Anda di halaman 1dari 17

Laporan Tugas 5

MPK Agama Islam


PB V
Syariah Islam

Kelas :B
Kelompok : 3
Nama : Nabila Yuriska

Fakultas Ilmu Keperawatan


Universitas Indonesia
Tahun 2020
1. Syariah Islam
Syariah berarti jalan menurut bahasa yang artinya jalan yang dilalui umat muslim.
Syariah mengatur norma hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia lain, dan manusia dengan alam. Akidah dan syariah saling berhubungan.
Syariah terdpat dalam Alquran dan Sunnah. Rasulullah. Ilmu yang membahas
syariah, dinamakan Ilmu Fikih. Jadi Ilmu Fikih adalah ilmu yang membahas
hukum Islam yang berhubungan dengan perbuatan para orang mukallaf.
Pemahaman hukum syariah dituangkan dalam kitab-kitab fikih dan disebut
dengan hukum fikih.

2. Ruang Lingkup Syariah Islam


Semua aspek kehidupan manusia diatur oleh syariah. Syariah dibagi 2 yaitu
ibadah khusus dan umum. Ibadah khusus sering disebut dengan istilah ibadah
mahdhah, sedangkan ibadah umum sering diungkapkan dengan istilah muamalah
atau ibadah ghairu mahdhah. Bidang ibadah tersapat hal yang wajib dilakukan
seorang muslim dalam berhubungan dengan Allah, seperti shalat, puasa, zakat dan
haji. Pengertian muamalah adalaah ketetapan Allah yang langsung berhubungan
dengan kehidupan sosial manusia, seperti ekonomi, pernikahan, hutang piutang,
kesehatan, politik dan sebagainya.
Umat Islam harus mengikuti ketentuan yang diperintahkan Allah dan diajarkan
Rasullullah saw. Ibadah bersifat tertutup, tidak boleh menambah aturan yang baku
tersebut. Pelanggaran terhadap tata cara, seperti syarat-rukun dalam ibadah ini
menjadikan ibadah tersebut tidak sah. Muamalah biasanya hanya disebutkan
pokok-pokoknya saja dan terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad.
Ibadah khusus, berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari Alqur’an maupun dari
Sunnah. Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan shalat, misalnya, gerakan,
doa dan tata caranya. Sebagaimana dalam sebuah sabdanya, beliau menyatakan :
"Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat". Asas ibadah adalah ketataan.
Adapun prinsip muamalah adalah menjaga hubungan dengan sesama manusia
berjalan dengan harmonis, adil, saling meridloi antar pihak yang terlibat,
mendatangkan kemaslahatan, menghindari kemudaratan, tidak merugikan dan
tidak dirugikan serta selaras dengan aturan yang ditetapkan Allah. Oleh
karenanya, muamalah dalam ajaran Islam bersifat fleksibel dan luas. Semua
aktivitas muamalah boleh selama tidak ada larangan.

3. Perbedaan Syariah Islam Dengan Fikih Islam

a. Syariat, seperti telah disinggung dalam uraian erdahulu terdapat di dalam al-
Qur’an dan kitab-kitab hadis. Kalau kita berbucara tentang syariat, yang
dimaksud adalah wahyu Allah dan sunnahh Nabi Muhammad sebagi Rasul-
Nya.sedangkan apabila kita berbicara tetang fikih, yang dimaksud adalah
pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syariar dan hasil
pemahaman itu.
b. Syariat bersifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas
karena ke dalamnya, oleh banyak ahli, dimasukkan juga akidah dan akhlak.
Sedangkan fikih bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada hukum
yang mengatur perbuatan manusia, yang biasanya disebut sebagai perbuatan
hukum.
c. Syariat adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, karena itu berlaku
abadi sedangkan fikih adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi, dapat
berubah dari masa ke masa.
d. Syariat hanya satu, sedangkan fikih mungkin lebih dari satu seperti (misalnya)
terlihat pada aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah mazahib atau
mazhab-mazhab itu.
e. Syariat menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedangkan fikih menujukkan
keragamannya.

4. Implementasi Syariah Islam Dalam Kehidupan.

a. Implementasi Ibadah Mahdhah Dalam Kehidupan.


