Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI:


HALUSINASI & DEFISIT PERAWATAN DIRI
DI RUMAH SAKIT JIWA NAIMATA

OLEH

AGNES MONIKA TAY (161111001)


PROGRAM STUDI NERS
ANGKATAN IX

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


CITRA HUSDARA MANDIRI KUPANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas
rahmatNya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan yang berjudul ‘’
Laporan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Dengan Masalah Gangguan Jiwa di
Rumah Sakit Jiwa Naimata’’

Dalam penulisan laporan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan ini dan
penulis berharap semoga Tuhan memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang
telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan
ini.

Kupang, Maret 2019

Penulis
TINJAUAN TEORI

HALUSINASI

A. Pengertian
Menurut Varcarolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Pasien halusinasi biasanya merasakan sensasi
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghirupan tanpa stimulus nyata.

B. Faktor penyebab halusinasi


Menurut Rawlins dan heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi
berlandaskan hakikat keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas
dasar unsure bio-psiko-sosio-spiritual, sehingga penyebb halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi yaitu:
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intosikasi alcohol dan
kesulitan tidur dalam waktu yang lama
2. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan.
3. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi social
Klien yang mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal menganggap bahwa
hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Beberapa penyebab ialah
perasaan tidak diterima sejak bayi (unwanted child), takut akan penerimaan
dimasyarakat, merasa disingkarkan, kesepian da tidak percaya pada lingkungannya

5. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri

C. Klasifikasi halusinasi
1. Halusinasi pendengaran
Kondisi dimana klien mendengar sensasi stimulus yang tidak nyata, misalnya klien
mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya, mendengar suara
atau bunyi, mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar seseorang
yang sudah meninggal, mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain
atau suara lain yang membahayakan. Respon pasien terhadap stmulus:
a. Mengarahkan telinga pada sumber suara
b. Bicara atau tertawa sendiri
c. Marah-marah tanpa sebab
d. Menutup telinga
e. Mulut komat-kamit
f. Ada gerakan tangan
2. Halusinasi penglihatan
Kondisi dimana klien melihat sensasi stimulus yang tidak nyata, misalnya melihat
seseorang yang sudah meninggal, melihat mahluk tertentu, melihat bayangan, hantu
atau sesuatu yang menakutkan, cahaya. Monster yang merasuki perawat. Respon
pasien terhadap stimulus:
a. Tatapan mata pada tempat tertentu dan menunjuk kearah tertentu
b. Ketakutan pada objek yang dilihat
3. Halusinasi pengecapan
Kondisi dimana klien merasa mengecap sesuatu seperti merasakan makanan tertentu,
rasa tertentu atau mengunyah sesuatu. Respon pasien terhadap stimulus:
a. Seperti mengecacap sesuatu. Gerakan mengunyah, meludah atau muntah
4. Halusinasi perabaan
Kondisi dimana klien merasakan sensasi stimulus yang tidak nyata, misalnya klien
mengatakan ada sesuatu yang mengerayangi tubuhnya, seperti tangan, binatang kecil
atau mahluk halus, merasakan sesuatu di permukaan kulit, merasakan sangat panas
atau dingin, merasakan tersengat aliran listrik. Respon pasien terhadap stimulus:
a. Mengusap, menggaruk, meraba-raba permukaan kulit
b. Terlihat menggerak-gerakan badan seperti merasakan suatu rabaan
5. Halusinasi penghirupan
Kondisi dimana klien merasa seperti sedang menghirup sesuatu, misalnya mencium
bau mayat, darah bayi, feses atau bau masakan, parfum yang menyenangkan, klien
sering mengatakan mencium bau sesuatu. Tipe halusinasi ini sering menyertai klien
demensia, kejang atau penyakit serebrovaskular. Respon pasien terhadap stimulus:
a. Ekspresi wajah seperti mencium sesuatu dengan gerakan cuping hidung
b. Mengarahkan hidung pada tempat tertentu
6. Halusinasi kenestetik
Kondisi dimana klien merasakan fungsi tubuhnya tidak dapat terdeteksi, misalnya
tidak ada denyutan di otak atau sensasi pembentukkan urin dalam tubuhnya, perasaan
tubuhnya melayang diatas bumi. Respon pasien terhadap stimulus:
a. Klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat merasakan sesuatu yang aneh
tentang tubuhnya
D. Tahap Halusinasi
1. Tahap 1 (Sleep Disorder)
Tahap awal seseorang sebelum muncul halusinasi
Karakteristik:
a. Klien merasa banyak masalah dan ingin menghindar dari lingkungan
b. Takut diketahui lingkungan bahwa dirinya banyak masalah
c. Masalah makin terasa sulit karena banyak stressor terakumulasi
d. Kurang dukungaan sehingga persepsi terhadap maslah kian memburuk
e. Sulit tidur yang berlangsung terus menerus sehingga terbiasa menghayal
f. Klien menganggap lamunan-lamunan tersebut adalah awal pemecahan masalah
2. Tahap 2 (Comforting Moderate Level On Anxiety)
Halusinasi secara umum diterima sebagai sesuatu yang alami
Karakteristik:
a. Merasa bersalah atau takut
b. Mencoba memusatkan pada penenang pikiran untuk mengurangi ansietas
c. Individu mengetahui bahwa distorsi yang dialaminya dapat dikendalikan
d. Perilaku yang teramati: menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, respon verbal yang lambat, diam dan dipenuhi
sesuatu yang mengasikan
3. Tahap 3 (Condemming Severe Level On Anxiety)
Secara umum halusinasi sering mendatangi klien
Karakteristik:
a. Klien kehilangan kendali untuk menjauhkan dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan
b. Merasa malu akan pengalaman sensorinya
c. Menarik diri dari orang lain
d. Perilaku yang teramati: peningkatan ansietas yang ditandai dengan; peningkatan
denyut nadi, tekanan darah, pernafasan, penyempitan kemampuan konsentrasi,
kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita
4. Tahap 4 (Cotrolling Severe Level On Anxiety)
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan
Karakteristik:
a. Menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi
menguasai dirinya
b. Isi halusinasi dapat berupa permohonan
c. Individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman tersebut berakhir
d. Perilaku yang teramati: mengikuti petunjuk halusinasi, kesulitan berhubungan
dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala
fisiki mulai dari ansietas berat seperti tremor, ketidakmampuan megikuti petunjuk
5. Tahap 5 (Conquering Panic Level On Anxiety)
Klien menagalami gangguan dalam menilai lingkungannya
Karakteristik:
a. Pengalaman sensori menjadi menakutkan jika tidak mengikuti perintah
b. Halusinasi dapat berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak
diintervesi terapeutik
c. Perilaku yang teramati: perilaku menyerang terror seperti panic, berpotensi
melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, kegiatan fisik yang
merefleksikan isi halusinasi seperti: amuk, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap petunjuk yang komplek, tidak mampu berespon terhadap lebih
dari satu orang.

E. Penatalaksanaan
Menurut Keliat (2011), ada beberapa cara yang bisa dilatih kepada pasien untuk
mengontrol halusinasi, meliputi:
1. Menghardik halusinasi
Halusinasi berasal dari stimulus eksternal. Untuk mengatasinya klien harus berusaha
melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk
mengatakan, ‘’tidak mau dengar…, tidak mau lihat’’. Ini dianjurkan jika halusinasi
muncul setiap saat.
2. Menggunakan obat
Salah satu penyebab halusinasinya adalah ketidakseimbangan neurotransmitter
(dopamine dan serotonin). Untuk itu, klien perlu dijelaskan mengenai kerja obat yang
dapat mengatasi halsuinasi, cara mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan
pengoabatan dapat optimal. Jenis-jenis obat yang diberikan pada pasien halusinasi;
Clorpromazine, Haloperidol, Trihexiphenidyl
3. Berinteraksi dengan orang lain
Klien dianjurkan meningkakan ketrampilan hubungan sosialnya. Dengan
meningkatkan intesitas interaksi social, lien akan dapat memvalidasi persepsinya pada
orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan
dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi focus perhatian klien terhadap
stimulus internal yang menjadi sumber halusinasinya. Lati pasien mengontrol
halusinasinya denga bercakap-cakap dengan orang lain
4. Beraktivitas secara teratur dan menyusun kegiatan harian
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak
dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya.
Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan harian yang bermanfaat dan
perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-
betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tidak terarah. Latih pasien untuk
mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan aktivitas terjadwal

