Anda di halaman 1dari 12

Tema : Konservasi moral melalui pembangunan karakter bangsa

“IMPLIKASI TRANSFORMASI EKONOMI BERBASIS SYARIAH DAN


KORELASINYA DENGAN KONSERVASI MORAL”

Dibuat Oleh :

SYAHID

NIM 041245117

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TERBUKA

2019
PENDAHULUAN

Dalam perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini, kita masih menggunakan


sistem kapitalis yang tidak lepas dari praktek ribawi, transaksi yang tidak transparan, dan
tentunya merugikan salah satu pihak, namun di sisi lain ada pihak yang diuntungkan
dengan sistem perekonomian seperti ini. Dampaknya adalah kesenjangan ekonomi yang
tinggi di Indonesia saat ini. Seharusnya sistem perekonomian kita berpihak pada
kepentingan rakyat yang perlu didukung dengan konstitusi yang menjamin keadilan
sosial, sebab nilai yang mengutamakan kompetisi dan individualism yang terus
ditanamankan kepada bangsa ini membuat wajah ekonomi kita semakin tak manusiawi.

Berbicara tentang moralitas maka kita tidak dapat terlepas dari diskusi tentang
agama, karena sejatinya agama mengajarkan tentang perbaikan moral, dalam hal ini akan
dibahas tentang sistem ekonomi islam dan implikasinya terhadap pembangunan. “Islam
adalah suatu sistem dan jalan hidup yang utuh terpadu (a comprehensive way of life)”. Ia
memberikan panduan yang dinamis dan lugas terhadap semua aspek kehidupan, termasuk
aspek lain yang berkaitan dengan mua’malah yang berhubungan dengan interaksi dan
pola kehidupan antar sesama manusia. Sangatlah tidak konsisten jika kita menerapkan
syariat Islam hanya dalam satu atau sebagian sisi saja dari kehidupan ini, karena tidak ada
satu bidang pun yang luput dari perhatian Islam, termasuk bidang ekonomi tentunya.

Berdasarkan data Global Islamic Economic Report (2018/19) bahwa pada 2017
jumlah penduduk muslim di dunia 1,8 miliar jiwa, setara dengan 24% populasi global.
Jumlahnya ditaksir melonjak 70% menjadi 3 miliar jiwa pada tahun 2060. Sebagai negara
dengan populasi muslim terbesar di dunia. Indonesia seharusnya mampu menerapkan dan
memimpin ekonomi berbasis syariah maupun industri halal. Perkembangan ekonomi
syariah di Indonesia boleh dikatakan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini
ditandai dengan banyak berdirinya lembaga keuangan yang secara konsep maupun
operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip syariah. Namun, Indonesia belum mampu
maksimal menggarap potensi pasar bisnis halal global itu. Yang hingga saat ini masih
menempati peringkat keempat pebisnis halal, di bawah Malayia, UEA, dan Arab Saudi.

Seiring dengan berkembangnya wacana ekonomi syariah sebagai sistem alternatif


terhadap perekonomian yang ada, tidak lepas dari kekeliruan sejumlah premis ekonomi
konvensional, terutama dalam masalah rasionalistis dan moralitas. Ilmu ekonomi
konvensional tidak mempertimbangkan aspek nilai dan moral dalam setiap aktivitas yang
dilakukannya, dan tidak mampu menciptakan pemerataan secara lebih adil. Sehingga
untuk memperbaiki keadaan tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan membangun dan
mengembangkan sistem ekonomi yang memiliki nilai dan norma yang dapat
dipertanggungjawabkan.
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Moral


