Anda di halaman 1dari 13

GLOBAL BURDEN DESEASE – HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

– ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (HIV-AIDS)

Nurma Yuliyanasari*
* Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surabaya – Indonesia
Submitted : Agustus 2016 | Accepted : October 2016 | Published : Januari
2017

ABTRACT
The Global Disease Burden "/ GBD become a standard of the WHO since 1990 to report
on global health information related to the environment, including diseases caused by
nutritional deficiencies and communication. One of it which increasing in prevalence and
need a serious attention is Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). The purpose
of writing this article is to expand the horizons of what is HIV-AIDS, its causes, risk
factors, epidemiology and prevalence, how the reduction mechanism of immunity to HIV
infection, clinical manifestations that may arise, any opportunistic infection leading cause
of death in patients infected with HIV, and other types of tests to detect HIV and
opportunistic infections.
(QM 2017;01:65-77)
Keyword : HIV, AIDS, Global Burden Desease, GBD
Correspondence to : nurmayuliyanasari@gmail.com

ABSTRAK
The Global Burden Disease /GBD menjadi suatu standar dari WHO sejak tahun 1990
untuk melaporkan informasi kesehatan global yang terkait dengan penyakit-penyakit
lingkungan termasuk yang disebabkan oleh gangguan nutrisi dan komunikasi. Salah satu
penyakit yang prevalensiya terus meningkat dan perlu mendapatkan perhatin serius dalam
GBD adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Tujuan penulisan artikel ini
adalah untuk memperluas wawasan tentang apa itu HIV-AIDS, penyebabnya, faktor
resiko, epidemiologi dan prevalensinya, bagaimana mekanisme penurunan imunitas pada
infeksi HIV, manifestasi klinis yang mungkin ditimbulkan, apa saja infeksi oportunistik
penyebab kematian terbesar pada pasien yang terinfeksi virus HIV, dan jenis-jenis
pemeriksaan untuk mendeteksi HIV dan infeksi oportunistik. (QM 2017;01:65-77)
Kata kunci : HIV, AIDS, Global Burden Desease, GBD
Korespondensi : nurmayuliyanasari@gmail.com
PENDAHULUAN
Sejak tahun 1990, Word Health Kematian penyandang AIDS tidak
Organization telah menyampaikan suatu kunjung mencapai angka nol dan
istilah yang disebut sebagai “The Global menjadi lima besar penyebab mortalitas
Burden Disease”/GBD yang menjadi pada anak dan dewasa di dunia.
suatu standar untuk melaporkan Penyebab kematian pada penyandang
informasi kesehatan global yang terkait AIDS adalah penurunan sistem imunitas
dengan penyakit-penyakit lingkungan secara progresif sehingga infeksi
termasuk yang disebabkan oleh oportunistik dapat muncul dan berakhir
gangguan nutrisi dan komunikasi. Salah pada kematian. Infeksi oportunistik
satu penyakit yang prevalensiya terus muncul dengan bentuk infeksi baru oleh
meningkat dan perlu mendapatkan mikroorganisme lain (bakteri, fungi dan
perhatin serius dalam GBD adalah virus) atau reaktivasi infeksi laten yang
Acquired Immune Deficiency Syndrome dalam kondisi normal dapat dikontrol
(AIDS) (Kumar, et al. 2015). oleh sistem imun sehingga tidak
AIDS adalah kumpulan gejala menimbulkan manifestasi. Munculnya
penyakit yang disebabkan oleh virus infeksi oportunistik mengindikasikan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adanya efek pada imunitas yang
yang ditandai dengan gejala menurumya dimediasi sel akibat imunodefisiensi dan
sistem kekebalan tubuh. Jumlah berhubungan dengan jumlah sel T CD4+
penyandang HIV/AIDS semakin dan mekanisme lainnya (Pohan, 2006).
meningkat dan menjadi pandemi global.
