Disusun oleh:
Aulia Kautsar Rahmatika (1107620292)
Dhiya Ulhaq Tino Putri (1107620289)
Naswaa Karimah (1107620293)
Nazwa Alyah Putri (1107620291)
Silmi Haazimatusyahidah (1107620288)
Vivianne Abdullah (1107620290)
Dosen Pengampu:
Dra. Yudrik Jahja, M.Pd
Menurut Pidarta (2007:194) landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam
proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada
umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan
usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia
perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.
2. Awal sejarah
Sejarah psikologi pendidikan dimulai perkembangannya pada awal abad ke 18 yang ditandai
dengan adanya penelitian psikologi yang dikhususkan memberikan dampak yang besar terhadap
berbagai teori dan praktek dalam pendidikan. Berbagai aliran psikologi yang mulai berkembang
di awal abad ke 18 khusus mempelajari tentang macam – macam perilaku dan proses belajar
yang berbeda – beda, dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi perkembangan teori
seperti Behaviorisme, Psikoanalisis, Gestalt dan praktek dalam pendidikan.
Seorang filsuf pertama yang menekankan kepada pentingnya pengaruh dari lingkungan dan
suasana di lingkungan rumah terhadap perkembangan seseorang sehingga lingkungan tersebut
perlu diatur sebaik mungkin agar mempunyai suasana yang kondusif bagi perkembangan seorang
anak.
Kedua ahli ini mengembangkan sistem pendidikan yang berdasarkan prinsip – prinsip psikologi.
Aristoteles adalah tokoh yang idenya menjadi dasar untuk mengembangkan teori Psikologi Daya.
Di dalam teori ini ada tiga komponen utama yang saling berkaitan satu dengan lainnya yaitu:
d. Rousseau
Merupakan seorang ahli yang menganut paham naturalis, Rousseau menyatakan bahwa dasar –
dasar pendidikan adalah prinsip – prinsip perkembangan manusia dan pada dasarnya anak adalah
pribadi yang baik.
e. John Locke
Locke adalah seorang ahli yang menganut paham empirisme yang mengatakan bahwa ketika
seorang individu terlahir, jiwanya masih kosong alias belum terisi apa – apa, dan memiliki
potensi secara sensitif untuk mendapatkan kesan tentang dunia luar melalui proses belajar.
Proses belajar tersebut dikatakan Locke bisa didapatkan melalui pengalaman dan latihan.
h. William James
Pendekatan fungsional dalam psikologi merupakan saran yang dikemukakan William James
dalam bukunya ‘Principles of Psychology‘. Adanya pendekatan fungsionalisme dalam psikologi
adalah cara pendekatan yang memberi anggapan bahwa hal yang utama adalah kesadaran
terhadap gejala – gejala mental.
i. Cattel
Sumbangan besar dalam psikologi pendidikan diberikan oleh Cattel dalam hal perbedaan
individu dan juga pengukuran mental. Perbedaan individu adalah sifat yang menunjukkan
perbedaan kuantitatif dalam satu orang dan bisa menjadi pembeda antara satu individu dengan
individu lainnya.
j. Binet
Ia adalah seorang psikolog pertama yang memperkenalkan metode pengetesan mental atau
metode pengukuran inteligensi yang bersifat individual.
3. Manfaat
Dengan mempelajari sejarah psikologi dalam pendidikan akan membuat para pendidik atau
pengajar memperoleh berbagai manfaat sebagai berikut:
4. Contoh Kasus
SOLUSI :
2. Menerapkan sikap berani untuk menolak, berteriak jika ada yang membuatnya tidak
nyaman
5. Kebanyakan anak akan mengalami trauma, sehingga bantuan psikologis yang efektif
akan mencegah efek panjang trauma tersebut
6. Diberikannya pemahaman atau sex education sejak dini dengan cara memberi tahu bahwa
ada bagian-bagian dari tubuh kita yang tidak boleh dilihat dan dipegang oleh orang lain.