Secara etimologis istilah moral berasal dari Bahasa Latin mores yang berarti adat
isitiadat, kebiasaan, cara hidup. Terdapat kata lain dalam Bahasa Yunani yang memiliki
kemiripan arti yaitu ethos yang kemudian dikenal dengan etik berarti adat istiadat atau
kebiasaan (Poespoprodjo, 1996)1. Dalam bahasa Arab terdapat kata Akhlak yang berasal
dari kata khalaqa (khuluqun) yang berarti tabi’at, adat istiadat, atau kholqun yang berarti
kejadian atau ciptaan. Jadi akhlak ini merupakan perangai atau sistem perilaku yang
dibuat, dan oleh karena itu keberadaannya bisa baik dan bisa pula jelek, tergantung pada
tata nilai yang dijadikan rujukannya.
Berdasarkan pengertian secara etimologis di atas, maka moral arti adat istiadat,
kebiasaan, atau cara hidup, akan tetapi makna substantifnya jauh lebih luas lagi
misalnnya berkenaan dengan baik buruknya manusia sebagai manusia. Dengan kata lain
moralitas ini merupakan tolok ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan
manusia dilihat dari sisi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran
tertentu. Dengan demikian moral mengandung muatan nilai dan norma yang
bersumberkan pada hati nurani manusia. Hal ini seperti ditegaskan oleh Setiadi (2010):
“… maksudnya bukan sekedar apa yang biasa dilakukan oleh orang atau sekelompok
orang itu, melainkan apa yang menjadi pemikiran dan pendirian mereka mengenai apa
yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan yang tidak patut untuk
dilakukan perbuatan insani/actus humanus”.2
Orang yang bermoral adalah orang yang memenuhi ketentuan-ketentuan kodrat
yang tertanam dalam dirinya sendiri. Higgins (dalam Mashruki, 2015) mengemukakan
profil orang bermoral yang dasarnya adalah tanggung jawab. Tanggung jawab yang
dimaksud menurutnya meliputi: 1. needs and welfaare of the individual and others, 2. the
of other, 3. moral worth atau perfect character, 4. intrinsic value of social relationship.
Predikat moral mensyaratkan adanya kebaikan yang berkesinambungan, sejak munculnya
kehendak yang baik sampai kepada tingkah laku dalam mencapai tujuan yang juga baik,
dan karena itu orang-orang yang bertindak atau bertingkah laku baik kadang-kadang
belum dapat disebut sebagai orang yang bermoral.3

1
Poespoprodjo, 1996. Filsafat Moral Kesusilaan dalam Teori dan Praktek. Bandung: Remadja Karya.

2
Setiadi, A. Gunawan, 2010. Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia. Jakarta:
BPK Gunung Mulia

3
Masrukhi, 2015. Konservasi Moral dalam Rangka Pendidikan Karakter.
https://masrukhiunnes.wordpress.com/2015/01/26/konservasi-moral-dalam-rangka-pendidikan-karakter/
(Diakses tanggal 10 Novemer 2019, 11:12)
2.2 Konservasi Moral
Upaya pewarisan atau pelestarian nilai luhur disebut juga sebagai konservasi.
Konservasi secara harfiah berasal dari bahasa Inggris “conservation” yang berarti
pelestarian atau perlindungan. Sedangkan Konservasi Moral dapat didefinisikan sebagai
upaya pelestarian budaya ditekankan pada konservasi atas nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam budaya tersebuut. Menurut Sari (2012) menyatakan bahwa konservasi
budaya melalui sektor pendidikan dan penanaman nilai moral sejak dini dilakukan dalam
rangka membangun peradaban baru bagi generasi Indonesia ke depan. Indonesia dikenal
sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar dan tentunya kondisi tersebut
membawa Indonesia menjadi target pasar bagi negara lain. Kondisi demikian apabila
tidak diimbangi dengan pendidikan dan penanaman nilai moral maka dappat diprediksi
situasi di masa mendatang akan semakin parah.4

2.3 Pembangunan Karakter Bangsa


Menurut Sapriyadi (2008) istilah karakter bangsa identik dengan “national
character” yang erat kaitnnya dengan masalah kepribadian dalam psikologi sosial 5. De
Vos (dalam Yunus, 2003) menyatakan bahwa karakter bangsa yaitu ‘the term ‘national
character’ is used describe the enduring personality characteristics and unique life style
found among the populations particular nations state’ dengan kata lain bahwa karakter
bangsa digunakan untuk mendeskripsikan ciri-ciri kepribadian yang tetap dan gaya hidup
yang khas yang ditemui pada penduduk negara bangsa tertentu. Karena hal ini terkait
dengan masalah kepribadian yang merupakan bagian dari aspek kejiwaan maka diakui
oleh De Vos bahwa dalam konteks perilaku, karakter bangsa dianggap sebagai istilah
yang abstrak yang terikat oleh aspek budaya dan termasuk dalam mekanisme psikologis
yang menjadi karakteristik masyarakat tertentu.