Joint/United Nations Programme on TINJAUAN PUSTAKA
HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan Acquired Immunodeficiency Syn-
terdapat sekitar 34 juta individu drome (AIDS)
terinfeksi HIV dan 8 juta individu AIDS adalah suatu penyakit
menyandang AIDS di dunia pada tahun yang disebabkan oleh retrovirus Human
2012. Di Indonesia, terdapat 39.434 Immunodeficiency Virus (HIV) dan
penyandang AIDS hingga tahun 2012. ditandai oleh suatu kondisi
Jumlah kematian akibat AIDS di dunia imunosupresi yang memicu infeksi
pada tahun 2006 ialah sekitar 2,6 juta. oportunistik, neoplasma sekunder, dan
Angka mortalitas penyandang AIDS di manifestasi neurologis (Kummar, et al.
Indonesia adalah 7.293 hingga 2015). Pada tahun 1993, CDC
September 2012. (Ditjen PP dan PL memperluas definisi AIDS, yaitu dengan
Kemenkes RI 2012, Putri et al. 2012). memasukkan semua orang HIV positif
dengan jumlah CD4+ di bawah 200 per kelompok pada usia dewasa yang
μL darah atau 14% dari seluruh limfosit. memiliki resiko tinggi menderita AIDS.
Studi epidemiologi di Amerika Distribusi kasus terjadi pada kelompok
Serikat telah mengidentifikasi empat berikut pada gambar 1.

Kelompok Distribusi Kasus HIV


Pria
1% homo/biseksual
8,5% pemakai
narkotika IV
20% % haemofilia
% 50%
resipien donor
20% %
darah
% kontak
heteroseksual
lain-lain
0,5%

Gambar 1. Grafik Pembagian Kelompok Distribusi Kasus HIV tertinggi usia dewasa(Kummar et al., 2015)

Ada tiga mekanisme transmisi AIDS adalah 31,0 juta dan pada tahun
AIDS yang utama, yaitu kontak seksual, 2012 menjadi 35,3 juta. Selain pada
inokulasi parenteral, dan perpindahan dewasa, HIV juga ditemukan
virus dari ibu yang terinfeksi kepada menginfeksi anak-anak. HIV masih
bayi baru lahir (Kummar, et al. 2015). menjadi kontributor terbesar dalam
menyebabkan global burden disease.
Epidemiologi dan prevalensi HIV- Penyebab kematian utama penderita
AIDS penyakit ini adalah infeksi oportunitik,
Epidemik HIV diketahui terus akan tetapi 50% penderita yang telah
meningkat setelah ditemukannya infeksi mendapatkan terapi antiretrovirus akan
zoonotik dengan infeksi Simian meninggal karena non-AIDS related
Immunodeficiency Viruses dari primata death antara lain non-AIDS defining
di Afrika. Sub-saharan Afrika cancer (23.5%), penyakit kardiovaskular
khususnya Afrika selatan memiliki (15,7%), dan penyakit liver (14,1%)
masalah global HIV tertinggi yaitu (Marteen, et al. 2014).
70.8%. Prevalensi penyakit ini setiap
tahun diketahui semakin meningkat. Etiologi HIV-AIDS
Pada tahun 2002 prevalensi global HIV-
Etiologi HIV-AIDS adalah Human enzim yang penting untuk replikasi dan
Immunodefisiensi virus (HIV) yang maturasi HIV antara lain adalah p24, p7,
meruakan virus sitopatik yang p9, p17,reverse transkriptase, integrase,
diklasifikasikan dalam famili dan protease. Tidak seperti retrovirus
retroviridae, subfamili lentiviridae, yang lain, HIV menggunakan sembilan
genus lentivirus. Berdasarkan gen untuk mengkode protein penting
strukturnya HIV termasuk famili dan enzim. Ada tiga gen utama yaitu
retrovirus yang merupakan kelompok gag, pol, dan env. Gen gag mengkode
virus RNA yang mempunyai berat protein inti, gen pol mengkode enzim
molekul 0,7 kb (kilobase). Virus ini reverse transkriptase, integrase, dan
terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan protease, dan gen env mengkode
HIV-2. Masing-masing grup mempunyai komponen struktural HIV yaitu
berbagai subtipe. Diantara kedua grup glikoprotein. Sementara itu, gen rev, nef,
tersebut, yang paling banyak vif, vpu, vpr, dan tat penting untuk
menimbulkan kelainan dan lebih ganas replikasi virus dan meningkatkan tingkat
di seluruh dunia adalah grup HIV-1 infeksi HIV (Calles, et al. 2006,
(United States Preventive Services Task Kummar, et al. 2015).
