Anda di halaman 1dari 10

SATUAN ACARA PENYULUHAN

OLEH KELOMPOK 4
1. AGNES MONIKA TAY
2. MARIA SRI ANITA SAPUTRI FOWO
3. DEBRIANA NOMLENI
4. DIAN VIOMITA SIOKAIN
5. ELIAS MAGNO DOS REIS
6. AMBROS BUSA PASO
7. ERNA KAROLINA KORE
8. DAVID A.TEMALURU
9. YOLLANDA M. SAMIUN
10.SYUNILA TOSI

ANGKATAN IX
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


CITRA HUSADA MANDIRI
KUPANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keperawatan jiwa merupakan bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada
ilmu keperawatan jiwa bentuk pelayanan Bio-Psiko-Sosio-Spritual. Klien dapat berupa
individu, keluarga dan komunitas baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Bentuk
asuhan keperawatan jiwa meliputi pencegahan primer adalah pendidikan kesehatan,
pengubahan lingkungan dan dukungan sistem sosial. Penanganan gangguan jiwa harus
dilakukan dengan tepat dan tepat serta terencana terutama keluarga.
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia
adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan
industrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya yang pada akhirnya
menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak dapat mengatasinya.
Skzofrenia merupakan salah satu tanda dimana seseorang tidak dapat menilai
kenyataan yang nyata. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan
dengan perempuan. Salah satu tanda dan gejala dari Skizofrenia adalah Halusinasi.
Halusinasi merupakan suatu keaadaan dimana seseorang dapat merasakan adanya sensasi
berupa suara, penglihatan, penghiduan, pengecapan dan perabaan yang sebenarnya tidak
ada.
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di
dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang
terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta
terkena dimensia. Di Indonesia, data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan
mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia
15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000
orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Khusus untuk wilayah Provinsi NTT, jumlah
penderita gangguan jiwa sebanyak 14,6% dari total jumlah penduduk sebanyak 4,6 juta jiwa.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang
dilaporkan di wilayah ini sudah ada sebanyak 4000 sampai 5000 orang dengan tren
kunjungan penderita gangguan jiwa mengalami kenaikan setiap tahun.

1.2. Rumusan Masalah


1. Menjelaskan definisi obat untuk pasien dengan gangguan jiwa?
2. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan putus obat ?
3. Menjelaskan penyebab terjadinya putus obat?
4. Menjelaskan tanda dan gejala putus obat?
5. Menjelaskan masalah yang diakibatkan karena putus obat?
6. Apa yang dilakukan keluarga?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui definisi obat untuk pasien dengan gangguan jiwa
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan putus obat
3. Mengetahui penyebab terjadinya putus obat
4. Mengetahui tanda dan gejala putus obat
5. Mengetahui masalah yang diakibatkan karena putus obat
6. Mengetahui apa yang dilakukan keluarga
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. SATUAN ACARA PENYULUHAN

TOPIK : “PERAN KELUARGA DALAM MENCEGAH PUTUS OBAT”

HARI/TANGGAL : Jumat, 22 Maret 2019

WAKTU : 09:00- 09.30

TEMPAT : Poli Jiwa, RSJ Naimata Kupang

SASARAN : Keluarga Pasien

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL
I.1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit, diharapkan keluarga pasien dapat
memahami “peran keluarga dalam mencegah putus obat”
2.1. Tujuan Instruksional Khusus
Setalah dilakukan penyuluhan mengenai peran keluarga dalam mencegah putus obat,
sasaran diharapkan dapat :
1. Mengetahui definisi Obat Jiwa
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan putus obat
3. Mengetahui penyebab terjadinya putus obat
4. Mengetahui tanda dan gejala putus obat
5. Mengetahui masalah yang diakibatkan karena putus obat
6. Mengetahui Apa yang dilakukan keluarga
II. Materi
1. Menjelaskan definisi obat untuk pasien dengan gangguan Jiwa?
2. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan putus obat ?
3. Menjelaskan penyebab terjadinya putus obat?
4. Menjelaskan tanda dan gejala putus obat?
5. Menjelaskan masalah yang diakibatkan karena putus obat?
6. Apa yang dilakukan keluarga?

III. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi

IV. Media
1. Leaflet
2. Power point

V. Pengorganisasian
Moderator : Agnes Monika Tay
Pemateri : Erna Karolina Kore
Observer :Dyan V.Siokain
Syunila Tossi
Notulen :Debriana Nomleni
Fasilitator : Maria S.A.Saputri fowo
Yollan Mekar W. Y. Samiun
Ellias Dos Reis
Ambros B.Passo

Dokemantator : David A.Temaluru


VI. Kegiatan Penyuluhan

NO Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1 Pembukaan 1. Memberi salam 1. Menjawab salam
(5 menit) 2. Perkenalan 2. Mendengarkan
3. Menjelaskan maksud dan 3. Mendengarkan
tujuan
4. Mengadakan kontrak waktu 4. Menyetujui
kontrak waktu
2 Isi Menjelaskan tentang: Memperhatikan dan
( 15 Menit ) 1. Menjelaskan definisi obat untuk mendengarkan
pasien dengan gangguan Jiwa?
2. Menjelaskan apa yang dimaksud
dengan putus obat ?
3. Menjelaskan penyebab
terjadinya putus obat?
4. Menjelaskan tanda dan gejala
putus obat?
5. Menjelaskan masalah yang
diakibatkan karena putus obat?
6. Apa yang dilakukan keluarga?
3 Penutup 1. Memberikan kesempatan 1. Mengajukan
(10 Menit) peserta untuk bertanya pertanyaan
2. Menanyakan kepada peserta 2. Mendengarkan
mengenai materi yang telah
disampaikan.
3. Menyimpulkan materi yang 3. Menjawab
telah disampaikan pertanyaan
4. Membagikan leaflet 4. Mendengarkan
5. Salam penutup. 5. Memperhatikan
6. Membalas salam