Pembangunan karakter bangsa merupakan hal yang sangat penting karena


berhubungan dengan proses membina, memperbaiki, dan mewarisi warga negara 70
ISSN 1412-565 X tentang konsep, perilaku, dan nilai luhur budaya Indonesia yang
dijiwai oleh nilainilai Pancasila dan UUD 1945 sehingga terinternalisasi dalam diri
individu dan terbentuk warga negara yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
bermoral, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang

4
Sari, M. P., & Raharja, S. (2019, May). Implementasi Konservasi Moral Melalui Pendidikan Akuntansi
Berkarakter Untuk Mengoptimalkan Peran Etika Bisnis Dan Profesi Dalam Upaya Mewujudkan Greening Business
Management. In Conference In Business, Accounting, And Management (CBAM) (Vol. 1, No. 2, pp. 663-683).

5
Sapriya. (2008). “Perspektif Pemikiran Pakar tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter
Bangsa (Sebuah Kajian Konseptual-Filosofis dalam Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Pendidikan IPS”.
Jurnal Acta Civicus. “Vol” 1, ( 2).
dinamis, berorientasi ipteks yang semuanya didasari oleh iman dan takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.6

2.4 Ekonomi Syariah


Ekonomi Islam yang dalam konteks ke-Indonesiaan dikenal dengan istilah
ekonomi syariah. Kata ekonomi dalam bahasa Yunani berasal dari kata oikonomeia yang
terdiri dari dua kata, yaitu oicos yang berarti rumah dan nomos yang berarti aturan. Jadi
secara etimologi ekonomi dapat diartikan sebagai aturan rumah tangga, atau yang lebih
jelas lagi ekonomi adalah ”aturan- aturan untuk menyelengggarakan kebutuhan hidup
manusia dalam rumah tangga, baik dalam rumah tangga rakyat (volkshisshouding)
maupun dalam rumah tangga negara (staatshishouding)”. Sehingga ekonomi Islam dapat
didefinisikan sebagai ”ilmu yang mempelajari prilaku muslim (yang beriman) dalam
suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al-Qur’an, hadits Nabi Muhammad, ijma dan
qiyas.”

2.5 Transformasi Nilai


Transformasi menurut Kuntowijoyo (2006) adalah konsep ilmiah atau alat analisis
untuk memahami dunia. Karena dengan memahami perubahan setidaknya dua
kondisi/keadaan yang dapat diketahui yakni keadaan pra perubahan dan keadaan pasca
perubahan.7 Transformasi merupakan perpindahan atau pergeseran suatu hal ke arah yang
lain atau baru tanpa mengubah struktur yang terkandung didalamnya, meskipun dalam
bentuknya yang baru telah mengalami perubahan. Kerangka transformasi budaya adalah
struktur dan kultur. Sementara itu menurut Capra (Pujileksono, 2009) transformasi
melibatkan perubahan jaringjaring hubungan sosial dan ekologis. Apabila struktur jaring-
jaring tersebut diubah, maka akan terdapat didalamnya sebuah transformasi lembaga
sosial, nilai-nilai dan pemikiranpemikiran. Transformasi budaya berkaitan dengan evolusi
budaya manusia. Transformasi ini secara tipikal didahului oleh bermacammacam
indikator sosial. Transformasi budaya semacama ini merupakan langkah-langkah esensial
dalam perkembangan peradaban. Semua peradaban berjalan melalui kemiripan siklus
proses-proses kejadian, pertumbuhan, keutuhan dan integritas.8

Dalam teori moral socialization atau teori moral sosialisasi dari Hoffman (Hakam,
2007) menguraikan bahwa perkembangan moral mengutamakan pemindahan (transmisi)
norma dan nilainilai dari masyarakat kepada anak agar anak tersebut kelak menjadi
anggota masyarakat yang memahami nilai dan norma yang terdapat dalam budaya
masyarakat. Teori ini menekankan pada nilai dan norma yang tadinya terdapat dalam
6
Yunus, R. (2013). Transformasi nilai-nilai budaya lokal sebagai upaya pembangunan karakter bangsa. Jurnal
Penelitian Pendidikan, 13(1), 67-79.

7
Kuntowijoyo. (2006). Budaya dan Masyarakat (Edisi Paripurna). Yogyakarta: Tiara Wacana

8
Pujileksono, S. (2009). Antropologi (Edisi Revisi). Malang: UMM Press
budaya masyarakat ditransformasikan atau disampaikan kepada masyarakat lain agar
masyarakat secara umum memiliki dan memahami nilai-nilai budaya dan dapat dijadikan
dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.9

9
Hakam, A.K. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
PEMBAHASAN

3.1 Pembangunan karakter

Upaya pembangunan karakter adalah upaya yang dibangun melalui proses edukasi,
maka diimlementasikan pembangunan karater tersebut menjadi konsep pendidikan
karakter. Adapun nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa menurut Kemendiknas
ada 18 unsur dan nilai diantaranya adalah:

1) Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
2) Jujur, adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3) Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4) Disiplin, adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5) Kerja Keras, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
6) Kreatif, adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8) Demokratis, yaitu cara berĕ kir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
9) Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10) Semangat Kebangsaan, adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11) Cinta Tanah Air, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
12) Menghargai Prestasi, merupakan sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
13) Bersahabat/Komunikatif, adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
14) Cinta Damai, merupakan sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
15) Gemar membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16) Peduli lingkungan, merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17) Peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18) Tanggung Jawab, merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Pendidikan karakter ini berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan


berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua
orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan
menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang
lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa
kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung
jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat
berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimism.

Sekolah merupakan salah satu wadah yang tepat untuk mengembangkan pendidikan
karakter bagi anak. Mengutip dari Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a
person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang
dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya
kepada masyarakat). Pengembangan karakter dalam suatu sekolah memfungsikan dan
melibatkan lingkungan belajar untuk mencetuskan, merintis, menyempurnakan dan
melestarikan kontinuitas pendidikan karakter pada satuan pendidikan atau sekolah. Oleh
karena itu, perlu dipersiapkan metode khusus dalam upaya mempersiapkan dan
mengintregasikan seluruh nilai-nilai pendidikan serta karakter agar terjadi keseimbangan
antara penguasaan bidang ilmu dengan kemampuan non-akademik merupakan
amanahnya untuk meningkatkan kualitas kehidupan bangsa.

3.2 Nilai-Nilai Ekonomi Syariah


Keunikan pendekatan Islam terletak pada sistem nilai yang salah satunya
mewarnai tingkah laku ekonomi masyarakat. Dalam Islam diajarkan nilai-nilai dasar
ekonomi yang bersumber pada ajaran tauhid. Islam lebih dari sekadar nilai-nilai dasar
etika ekonomi, seperti keseimbangan, kesatuan, tanggung jawab dan keadilan, tetapi juga
memuat keseluruhan nilai-nilai yang fundamental serta norma-norma yang substansial
agar dapat diterapkan dalam operasional lembaga ekonomi Islam di masyarakat.
Umer Chapra (dalam Ghazali, 1992: 2) menjelaskan bahwa pembangunan
ekonomi Islam dibangun berdasarkan nilai-nilai etika dan moral serta mengacu pada
tujuan syariat (maqashid al-syari’ah), yaitu memelihara iman (faith), hidup (life), nalar
(intellect), keturunan (posterity), dan kekayaan (wealth). Konsep ini menjelaskan bahwa
sistem ekonomi hendaknya dibangun berawal dari suatu keyakinan (iman) dan berakhir
dengan kekayaan (property). Pada gilirannya tidak akan muncul kesenjangan ekonomi
atau perilaku ekonomi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat.10

3.3 Implikasi Perkembangan Ekonomi Syriah


Di Indonesia sejak Desember 2005, telah beroperasi 3 Bank Umum Syariah dan
19 Unit Usaha Syariah dari Bank Konvensional, yang menyebar ke berbagai wilayah.
Data dari Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Desember 2005, menyebutkan
total asset dari seluruh bank syariah nasional (belum termasuk BPRS) baru Rp. 20,9
triliun atau 1,42 persen dari seluruh total aset perbankan nasional, dana pihak ketiga yang
dihimpun sebesar Rp.15,6 triliun atau kira-kira 1,38 persen dari dana pihak ketiga yang
dihimpun seluruh sistem perbankan.
Sistem ekonomi Islam non profit pun berkembang pesat di Indonesia. Sistem ini
mengelola; zakat, sadaqah, infak, dan wakaf. Potensinya sangat besar, jika terkoordinasi
dengan baik, menurut riset Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Fakultas
Ekonomi Manajemen (FEM) IPB tahun 2011 mencapai angka 3,4 persen dari total
Produk Domestik Bruto (PDB) atau kurang lebih Rp 217 triliun. Khusus potensi zakat
dari Giro Wadiah dan Deposito Mudharabah di perbankan syariah, ditemukan bahwa
potensi zakat keduanya mencapai masing-masing sebesar Rp 155 miliar dan Rp 739
miliar.
Terkait peran perbankan syariah dalam mendukung stabilitas moneter di tanah air,
Hastomi (2007) mencoba membandingkan kontrolabilitas instrumen keuangan syariah
dan instrumen keuangan konvensional. Dengan menggunakan model ECM (error
correction model) dan data bulanan Bank Indonesia periode Mei 2002 hingga Agustus
2006, ia berkesimpulan bahwa jumlah uang beredar dalam konteks perbankan syariah
lebih mudah dikendalikan dibandingkan jumlah uang beredar dalam konteks perbankan
konvensional. Di sisi lain, ia juga berkesimpulan bahwa instrumen moneter konvensional
masih lebih baik dalam mengendalikan inflasi di Indonesia dibandingkan dengan
instrumen moneter syariah. Kesimpulan Hastomi (2007) yang pertama tersebut konsisten
dengan temuan Kaleem (2000) di Malaysia, sementara kesimpulan yang kedua sedikit
berbeda. Menurut Kaleem (2000), instrumen moneter syariah dan instrumen moneter
konvensional sama-sama berfungsi baik dalam mengendalikan inflasi di Malaysia
(dikutip dari ..)
Terkait peran perbankan syariah dalam mendukung stabilitas moneter di tanah air,
Hastomi (2007) mencoba membandingkan kontrolabilitas instrumen keuangan syariah