Force, 2011).
Patogenesis Infeksi HIV dan AIDS
Infeksi HIV di jaringan memiliki
dua target utama yaitu sistem imun dan
sistem saraf pusat. Gangguan pada
sistem imun mengakibatkan kondisi
Gambar 2. Struktur Human Immudeficiency Virus imunodefisiensi pada cell mediated
(HIV) (Kummar et al., 2015)
immunity yang mengakibatkan
HIV terdiri dari suatu bagian
kehilangan sel T CD4+ dan
inti yang berbentuk silindris yang
ketidakseimbangan fungsi ketahanan sel
dikelilingi oleh lipid bilayer envelope.
T helper. Selain sel tersebut, makrofag
Pada lipid bilayer tersebut terdapat dua
dan sel dendrit juga menjadi target. HIV
jenis glikoprotein yaitu gp120 dan gp41.
masuk ke dalam tubuh melalui jaringan
Fungsi utama protein ini adalah untuk
mukosa dan darah selanjutnya sel akan
memediasi pengenalan sel CD4+ dan
menginfeksi sel T, sel dendritik da
reseptor kemokin dan memungkinkan
makrofag. Infeksi kemudian
virus untuk melekat pada sel CD4+ yang
berlangsung di jaringan limfoid dimana
terinfeksi. Bagian dalam terdapat dua
kopi RNA juga berbagai protein dan
virus akan menjadi laten pada periode Siklus hidup HIV terdiri dari fase
yang lama (Kummar, et al. 2014). infeksi, integrasi provirus ke dalam
genom sel host, aktivasi dan replikasi
Siklus hidup HIV virus, produksi virus infeksius
.

Gambar 3. Langkah cara virus dapat menginfeksi sel target dan mampu memproduksi virion yang
infeksius pada siklus hidup HIV (Maartens et al, 2014)
 HIV mampu menginfeksi sel di
Mekanisme Penurunan Imunitas organ limfoid (limfa, limfonodi,
Pada Infeksi HIV tonsil) dan dapat menyebabkan
Infeksi HIV dapat menyebabkan destruksi progresif di jaringan
penurunan fungsi sistem imun secara limfoid.
bertahap, dimana hal itu terjadi karena  Terjadinya kehilangan immatur
Deplesi sel T pada infeksi HIV. Deplesi precusor sel T CD4+ karena infeksi
sel T CD4+ disebabkan oleh beberapa langsung pada thymic progenitor
hal yaitu : cells atau karena infeksi sel asesori
 Aktivasi kronik dari sel yang tidak yang mensekresikan sitokin yang
terinfeksi. penting untuk maturasi sel T CD4+ .
 Non-cytopathic (abortif) infeksi HIV  Fusi antara sel terinfeksi HIV dan
mampu mengaktifkan tidak terinfeksi dengan
inflammasome pathways dan pembentukan syncytia (giants cells).
Sel ini akan mati dalam waktu
beberapa jam.
 Defek kualitatif sel T CD4+pada
memicu bentuk kematian sel yang individu terinfeksi HIV
disebut pyroptosis.
asimptomatik. (Maartens, et al. Manifestasi klinis pada orang
2014, Kummar, et al. 2015). yang terinfeksi dapat timbul paling cepat
Dengan berbagai proses kematian 1 sampai 4 minggu setelah pajanan.
limfosit T tersebut terjadi penurunan Gejala yang timbul dapat berupa
jumlah limfosit T CD4 secara dramatis malaise, demam, diare, limfadenopati,
dari normal yang berkisar 600- dan ruam makulopapular. Beberapa
1200/mm3 menjadi 200/mm3 atau lebih orang mengalami gejala yang lebih akut,
rendah lagi, sehingga pertahanan seperti meningitis dan pneumonitis.
individu terhadap mikroorganisme Selama periode ini, kadar limfosit T
patogen menjadi lemah dan CD4 yang tinggi dapat terdeteksi di
meningkatkan risiko terjadinya infeksi darah perifer (Sterling dan Chaisson
sekunder dan akhirnya masuk ke 2010).
stadium AIDS. Infeksi sekunder ini Pada fase akut terjadi penurunan
biasanya disebut infeksi oportunistik, limfosit T yang dramatis dan kemudian
yang menyebabkan munculnya keluhan terjadi kenaikan limfosit T karena mulai
dan gejala klinis sesuai jenis infeksi terjadi respons imun. Jumlah limfosit T
(Fauci dan Chiffordlane 2008). pada fase ini masih di atas 500sel/mm3
dan kemudian akan mengalami
Manifestasi Klinis penurunan setelah 6 minggu terinfeksi
Setelah infeksi awal, pasien HIV. Setelah terinfeksi HIV akan
mungkin tetap seronegatif (tes antibodi muncul gejala klinis yaitu demam,
HIV masih menunjukkan hasil negatif) banyak berkeringat pada malam hari,
walaupun virus sudah ada dalam darah kehilangan berat badan kurng dari 10 %,
pasien dengan jumlah yang banyak. diare, lesi pada mukosa dan penyakit
Antibodi yang terbentuk belum cukup infeksi kulit berulang. Gejala-gejala ini
terdeteksi melalui pemeriksaan merupakan tanda awal munculya infeksi
laboratorium karena kadarnya belum oportunistik.
memadai. Antibodi terhadap HIV Selanjutnya adalah fase
biasanya muncul dalam 3 sampai 6 simtomatik. Pada fase ini terjadi
minggu hingga 12 minggu setelah peningkatan jumlah virion secara
infeksi primer. Fase ini sangatlah berlebihan di dalam sirkulasi sistemik.
penting karena pada fase ini pasien Respons imun tidak mampu meredam
sudah mampu dan potensial menularkan jumlah virion yang berlebihan, sehingga
virus ke orang lain. Fase ini disebut limfosit semakin tertekan karena
“window periode” (Nasronudin 2012). intervensi HIV yang semakin banyak.
Dari perjalanan penyakit, jumlah 5) Kategori A2, B2, dan C2 yaitu
limfosit T CD4 pasien biasanya telah CD4 200-400/ μL.
turun di bawah 200 sel/mm3. Penurunan 6) Kategori A3, B3, dan C3 yaitu
limfosit T ini mengakibatkan sistem CD4 <200/ μL
imun menurun dan pasien semakin
rentan terhadap berbagai macam Infeksi Oportunistik Penyebab
Kematian Terbesar Pasien Terinfeksi
penyakit infeksi sekunder. Dan disertai
HIV
pula dengan munculnya gejala-gejala Penyebab utama morbiditas dan
yang menunjukkan imunosupresi yang mortalitas di antara pasien dengan
berlanjut sampai pasien memperlihatkan stadium lanjut infeksi HIV adalah
penyakit-penyakit terkait AIDS (Sterling infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat
and Chaisson 2010) yang diinduksi oleh agen yang jarang
CDC mengklasifikasikan infeksi menyebabkan penyakit serius pada
HIV menjadi kategori sebagai berikut individu yang imunokompeten (New
(CDC 2009) : Mexico AIDS Education and Training
1) Kategori A adalah infeksi HIV Center 2009). Infeksi oportunistik
asimtomatik, tanpa adanya biasanya tidak terjadi pada penderita
riwayat gejala maupun keadaan yang terinfeksi HIV hingga jumlah sel
AIDS. CD4 turun dari kadar normal sekitar
2) Kategori B adalah terdapatnya 1.000 sel/μl menjadi kurang dari 200
gejala-gejala yang terkait HIV; sel/mm3. Penderita dengan jumlah sel
termasuk: diare, angiomatosis CD4 > 200 sel/mm3 memiliki
basiler, kandidiasis orofaring, kerentanan enam kali dalam
kandidiasis vulvovaginal, pelvic perkembangan infeksi oportunistik
inflammatory disease (PID) dibandingkan dengan jumlah sel CD4 >
termasuk klamidia, GO, atau 350 sel/mm3 (Ghate, et a., 2009).