7. Diberi sanksi atau pelajaran kepada pelaku baik secara norma ataupun secara adat yang
berlaku.
“Diduga Jadi Korban Bullying, Anak Kelas 6 SD Sudah 6 Bulan Tidak Masuk Sekolah”
Awan mendung menyelimuti langit Singosari pada siang hari. Menyusuri jalanan yang padat
kendaraan, lalu masuk ke tengah jalan perkebunan tebu. Jalan yang sedikit berlubang dan diiringi
gemericik air hujan mengantarkan pewarta ke salah satu rumah warga Desa Toyomarto,
Singosari.Rumah yang berdekatan dengan aliran sungai dengan ditutupi pepohonan bambu di
sampingnya membuat penasaran pewarta dengan rumah ini. Pemilik rumah ini adalah seorang
ibu yang berumur 47 tahun. Wanita berinisial W ini dikarunia tiga anak. Saat dikunjungi
wartawan, W terlihat sedang istirahat bersama anak bungsunya. Menurut penuturannya,
anaknya ada tiga. "Anak saya tiga, yang pertama laki-laki udah menikah, yang kedua perempuan
belum menikah, yang ketiga ini masih kelas 6 SD," tutur Ibu W.Melalui pertemuan perdana ini,
pewarta mendapatkan informasi yang cukup membuat kaget. Pasalnya anak bungsu Ibu W
tersebut tidak ingin masuk sekolah, karena suatu hal,"Anak saya udah nggak mau masuk sekolah
mas. Sudah mulai akhir Bulan Agustus sampai sekarang mas,"Ujar Ibu W yang juga sebagai
pekerja pabrik.
Anak bungsu Ibu W tersebut berinisial H yang merupakan anak yatim, dan sekarang kelas 6
Sekolah Dasar. Sudah sejak akhir Bulan Agustus 2019 tidak berkeinginan untuk masuk sekolah.
Banyak teman-temannya dan guru yang menjenguk dan membujuk anak H ini untuk masuk
sekolah. Karena sayang sudah kelas 6 dan setelah ini juga menghadapi ujian sekolah. Dia
bercerita kepada ibunya bahwa. "Lek gak melbu digoleki, tapi lek melbu dikeroyok ambek
dikeplak-keplak (Jika tidak masuk dicari, rapi kalau masuk dikeroyok sama dipukul)," jelas Ibu
W sambil terlihat dengan raut wajah yang marah dan penuh emosi. Mendengar cerita tersebut
sontak pewarta kaget dan melihat kondisi anak H tersebut. Badan yang kecil dan kurus terlihat
dari saat pertama menjumpainya. Kebetulan dia sedang tidur pulas sesaat setelah dia minum obat
untuk kesehatannya. Menurut penuturan ibu W, anak H ini benar-benar tidak berkeinginan untuk
masuk sekolah. Karena takut jika dikeroyok oleh temannya lagi, sampai-sampai dia mengerjakan
soal try out untuk ujian sekolah di rumahnya sambil ditunggu oleh gurunya.
"H ini nggak mau bener mas, geleng-geleng aja kalau disuruh masuk sekolah. Takut kalau masuk
sekolah dikeroyok lagi sama temannya dan dia nggak menyebutkan nama-nama temannya yang
mengeroyok dia. Sampai tadi bu gurunya ke sini mendampingi H untuk mengerjakan soal try out
ujian sekolah," tutur Ibu W yang sampai-sampai dia di vonis darah tinggi oleh tenaga kesehatan
akibat memikirkan anaknya terus. Menurut informasi yang diperoleh pewarta, anak H ini pernah
bercerita ke salah seorang yang enggan disebutkan namanya, bahwa anak H ini pernah dikeroyok
oleh empat temannya. Salah satu rumah temannya yang pernah mengeroyok anak H ini juga
berdekatan dengan rumah H yang berada di Toyomarto, Singosari. Anak H juga kerap kali
berkeinginan untuk diantarkan ke rumah neneknya yang berada di Dengkol, Singosari untuk
lebih bisa bebas beraktifitas. "Kalau di Dengkol, H ini berani keluar mas, ya salat di masjid,
ngaji," ujar Ibu W. Banyak rombongan teman-temannya sekitar sembilan orang yang kerap kali
menjenguk anak H ini. "Banyak mas temannya H ini yang menjenguk, kadang ke sini
(Toyomarto), kadang juga ke Dengkol," tambahnya.