10
Ghazali, Sheikh, dkk.. 1992. an Introduction to “Islamic Finances”.
dan instrumen keuangan konvensional. Dengan menggunakan model ECM (error
correction model) dan data bulanan Bank Indonesia periode Mei 2002 hingga Agustus
2006, ia berkesimpulan bahwa jumlah uang beredar dalam konteks perbankan syariah
lebih mudah dikendalikan dibandingkan jumlah uang beredar dalam konteks perbankan
konvensional. Di sisi lain, ia juga berkesimpulan bahwa instrumen moneter konvensional
masih lebih baik dalam mengendalikan inflasi di Indonesia dibandingkan dengan
instrumen moneter syariah. Kesimpulan Hastomi (2007) yang pertama tersebut konsisten
dengan temuan Kaleem (2000) di Malaysia, sementara kesimpulan yang kedua sedikit
berbeda. Menurut Kaleem (2000), instrumen moneter syariah dan instrumen moneter
konvensional sama-sama berfungsi baik dalam mengendalikan inflasi di Malaysia (lihat
juga, Izhar dan Asutay, 2007)
Pada tingkatan mikro, penyaluran zakat juga dilaporkan telah berpengaruh positif
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif,
Fatmawati (2004) berkesimpulan bahwa masyarakat yang menerima penyaluran zakat
dari BMT Bina Dhuafa Beringharjo telah mengalami peningkatan kesejahteraan dan
pemberdayaan (lihat juga, Khatimah, 2004).
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
prinsip-prinsip etika yang diajarkan Islam untuk diterapkan dalam praktek bisnis
dan kewirausahaan yang memiliki dimensi keberkahan, yaitu memperoleh keuntungan,
baik di dunia maupun di akhirat. Etika merupakan suatu pedoman moral bagi semua
tindakan manusia dan menjadi sumber pemikiran baik buruk tindakan itu. Agama
merupakan kepercayaan akan sesuatu kekuatan supranatural yang mengatur dan
mengendalikan kehidupan manusia. Etika Islam mengatur segala aspek termasuk
ekonomi bahwa mesti ada kesepadanan untuk membedakan antara kebaikan dan
keburukan. Praktek ekonomi, bisnis, wirausaha, dan lainnya yang bertujuan
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, diperintahkan dan dipandu
baik oleh aturanaturan ekonomi yang bersifat rasional maupun dituntun oleh nilai-nilai
agama.

4.2 Saran
Praktik ekonomi islami di Indonesia saat ini telah membawa tren baru yang dalam
jangka panjang mengarah pada semakin pentingnya peran sub-perekonomian islami di
Indonesia. oleh karena itu pemerintah perlu mendukung upaya pengembangan ekonomi
berbasis syariah ini. Adapun implikasi penerapan ekonomi syariah yang pertama,
praktik ekonomi islami telah mampu memecah hambatan psikologis bahwa segala
sesuatu yang “berbau syariah” tidak dapat diterapkan dalam ekonomi modern.
Meskipun belum semua masyarakat memahami ekonomi syariah secara utuh, Kedua,
praktik perekonomian islami yang ada saat ini telah mendorong minat banyak pihak
untuk terlibat lebih aktif dalam pengembangan ekonomi islami secara umum.
DAFTAR PUSTAKA

Ghazali, Sheikh, dkk.. 1992. an Introduction to “Islamic Finances”.

Hakam, A.K. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia

Kuntowijoyo. (2006). Budaya dan Masyarakat (Edisi Paripurna). Yogyakarta: Tiara Wacana

Masrukhi, 2015. Konservasi Moral dalam Rangka Pendidikan Karakter.


https://masrukhiunnes.wordpress.com/2015/01/26/konservasi-moral-dalam-rangka-
pendidikan-karakter/
(Diakses tanggal 10 Novemer 2019, 11:12)

Poespoprodjo, 1996. Filsafat Moral Kesusilaan dalam Teori dan Praktek. Bandung: Remadja
Karya

Pujileksono, S. (2009). Antropologi (Edisi Revisi). Malang: UMM Press

Sapriya. (2008). “Perspektif Pemikiran Pakar tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam


Pembangunan Karakter Bangsa (Sebuah Kajian Konseptual-Filosofis dalam Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Konteks Pendidikan IPS”. Jurnal Acta Civicus. “Vol” 1, ( 2).

Sari, M. P., & Raharja, S. (2019, May). Implementasi Konservasi Moral Melalui Pendidikan
Akuntansi Berkarakter Untuk Mengoptimalkan Peran Etika Bisnis Dan Profesi Dalam
Upaya Mewujudkan Greening Business Management. In Conference In Business,
Accounting, And Management (CBAM) (Vol. 1, No. 2, pp. 663-683).

Setiadi, A. Gunawan, 2010. Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat


Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Yunus, R. (2013). Transformasi nilai-nilai budaya lokal sebagai upaya pembangunan karakter
bangsa. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13(1), 67-79.

Anda mungkin juga menyukai