gardnerella, neoplasma servikal, Dalam Journal of Crohn’s and
leukoplakia oral (EBV), purpura Colitis, Rahler JF, et al. (2009)
trombosito-penik, neuropati menyebutkan ada beberapa faktor risiko
perifer, dan herpes zoster. yang menyebabkan peningkatan atau
3) Kategori C adalah infeksi HIV resistensi terhadap infeksi oportunistik,
dengan AIDS. diantaranya yaitu :
4) Kategori A1, B1, dan C1 yaitu 1) Terapi imunomodulator
CD4 >500/ μL. Imunomodulator merupakan
terapi yang paling sering digunakan
untuk mengatasi infeksi akibat virus, Faktor-faktor komorbid
bakteri, parasit, dan jamur. Namun, seperti penyakit paru kronik,
dalam waktu yang bersamaan terjadi alkoholims, gangguan organik di
mekanisme yang berbeda dimana otak, dan diabetes melitus
obat-obat ini dapat menyebabkan menyebabkan infeksi oportunistik
timbulnya infeksi. Toruner dkk lebih mudah terjadi. Hal ini
(2008) mengemukakan bahwa dikarenakan penyakit-penyakit
penggunaan kortikosteroid tersebut menyebabkan gangguan
menyebabkan timbulnya infeksi supresi imun secara nyata.
jamur (Candida spp.), azathioprine 5) Malnutrisi
menyebabkan infeksi virus dan Malnutrisi merupakan
terapi anti-TNF menyebabkan mayoritas penyebab penurunan
infeksi jamur dan mikobakterium. fungsi imun dikarenakan
2) Paparan patogen dan keadaan meningkatnya pemakaian
geografis metabolisme berlebihan dalam
Paparan patogen dan waktu yang lama. Sehingga terjadi
keadaan geografis tertentu dapat defisiensi nutrisi yang menyebabkan
menyebabkan penyebaran dari gangguan cell-mediated immunity,
infeksi oportunistik meningkat. Hal penurunan fungsi fagosit, produksi
ini terutama terjadi pada orang- sitokin, dan sekresi antibodi, serta
orang dengan sistem kekebalan gangguan sistem komplemen
tubuh yang lemah terpapar secara (Duggal, et al. 2012).
langsung oleh patogen.

3) Usia
Pada orang-orang yang
berusia lanjut akan terjadi
disregulasi fungsi imun yang
menyebabkan kerentanan terhadap
infeksi, kanker, dan penyakit
autoimun.
4) Komorbid
Gambar 6. Infeksi oportunistik dan pada stadium awal HIV, dan
neoplasma yang ditemukan pada pasien
dengan infeksi HIV (Kummar et al., 2015) dapat dicegah dengan terapi
obat.
Organisme penyebab infeksi
(3) Esofagitis adalah peradangan
oportunistik adalah organisme yang
pada esofagus. Pada individual
merupakan flora normal, maupun
yang terinfeksi HIV, hal ini
organisme patogen yang terdapat secara
terjadi karena infeksi jamur
laten dalam tubuh yang kemudian
(kandidiasis) atau virus (herpes
mengalami reaktivasi. Spektrum infeksi
simpleks-1atau sitomegalovirus
oportunistik pada defisiensi imun akibat
(4) Diare kronik yang tidak dapat
HIV secara umum mempunyai pola
dijelaskan pada infeksi HIV
tertentu dibandingkan infeksi
terjadi akibat berbagai
oportunistik pada defisiensi imun
penyebab. Termasuk beberapa
lainnya. Namun ada gambaran infeksi
diantaranya infeksi bakteri
oportunistik yang spesifik untuk
(Salmonella, Shigella, Listeria,
beberapa daerah tertentu. Infeksi
Kampilobakter, atau
oportunistik spesifik yang diderita
Escherichia coli) serta parasit
pasien AIDS tergantung pada prevalensi
yang umum dan infeksi
infeksi di wilayah geografis tempat
oportunistik tidak umum seperti
tinggal pasien.
kriptosporidiosis,
Beberapa infeksi oportunistik
mikrosporidiosis, kolitis
yang melibatkan beberapa organ, seperti
kompleks Mycobacterium avium
yang tertera dibawah ini, yaitu :
dan sitomegalovirus (CMV).
(1) Pneumonia pneumocystis jarang
Pada beberapa kasus, diare
dijumpai pada orang yang sehat
adalah efek samping beberapa
dan imunokompeten, tetapi
obat yang digunakan untuk
umum dijumpai pada orang
menangani HIV, atau efek
yang terinfeksi HIV. Penyakit
samping infeksi HIV.
ini disebabkan oleh fungi
(5) Toksoplasmosis adalah penyakit
Pneumocystis jirovecii.
yang disebabkan oleh
(2) Tuberkulosis (TBC) merupakan
Toxoplasma gondii. Parasit ini
infeksi yang dapat ditularkan ke
biasanya menginfeksi otak dan
orang yang imunokompeten
menyebabkan toksoplasma
melalui rute respirasi, dapat
ensefalitis, tetapi juga dapat
dengan mudah ditangani setelah
menginfeksi dan menyebabkan
diidentifikasi, dapat muncul
penyakit pada mata dan paru- The Centers for Disease Control
paru. and Prevention (CDC)
(6) Leukoensefalopati multifokal merekomendasikan skrining
progresif adalah penyakit pada pasien semua pasien di
demielinasi, yang merupakan instansi kesehatan,semua orang
penghancuran sedikit demi dengan faktor risiko tinggi HIV,
sedikit selubung mielin yang harus diskrining minimal
menutupi akson sel saraf setahun sekali (Preventive
sehingga merusak penghantaran Services Task Force 2011).
impuls saraf. 2) Hitung Sel T CD4
(7) Kompleks demensia AIDS Pemeriksaan ini adalah
adalah ensefalopati metabolik indikator yang cukup dapat
yang disebabkan oleh infeksi diandalkan untuk mengetahui
HIV dan didorong oleh aktivasi risiko terkena infeksi
imun makrofag dan mikroglia oportunistik. Jumlah normal
otak yang terinfeksi HIV yang CD4 berkisar antara 500-2000
mengeluarkan neurotoksin. sel/μL. Setelah serokonversi,
(8) Meningitis kriptokokal adalah CD4 biasanya berada dalam
infeksi meninges yang jumlah rendah (rata-rata 700
disebabkan oleh jamur sel/μL. (Hull, MW. et al. 2012)
Cryptococcus neoformans. Hal 3) Viral Load (VL)
ini dapat menyebabkan demam, Viral load pada darah perifer
sakit kepala, lelah, mual, dan biasanya dipakai sebagai
muntah. Pasien juga mungkin penanda alternatif untuk
mengalami sawan dan mengetahui laju replikasi virus.
kebingungan, yang jika tidak Akan tetapi, pemeriksaan VL
ditangani dapat mematikan. kuantitatif tidak bisa digunakan
(9) Infeksi oportunistik lainnya. sebagai alat diagnosis, karena
(Nasronudin 2007, Centers for Disease kemungkinan adanya positif
Control and Prevention, the National palsu. Sehingga biasanya, VL
Institutes of Health, et al. 2015.). berkaitan dengan laju progresi
menjadi AIDS, walaupun
Pemeriksaan HIV kemampuan prediktabilitasnya
1) Skrining HIV masih lebih inferior dari CD4.
