Anda di halaman 1dari 21

KONSEP KESEHATAN WANITA (ARTHRITIS)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah:

Keperawatan Komunitas II

Dosen Pengampu:

Ns. Herlina, M.Kep., Sp.Kom

Disusun Oleh:

Kelompok 2 (A 2018 1)

Afifah Annisa (1811112112) Rahma Tina Jusar (1811110413)


Anro Sayidi (1811124913) Rissa Rahmawati H. (1811110334)
Arie Afriady (1811110062) Septi Veronika (1811110422)
Geni Ranjani (1811112120) Sintia Adwi Pama P. (1811110370)
Gita Adearni Purba (1811110313) Sustiara Derma (1811112094)
Litha Atikah H. (1811110393) Tika Rindiani (1811111954)
Meidyna Lentari S. (1811110246) Umi Nadatul Annisa (1811110262)
Nada Zafira Yosfand (1811111939) Yuliana Husada (1811110294)
Nurul Izzah (1811112068) Windasari (1811110290)

ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Kesehatan Wanita
(Arthritis)”. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik secara materi maupun pikirannya.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah kuliah Keperawatan
Komunitas II pada semester genap (VI) Fakultas Keperawatan, jurusan Ilmu Keperawatan
Universitas Riau tahun ajaran 2021/2022.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca dan
pengalaman bagi kami, serta semoga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 20 Februari 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGATAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................………1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................………3
A. Masalah kesehatan wanita di komunitas.......................................................... 3
B. Konsep kesehatan arthritis .............................................................................. 3
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi masalah arthritis........................................ 8
D. Prinsip strategi dan intervensi keperawatan (promkes) arthritis ....................... 9
E. Tingkat pencegahan pada kesehatan di komunitas........................................... 12
F. Kebijakan kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan ..................... 13
G. Peran perawat dalam menanggulangi masalah arthritis.................................... 15
BAB III PENUTUP ....................................................................................………16
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak orang menganggap sepele rheumatoid arthritis dan menganggap
penyakit itu sebagai radang sendi biasa, sehingga mereka terlambat melakukan
pengobatan. Rheumatoid Arthritis tidak boleh diabaikan karena termasuk kategori
penyakit autoimun. Penyakit autoimun tersebut bersifat progresif yang bisa
menyerang fungsi organ tubuh lainnya dalam waktu yang cepat.penyakit autoimun ini
ditandai dengan peradangan kronis pada sendi tangan dan kaki yang disertai dengan
gejala anemia, kelelahan, dan depresi. Peradangan ini menyebabkan nyeri sendi,
kekakuan dan pembengkakan yang menyebabkan hilangnya fungsi sendi karena
kerusakan tulang yang berujung pada kecacatan progresif. Penyakit ini bisa
menyerang organ tubuh lainnya diantaranya jantung, mata, dan paru-paru. Bukan
hanya penyakit persendian, tetapi bisa menurunkan fungsi organ tubuh lainnya
sehingga dalam waktu 10 tahun, pasien harus dibantu orang lain dalam aktivitas
sehari-hari (Sasetyo, 2013).
WHO pada Tahun 2010 menyebutkan bahwa lebih dari 355 juta orang di dunia
menderita penyakit rheumatoid arthtritis. Itu berarti setiap enam orang di dunia, satu
diantaranya adalah penyandang rheumatoid arthtritis. Sedangkan pada tahun 2004
lalu, jumlah pasien rheumatoid arthtritis mencapai 2 juta orang, dengan perbandingan
pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pria. Angka ini diperkirakan terus meningkat
hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan
(Wiyono, 2010). Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20%
penduduk dunia terserang penyakit rheumatoid arthtritis. Dimana 5-10% adalah
mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun (Zulipurnaw,
2011).
Prevalensi di Indonesia yang diungkapkan oleh hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 didapatkan prevalensi penyakit rheumatoid arthtritis
yang masuk pada gologan penyakit sendi berdasarkan tanda dan gejala mencapai
24,7% dari total populasi di Indonesia. Banyak kejadian rheumatoid arthtritis di
Indonesia mengakibatkan populasi osteotritis meningkat 40-60% diatas usia 45 tahun,

1
dimana mulai terjadi proses degenerasi pada rawan sendi. Presentase ini bertambah
mencapai 85% pada usia 75 tahun.
Hasil studi pendahuluan didapatkan data jumlah lansia yang menderita
rheumatoid arthtritis di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru tepatnya di Puskesmas
Payung Sekaki pada tahun 2018 angka kejadian rheumatoid arthtritis adalah 91
lansia. Hasil studi pendahuluan pada tanggal 11 April 2019 dilakukan pada 10 lansia,
dimana 3 lansia mengatakan mengalami kekakuan pada pagi hari, nyeri sendi saat
digerakkan dan apabila terlalu banya melakukan gerakkan akan bertambahnya nyeri
sendi, sehingga mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari dan 5 lansia yang
mederita rheumatoid arthtritis mengatakan aktivitas sehari-harinya terganggu seperti
makan yang perlu dibantu oleh keluarga untuk menyiapkan makanan yang akan
dimakan, toileting yang harus dibantu ileh keluarga serta mandi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja masalah kesehatan yang cenderung pada kelompok wanita di komunitas?
2. Bagaimana konsep kesehatan arthtritis?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan arthtritis?
4. Apa saja prinsip strategi dan intervensi keperawatan (PromKes) arthtritis?
5. Apa saja tingkat pencegahan pada kesehatan di komunitas?
6. Apa saja kebijakan kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan wanita
berdasarkan Kemenkes RI?
7. Bagaimana peran perawat dalam menanggulangi masalah arthtritis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja masalah kesehatan yang cenderung pada kelompok
wanita di komunitas.
2. Untuk mengetahui konsep kesehatan arthtritis.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan arthtritis.
4. Untuk mengetahui prinsip strategi dan intervensi keperawatan (PromKes) arthtritis.
5. Untuk mengetahui tingkat pencegahan pada kesehatan di komunitas.
6. Untuk mengetahui kebijakan kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan
wanita berdasarkan Kemenkes RI.
7. Untuk mengetahui peran perawat dalam menanggulangi masalah arthtritis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Masalah Kesehatan Wanita di Komunitas


Masalah kesehatan wanita di komunitas umumnya merupakan masalah
yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Ruang lingkup kesehatan reproduksi yaitu:
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir Perkembangan organ-organ reproduksi sejak
dalam kandungan, bayi, remaja, WUS, klimakterium,menopause hingga
meninggal. Kondisi kesehatan ibu hamil berpengaruh pada kondisi bayi termasuk
kondisi organ reproduksinya.
2. Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi termasuk PMS-
HIV/AIDS.
3. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi.
4. Kesehatan reproduksi remaja Perlu pendidikan kesehatan reproduksi sehubungan
dengan menarche, perilaku seksual, PMS, kehamilan yang tidak diinginkan.
5. Pencegahan dan penanganan infertile.
6. Kanker pada usia lanjut.
7. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker servik, mutilasi genital,
fistula, dan lain-lain (Hidayati, 2011).
Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses
penuaan sehingga penyakit dak menular banyak muncul pada lanjut usia. Selain itu
masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi
penyakit menular. Hasil Riskesdas 2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia
adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) antara lain hipertensi, arthritis, stroke,
Penyakit Paru Obstrukf Kronik (PPOK) dan Diabetes Mellitus (DM). Arthritis
menempati posisi kedua sebagai masalah kesehatan yang paling sering dialami
oleh wanita lanjut usia di komunitas.

B. Konsep Dasar Kesehatan Arthritis


1. Definisi Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik atau
penyakit autoimun dimana rheumatoid arthritis ini memiliki karakteristik
terjadinya kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan deformitas. Penyakit ini

3
adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang
diperantarai oleh imunitas (Lukman & Nurna Ningsih, 2013).
2. Etiologi Rheumatoid Arthritis
Penyebab rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti walaupun
banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Faktor genetik dan beberapa
faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Kecenderungan wanita untuk menderita rheumatoid arthritis dan sering
dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan
terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap penyakit ini. Walaupun demikian karena pembenaran
hormon esterogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana
yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal
memang merupakan penyebab penyakit ini (Aspiani, 2014). Infeksi telah diduga
merupakan penyebab rheumatoid arthritis.
Dugaan faktor infeksi timbul karena umumnya omset penyakit ini terjadi
secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang
mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu
organisme dari jaringan synovial, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan
bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme
yang dapat mencetuskan terjadinya rheumatoid arthritis.
Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab rheumatoid arthritis
Antara lain bakteri, mikoplasma atau virus (Aspiani, 2014). Hipotesis terbaru
tentang penyebab penyakit ini adalah adanya faktor genetik yang akan menjurus
pada penyakit setelah terjangkit beberapa penyakit virus, seperi infeksi virus
Epstein-Barr. Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran
sedang yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respon terhadap stress.
Walaupun telah diketahui terdapa hubungan antara Heat Shock Protein dan sel T
pada pasien Rheumatoid arthritis namun mekanisme hubungan ini belum diketahui
dengan jelas (Aspiani, 2014).
3. Patofisiologi Rheumatoid Arthritis
Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat membedakan
komponen self dan non-self. Pada kasus rheumatoid arthritis sistem imun tidak
mampu lagi membedakan keduanya dan menyerang jaringan synovial serta
jaringan penyokong lain. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim tersebut
4
akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membrane synovial dan
akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi
yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot
akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan
kekuatan kontraksi otot (Aspiani, 2014). Inflamasi mula-mula mengenai sendi-
sendi synovial seperti edema, kongesti vascular, eksudat fibrin, dan infiltrasi
selular.
Peradangan yang berkelanjutan, synovial menjadi menebal, terutama pada
sendi articular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk
pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuler, sehingga kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari
kartilago menentukan ketidakmampuan sendi.Bila kerusakan kartilago sangat luas
maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang
bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan
ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari
persendian. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan terjadinya nekrosis (rusaknya
jaringan sendi), nyeri hebat dan deformitas (Aspiani, 2014).
4. Tanda dan Gejala Rheumatoid Arthritis
Menurut Aspiani (2014) ada beberapa gejala klinis yang umum ditemukan
pada pasien rheumatoid arthritis. Gejala klinis ini tidak harus timbul secara
bersamaan. Oleh karenanya penyakit ini memiliki gejala klinis yang sangat
bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun,
dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
b. Poliaritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal, hampir semua
sendi diartrodial dapat terangsang.
c. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis
dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitasdan
hilang setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan tanda nyeri
mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat

5
bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan
berkurang setelah melakukan aktivitas.
d. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata
terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi
pada osteoartratis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit
dan selalu kurang dari satu jam.
e. Arthritis erosif, merupakan ciri khas rheumatoid arthritis pada gambaran
radiologic. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang
dan dapat dilihat pada radiogram.
f. Deformitas, kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, sublukasi sendi
metakarpofalangeal, leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering
di jumpai pasien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang
timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat
terangsang dan akan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama
dalam melakukan gerakan ekstensi.
g. Nodula-nodula rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa penderita rheumatoid arthritis. Lokasi yang paling
sering dari deformitas ini adalah bursa elekranon (sendi siku), atau di sepanjang
permukaan ekstanor dari lengan, walaupun demikian nodul-nodul ini dapat juga
timbul pada tempat-tempat lainnya. Nodul-nodul ini biasanya merupakan suatu
tanda penyakit yang aktif dan lebih berat.
h. Manifestasi ekstra articular, rheumatoid arthritis juga dapat menyerang
organorgan lain diluar sendi. Jantung (pericarditis), paru-paru (pleuritis), mata,
dan rusaknya pembuluh darah.
5. Komplikasi Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis adalah penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi
bagian lain dari tubuh selain sendi. Menurut Aspiani (2014) rheumatoid arthritis
dapat menimbulkan komplikasi pada bagian lain dari tubuh:
a. Sistem respiratori
Peradangan pada sendi krikoaritenoid tidak jarang dijumpai pada
rheumatoid arthritis. Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa
nyeri tenggorokan, nyeri menelan, atau disfonia yang umumnya terasa lebih

