Anda di halaman 1dari 3

Nama : Aulia Safira Putri

NIM : 041911535010

TUGAS PERPAJAKAN II TM 5
1. Bagaimanakah Wajib Pajak bisa melaporkan kredit pajak luar negeri di SPT Tahunan PPh
nya?
Wajib pajak yang telah membayarkan pajaknya di luar negeri, kemudian ingin
mengkreditkannya di Indonesia, terlebih dahulu harus menyampaikan permohonan ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Permohonan kemudian dilaporkan bersamaan pada saat
pelaporan SPT Tahunan dengan melampirkan sejumlah dokumen yakni:

• Laporan keuangan dari luar negeri.


• Fotokopi SPT (Tax Return) yang dilaporkan di luar negeri.
• Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Demi meringankan beban pajak penghasilan yang diperoleh di luar negeri, maka
penghasilan yang diterima di luar negeri bisa dikreditkan terhadap pajak terutang atas
seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri.

2. Jelaskan mekanisme “ordinary credit method” sebagai metode pengkreditan pajak luar
negeri yang dianut oleh Indonesia?

Metode Pengkreditan Terbatas (Ordinary Credit Method) ialah besaran Kredit Pajak Luar
Negeri tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Pasal 24 Ayat
2 Undang-Undang PPh. Penghitungan kredit pajak dihitung dengan tetap berpegang pada
peraturan batas maksimum dengan mengambil nominal terendah dari:

1. Jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri.


2. (Penghasilan Luar Negeri (PLN) / Penghasilan Kena Pajak ) X PPh terutang.
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal penghasilan
kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

3. Bagaimanakah karakteristik PPh final ?


Berikut karakteristik PPh final yang perlu diketahui:

1. PPh final dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan.


2. PPh final memiliki tarif khusus atas setiap jenis penghasilan dan biasanya
dikenakan withholding tax (dipungut oleh pihak ketiga) dan tidak termasuk
penghasilan yang diperhitungkan dalam penghitungan pajak dengan tarif progresif.
3. Pungutan yang dikenakan PPh final tidak lagi diperhitungkan dalam penghitungan
pajak terutang tahunan tetapi tetap harus dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT).
Dalam artian, penghasilan tersebut tidak diakumulasikan dengan penghasilan lain yang
nonfinal untuk dikenakan tarif progresif sesuai dengan tarif pasal 17 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
4. Biaya yang terkait atas penghasilan tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.
5. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan PPh final baik dipotong maupun disetor
sendiri bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang. Pembayaran tersebut
dianggap sebagai pelunasan, sehingga Wajib Pajak yang telah dipotong atau menyetor
sendiri PPh final terutang dianggap telah melunasi pajaknya.
6. Tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari total PPh terutang pada akhir tahun
pajak.

4.
Rugi usaha di Vietnam US $ 23,000 = 310.500.000 (tarif PPh 30%)
Laba neto usaha di Singapura US $ 40,000 540.000.000 (tarif PPh 28%)
Laba neto usaha di dalam negeri 250.000.000,00 +
Jumlah penghasilan neto 790.000.000
PPh pasal 25 terutang = 22% x 790.000.000 = 173.800.000
PPh terutang perbulan = 173.800.000 : 12 = 14.483.333
PPh maksimum yang dapat dikreditkan
(540.000.000 : 790.000.000) x 173.800.000 = 118.800.000
PPh terutang yang dipotong di luar negeri
Vietnam = 28% x 540.000.000 = 151.200.000
PPh KB/LB = 173.800.000 – 24.000.000 = 149.800.000

5.
Rugi neto usaha di Jepang 275.000.000,00 (tarif PPh 36%)
Laba neto usaha di Hongkong 300.000.000,00 (tarif PPh 32%)
Rugi neto usaha di dalam negeri -300.000.000,00
Deviden di STAR Ltd di Taiwan 100.000.000,00 (tarif PPh 20%)
Penghasilan neto = 100.000.000
PPh pasal 25 terutang = 22% x 100.000.000 = 22.000.000
PPh pasal 25 perbulan = 22.000.000 : 12 = 1.833.333
KPLN th 2020 = (400.000.0000 : 100.000.0000) x 22.000.000 = 88.000.000
PPh terutang yang dipotong di luar negeri
Hongkong = 300.000.000,00 x 32% = 96.000.000
Taiwan = 100.000.000,00 x 20% = 20.000.000

6.
Laba neto usaha di India Rp 324.000.000,00 (tarif PPh 26%)
Laba neto usaha di Thailand Rp 278.000.000,00 (tarif PPh 25%)
Rugi neto usaha di Malaysia Rp 169.000.000,00 (traif PPh 29%)
Rugi neto usaha di dalam negeri Rp 415.000.000,00
PPh pasal 25 yang telah dibayarkan di tahun 2019 Rp 18.000.000,00
Penghasilan neto = 324.000.000 + 278.000.000 - 415.000.000 = 187.000.000
PPh pasal 25 terutang th 2019 = 25% x 187.000.000 = 46.750.000
PPh KB = 46.750.000 - 18.000.000 = 28.750.000
PPh pasal 25 terutang th 2020 = 22% x 187.000.000 = 41.140.000
PPh pasal 25 terutang perbulan = 41.140.000 : 12 = 3.428.333

7.
a. PPh 23 = 2% x Rp 7.500.000 = 150.000
b. PPh 23 = 2% x Rp 5.000.000 = 100.000
c. PPh 23 = 15% x Rp 15.000.000 = 2.250.000
d. PPh 17 (2c) = 10% x
e. Saham kepemilikan = 20% x Rp 25.000.000 = 5.000.000
PPh 23 = 15% x Rp 5.000.000 = 750.000
f. PPh 4 (2) = 10% x Rp 20.000.000 = 2.000.000

Anda mungkin juga menyukai