Dalam ajaran Islam, syariah dengan dua bagiannya ibadah dan muamalah
merupakan aspek operasional dalam beragama. Ruang lingkup ibadah berkisar
sekitar bersuci dan rukun Islam, kecuali syahadat. Jadi pembahasan ibadah khusus
meliputi Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji. Syahadat merupakan kajian
akidah karena menyangkut pernyataan keyakinan kepada Allah SWT dan Nabi
Muhammad SAW. Namun syahadat merupakan hal yang amat penting karena
ketiadaannya menjadikan seluruh ibadah tidak berguna dan sia-sia dihadapan
Allah SWT.
Seorang muslim yang menerapkan ibadah dengan benar, maka ia akan memiliki
pribadi yang tangguh berakhlak mulia. Ibadah dalam Islam adalah sarana
penerapan nilai-nilai utama dalam kehidupan. Berbagai ibadah diperintahkan
Allah melalui Nabi atau Rasul banyak bermuara pada pembentukan akhlak,
seperti dalam perintah shalat. Intinya shalat dipersiapkan untuk membentuk sikap
manusia selalu bersih, patuh, taat peraturan dan melatih seseorang untuk tepat
waktu.
Ibadah puasa dilakukan untuk meninggikan kualitas manusia yang di dalam
bahasa Alqur’an dipergunakan sebutan takwa. Berdasarkan hal ini, maka puasa
sangat berhubungan erat dengan pembentukan mental dan karakter manusia.
Ritual puasa bertujuan membentuk akhlak mulia. Zakat menumbuhkan sifat
solidaritas sosial, kepedulian sesama manusia. Bagi orang yang menunaikan zakat
atau muzakki, zakat membersihkan jiwa dari sifat kikir, egois dan tamak. Zakat
merupakan wujud kesyukuran muslim terhadap karunia harta yang diberikan
Allah kepadanya. Adapun hikmah ritual haji di antaranya adalah saling
pengertian, rasa tanggung jawab, persamaan hak, saling menghargai, berfikir
universal, persaudaraan universal dan bersabar dalam berbagai situasi. Dalam
ibadah haji kita dididik untuk meninggalkan perbuatan asusila, maksiat, dan
berbagai tindakan amoral lainnya.

b. Implementasi Muamalah Dalam Kehidupan Sosial

a). Implementasi Muamalah di Bidang Ekonomi


Muamalah di bidang ekonomi yang dimaksud disini adalah aturan hukum Islam
tentang usaha-usaha memperoleh dan mengembangkan harta, jual beli, hutang
piutang, jasa penitipan dsb. Ekonomi Islam berwatak ke-Tuhanan. Hal ini
tercermin pada aturan dan sistem yang harus dipedomani oleh pelaku ekonomi.
Menurut Dr. Yusuf Qardhawi, ekonomi Islam mepunyai empat ciri khas atau
karakteristik. Empat karakteristik tersebut adalah : Rabbaniyyah (ketuhanan),
Akhlak, Kemanusiaan, dan Pertengahan.
a). Ekonomi Rabbaniyyah, yaitu ekonomi Islam sebagai ekonomi Ilahiah.
Seorang muslim ketika menanam, bekerja, ataupun berdagang dan lain-lain adalah
dalam rangka beribadah kepada Allah.
b). Ekonomi Akhlak, artinya tidak adanya pemisahan antara kegiatan
ekonomi dengan akhlak.
c). Ekonomi Kemanusiaan, yaitu kegiatan ekonomi yang tujuan utamanya
adalah merealisasikan kehidupan yang baik bagi umat manusia dengan segala
unsur dan pilarnya.
d). Ekonomi Pertengahan, yaitu nilai pertengahan atau nilai keseimbangan.
Pertengahan yang adil diantara dua sistem, sistem kapitalis yang sangat
individualistis, berpihak pada kelompok pemilik modal dan sistem sosialis yang
memasung kebebasan individu dan memandang kepentingan negara di atas segala
sesuatu.
Secara umum beberapa nilai prinsipil dalam ekonomi Islam adalah :
1. Alam ini mutlak milik Allah
2. Alam merupakan karunia Allah untuk dinikmati dan dimanfaatkan
secara bijak oleh manusia dalam bata-batas kewajaran
3. Hak milik perseorangan diakui sebagai hasil usaha yang halal dan
dipergunakan dengan cara halal untuk hal yang halal pula
4. Allah melarang menimbun kekayaan tanpa ada manfaat bagi sesama
manusia
5. Di dalam harta orang kaya itu terdapat hak orang fakir miskin dan
kelompok penerima lainnya dengan menunaikan zakat
6. Kegiatan ekonomi berjalan atas asas kebersamaan dan keadilan, tidak
merugikan pihak lain maupun dirugikan .

b). Implementasi Muamalah di Bidang Sosial (Pergaulan Antar Manusia)


Salah satu fungsi hukum Islam adalah sarana untuk mengatur sebaik mungkin
proses interaksi sosial sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis, aman dan
sejahtera. Kesempurnaan Islam dapat dilihat dari aturannya mengenai kehidupan
sosial, hubungan antar manusia dalam masyarakat.
Pergaulan merupakan suatu fitrah bagi manusia karena sesungguhnya manusia
merupakan makhluk sosial. Karena ruang lingkup kehidupan sosial sangat luas,
dalam kajian ini hanya mengulas tentang norma/aturan pergaulan antar manusia.
Berikut dijelaskan dalam syariah Islam terkait dengan hubungan/pergaualan antar
sesama manusia:
Pergaulan Antar Lawan Jenis
Syariat muamalah yang terkait pergaulan lawan jenis dalam Islam meliputi :
(1) Hendaknya setiap muslim menjaga pandangan matanya dari melihat lawan
jenis secara berlebihan.
(2) Hendaknya setiap muslim menjaga auratnya masing-masing dengan cara
berbusana Islami agar terhindar dari fitnah. Batasan aurat bagi pria adalah antara
pusat ke lutut, sedangkan wanita adalah seluruh badan kecuali muka dan tapak
tangan;
(3) Tidak berbuat sesuatu yang dapat mendekatkan diri pada perbuatan zina
(4) Menjauhi pembicaraan atau cara berbicara yang bisa ‘membangkitkan
syahwat’.
(5) Hendaknya tidak melakukan ikhtilat, yakni berbaur antara pria dengan wanita
dalam satu tempat.

Pergaulan Sejenis.
Nabi Muhammad SAW menetapkan tata krama yang harus diperhatikan, beliau
bersabda: “Tidak dibolehkan laki-laki melihat aurat (kemaluan) laki-laki lain,
begitu juga perempuan tidak boleh melihat kemaluan perempuan lain. Dan tidak
boleh laki-laki berkemul dengan laki-laki lain dalam satu kain, begitu juga
seorang perempuan tidak boleh berkemul dengan sesama perempuan dalam satu
kain.” (HR. Muslim)
c). Implementasi Muamalah di Bidang Politik

Pengertian Politik Islam


Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah Dalam Al-Muhith
disebutkan, bahwa siyasah berakar kata sasa-yasusu. Dalam kalimat sasa
addawaba yasusuha siyasatan berarti mengurusinya, melatihnya, dan
mendidiknya. Bila dikatakan sasa al amru artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur
perkara). S Dengan demikian Politik Islam adalah seni memerintah dan mengatur
masyarakat berdasarkan ajaran Islam dan semua urusan seluruh umat. Hal ini pada
awal pemerintahan Islam di Madinah sejak Nabi Muhammad SAW, membangun
Madinah sudah dikatakan sebagai kepala Negara karena Islam telah mempunyai
wilayah kekuasaan, masyarakatnya (rakyatnya) yang terdiri dari kaum Muhajirin
dan kaum Anshar, Undang-undang peraturannya (Piagam Madinah), masyarakat
di luar muslimpun tetap dilindungi berdasarkan peraturan-peraturan Nabi saw.

Kedudukan Politik dalam Islam


Terdapat tiga pendapat di kalangan pemikir muslim tentang kedudukan politik
dalam Islam, yaitu:
Pertama, kelompok yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang serba
lengkap, didalamnya terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan atau politik.
Kedua, kelompok yang berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam
pengertian Barat, artinya agama tidak ada hubungannya dengan kenegaraan.
Ketiga, menolak bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat di
dalamnya segala sistem ketatanegaraan, tetapi juga menolak pendapat bahwa
Islam sebagaimana pendapat Barat yang hanya mengatur hubungn manusia
dengan Tuhan.

Landasan Politik di Masa Rasulullah SAW.


(a). Perjanjian Aqabah.
Pada tahun kesebelas kenabian, enam orang dari suku Khajraz di Yatsrib bertemu
dengan Rasulullah di Aqabah, Mina. Sebagai hasil kesepakatan, mereka semua
masuk Islam. Mereka berjanji akan mengajak penduduk Yatsrib untuk masuk
Islam juga. Selanjutnya mereka menepati janji membawa 2 kali lipat orang laki-
laki yang diajak bertemu dengan Rasulullah di Aqabah. Mereka selain masuk
Islam, juga mengucapkan janji setia (bai’at) kepada Rasulullah untuk tidak
menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak berdusta, serta tidak
menghianati Nabi. Inilah yang disebut Bai’at Aqabah Pertama. Kemudian pada
musim haji berikutnya sebanyak 75 penduduk Yatsrib yang sudah masuk Islam
berkunjung ke Mekah menjumpai Nabi di Aqabah. Di tempat itu mereka
mengucapkan bai’at yang isinya sama dengan bai’at yang pertama, hanya pada
janji yang kedua ini mereka berjanji akan membela Nabi sebagaimana membela
anak istri mereka. Janji ini disebut Bai’at Aqabah Kedua..

(b). Piagam Madinah.


Umat Islam memulai hidup bernegara setelah Rasulullah hijrah ke Yatsrib, yang
kemudian berubah menjadi Madinah. Di Madinahlah untuk pertama kali lahir satu
komunitas Islam yang bebas dan merdeka di bawah pimpinan Nabi Muhammad.
Penduduk Madinah ada tiga golongan. Pertama kaum Muslimin yang terdiri dari
kaum Muhajirin dan Anshor, dan ini kelompok mayoritas. Kedua kaum
Musyrikin, yaitu orang-orang suku Aus dan Khazraj yang belum masuk Islam,
kelompok ini minoritas. Ketiga kaum Yahudi yang terdiri dari empat kelompok.
Satu kelompok tinggal di dalm kota Madinah yaitu Banu Qunaiqa, tiga kelompok
lainnya tinggal di luar kota Madinah, yaitu Banu Nadlir, Banu Quraidhah, dan
Yahudi Khaibar. Jadi Madinah adalah masyarakat majemuk. Setelah sekitar dua
tahun berhijrah Rasulullah mengajukan satu piagam yang mengatur hubungan
antar komunitas yang ada di Madinah, yang dikenal dengan Piagam (watsiqah)
Madinah. Inilah yang dianggap sebagai konstitusi Negara tertulis pertama di
dunia. Piagam Madinah ini adalah konstitusi negara yang berasaskan Islam dan
disusun sesuai dengan syariat Islam.

Peranan Nabi Muhammad SAW Sebagai Kepala Negara.


Dalam Negeri.
Sebagai kepala Negara Rasulullah, mengutamakan pengembangan sumber daya
manusia, sehingga menjadi manusia yang tangguh dengan penanaman aqidah dan
ketaatan pada syari’at Islam. Di berbagai bidang, Rasulullah melakukan
pengaturan sesuai dengan petunjuk dari Allah SWT. Di Bidang pemerintahan,
sebagai kepala pemerintahan Rasulullah mengangkat beberapa sahabat untuk
menjalankan berbagai fungsi yang diperlukan agar manajemen pengaturan
masyarakat berjalan dengan baik. Rasulullah juga mengangkat Abu Bakar dan
Umar bin Khathab sebagai wazir. Juga mengangkat beberapa sahabat yang lain
sebagai pemimpin wilayah Islam, diantaranya Muadz bin Jabal sebagai Wali dan
Qadhi di Yaman.

Luar Negeri.
Sebagai Kepaa Negara, Rasulullah melaksanakan hubungan dengan Negara-
negara lain. Menurut Tahir Azhari, (Negara Hukum, 1992) Rasulullah mengirim
sekitar 30 buah surat kepada kepala Negara lain, diantaranya kepada Al-Muqauqis
Penguasa Mesir, Kisra Penguasa Persia dan Kaisar Heraclius, Penguasa tinggi
Romawi di Palestina. Nabi mengajak mereka masuk Islam, sehingga politik luar
negri negara Islam adalah dakwah semata. Bila mereka tidak bersedia masuk
Islam, maka diminta untuk tunduk, dan bila tidak mau juga, maka barulah Negara
itu diperangi
Prinsip Politik Islam
Muhammad S.El.Wa dalam bukunya “On The Political System of Islamic
State” mengatakan bahwa prinsip politik Islam pada hakekatnya terdiri atas
“Musyawarah (syura), Keadilan, Kebebasan, Persamaan dan Pertanggungjawaban
pemimpin atas berbagai kebijakan yang diambilnya.”

d. Implementasi Muamalah di Bidang Hukum


(Dinukil dari buku”Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hokum
Islam di Indonesia”, edisi ke-tiga, karangan Prof.H.Mohhammad Daud Ali, SH.,
terbitan Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 38-57)
a). Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama
Islam. Sebagai sistem hukum ia mempunyai beberapa istilah kunci yang perlu
dijelaskan lebih dahulu, sebab, kadangkala membingungkan, kalau tidak diketahui
persis maknanya. Yang dimaksud adalah istilah-istilah (1) hukum, (2) hukm dan
ahkam, (3) syariah atau syariat, (4) fiqih atau fiqh dan beberapa kata lain yang
berkaitan dengan istilah-istilah tersebut.
b). Hukum
Jika kita berbicara tentang hukum, secara sederhana segera terlintas dalam pikiran
kita peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah-laku
manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma
yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya
mungkin berupa hukum yang tidak tertulis seperti hukum adat, mungkin juga
berupa hukum tertulis dalam peraturan perundang-undangan seperti hukum Barat.
Dalam konsepsi hukum perundang-undangan (Barat), yang diatur oleh hukum
hanyalah hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat.
Di samping itu, ada konsepsi hukum lain, di antaranya adalah konsepsi hukum
Islam. Dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya
mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat,
tetapi juga hubungan-hubungan lainnya, karena manusia yang hidup dalam
masyarakat itu mempunyai berbagai hubungan. Hubungan-hubungan itu, seperti
telah berulang disinggung di muka, adalah hubungan manusia dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia
lain dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam
sekitarnya. Interaksi manusia dalam berbagai tata hubungan itu diatur oleh
seperangkat ukuran tingkah-laku yang di dalam bahasa Arab, disebut hukm
jamaknya ahkam.

c). Hukum dan AHuku


Perkataan hukum yang kita pergunakan sekarang dalam bahasa Indonesia berasal
dari kata hukm (tanpa u antara huruf k dan m) dalam bahasa Arab. Artinya, norma
atau kaidah yakni ukuran, tolok ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk
menilai tingkah-laku atau perbuatan manusia dan benda. Hubungan antara
perkataan hukum dalam bahasa Indonesia tersebut di atas dengan hukm dalam
pengertian norma dalam bahasa Arab itu, memang erat sekali, sebab, setiap
peraturan, apa pun macam dan sumbernya mengandung norma atau kaidah
sebagai intinya (Hazairin, 1982: 68). Dalam ilmu hukum Islam kaidah itu disebut
hukm. Itulah sebabnya maka di dalam perkataan sehari-hari orang berbicara
tentang hukum suatu benda atau perbuatan. Yang dimaksud, seperti telah
disebutkan di atas, adalah patokan, tolok ukur, ukuran atau kaidah mengenai
perbuatan atau benda itu.

Dalam sistem hukum Islam ada lima hukm atau kaidah yang dipergunakan
sebagai patokan mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun di
lapangan muamalah. Kelima jenis kaidah tersebut, disebut al-ahkam al-khamsah
atau penggolongan hukum yang lima (Sajuti Thalib, 1985: 16), yaitu (1) ja’iz tau
mubah atau ibahah, (2) sunnat, (3) makruh, (4) wajib dan (5) haram.

Penggolongan hukum yang lima atau yang disebut juga lima kategori hukum atau
lima jenis hukum ini, di dalam kepustakaan hukum Islam disebut juga hukum
taklifi (Masyfuk Zuhdi, 1987: 5) yakni norma atau kaidah hukum Islam yang
mungkin mengandung kewenangan terbuka, yaitu kebebasan memilih untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu hukum taklifi itu, mengandung anjuran
untuk dilakukan karena jelas manfaatnya bagi pelaku (sunnat). Penjelasan lebih
lanjut tentang hukum taklifi yang merupakan bagian hukum syara’ atau hukum
syar’i ini akan diuraikan nanti dalam al-ahkam al-khamsah (di bawah). Hukum
syara’ atau hukum syar’i ini disebut juga hukum syariat. Selain dari (1) hukum
taklifi tersebut di atas, hukum syariat itu terdiri juga dari (2) hukum wadh’i, yakni
hukum yang mengandung ‘sebab’, ‘syarat’ dan ‘halangan’ terjadinya hukum dan
hubungan hukum. Ketiga kandungan hukum wadh’i itu adalah: (1) ‘Sebab’, yang
menurut rumusannya, merupakan sesuatu yang tampak yang dijelaskan tanda
adanya hukum. Misalnya (a) kematian menjadi sebab adanya (hukum) kewarisan,
(b) akad nikah menjadi sebab halalnya hubungan suami-istri. Karena rumusannya
yang demikian itu, banyak ahli yang menyamakan sebab dengan illat, yaitu
keadaan yang mempengaruhi ada atau tidak adanya suatu hukum.
d). Ruang-Lingkup Hukum Islam

Pertama: (a). Hukum perdata (Islam) adalah (1) munakahat mengatur segala
sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibatnya;
(2) wirasah mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli
waris, harta peninggalan serta pembagian warisan. Hukum Kewarisan Islam ini
disebut juga hukum fara’id, (3) muamalat dalam arti yang khusus, mengatur
masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal
jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, dan sebagainya;
Kedua: (b). Hukum publik (Islam) adalah (4) jinayat yang memuat aturan-aturan
mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam
jarimah hudud maupun dalam jarimah ta’zir. Yang dimaksud dengan jarimah
adalah perbuatan pidana. jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah
ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi
Muhammad saw (hudud jamak dari hadd = batas). Jarimah ta’zir adalah perbuatan
pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai
pelajaran bagi pelakunya (ta’zir= ajaran atau pengajaran); (5) ah-ahkam as-
sulthaniyah membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara,
pemerintahan,baik pemerintah pusat maupun daerah, tentara, pajak dan
sebagainya; (6) siyar mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan
pemeluk agama dan negara lain; (7) mukhasamat mengatur soal peradilan,
kehakiman, dan hukum acara.

Jika bagian-bagian hukum Islam bidang muamalah dalam arti luas di atas
dibandingkan dengan susunan hukum Barat seperti yang telah menjadi tradisi
diajarkan dalam Pengantar Ilmu Hukum di tanah air kita, maka butir (1) dapat
disamakan dengan hukum perkawinan, butir (2) dengan hukum kewarisan, butir
(3) dengan hukum benda dan hukum perjanjian, perdata khusus, butir (4) dengan
hukum pidana, butir (5) dengan hukum ketatanegaraan yakni tata negara dan
administrasi negara, butir (6) dengan hukum internasional, dan butir (7) dengan
hukum acara.

e). Ciri-ciri Hukum Islam


Dari uraian di atas dapat ditandai ciri-ciri (utama) hukum Islam, yakni
(1) merupakan bagian dan bersumber dari agama Islam;
(2) mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau
akidah dan kesusilaan atau akhlak Islam;
(3) mempunyai dua istilah kunci yakni (a) syariat dan (b) fiqih.
(4) terdiri dari dua bidang utama yakni (a) ibadah dan (b) muamalah dalam arti
yang luas.
(5) strukturnya berlapis, terdiri dari nas atau teks Alquran, Sunnah Nabi
Muhammad SAW (untuk syariat), hasil ijtihad manusia yang memenuhi syarat
tentang wahyu dan sunnah, pelaksanaannya dalam praktik baik berupa keputusan
hakim, maupun berupa amalan-amalan umat Islam dalam masyarakat (untuk
fiqih);
(6) mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala;
(7) dapat dibagi menjadi hukum taklifi atau hukum taklif al-ahkam al-khamsah
(8) berwatak universal, berlaku abadi untuk umat Islam di mana pun mereka
berada, tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu
masa saja
(9) menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan
jasmani serta memelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara
keseluruhan
(10) pelaksanaannya dalam praktik digerakkan oleh iman (akidah) dan akhlak
umat Islam.

f). Tujuan Hukum Islam


Abu Ishaq Al-Shatibi (m.d. 790/1388) merumuskan lima tujuan hukum Islam,
yakni memelihara (1) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4) keturunan, dan (5) harta, yang
(kemudian) disepakati oleh ilmuwan hukum Islam lainnya. Kelima tujuan hukum
Islam itu di dalam kepustakaan disebut al-maqasid al-khamsah atau al-maqasid al-
shari’ah. Tujuan hukum Islam tersebut di atas dapat dilihat dari dua segi yakni
segi ‘Pembuat Hukum Islam’ yaitu Allah dan Rasul-Nya dan segi manusia yang
menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Dilihat dari (1) Pembuat Hukum
Islam, tujuan hukum Islam itu adalah: Pertama, untuk memenuhi keperluan hidup
manusia yang bersifat primer, sekunder dan tertier, yang dalam kepustakaan
hukum Islam masing-masing disebut dengan istilah dharuriyyat, hajjiyat dan
tahsiniyyat. Kedua, tujuan hukum Islam adalah untuk ditaati dan dilaksanakan
oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Ketiga, supaya dapat ditaati dan
dilaksanakan dengan baik dan benar. Manusia wajib meningkatkan
kemampuannya untuk memahami hukum Islam dengan mempelajari ushul al fiqh
(baca; usulul fiqih) yakni dasar pembentukan dan pemahaman hukum Islam
sebagai metodologinya. Di samping itu, dari segi pelaku hukum Islam yakni
manusia sendiri, tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang
berbahagia dan sejahtera.
Kepentingan hidup manusia yang bersifat primer yang disebut dengan istilah
dharuriyyat tersebut di atas merupakan tujuan utama yang harus dipelihara oleh
hukum Islam. Kepentingan-kepentingan yang harus dipelihara itu, yang juga telah
disinggung di atas, adalah lima, yaitu :
(1) agama merupakan tujuan pertama hukum Islam. Sebabnya adalah karena
agama merupakan pedoman hidup manusia, dan di dalam agama Islam selain
komponen-komponen akidah yang merupakan pegangan hidup setiap muslim
serta akhlak yang merupakan sikap hidup seorang muslim, terdapat juga syariah
yang merupakan jalan hidup seorang muslim baik dalam berhubungan dengan
Tuhannya maupun dalam berhubungan dengan manusia lain dan benda dalam
masyarakat.
(2) jiwa merupakan tujuan kedua hukum Islam. Karena itu hukum Islam wajib
memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
(3) akal sangat dipentingkan oleh hukum Islam, karena dengan mempergunakan
akalnya, manusia dapat berpikir tentang Allah, alam semesta dan dirinya sendiri.
(4) keturunan, agar kemurnian darah dapat dijaga dan kelanjutan umat manusia
dapat diteruskan, merupakan tujuan keempat hukum Islam. Hukum kekeluargaan
dan kewarisan Islam adalah hukum-hukum yang secara khusus diciptakan Allah
untuk memelihara kemurnian darah dan kemaslahatan keturunan.
(5) harta adalah tujuan kelima hukum Islam. Hukum Islam melindungi hak
manusia untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta
melindungi kepentingan harta seseorang, masyarakat dan negara, misalnya dari
penipuan (QS 4: 29), penggelapan (QS 4: 58), perampasan (QS 5: 33), pencurian
(QS 5: 38), dan kejahatan lain terhadap harta orang lain.

g). Pandangan Hukum Islam tentang Korupsi


Korupsi merupakan cerminan dari akhlak mazmumah (akhlak buruk). Hukumnya
haram terhadap pemberian hadiah kepada seseorang atau hakim untuk mencapai
tujuan tertentu. Implikasi dari hadiah tersebut bisa berlaku tidak atau kurang adil
dalam menyelesaikan urusan yang dibebankan kepada orang-orang yang telah
diamanahkan dalam hal atau pekerjaan tersebut. Didin Hafidhuddin mengatakan
bahwa koruptor dikategorikan melakukan jinayah kubro (dosa besar) dan harus
dikenai sangki dibunuh, disalib atau dipotong tangan dan kakinya dengan cara
menyilang atau diusir. Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi
merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-‘adalah),
akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab (Mansyur Semma;2008:33).
Pendapat tersebut menganalogikan bahwa korupsi sama dengan mengambil hak
orang lain dan mencuri sehingga hukumannya dengan dipotong tangannya.
Konteks tersebut melihat dari firman Allah dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
e. Implementasi Muamalah di Bidang Kesehatan

(a). Anjuran Menjaga Kesehatan


Sudah menjadi semacam kesepakatan, bahwa menjaga diri agar tetap sehat dan
tidak terkena penyakit adalah lebih baik daripada mengobati, untuk itu sejak dini
diupayakan agar orang tetap sehat. Untuk mendapatkan keterangan dan sandaran
yang berkaitan dengan menjaga kesehatan, akan dilihat beberapa hal yang
dilakukan Nabi saat sehat, seperti terdapat dalam anjuran Nabi kepaa Ibnu abbas :
Rosulullah, ajarkan kepadaku suatu doa yang akan kubaca dalam doaku. Nabi
menjawab, mintalah kepada Allah ampunan dan kesehatan, kemudian. Aku
menghadap lagi pada kesempatan yang lain, saya bertanya : Ya Rosulullah,
ajarkanlah aku suatu doa yg akan kubaca. Nabi menjawab : Wahai Abbas, wahai
Paman Rosulullah, mintalah kepada Allah kesehatan di dunia dan akhirat ( HR
Ahmad, al Turmudzi dan al-Bazzar). Beberapa upaya yang mesti dilakukan agar
orang tetap sehat antara lain dengan mengonsumsi gizi yang cukup, olahraga
cukup, jiwa tenang serta menjauhkan diri dari berbagai pengaruh yang dapat
menjadikannya terjangkiti penyakit.

b). Nilai Sehat dalam Ajaran Islam


Maka yang dinamakan sehat bila sesorang memiliki tubuh jasmani yang tidak
berpenyakit, mental yg baik, sosial yang baik, dan spiritual atau iman yang baik
dan benar.

c). Menjaga Kebersihan dan Kesehatan dalam Ajaran Islam


Dalam terminologi Islam, masalah yang berhubungan dengan kebersihan disebut
al-thaharah. Al-thaharah merupakan salah satu upaya preventif, berguna untuk
menghindari penyebaran berbagai jenis kuman dan bakteri.

(a). Thaharah dari Hadas dan Najis


Thaharat dianjurkan untuk menghilangkan hadas dan najis. Hadas terbagi dua ;
hadas besar dan kecil. Hadas kecil dihilangkan dengan cara berwudu atau
tayamum, hadas besar dihilangkan dengan mandi atau tayamum. Para ulama fikih
membagi najis dalam tiga kelompok; yaitu ringan (mukhaffafat), sedang
(muthawasithah), dan berat (mughalladhah).
Para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadis di atas :
Pertama: Tentang anjing yang menjilat bejana. Menurut mayoritas ulama tidak
saja terbatas pada bejana dan tidak mesti dalam bentuk jilatan, tetapi juga melalui
sentuhan, seperti anjingnya yang basah atau yang disentuhnya basah atau dua
duanya basah. Sebagian kecil ulama berpendapat menurut teks hadis
Kedua: Penggunaan debu sebagai medium penghilang najisnya. Menurut sebagian
ulama, ketentuan itu tidak dapat digantikan dengan bahan lain. Menurut sebagian
ulama kontemporer, boleh saja diganti dengan sabun. Penggunaan debu
menunjukkan kepraktisan saja, debu sebagai media yang paling mudah
didapatkan.
Ketiga:Tujuh basuhan merupakan batasan minimal, atau menurut sebagian ulama
perlu dilakukan berulang–ulang. Menurut penelitian ulama bilangan tujuh sebagai
bilangan yang banyak dalam bahasa arab.

(b). Sarana Bersuci


Kebersihan adalah pangkal kesehaan, sarana utama untuk kebersihan adalah air.
Kegunaan air untuk bersuci antara lain dinyatakan dalam Alqur’an, dan Alloh
menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan
itu (QS. Al-Anfal ;11). Air yang digunakan diisyaratkan bersih, suci dan
menyucikan (thahir wa muthahhir), tidak mengandung najis (mutanajjis) dan
bukan air limbah (musta’mal). Dalam keadaan darurat dapat digunakan benda lain
sebagai pengganti, yaitu debu untuk menghilangkan hadas dengan persyaratan
yang sama, suci dan menyucikan serta batu atau sejenisnya yang disunahkan 3
buah. Dalam penggunaannya dianjurkan pula berulang-ulang sehingga dapat
dipastikan benar benar membersihkan

(c). Siwak
Syariat Islam juga memperhatikan kebersihan mulut dan gigi melalui perintah
siwak. Dalam arti khusus, bersiwak adalah membersihkan gigi dengan
menggunakan kayu siwak, sedangkan dalam arti umum adalah tiap benda yang
digunakan untuk membersihkan gigi. Dari pengertian ini, siwak dapat diartikan
dengan sikat gigi atau sejenisnya. Nabi menganjurkan bersiwak setiap kali hendak
shalat, memasuki masjid, sebelum tidur, ketika bangun tidur dsb. Hudzaifah
meriwayatkan bahwa Rasulullah jika bangun malam maka menggosok giginya
dengan siwak. Betapa pentingnya siwak ini, dinyatakan dalam hadis.

d). Kebersihan Lingkungan


Sampah merupakan tempat berkembangbiaknya kuman dan bibit penyakit. Islam
juga mementingkan kesehatan pergaulan akibat bau makanan dari mulut. Islam
juga menekankan penampilan fisik agar selalu rapi dan bersih. Siapa yang
mempunyai rambut agar ia memuliakannya (HR Abu Dawud ). Anjuran menyisir
dan memangkasnya sehingga tampak rapi, juga bermanfaat tidak menjadi sarang
kuman, kotoran atau binatang tertentu.

e). Pengobatan dalam Ajaran Islam


Dalam islam, banyak ilmu tentang kedokteran seperti literatur Islam dikenal
adanya pegobatan Nabi (thibbunnabawi). Thibbunnabawi merupakan himpunan
ucapan–ucapan Nabi mengenai penyakit, pengobatan, orang sakit dsb. Ibnul
Qayyim Al-Jauziyah menyatakan bahwa secara global pengobatan yang dilakukan
Nabi terdiri atas 3 cara, yaitu menggunakan obat alami, obat Ilahi, dan obat
keduanya.
Obat alami
-Bekam, Madu, Habbatus-Sauda, Air Zam Zam, Talbinah
Obat Ilahi
-ruqyah dan do’a.
Obat alami dan Ilahi
-gabungan dari pengobatan secara alami dan Ilahi.

f). Sifat yang Harus Dimiliki oleh Tenaga Medik dan Para Medik
Yang dimaksud dengan tenaga medik adalah para dokter, sedang tenaga para
medik ialah perawat, bidan, laboran dsb. Mereka merupakan manusia-manusia
yang mempunyai keahlian yang terdidik dalam mengobati penyakit, dan merawat
penderita, tingkah laku mereka yang baik dapat mempercepat kesembuhan.
(a). Beriman
(b). Tulus dan ikhlas karena Allah.
(c). Jujur, artinya menyampaikan secara terbuka tentang apa yang diketahui.
(d). Penyantun, artinya ikut merasakan penderitaan orang lain.
(e). Peramah, bergaul tidak kaku dan menyenangkan.
(f). Sabar, tidak emosional dan lekas marah.
(g). Tenang, tidak gugup betapapun dalam keadaan gawat.
(h). Teliti, berhati–hati, cermat dan rapi.

g). Kewajiban Orang Sakit


Sakit akan menyebabkan gangguan kesejahteraan pribadinya dan juga dapat
berpengaruh kepada keluarga dan lingkungannya. Oleh karena itu beberapa
kewajiban orang sakit :
(a). Wajib berobat ke dokter.
(b). Sabar dan tidak gelisah dalam menghadapi cobaan/penyakit
(c). Dzikrullah atau selalu ingat kepada Allah.
(d). Bertobat.
(e). Tetap mengharapkan sembuh.
(f). Berwasiat.

h). Adab Merawat Orang yang Sedang Sakaratul Maut dan Meninggal Dunia.
Manusia yang sedang sakit atau menderita, layaknya cenderung mendekatkan diri
kepada Allah. Oleh karena itu segenap tindak tanduk dan tutur kata tenaga medik
dan para medik hendaknya menunjukkan kearifan dan kasih sayang. Terlebih lagi
kepada orang yang sedang sakit keras atau menghadapi sakaratul maut.
 Sakaratul maut dilihat dari ajaran Islam
Sakaratul maut arti hafiahnya adalah mabuk maut, maksudnya adalah si sakit
dalam keadaan naza’, yaitu dalam keadaan dicabut nyawanya oleh malaikat maut,
sedang dalam proses pemisahan nyawa dari badannya. Dalam melukiskan
cengkeraman maut itu Rasullulah bersabda : Dia seperti tiga ratus pukulan dengan
pedang (HR Ibnu Abu Dunya Al Hasan). Diriwayatkan dalam sebuah Hadis yang
artinya: Menjelang Rasululah wafat, di sisi beliau ada sebuah mangkuk berisi air,
kemudian beliau mencelupkan tangan ke dalam air, mengusap wajah dan berdoa:
Ya Allah mudahkanlah atas saya sakaratul maut (HR. Bukhari dan Muslim)
 Kewajiban tenaga medik / para medik terhadap pasien meninggal dunia.
Tutup mata dan mulutnya, ikat dagunya agar mulut tidak terbuka kembali,
letakkan kedua tangannya di dada, dan ikat kedua jempol kakinya agar kaki tidak
terbuka, Menghadapkan si pasien ke arah kiblat, dengan posisi miring di atas sisi
kanan. Mentalkin pasien. Rasulullah bersabda : Talkinkanlan orang–orang yang
hampir wafat dengan kalimat Laa ilaaha illallah (HR Al-Jamaah). Dalam Hadits
yang lain diriwayatkan yang artinya : Barang siapa yang akhir kehidupannya
mengucapkan Laa ilaaha illallah pasti masuk surga (H Ahmad dan Abu Dawud)
Daftar Pustaka

Mujilan, dkk. (n.d). Buku Rancangan Pengajaran (BRP) Mata Kuliah MPK
Agama
Islam. Depok : Universitas Indonesia.
Nurhayati. 2018. Memahami konsep syariah, fikih, hukum, dan ushul fikih. Jurnal
hukum ekonomi syariah. Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/288541-memahami-konsep-
syariahfikih-hukum-dan-7029c398.pdf [16 Oktober 2020]

Anda mungkin juga menyukai