RMK 2 Sejarah Koperasi & Umkm KLP 8
RMK 2 Sejarah Koperasi & Umkm KLP 8
SEJARAH KOPERASI
OLEH :
KELOMPOK 8
2019
A. Timbulnya Cita – Cita Kearah Pembentukan Koperasi
Sejak sistem ekonomi liberal dilaksanakan di Hindia Belanda (nama Indonesia ketika masih
dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan ”Cultuur
Stelseel” (sistem tanam paksa). Hingga saat ini para penanam modal/usahawan Belanda
berlomba menginvestasikan dananya ke Hindia Belanda. Bidang-bidang yang menarik bagi
mereka untuk dikembangkan seperti perkebunan, perdagangan dan transportasi dan lain-lain.
Disinilah praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan hak tanpa prikemanusiaan
makin berlangsung ganas, sehingga kehidupan sebagian besar rakyat di bawah batas kelayakan
hidup. Beberapa tahun kemudian investasi besar-besaran yang dilakukan investor Belanda itu
membawa keuntungan yang melimpah bagi mereka. Antara tahun 1867 hingga tahun 1877
mereka berhasil membawa pulang hasil investasi tersebut ke negeranya sebanyak kurang lebih
15 juta Gulden. Akan tetapi apa yang diperoleh bangsa Hindia Belanda, ialah tidak lain
kemelaratan yang merajalela atas kehidupan rakyat dimana-mana.
Dengan keadaan hidup yang demikian, pihak kolonial secara terus-menerus
mengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar rakyat sangat
memprihatinkan. Disamping itu para rentenir, pengijon dan lintah darat turut pula memperkeruh
suasana. Mereka berlomba mencari keuntungan yang besar dari para petani yang sedang
menghadapi kesulitan hidup, sehingga tidak jarang terpaksa melepaskan tanah miliknya
sehubungan dengan ketidakmampuan mereka membayarkan hutang-hutangnya yang
membengkak akibat sistem bunga berbunga yang diterapkan pengijon.
E. Sieburgh (pejabat tertinggi/kepala daerah di Purwokerto) dan De Wolf van Westerrede
(pengganti Sieburgh) merupakan orang Belanda yang banyak kaitannya dengan perintisan
koperasi yang pertama-tama di tanah air kita, yaitu di Purwokerto.
Masalah timbul diawali oleh Raden Aria Wirjaatmadja (Patih Purwokerto) sebagai
seorang yang rasa sosialnya tebal. Dengan mendapat bantuan moril atau dorongan-dorongan dari
E. Sieburgh pada tahun 1891 didirikan Bank penolong dan Penyimpanan di Purwokerto, dimana
maksud utamanya membebaskan para pegawai dari segala tekanan utang. Pada tahun 1898 E.
Sieburgh digantikan oleh De Wolf van Westerrede yang mengharapkan terbentuknya koperasi
simpan pinjam untuk para petani. Pertama-tama langkah yang dilakukan yaitu memperluas
bidang kerja Bank Penolong dan penyimpanan sehingga meliputi pula pertolongan bagi para
petani di daerahnya. Bank tersebut mendapatkan perubahan nama menjadi Purwokerto Hulp
Spaar En Landbouwcrediet atau bank penolong, penyimpanan dan kredit pertanian, yang dapat
dikatakan sebagai pelopor berdirinya bank rakyat di kemudian hari, perubahan nama tersebut
bertujuan untuk menyerasikan nama dan tugasnya.
Menurut De Wolf van Westerrede para petani Indonesia memiliki kebiasaaan-kebiasaan
yang telah mendarah daging pada para petani Indonesia (gotong royong, kerja sama) merupakan
suatu dasar yang paling baik untuk berdirinya dengan subur koperasi kredit yang menjadi cita-
citanya. Cita-cita De Wolf sebagai lanjutan dari perintisan pembentukan koperasi kredit oleh R.
Aria Atmadja, untuk mendirikan koperasi kredit model Raiffeisen memang belum terwujud,
akan tetapi sedikit banyak usahanya telah tampak pada bank-bank desa, lumbung-lumbung desa
dan rumah-rumah gadai yang sempat didirikannya di tanah air kita, yang keseluruhannya
memang mengembangkan usaha pemberian kredit untuk para petani dan kaum ekonomi lemah
bangsa kita.