Jika berada di Toyomarto, Singosari anak H ini benar-benar tidak berkeinginan keluar rumah.
Jadi kehidupan sehari-harinya hanya di dalam rumah. Menurut penuturan salah satu tenaga
pendidik yang enggan disebutkan namanya dan sempat dikonfirmasi oleh pewarta, anak H ini
merupakan anak yang pintar, khususnya di mata pelajaran Bahasa Jawa. "H ini merupakan anak
yang pintar, khususnya mata pelajaran Bahasa Jawa. Jadi eman kalau dia nggak mau masuk
sekolah," ujar salah satu tenaga pendidik tersebut. Dia juga menambahkan, kemungkinan anak
H tersebut tidak berkeinginan untuk masuk sekolah karena ada masalah internal keluarga yang
harus segera diselesaikan. "Ada kemungkinan penyebabnya dari faktor keluarga dan dari pihak
sekah juga nggak kurang-kurang dengan cara lembut untuk membujuk anak H agar mau masuk
sekolah lagi," tambahnya.
Ibu W sempat mengungkapkan bahwa dia pernah membuat surat pernyataan bahwa tidak mau
sekolah, Tetapi setelah dibuatnya surat pernyataan tersebut, pihak di pusat tidak mau menerima
dan mengimbau agar anak H tetap bersekolah. Karena anak H tersebut juga sudah terdaftar
sebagai peserta ujian nasional dan posisinya anak H kelas 6 Sekolah Dasar,"Tapi ten jakarta e
mboten angsal leren. Terus gurune bolak-bali mriki. Sampun terdaftar mboten angsal leren. (Tapi
dari Jakarta nya tidak diperbolehkan putus sekolah. Lalu gurunya sering kesini. Sudah terdaftar
tidak diperbolehkan putus sekolah)," tambah Ibu W. Sampai-sampai Ibu W sudah ke kiai untuk
meminta bantuan dan solusi agar anak H berkeinginan untuk sekolah kembali. "Masih kulo
nggeh yo nopo, tiyang sepah, sampun ten yai, ten pundi-pundi kersane larene niku purun.
(Meskipun saya ini ya gimana, orang tuanya, sudah ke kyai, kemana-mana, supaya anak ini mau
masuk sekolah)," terang Ibu W.
SOLUSI : sebagai calon guru jika kita menghadapi kasus seperti ini, kita harus menyikapi
kejadian itu dengan serius, datang dan kunjungi rumah nya, tanyakan dengan perlahan dan tidak
memaksa agar anak itu bisa menceritakan semuanya dengan keadaan tidak tertekan. hargai dan
berterimakasih lah kepada anak tersebut karena telah berani untuk menceritakan kejadian
sesungguh nya. Setelah itu tunjukan lah empati kita, yakinkanlah dia bahwa itu bukan salah nya
dan dia berhak untuk melawan atau berkata tidak suka terhadap kejadian-kejadian yang membuat
dia merasa tertekan atau terpojoki. Barulah bicarakan kepada pihak-pihak yang terlibat dengan
tegas namun tidak kasar atau berlebihan agar si anak bisa berbicara dengan jujur. Hargai
kejujurannya dan berikanlah nasihat dan alasan mengapa bully itu bahaya, apa dampak nya bagi
teman nya ataupun diri sendiri. Namun anak itu tetap harus diberikan konsekuensi dengan
catatan harus memberikan hukuman yang bisa membuat dia belajar untuk lebih menghargai
teman. dan tidak lupa menginfokan kasus ini kepada kedua orangtua si pelaku bully dengan tetap
menghormati semua pihak.