F. Masalah keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
2. Harga diri rendah kronis
3. Risikoperilaku kekerasan
4. Isolasi social
G. Tindakan Keperawatan
1. SP 1
Mengenal halusinasi
a. Bina hubungan saling percaya
b. Kaji karakteristik halusinasi
c. Bantu klien mengenal halusinasi sesuai karakteristik halusinasi
d. Menjelaskan cara mengontrol halusinasi:
1) Menghardik halusinasi
2) Mengenal obat yang akan dikonsumsi
3) Melatih bercakap-cakap
4) Melatih melakukan aktivitas terjadwal
e. Melatih cara mengoontrol halusinasi dengan menghardik:
1) Halusinasi pendengaran
a) Tarik nafas dalam (tahan beberapa detik) dan hembuskan secara perlahan
b) Tutup telinga dengan kedua tangan (boleh memejamkan mata)
c) Ucapkan secara verbal (bisa di dalam hati): ‘’pergi… pergi… pergi kamu
suara palsu, jangan ganggu saya’’ Lakukan secara periodic, kurang lebih
3x/periodic)
2) Halusinasi penglihatan
a) Tarik nafas dalam (tahan beberapa detik) dan hembuskan secara perlahan
b) Tutup mata dengan kedua tangan
c) Ucapkan secara verbal (bisa di dalam hati): ‘’pergi… pergi… pergi kamu
suara palsu, jangan ganggu saya’’ Lakukan secara periodic, kurang lebih
3x/periodic)
2. SP 2
a. Bina hubungan saling percaya
b. Evaluasi keluhan pasien
c. Validasi kemampuan mengenal halusinasi dan menghardik halusinasi
d. Mengenalkan obat sesuai prinsip 12 benar
3. SP 3
a. Bina hubungan saling percaya
b. Evaluasi keluhan pasien
c. Validasi kemampuan mengenal halusinasi, menghardik halusinasi dan
penggunaan obat sesuai prinsip penggunaan obat
d. Melatih klien bercakap-cakap:
1) Bercakap-cakap mengenai topic halusinasi atau kemampuan mengontrol
halusinasi
2) Bercakap-cakap dengan topic sesuai hobi atau kesenangan klien yang bukan
merupakan faktor pencetus kekambuhan klien
4. SP 4
a. Bina hubungan saling percaya
b. Evaluasi keluhan pasien
c. Validasi kemampuan mengenal halusinasi, menghardik halusinasi, penggunaan
obat sesuai prinsip penggunaan obat dan kemampuan bercakap-cakap
d. Melatih membuat jadwal kegiatan harian (kegiatan dalam 24 jam sesuai rutinitas
dan kemampuan klien)
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan.Buku Kedokteran EGC:Jakarta


Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda NIC-NOC. Medication:Jogja
Stuart, Gail W., 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Buku Kedokteran EGC:Jakarta.
Yosep, H. Iyus, 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama:Bandung.
LEMBAR PENGESAHAN

‘’Laporan Asuhan Keperawatan


Klien Dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
&
Defisit Perawatan Diri
di Rumah Sakit Jiwa Naimata’’

TELAH DISETUJUI OLEH:

Clinical Institute Clinical Teaching

Thomas .L. Boro, S.Kep.,Ns.,M.Kes Antonelda .M. Wawo, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.J

Anda mungkin juga menyukai