Selain dari kegiatan lumbung, bank desa dan bank rakyat yang menyalurkan pinjaman-
pinjaman bentuk padi dan uang kepada petani dan mereka yang ekonomi lemah, Departemen
Pertanian atau Departemen Pertanian-Kerajinan dan Perdagangan melakukan aktivitas
penerangan tentang perlunya pembentukan koperasi kepada para petani, kemudian dilakukan
oleh Departemen Perekonomian mulai pada tahun 1935. Pada waktu itu koperasi belum juga
terbentuk, penyebab utamanya karena pemerintahan kolonial Belanda tidak sungguh-sungguh
memperhatikan, politik pemerintahan kolonial masih memikirkan akibat persatuan rakyat
Indonesia yang terbentuk melalui koperasi.
Ketahanan rakyat indonesia dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapi dengan
semangat kekeluargaan, kegotong royongan untuk mencapai masyarakat yang dapat
menignkatkan taraf hidupnya telah mendorong lahirnya berbagai bebagai jenis koperasi dengan
pesat, koperasi pada kurun waktu ini merupakan alat perjuangan dibidang ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 1947 tercatat kurang lebih 2500 koperasi yang diawasi
oleh pemerintah RI namun pengawasannya kurang seksama sehingga ada yang mengatakan
koperasi-koperasi yang ada lebih banyak bersifat kuantitas daripada kualitas. Pergerakan
koperasi di RI telah berhasil mewujudkan tiga kegiatannya yang akan selalu tercatat dalam
sejarah perkoperasian Indonesia yaitu :
Gagasan tentang perlu dibentuknya koperasi di desa–desa adalah gagasan dari Sir Horace
Plunkett yang berkebangsaan Inggris sebelumnya beliau mengembangkannya di India yang
terkenal dengan “Multy Purposes Cooperative” dan beliau berpendapat bahwa “ Dengan
Koperasi Desa akan tercapai pertanian yang lebih baik, usaha perdagangan yang lebih baik dan
kehidupan yang lebih baik” (Better Farming, Better Business, and Better Living) yang
merupakan cikal-bakal terbentuknya KUD (Koperasi Unit Desa) dimana dalam bentuk koperasi
ini petani diharapkan hendaknya bergabung agar dapat tercapainya peningkatan pendapatan
untuk memenuhi segala kebutuhan mereka baik untuk memproduksi atau keperluan hidup agar
tercapai kesejahteraan hidupnya. Tugas dari Koperasi desa meliputi meningkatkan produksi,
pemasaran hasil produksi secara terpadu, dan mengusahakan kredit untuk memperlancar usaha
tani. Kalau kita hubungkan dengan peranan KUD pada waktu sekarang pada umumnya petani
yang bergabung dalam KUD tingkat kesejahteraan hidupnya adalah lebih baik karena KUD telah
dapat menimbulkan kegairahan kerja untuk meningkatkan produksi dan para petani dibimbing
untuk mengolah lebih lanjut hasil dari pertanian itu untuk menjadi komoditi perdagangan yang
harganya lebih tinggi.
2. Koperasi Batik
Sekitar tahun 1800, warga Tionghoa menanam sejenis kapas (ciam). Dari serat tanaman jong
dan ciam masyarakat Pekajangan berusaha membuat kain dengan alat tenun sederhana. Jiwa
dagang warga daerah ini mendorong perajin dan pedagang bepergian ke daerah lain, termasuk ke
Yogyakarta dan Surakarta yang interaksinya semakin kental dari tahun ke tahun. Situasi
pertekstilan semakin maju tahun 1920 sehingga timbul pengaturan izin lisensi untuk pengusaha
tekstil harus diurus di Batavia (Jakarta) ke Gubernur Jenderal Belanda.
Kemajuan pesat pertekstilan di Pekajangan ditandai munculnya Batik Trading Compani tahun
1950. Pada tahun 1937, perajin mendirikan Koperasi Batik Pekajangan yang memberi sumber
inspirasi munculnya koperasi batik di Setono, Tirto, dan lainnya. Kemunculan koperasi batik
akhirnya disatukan dalam Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) pada tahun 1948.
3. Koperasi adalah alat pembangunan Ekonomi
Tanggal 11 Juli sampai dengan 14 Juli 1947 gerakan koperasi Indonesia menyelenggarakan
kongresnya yang pertama di Tasikmalaya. Pelaksanaan kongres dan keputusan–keputusan yang
dihasilkannya telah memberi warna, bahwa gerakan koperasi Indonesia merupakan alat
perjuangan dibidang ekonomi dan pembangunan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan,
keputusannya–keputusan lainnya adalah:
Baru pada tahun 1948 rakyat mencoba lagi menghidupkan kembali gerakan koperasi dalam
batas batas kemungkinan yang diberikan oleh revolusi. Akan tetapi baru sesudah penyerahan
kedaulatan pada permulaan tahun 1950 dapat dikatakan dengan sungguh sungguh tentang adanya
perkembangan bebas dari pada gerakan koperasi (Soesastro dkk, 2005:86 ). Pada tanggal 12 Juli
1953, mengadakan kembali Kongres Koperasi yang ke-2 di Bandung. Kongres koperasi ke -2
mengambil putusan :
Menjelang saat-saat dilakukannya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949,
Undang-Undang/Peraturan Koperasi Tahun 1927. Stbl. no. 91 telah ditinjau kembali, ternyata
banyak di antara ketentuannya yang kurang cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia, karena
itu diadakan Peraturan Koperasi yang baru, yaitu Peraturan Koperasi Tahun 1949 nomor 179.
Dalam Peraturan Koperasi yang baru ini jelas dinyatakan bahwa "koperasi merupakan
perkumpulan orang-orang atau badan-badan hukum Indonesia yang memberi kebebasan kepada
setiap orang atas dasar persamaan untuk menjadi anggota dan atau menyatakan berhenti dari
padanya.
Maksud utama mereka dalam wadah koperasi ini yaitu memajukan tingkat kesejahteraan
lahiriah para anggotanya dengan melakukan usaha-usaha bersama di bidang perdagangan, usaha
kerajinan, pembelian/pengadaan barang-barang keperluan anggota, tanggung-menanggung
kerugian yang dideritanya, pemberian atau pengaturan pinjaman, pembentukan koperasi harus
diperkuat dengan akta (surat yang sah) dan harus didaftarkan serta diumumkan menurut cara-
cara yang telah ditentukan pemerintah".
Peraturan Koperasi Tahun 1949, No. 179 walau persiapan dan pembentukannya dilakukan
pada saat-saat pemerintah kolonial Belanda sedang sibuk dengan kegiatan pembentukan Negara
federal bersama negara-negara bagian yang telah dibentuknya, jelas banyak diilhami oleh gerak
langkah koperasi-koperasi yang telah dibentuk di daerah-daerah Republik Indonesia yang telah
menyesuaikan diri dengan gelora perjuangan dan pembangunan bangsa dan negara dalam satu
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Demikianlah tentang pertumbuhan dan perkembangan koperasi selama Pemerintahan RI
beserta segenap rakyatnya sedang mempertahankan kemerdekaan negaranya dari berbagai usaha
penghancuran yang dilakukan kolonialis Belanda. Ketahanan rakyat Indonesia dalam bidang
koperasi telah menunjukkan keunggulan bangsanya bangsanya untuk mengatasi atau
menanggulangi kesulitan ekonomi akibat blokade ekonomi yang dilancarkan kolonialis Belanda.
Blokade ekonomi tidak mampu melemahkan perjuangan bangsa Indonesia, bahkan sebaliknya
menjadi bumerang yang menghantam Belanda sendiri.
Liberalisme, tekanan dan pengaruhnya terasa sekali terhadap perkoperasian, antara lain:
a. Sering terjadi pergantian kabinet, dengan sendirinya garis kebijakan dan program-
program kementrian yang menangani urusan koperasi pun selalu berubah-ubah.
b. Keanggotaan koperasi yang tidak mengenal perbedaan golongan, aliran, suku, agama
menjadi terpengaruh oleh tindakan para pemimpin gerakan-gerakan politik.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai koperasi dalam kurun waktu 1950-1958 yaitu: kemajuan
dalam bidang pendidikan koperasi (peningkatan refreshing courses bagi para karyawan
jawatan koperasi dan pergerakan koperasi, petugas-petugas melakukan pendidikan di luar
negeri) serta perkembangan fisik koperasi (baik secara kuantitas dan kualitas).
Akibat liberalisme yang akarnya makin hari makin kuat, sehingga Presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit (5 Juli 1959) untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Ini
mendapatkan sambutan yang hangat dari rakyat Indonesia karena sejalan dengan kepribadian
bangsa, yang mana Pancasila merupakan dasar dari segala ketentuan yang terdapat dalam
UUD 1945. Musyawarah dan mufakat akan diutamakan kembali sehingga persatuan dan
kesatuan bangsa terjamin degan baik. Tetapi sangat disayangkan demokrasi terpimpin dan
ekonomi terpimpin yang seharusnya terpimpin oleh Pancasila, pengertiannya berubah
menjadi terpimpin oleh garis-garis pemikiran pribadi Bung Karno, yang mengakibatkan
diktatorisme ataupun otokrasi.
Khusus bagi gerakan koperasi hal ini berarti penyelewengan yang jauh dari jiwa koperasi,
urusan intern perkumpulan koperasi semakin banyak dicampuri pemerintah, kebebasan
koperasi untuk mengambil keputusan menjadi sangat terbatas.
Kongres Koperasi II
Terdapat beberapa sebab yang mendorong diadakannya Kongres Koperasi II, antara lain:
1. SOKRI yang merupakan hasil Kongres Koperasi I tidak mampu melaksanakan fungsinya
dengan baik. Sehingga tidak terwujud kesatuan pandangan tentang bentuk organisasi,
dasar atau tujuan koperasi.
2. Adanya anggapan oleh sementara kalangan gerakan koperasi bahwa peraturan
perkoperasian yang ada sudah tidak relevan lagi. Peraturan perkoperasian dimaksud
adalah Undang-undang No. 179/1949 yang dianggap tidak sesuai lagi dengan alam
kemerdekaan.
Oleh karena itu gerakan koperasi sepakat mengadakan Kongres Koperasi.
Pada tanggal 15 – 17 Juli 1953 terwujudlah pelaksanaan Kongres Besar Koperasi Seluruh
Indonesia II di Bandung. Kongres dihadiri sekitar 2000-an orang utusan yang datang
mewakili 83 pusat-pusat koperasi dari seluruh Indonesia. Akan tetapi di antara utusan-
utusan itu ada pula yang hanya mewakili organisasi koperasi yang masih berbentuk
panitia.
Di dalam kongres itu beberapa orang Pejabat Pemerintah dan para tokoh gerakan koperasi
turut aktif memberikan prasaran mereka, antara lain:
1. Prof. Dr. Sumitro Djojohardikusumo (Menteri Perekonomian) tentang ”Fungsi Koperasi
dalam proses pengembangan ekonomi”.
2. Iskandar Tejasukmana (Menteri Perburuhan) tentang ”Perumahan Rakyat”
3. R. Moh. Abiyah Hadiwinoto (GKBI) tentang ”Undang-undang Koperasi”.
4. Roesli Rahim (Kepala Koperasi Pusat) tentang ”Pendidikan dan Penerangan Koperasi”.
5. R.S. Soeria Atmadja (Kepala Direktorat Perekonomian Rakyat) tentang ”Perluasan
Tugas Gerakan Koperasi di Indonesia”.
Berdasarkan prasaran-prasaran tersebut di atas serta pendapat para peserta Kongres, maka
Kongres Besar Koperasi Seluruh Indonesia ke II mengambil keputusan sebagai berikut:
1. Ke dalam
a. Menyetujui pokok-pokok prasaran Prof. Dr. Sumitro, Iskandar Tejasukmana, R.
Moh. Abiyah Hadiwinoto, Roesli Rahim dan R.S. Soeria Atmaja.
b. Mendirikan sebuah badan pemusatan pimpinan koperasi untuk seluruh Indonesia
yang dinamakan ”Dewan Koperasi Indonesia”.
c. Mewajibkan ”Dewan Koperasi Indonesia” membentuk sebuah lembaga
pendidikan koperasi untuk mendidik para anggota, pemimpin, pegawai koperasi
serta mendirikan sekolah menengah koperasi di tiap-tiap propinsi.
d. Mengeluarkan harian, majalah, brosur, buku pelajaran koperasi.
e. Membentuk sebuah panitia yang akan memberi saran-saran kepada pemerintah
mengenai Undang-undang Koperasi.
f. Mengusahakan kemudahan pemberian badan hukum.
g. Mengangkat Bung Hatta (Drs. H. Moh. Hatta) sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
h. Memilih Dewan Pimpinan Koperasi Republik Indonesia.