VII. Kriteria evaluasi


1. Struktur :
a. Kesiapan praktikan (mahasiswa pemberi penyuluhan kesehatan), media dan
materi penyuluhan kesehatan telah disiapkan.
b. Diharapkan dalam waktu 30 menit, sasaran (keluarga pasien) telah menyetujui
dan siap mendengar serta memperhatikan ketika mengikuti penyuluhan kesehatan.

2. Proses :
a. Penyampaian materi oleh praktikan
b. Diharapkan keaktifan sasaran dalam berdiskusi
c. Peserta (keluarga pasiean) dapat peran keluarga dalam mencegah putus obat.

3. Hasil :
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan :
1. Keluarga Pasien dapat Menjelaskan definisi obat untuk pasien dengan gangguan
Jiwa
2. Keluarga Pasien dapat Menjelaskan apa yang dimaksud dengan putus obat
3. Keluarga Pasien dapat Menjelaskan penyebab terjadinya putus obat
4. Keluarga Pasien dapat Menjelaskan tanda dan gejala putus obat
5. Keluarga Pasien dapat Menjelaskan masalah yang diakibatkan karena putus obat
6. Keluarga Pasien dapat Menjelaskan apa yang dilakukan keluarga
2.2. MATERI PENYULUHAN “PERAN KELUARGA DALAM MENCEGAH PUTUS
OBAT”

1. Definisi Obat Jiwa


Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif
pada sistem saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf
kualitas hidup klien (Hawari, 2001). Secara sederhana obat jiwa adalah obat-obatan yang
bekerja pada syaraf otak dan digunakan untuk seseorang dengan gangguan mental.

2. Apa yang dimaksud dengan putus obat


Putus obat adalah penghentian penggunaan obat-obatan jiwa tanpa persetujuan
dokter yang memberi terapi dan dapat mengakibatkan pasien menjadi kambuh kembali.

3. Penyebab putus obat


Ada beberapa hal yang menyebabkan pasien jiwa putus obat, diantaranya adalah :
a. Pasien merasa bosan,
b. Pasien merasa sudah sembuh
d. Takut efek samping obat
e. Kurang motivasi
f. Kurang pengawasan
g. Jarak rumah yang jauh dari rumah sakit.

4. Tanda dan gejala yang ditimbulkan karena putus obat


a. Mengamuk
b. Gelisah
c. Susah diatur
d. Susah tidur
e. Tidak mau makan
f. Sering melamun
g. Kembali berbicara sendiri
h. Kembali mendengar suara, melihat bayangan atau sesuatu, mencium sesuatu,
merasakan sesuatu yang tidak nyata.
i. Gemetar

5. Akibat yang ditimbulkan karena putus obat

Akibat putus obat biasanya pasien yang tadinya sudah tenang, mampu
melakukan aktivitas sendiri tanpa dibantu menjadi kembali gaduh, gelisah, susah diatur,
tidak tenang dan pada akhirnya menyulitkan keluarga sendiri (Arif,2006).

6. Apa yang dilakukan keluarga dalam pengawasan minum obat

Dalam membantu pasien minum obat keluarga harus mengingat prinsip 6 benar:
a. Benar obat
b. Benar waktu
c. Benar orang
d. Benar cara
e. Benar dosis
Contoh pemberian 3xsehari berarti setiap 8 jam sekali (1 hari: 24 jam, berarti 24 jam
dibagi 3 = 8 jam sekali) Dan selalu ingat bahwa kita harus terus-menerus mengingatkan
pasien untuk minum obat. Pastikan bahwa obatnya benar-benar tertelan, bila perlu obat
diminum di hadapan kita dan periksa mulut dan bawah lidah. Buatkan jadwal minum
obat dan pastikan kita tidak lupa dan kita juga harus tahu kapan obat akan habis.

7. Peran keluarga harus mendukung agar tidak terjadi putus obat


a) Ciptakan lingkungan rumah yang tenang dan harmonis
b) Dukungan kuat dari seluruh anggota keluarga
c) Komunikasi yang baik antar anggota keluarga
d) Pemecahan masalah anggota keluarga secara musyawarah.
“jangan lupa kontrol ulang ke RS Jiwa terdekat, bila anda berada di luar kota/kabupaten
maka diwajibkan kontrol ulang minimal tiap 1 bulan sekali. Bila anda di dalam kota, maka
wajib kontrol ulang minimal tiap 2 minggu sekali.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. Drs, Apt. 2003. Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia

Arif , Iman Setiadi. 2006. Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung: Refika
Aditama.

Hawari. 2001. Pendekatan Holistic pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.FKUI:Jakarta

Intansari, Nurjanah. 2004. Pedoman Gangguan Jiwa. Mocomedia:Yogyakarta.

Keliat, B.A. 2006. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai