DOSEN PENGAMPU
Oleh:
NIM: 1980208022
Tahun:
2020/2021
BAB XII
Seperti sudah diuraikan dalam bagian terdahulu, sejarah Gereja Roma Katolik
(RK) di Indonesia telah dimulai pada zaman Portugis (abad 16). Pada waktu itu
gereja- gereja RK telah berdiri di beberapa daerah di Indonesia, seperti di
daerah Maluku, Sulawesi Utara, Sangir dan Talaud, NTT, dll. Tetapi pada
zaman VOC, gereja-gereja Roma Katolik itu sempat menjadi hilang, kecuali di
sebagian daerah NTT, karena pemerintah VOC, sesuai dengan keadaan di
negeri Belanda, tidak mengizinkan keberadaan Gereja RK di daerah-daerah
yang dikuasai. Sebagian warga gereja RK peninggalan Portugis itu dipaksa
menjadi pengikut Gereja Protestan, dan sebagian lagi menjadi hilang begitu
saja, karena tidak ada pemeliharaan kepada mereka. Dan selama kekuasaan
VOC itu, pekerjaan dan misi gereja RK di Indonesia dilarang. Usaha gereja
RK untuk memasuki kembali Indonesia, terjadi setelah pemerintah Bealnda
mengumumkan kebebasan beragama di negeri itu dan juga di negeri yang
dikuasai tahun 1808. Dengan demikian larangan terhadap RK untuk memasuki
Indonesia selama dua abad itu tidak berlaku lagi. Setelah itu mulailah dikirim
imam-imam gereja RK ke Indonesia. Dan tahun 1826 Paus menetapkan
“prefektur apostolis” yang pertama di Indonesia. Maksudnya menjadikan
Indonesia sebagai “negeri misi” yang dipimpin dan diatur secara langsung dari
pusat misi RK, melalui sebuah lembaga yang bernama: “Congregatio de
propaganda fide” (Komisi untuk menyiarkan iman), suatu lembaga gereja RK
yang didirikan tahun 1622. Ini sesuai dengan bentuk gereja RK pada waktu itu
yang membuat perbedaan antara “daerah gerejani” dan “negeri misi”. Daerah
gerejani ialah daerah di mana gereja RK sudah berkedudukan, sedang “negeri
misi” adalah negeri- negeri di mana misi RK dilakukan masih dalam taraf
permulaan. Pengiriman imam-imam gereaja RK itu ke Indonesia pada mulanya
dimaksudkan untuk melayani orang-orang Kristen RK (asal Eropa) yang ada di
Indonesia. Pada mulanya sebagaimana halnya diberlakukan kepada petugas
gereja Protestan, penempatan dan pembiayaan petugas- petugas gereja RK itu
dilakukan oleh pemerintah Belanda. Tetapi gereja RK tidak menyetujui
peraturan pemerintah seperti itu, dan menuntut supaya peraturan itu dirobah,
dengan alasan, bahwa keadaan itu tidak sesuai dengan kehormatan dan tugas
gereja. Persengketaan antara gereja RK dan pemerintah Belanda berakhir
dengan kemenangan gereja RK tahun 1847. Mulai pada waktu itu, gereja RK
sudah terpisah dari pemerintah secara administrasi (sedangkan gereja Protestan
baru mulai memperoleh keadaan seperti itu tahun 1935). Jadi mulai tahun 1847
gereja RK sudah mempunyai kebebasan untuk mengatur organisasinya dengan
ikhtiarnya sendiri. Tetapi sama seperti gereja Protestan, gereja itu masih terus
memperoleh bantuan dana dari pemerintah Belanda sampai tahun 1950.