2. Ke luar
a. Mendesak kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya:
Melaksanakan perubahan dasar ekonomi dengan menggunakan koperasi sebagai
sistem dan alat utama untuk mencapai kemakmuran rakyat bersama, sesuai
dengan maksud pasal 38 UUD Sementara RI.
Koperasi dijadikan mata pelajaran pada sekolah lanjutan, dan menanam benih
perkoperasian pada Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).
Segera mengadakan undang-undang koperasi yang berdasarkan pasal 38 Undang-
Undang Dasar Sementara Republik Indonesia.
Menambah anggaran belanja negara bagi kemakmuran rakyat terutama di luar
Pulau Jawa/Madura.
Menyempurnakan susunan Jawatan Koperasi.
Rencana pembangunan rumah rakyat diundangkan serta menunjuk Gerakan
Koperasi sebagai penyelenggaraan pembangunan rumah-rumah rakyat.
Penyelenggaraan pembelian padi hanya diserahkan kepada organisasi koperasi.
b. Menganjurkan kepada guru-guru supaya di sekolahnya masing-masing mendidik
murid-murid menabung secara teratur.
1. Peraturan Pemerintah (PP) no. 60 tahun1959
Merupakan peraturan peralihan sebelum dicabutnya UU koperasi tahun 1958 no 79.
untuk merumuskan pola perkoperasian sehubungan dengan PP no. 60 tahun 1959,
yang menetapkan antara lain:
Koperasi berfungsi sebagai alat untuk melaksanakan ekonomi terpimpin.
Menjadikan Manipol sebagai landasan Idiil koperasi.
Maka pada tanggal 25-28 mei 1960 di Jakarta telah diadakan musyawarah kerja
koperasi yang telah diputuskan beberapa diktum yang berciri pada pola pikir Bung
Karno yaitu:
Sejak saat Jenderal Soeharto efektif memegang kendali kekuasaan pemerintahan sesuai dengan
SUPERSEMAR (Surat Perintah 11 Maret 1966), perbaikan demi perbaikan mulai dilakukan.
Tanpa terkecuali bidang perkoperasian untuk dikembalikan sesuai denga fungsinya yang
sesungguhnya.
Pada tahun 1966 ini pula pemerintah telah mengatur bidang perkoperasian nasional, dimana
urusan pengembangan/pembinaan dialihkan kepada Kementerian Perdagangan melalui
Departemen Koperasi, yang langsung meluruskan kekeliruan yang terjadi di zaman Orde Lama,
yaitu meletakkan asas-asas Sendi Dasar Koperasi sesuai dengan keberadaannya. Oleh karena itu
dikeluarkan Surat Edaran No.1 dan No.2 tahun 1966 oleh Deputi Mentri Perdagangan yang
membawahi Departemen Koperasi di lingkungan Kementerian Perdagangan, yang mengatur
bahwa: koperasi harus bekerja berdasarkan asas dan sendi dasar yang sebenarnya, koperasi
sebagai alat demokrasi ekonomi harus menegakkan asas demokrasi dengan kekuasaan tertinggi
pada rapat anggota, dan seterusnya.
a) Sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia.
b) Rapat anggota merupakan kekuasaan yang tertinggi sebagai pencerminan demokrasi
dalam koperasi.
c) Pembagian sisa hasil usaha diatur menurut jasa masing-masing anggota.
d) Adanya pembatasan bunga atas modal.
e) Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.
f) Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka.
g) Swadaya,swakerta, dan swasembada sebagai pencerminan dari prinsip dasar, yaitu
percaya pada diri sendiri.
1) Masalah manajemen
2) Masalah modal dan pemupukan modal
3) Masalah pemasaran dan peningkatan produk
Pada jaman kemerdekaan sampai sekarang telah dikeluarkan UU koperasi, yaitu sebagai berikut: