Anda di halaman 1dari 8

Kelompok 7

Landasan Psikologis Pendidikan

Disusun oleh:
Aulia Kautsar Rahmatika (1107620292)
Dhiya Ulhaq Tino Putri (1107620289)
Naswaa Karimah (1107620293)
Nazwa Alyah Putri (1107620291)
Silmi Haazimatusyahidah (1107620288)
Vivianne Abdullah (1107620290)

Dosen Pengampu:
Dra. Yudrik Jahja, M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
1. Pengertian
Psikologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu psyche yang berarti jiwa
dan logos yang berarti ilmu Secara harfiah psikologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa
atau ilmu jiwa. Menurut Branca (dalam Khodijah, 2006) menyatakaan bahwa psikologi sebagai
ilmu tentang perilaku. Woodworth dan Marquis menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu
tentang aktivitas individu, baik aktivitas motorik, kognitif maupun emosional. Definisi ini, lebih
bersifat praktis karena langsung mengarah pada aktivitas kongkrit yang dilakukan manusia
sebagai manifestasi kondisi kejiwaannya. Psikologi atau ilmu jiwa yang mempelajari jiwa
manusia, jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani yang dapat
dipengaruhi oleh alam sekitar, karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali
kehidupan manusia yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri (Pidarta, 2007). Dari
pengertian diatas, dapat disimpulkan psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang proses mental
dan perilaku seseorang yang merupakan manifestasi atau penjelmaan dari jiwa itu.
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas
berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala- gejala yang
berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk
mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan
untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan
pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikit, dan belajar (Tirtarahardja, 2005).

Menurut Pidarta (2007:194) landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam
proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada
umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan
usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia
perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.

2. Awal sejarah

Sejarah psikologi pendidikan dimulai perkembangannya pada awal abad ke 18 yang ditandai
dengan adanya penelitian psikologi yang dikhususkan memberikan dampak yang besar terhadap
berbagai teori dan praktek dalam pendidikan. Berbagai aliran psikologi yang mulai berkembang
di awal abad ke 18 khusus mempelajari tentang macam – macam perilaku dan proses belajar
yang berbeda – beda, dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi perkembangan teori
seperti Behaviorisme, Psikoanalisis, Gestalt dan praktek dalam pendidikan.

Permulaan psikologi pendidikan muncul di Jerman pada awal abad ke 18 berkat


popularitas John Friedrich Herbart (1766-1841) yang merupakan seorang filsuf dan psikolog
yang kelak namanya diabadikan sebagai salah satu aliran pemikiran dalam pendidikan,
yaitu Herbartianisme. Beberapa ahli lain yang melakukan pengujian terhadap metode – metode
yang telah dilakukan beberapa abad sebelum terlahirnya ilmu psikologi adalah:
a. Democritus

Seorang filsuf pertama yang menekankan kepada pentingnya pengaruh dari lingkungan dan
suasana di lingkungan rumah terhadap perkembangan seseorang sehingga lingkungan tersebut
perlu diatur sebaik mungkin agar mempunyai suasana yang kondusif bagi perkembangan seorang
anak.

b. Plato dan Aristoteles

Kedua ahli ini mengembangkan sistem pendidikan yang berdasarkan prinsip – prinsip psikologi.
Aristoteles adalah tokoh yang idenya menjadi dasar untuk mengembangkan teori Psikologi Daya.
Di dalam teori ini ada tiga komponen utama yang saling berkaitan satu dengan lainnya yaitu:

 Daya penalaran, pengertian, kognitif, daya cipta


 Daya perasaan, emosi, afektif, rasa
 Daya kehendak, konasi, will, karsa
c. John Amos Comenicu
John Amos adalah orang pertama yang melakukan penelitian terhadap seorang anak dan
menyatakan bahwa seorang anak adalah individu yang sedang berkembang.

d. Rousseau

Merupakan seorang ahli yang menganut paham naturalis, Rousseau menyatakan bahwa dasar –
dasar pendidikan adalah prinsip – prinsip perkembangan manusia dan pada dasarnya anak adalah
pribadi yang baik.

e. John Locke
Locke adalah seorang ahli yang menganut paham empirisme yang mengatakan bahwa ketika
seorang individu terlahir, jiwanya masih kosong alias belum terisi apa – apa, dan memiliki
potensi secara sensitif untuk mendapatkan kesan tentang dunia luar melalui proses belajar.
Proses belajar tersebut dikatakan Locke bisa didapatkan melalui pengalaman dan latihan.

f. John Heinrich Pestalozzi


Penyelenggaraan pendidikan yang bersifat klasikal atau rombongan adalah saran yang dicetuskan
oleh John Heinrich Pestalozzi.

g. Francis Galton dan Stanley Hall


Kedua ahli ini pada akhir abad ke 18 mempublikasikan hasil – hasil penelitiannya tentang
berbagai aspek perilaku individu yang hasil penelitiannya kelak sangat membantu dalam proses
pemahaman antara pendidik dan anak didiknya.

h. William James

Pendekatan fungsional dalam psikologi merupakan saran yang dikemukakan William James
dalam bukunya ‘Principles of Psychology‘. Adanya pendekatan fungsionalisme dalam psikologi
adalah cara pendekatan yang memberi anggapan bahwa hal yang utama adalah kesadaran
terhadap gejala – gejala mental.

i. Cattel

Sumbangan besar dalam psikologi pendidikan diberikan oleh Cattel dalam hal perbedaan
individu dan juga pengukuran mental. Perbedaan individu adalah sifat yang menunjukkan
perbedaan kuantitatif  dalam satu orang dan bisa menjadi pembeda antara satu individu dengan
individu lainnya.

j. Binet
Ia adalah seorang psikolog pertama yang memperkenalkan metode pengetesan mental atau
metode pengukuran inteligensi yang bersifat individual.

3. Manfaat

Dengan mempelajari sejarah psikologi dalam pendidikan akan membuat para pendidik atau
pengajar memperoleh berbagai manfaat sebagai berikut:

 Memahami perbedaan peserta didik


Karakteristik siswa didik tentunya akan berbeda – beda pada setiap anak dan sangat penting bagi
pendidik untuk mempunyai pemahaman mengenai perbedaan psikologi anak tersebut, terutama
pada berbagai tingkat perkembangan dan perkembangan anak agar dapat menciptakan proses
pembelajaran yang efektif serta efisien, dengan mengetahui berbagai teori belajar menurut para
ahli.
 Menciptakan iklim yang kondusif
Apabila pendidik memiliki pemahaman yang baik tentang tempat belajar yang digunakan, hal itu
akan sangat membantu untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menciptakan
materi belajar yang akan mendukung proses belajar mengajar agar efektif. Untuk itu diperlukan
pengetahuan akan prinsip – prinsip yang tepat dalam proses belajar mengajar serta bagaimana
melakukan pendekatan yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

 Memilih strategi dan metode belajar


Mengetahui sejarah psikologi dalam pendidikan dapat membantu pendidik untuk mengetahui
bagaimana strategi dan metode yang perlu digunakan agar tepat dan sesuai untuk anak didik
berdasarkan karakteristik per individu, sesuai dengan gaya belajar, usia dan tingkat
perkembangan anak didik dan mengetahui pengertian karakter menurut para ahli dan teori
perkembangan anak menurut para ahli untuk menentukan metode pendidikan yang sesuai.
 Membimbing peserta didik 
Tidak hanya berperan sebagai pendidik, namun seorang guru juga perlu berperan sebagai
pembimbing bagi peserta didiknya dengan memberi bantuan untuk memecahkan masalah yang
mereka hadapi dan mengenali tipe kepribadian manusia, dan hal itu dapat dimungkinkan dengan
pengetahuan psikologi yang ada.
 Mengevaluasi hasil belajar
Selain mengajar, para pendidik juga perlu melakukan kegiatan evaluasi untuk mengukur hasil
belajar siswa. Dengan evaluasi maka para pengajar dapat menentukan hasil pembelajaran dan
mengetahui kekurangan serta kelebihan metode belajar yang sudah diterapkan.