Dengan terapi ART (anti-
retroviral) yang adekuat, VL TB/tuberkulosis,dilanjutkan
dapat ditekan hingga mencapai dengan foto toraks.
tingkat tidak terdeteksi (<20-75 2) Cytomegalovirus (CMV)
kopi/ μL). Pada tingkatan ini, dengan tes serologi.
biasanya jumlah CD4 3) Sifilis dengan RPR (rapid
meningkat, dan risiko infeksi plasma reagent). Hasil positif
oportunistik berkurang sebaiknya dilanjutkan dengan
(Department of Health and pungsi lumbal, terutama jika
Human Services 2011). terdapat gejala neurologis.
4) Pemeriksaan HIV Sekunder 4) Tes amplifikasi cepat untuk
Kultur virus dapat digunakan infeksi gonokokus dan klamidia.
pada pemeriksaan resistensi Pemeriksaan panggul dilakukan
obat secara fenotipik, walaupun pada wanita, untuk
sensitivitasnya berkurang menyingkirkan kemungkinan
seiring dengan menurunnya trikomoniasis.
Viral Load (VL).. 5) Serologi hepatitis A, B, dan C
5) Temuan Histologis dilakukan pada pasien untuk
6) Pemeriksaan secara patologi menentukan kebutuhan akan
anatomi dapat memberikan vaksinasi dan mengevaluasi
gambaran infeksi HIV atau infeksi kronik.
AIDS, misalnya penampakan 6) Tes Fungsi Liver.
nodus limfa yang mengalami 7) Antibodi anti-toksoplasma
kerusakan, hiperplasia, sel T diukur untuk mengetahui
multinuklear raksasa (khas pada kejadian toksoplasmosis, karena
HIV ensefalopati), mikrogliosis, pada imunosupresi, reinfeksi
serta hilangnya gambaran dapat terjadi sewaktu-waktu.
folikuler dendritik yang normal Pasien dengan infeksi
toksoplasma sebelumnya
Pemeriksaan Infeki Opportunistik memerlukan profilaksis apabila
Pemeriksaan ko-infeksi CD4 berada dalam jumlah <100/
oportunistik di bawah ini sebaiknya μL.
dilakukan dengan segera pada pasien 8) Pemeriksaan fisik dan
yang baru terdiagnosis infeksi HIV. penunjang lainnya untuk
1) PPD (purified protein mengetahui adanya diare,
derivative) pada skin test untuk angiomatosis basiler,
kandidiasis orofaring, es/AdultandAdolescentGL.pdf.
[Accessed 20 January 2016]
kandidiasis vulvovaginal, pelvic
Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. (2012)
inflammatory disease (PID) Statistik kasus HIV/ AIDS di
Indonesia. Jakarta: Kemenkes
termasuk klamidia, GO, atau
RI.
gardnerella, neoplasma servikal, Duggal, S., Chugh, TD., Duggal, AK.
(2011) HIV and Malnutrition:
leukoplakia oral (EBV), purpura
Effect on Immue System. J Clin
trombositopenik, neuropati Develop Immun. 20(12), pp: 1-9
Calles, NR., Evans, D., Terlonge, D.
perifer, dan herpes zoster
(2006) HIV Cyrriculum for the
(Hoffmann dan Brown 2007). Health Professional: Patho-
physiology of The Human
Immunofeficiency Virus. Bylor
DAFTAR PUSTAKA College of Medicine; Texas, pp:
7-14
Astoro, N., Djauzi, S., Djoerban, Z., Fauci, AS., Chiffordlane, H. (2008).
Prodjosudjadi, W. (2003) ‘Human immunodeficiency
Kualitas hidup penderita HIV virus disease, AIDS and related
dan faktor-faktor yang disorders’. In : Lango D.L.,
mempengaruhi. Balai Penerbit Kasper D.L., Jameson J.L.,
FKUI, Jakarta. Fauci A.S.,Hauser S.L.,
Center for Disease Control and Loscalzo J., editors, Harrison’s
Prevention. (2009) Principles of Internal Medicine,
Epidemiology of HIV 17th ed, Vol. I, New York :
InfectionThrough. Available McGraw Hill; pp.1137-1203.
from: Ghate, M., Deshpande, S., Tripathy, S.,
http://www/cdc.gov/hiv/topics/s Nene, M., Gedam, P., Godbole,
urveillance/resources/slides/gen S. et al. (2009) Incidence of
eral/general.pdf. [Accessed 20 Common Opportunistic
Jan 2016] infections in HIV-infected
individuals in Pune, India:
Centers for Disease Control and analysis by stages of
Prevention, the National immunosuppression represented
Institutes of Health, and the HIV by CD4 counts. Int J Infectious
Medicine Association of the Disease. 3, pp.1-8.
Infectious Diseases Society of Hoffmann, CJ., Brown, TT. (2007)
America. (2015) Guidelines for ThyroiFunction Abnormalities
the Prevention and Treatment of in HIV-Infected Patients. Clin
Opportunistic Infections in HIV- Infect Dis. 45(4), pp.488-494.
Infected Adults and Adolescents. Hull, MW., Rollet, K., Odueyungbo, A.,
http://aidsinfo.nih.gov/contentfil Saeed, S., Potter, M., Cox, J. et
es/lvguidelines/adult_oi.pdf, pp: al. (2012) Actors Associated
1-416. [Accessed 20 January With Discordance Between
2016] Absolute CD4 Cell Count and
Department of Health and Human CD4 Cell Percentage in Patients
Services. (2011) Guidelines for Coinfected With HIV and
The Use of Antiretroviral Agents Hepatitis C Virus. J Clin
in HIV-1-Infected Adults and Infectious Dis. 54(12), pp.1798-
Adolescents. pp.1-174. 1805.
Available from: Janeway, CA., Travers, P., Walport, M.
http://aidsinfo.nih.gov/contentfil
(2001) Immunobiology; The Putri, JA., Darwn, E., dan Efrida. (2012)
Immune System in Health and Pola Infeksi Oportunistik yang
Disease 5 th edition. Garland Menyebabkan Kematian pada
Science; New York, pp.1-13 Penyandang AIDS di RS Dr. M.
Kummar, V., Abbas, AK., Aster JC Djamil Padang Tahun 2010-
(2015) Robbins and Cotran; 2012, Jurnal Kesehatan
Pathologic Basic of Disease Andalas. 4(1), pp.10-16.
Ninth edition Philadelphia : Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Saunders Elsevier. Simadibrata, M., Setiati, S.
Maartens, G., Celum, C., dan Lewin, (2009). Buku ajar ilmu penyakit
SR. dalam. Edisi ke-5. Jakarta :
(2014). HIV infection: Interna Publishing.
epidemiology, pathogenesis, Sterling, TR., Chaisson, RE. (2010)
treatment, dan prevention. ‘General Clinical Manifestation
Lancer. 384, pp.258-327. of HIV Infections (including
Nasronudin (2012) HIV/AIDS retroviral syndrome and oral,
Pendekatan cutaneous, renal, ocular,
Biologi Molekuler, Klinis, dan metabolic and cardiac disease)’,
Sosial. Surabaya : .Airlangga In : Mandell GL, Bennett JE,
University Press. Dolin R. Principles and practice
Onyancha, B. (2005) An informetric of infectious diseases. 7th ed,
investigation of the relatedness United States: Churchill
of opportunistic infections to Livingston . pp.1705-1726.
HIV/AIDS. Information United States Preventive Services Task
Processing and Management”. Force. (2011) Screening for
41(1), pp.1573-1588. HIV. Available at:
Rahler, JF. et al. (2009) European http://www.uspreventiveservice
evidence-based Consensus on staskforce.org/uspstf/uspshivi.ht
The Prevention, Diagnosis, and m. [Accessed 20 January 2016]
Management of Opportunistic
Infections in Inflammatory
Bowel Disease. Journal of
Crohn’s and Colitis. 10.

Anda mungkin juga menyukai