Boga. 8(2): 152-160.

Subamia, I Dewa Putu, Sri Wahyuni, & Ni Nyoman Widiasih. 2019. “Analisis Risiko
Bahan Kimia Berbahaya di Laboratorium Kimia Organik”. Wahana Matematika
dan Sains. 13(1): 49-70

Tancarino, Achmad Soebagio. 2016. “Standar Laboratorium Diploma III Jamu”.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 13-26.

LAMPIRAN

Lampiran 1.1. ACC


Lampiran 1.2. Kegiatan
Keterangan: menonton video yang diberikan oleh asisten praktikum pada platform Google
Classroom melalui youtube

Keterangan: diskusi dengan asisten praktikum pada jam mata kuliah Teknik Dasar
Laboratorium Perlindungan Tanaman.
Lampiran 1.3. Referensi Jurnal

Anda mungkin juga menyukai