4. Contoh Kasus

“Soal Kasus Dugaan Kekerasan Seksual pada Siswi Kelas 2 SD,


Sekolah Dinilai Perlu Dampingan Psikolog”
Sebuah kejadian yang miris terjadi di Kabupaten Bungo, Jambi. Seorang siswi kelas 2 sekolah dasar (SD)
mengalami kekerasan seksual yang dilakukan empat kakak kelasnya. Ironisnya, tindakan tidak pantas
yang dialami siswi SD di Bungo itu terjadi saat jam pelajaran sedang berlangsung. Psikolog Yayasan
Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, S. Psi., M. Si. turut menyoroti kasus ini.
Menurut Adib, kasus ini harus menjadi perhatian bersama.
Ia pun secara pribadi mengaku prihatin dengan kejadian yang dialami siswi tersebut.
Lebih lanjut, Adib menilai, setiap sekolah di Indonesia perlu mendapat pendampingan psikolog untuk
menghindari kejadian yang sama terulang pada siswa-siswi lain.
"Barangkali di sekolah itu perlu kehadiran psikolog, itu juga sangat penting,"
"Psikolog barangkali diakomodasi untuk memegang sekolah, mungkin satu kecamatan atau satu
kabupaten didampingi oleh satu psikolog misalnya," lanjutnya.
Pasalnya, menurut Adib, adanya aksi kekerasan seksual yang dilakukan di lingkungan sekolah
mungkin saja disebabkan guru kualahan dalam mendampingi siswa-siswinya. "Dalam hal ini,
guru 'kewalahan' dalam mengasuh anak-anak yang kurang perhatian, barangkali memang harus
ada kebijakan khusus untuk menghindari hal-hal seperti ini," tambahnya.
Menurut Adib, kehadiran psikolog dapat membantu guru-guru dalam mengasuh siswa-siswinya.
"Bisa dipertimbangkan lah sama pemerintah supaya hal-hal seperti ini bisa dihindari karena
sepertinya guru kualahan dalam mengasuh anak sehingga guru juga bingung bagaimana
mengatasi masalah ini," kata dia.
Adib juga mengatakan, sekolah semestinya menjadi tempat yang paling aman bagi para siswa.
"Sekolah itu kan sesuatu yang aman dibandingkan terminal, pasar, jalan raya, tapi di sini sekolah
jadi tempat yang paling tidak aman bagi siswa," tutur Adib.
"Ini menunjukkan bahwa guru kurang profesional, kepala sekolah kurang profesional, apalagi ini
terjadi siswa ditinggal begitu aja berarti ngajarnya kurang serius," tambahnya.
Terduga pelaku yang masih di bawah umur, berinisial RNG, TH, BD, dan L.
Pihak keluarga sempat menuntut agar kasus itu bisa diusut secara hukum. . Dari penjelasan Y, pihak
keluarga sangat menyayangkan kelalaian dari pihak sekolah, karena kejadian ini disebut-sebut
terjadi saat jam pelajaran berlangsung. Y mengatakan ABC, anaknya, dibawa ke dalam kelas.
Saat di dalam kelas, empat terduga pelaku melakukan kekerasan seksual secara bergantian.
Akibat perbuatan itu, korban mengaku merasakan sakit akibat kekerasan seksual tersebut.
Seorang guru, yang oleh Y disebut berinisial N, meminta korban untuk tutup mulut dengan menjanjikan
uang Rp 50 ribu. "Kalau ada yang tahu, anak saya diminta untuk mengatakan pelaku pemerkosaan
adalah ayah tirinya,” jelas Y. ABC juga sempat diperiksa oleh bidan setempat. Namun pihak
sekolah membantah adanya kejadian tersebut, dan pihak yang dinyatakan bermasalahpun tidak
mau membayar utang atas sanksi yang diberikan oleh adat. Jika nanti terbukti secara hukum,
tegas Masril, pihaknya tidak akan tinggal diam.
Dinas Pendidikan Bungo akan memberikan tegas terhadap kepala sekolah, wali kelas, juga pada
para pelaku. “Kalau sekarang kita ambil tindakan, kita belum tahu siapa yang benar dan siapa
yang salah. Jadi sebaiknya permasalahan ini kita serahkan saja pada pihak berwenang,” tutupnya.

SOLUSI :

Yang harus dilakukan adalah :

1. Menerapkan sikap terbuka seperti bercerita mengenai hal apapun

2. Menerapkan sikap berani untuk menolak, berteriak jika ada yang membuatnya tidak
nyaman

3. Memperhatikan lingkungan pertemanan dan sekolah anak

4. Memperhatikan perubahan perilaku anak yang mendadak

5. Kebanyakan anak akan mengalami trauma, sehingga bantuan psikologis yang efektif
akan mencegah efek panjang trauma tersebut

6. Diberikannya pemahaman atau sex education sejak dini dengan cara memberi tahu bahwa
ada bagian-bagian dari tubuh kita yang tidak boleh dilihat dan dipegang oleh orang lain.

7. Diberi sanksi atau pelajaran kepada pelaku baik secara norma ataupun secara adat yang
berlaku.

“Diduga Jadi Korban Bullying, Anak Kelas 6 SD Sudah 6 Bulan Tidak Masuk Sekolah”

Awan mendung menyelimuti langit Singosari pada siang hari. Menyusuri jalanan yang padat
kendaraan, lalu masuk ke tengah jalan perkebunan tebu. Jalan yang sedikit berlubang dan diiringi
gemericik air hujan mengantarkan pewarta ke salah satu rumah warga Desa Toyomarto,
Singosari.Rumah yang berdekatan dengan aliran sungai dengan ditutupi pepohonan bambu di
sampingnya membuat penasaran pewarta dengan rumah ini. Pemilik rumah ini adalah seorang
ibu yang berumur 47 tahun. Wanita berinisial W ini dikarunia tiga anak. Saat dikunjungi
wartawan, W terlihat sedang istirahat bersama anak bungsunya. Menurut penuturannya,
anaknya ada tiga. "Anak saya tiga, yang pertama laki-laki udah menikah, yang kedua perempuan
belum menikah, yang ketiga ini masih kelas 6 SD," tutur Ibu W.Melalui pertemuan perdana ini,
pewarta mendapatkan informasi yang cukup membuat kaget. Pasalnya anak bungsu Ibu W
tersebut tidak ingin masuk sekolah, karena suatu hal,"Anak saya udah nggak mau masuk sekolah
mas. Sudah mulai akhir Bulan Agustus sampai sekarang mas,"Ujar Ibu W yang juga sebagai
pekerja pabrik.

Anak bungsu Ibu W tersebut berinisial H yang merupakan anak yatim, dan sekarang kelas 6
Sekolah Dasar. Sudah sejak akhir Bulan Agustus 2019 tidak berkeinginan untuk masuk sekolah.
Banyak teman-temannya dan guru yang menjenguk dan membujuk anak H ini untuk masuk
sekolah. Karena sayang sudah kelas 6 dan setelah ini juga menghadapi ujian sekolah. Dia
bercerita kepada ibunya bahwa. "Lek gak melbu digoleki, tapi lek melbu dikeroyok ambek
dikeplak-keplak (Jika tidak masuk dicari, rapi kalau masuk dikeroyok sama dipukul)," jelas Ibu
W sambil terlihat dengan raut wajah yang marah dan penuh emosi. Mendengar cerita tersebut
sontak pewarta kaget dan melihat kondisi anak H tersebut. Badan yang kecil dan kurus terlihat
dari saat pertama menjumpainya. Kebetulan dia sedang tidur pulas sesaat setelah dia minum obat
untuk kesehatannya. Menurut penuturan ibu W, anak H ini benar-benar tidak berkeinginan untuk
masuk sekolah. Karena takut jika dikeroyok oleh temannya lagi, sampai-sampai dia mengerjakan
soal try out untuk ujian sekolah di rumahnya sambil ditunggu oleh gurunya.

"H ini nggak mau bener mas, geleng-geleng aja kalau disuruh masuk sekolah. Takut kalau masuk
sekolah dikeroyok lagi sama temannya dan dia nggak menyebutkan nama-nama temannya yang
mengeroyok dia. Sampai tadi bu gurunya ke sini mendampingi H untuk mengerjakan soal try out
ujian sekolah," tutur Ibu W yang sampai-sampai dia di vonis darah tinggi oleh tenaga kesehatan
akibat memikirkan anaknya terus. Menurut informasi yang diperoleh pewarta, anak H ini pernah
bercerita ke salah seorang yang enggan disebutkan namanya, bahwa anak H ini pernah dikeroyok
oleh empat temannya. Salah satu rumah temannya yang pernah mengeroyok anak H ini juga
berdekatan dengan rumah H yang berada di Toyomarto, Singosari. Anak H juga kerap kali
berkeinginan untuk diantarkan ke rumah neneknya yang berada di Dengkol, Singosari untuk
lebih bisa bebas beraktifitas. "Kalau di Dengkol, H ini berani keluar mas, ya salat di masjid,
ngaji," ujar Ibu W. Banyak rombongan teman-temannya sekitar sembilan orang yang kerap kali
menjenguk anak H ini. "Banyak mas temannya H ini yang menjenguk, kadang ke sini
(Toyomarto), kadang juga ke Dengkol," tambahnya.

Jika berada di Toyomarto, Singosari anak H ini benar-benar tidak berkeinginan keluar rumah.
Jadi kehidupan sehari-harinya hanya di dalam rumah. Menurut penuturan salah satu tenaga
pendidik yang enggan disebutkan namanya dan sempat dikonfirmasi oleh pewarta, anak H ini
merupakan anak yang pintar, khususnya di mata pelajaran Bahasa Jawa. "H ini merupakan anak
yang pintar, khususnya mata pelajaran Bahasa Jawa. Jadi eman kalau dia nggak mau masuk
sekolah," ujar salah satu tenaga pendidik tersebut. Dia juga menambahkan, kemungkinan anak
H tersebut tidak berkeinginan untuk masuk sekolah karena ada masalah internal keluarga yang
harus segera diselesaikan. "Ada kemungkinan penyebabnya dari faktor keluarga dan dari pihak
sekah juga nggak kurang-kurang dengan cara lembut untuk membujuk anak H agar mau masuk
sekolah lagi," tambahnya.

Ibu W sempat mengungkapkan bahwa dia pernah membuat surat pernyataan bahwa tidak mau
sekolah, Tetapi setelah dibuatnya surat pernyataan tersebut, pihak di pusat tidak mau menerima
dan mengimbau agar anak H tetap bersekolah. Karena anak H tersebut juga sudah terdaftar
sebagai peserta ujian nasional dan posisinya anak H kelas 6 Sekolah Dasar,"Tapi ten jakarta e
mboten angsal leren. Terus gurune bolak-bali mriki. Sampun terdaftar mboten angsal leren. (Tapi
dari Jakarta nya tidak diperbolehkan putus sekolah. Lalu gurunya sering kesini. Sudah terdaftar
tidak diperbolehkan putus sekolah)," tambah Ibu W. Sampai-sampai Ibu W sudah ke kiai untuk
meminta bantuan dan solusi agar anak H berkeinginan untuk sekolah kembali. "Masih kulo
nggeh yo nopo, tiyang sepah, sampun ten yai, ten pundi-pundi kersane larene niku purun.
(Meskipun saya ini ya gimana, orang tuanya, sudah ke kyai, kemana-mana, supaya anak ini mau
masuk sekolah)," terang Ibu W.

SOLUSI : sebagai calon guru jika kita menghadapi kasus seperti ini, kita harus menyikapi
kejadian itu dengan serius, datang dan kunjungi rumah nya, tanyakan dengan perlahan dan tidak
memaksa agar anak itu bisa menceritakan semuanya dengan keadaan tidak tertekan. hargai dan
berterimakasih lah kepada anak tersebut karena telah berani untuk menceritakan kejadian
sesungguh nya. Setelah itu tunjukan lah empati kita, yakinkanlah dia bahwa itu bukan salah nya
dan dia berhak untuk melawan atau berkata tidak suka terhadap kejadian-kejadian yang membuat
dia merasa tertekan atau terpojoki. Barulah bicarakan kepada pihak-pihak yang terlibat dengan
tegas namun tidak kasar atau berlebihan agar si anak bisa berbicara dengan jujur. Hargai
kejujurannya dan berikanlah nasihat dan alasan mengapa bully itu bahaya, apa dampak nya bagi
teman nya ataupun diri sendiri. Namun anak itu tetap harus diberikan konsekuensi dengan
catatan harus memberikan hukuman yang bisa membuat dia belajar untuk lebih menghargai
teman. dan tidak lupa menginfokan kasus ini kepada kedua orangtua si pelaku bully dengan tetap
menghormati semua pihak.

Anda mungkin juga menyukai