6
berat pada pagi hari. Pada rheumatoid arthritis yang lanjut dapat pula dijumpai
efusi pleura dan fibrosis paru yang luas (Aspiani, 2014).
b. Sistem kardiovaskuler
Seperti halnya pada sistem respiratorik, pada rheumatoid arthritis jarang
dijumpai gejala perikarditis berupa nyeri dada atau gangguan faal jantung. Akan
tetapi pada beberapa pasien dapat juga dijumpai gejala perikarditis yang berat.
Lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai miokardium
dan katup jantung. Lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena
embolisasi, gangguan konduksi, aortitis dan kardiomiopati (Aspiani, 2014).
c. Sistem gastrointestinal
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptic yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada rheumatoid arthritis (Aspiani, 2014).
d. Sistem persarafan
Komplikasi neurologis yang sering dijumpai rheumatoid arthritis umumnya
tidak memberikan gambaran yang jelas sehingga sukar untuk membedakan
komplikasi neurologis akibat lesi artikular dari lesi neuropatik. Pathogenesis
komplikasi neurologis pada umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
instabilitas vertebre, servikal, neuropai jepitan atau neuropati iskemik akibat
vasculitis (Aspiani, 2014).
e. Sistem perkemihan: ginjal
Berbeda dengan lupus eritematosus sistemik pada rheumatoid arthritis
jarang sekali dijumpai kelainan glomelural. Jika pada pasien rheumatoid
arthritis dijumpai proteinuria, umumnya hal tersebut lebih sering disebabkan
karena efek samping pengobatan seperi garam emas dan D-penisilamin atau
erjadi sekunder akibat amiloidosis. Walaupun kelainan ginjal interstisial dapat
dijumpai pada syndrome sjogren, umumnya kelainan tersebut lebih banyak
berhubungan dengan penggunaan OAINS. Penggunaan OAINS yang tidak
terkontrol dapat sampai menimbulkan nekrosis papilar ginjal (Aspiani, 2014).
f. Sistem hematologis
Anemia akibat penyakit kronik yang ditandai dengan gambaran eritrosit
normosistik-normokromik (hipokromik ringan) yang disertai dengan kadar besi
7
serum yang rendah serta kapasitas pengikatan besi yang normal atau rendah
merupakan gambaran umum yang sering dijumpai pada rheumatoid arthritis.
Enemia akibat penyakit kronik ini harus dibedakan dari anemia defisiensi besi
yang juga dapat dijumpai pada rheumatoid arthritis akibat penggunaan OAINS
atau DMARD yang menyebabkan erosi mukosa lambung (Aspiani, 2014).

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masalah Kesehatan Arthritis


Masalah kesehatan Arthritis Rheumatoid (RA) dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor-faktor antara lain:
1. Usia
Umur dapat mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.
Dengan bertambahnya usia atau umur secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Pada mereka yang sudah berusia lanjut, lapisan pelindung persendian
mulai menipis dan cairan sendi mulai mengental. Menyebabkan tubuh menjadi
kaku dan sakit saat digerakkan. Biasanya timbul antara usia 40-60 tahun.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempunyai hubungan ketepaparan dan tingkat kerentangan,
karena adanya perbedaan masalah kesehatan untuk jenis kelamin laki-laki dan
perempuan dan karena adanya perbedaan anatomi dan fisiologi, adanya perbedaan
kebiasaan hidup dan terdapatnya perbedaan tingkat kesadaran berobat serta
perbedaan aktifitas antara laki-laki dan perempuan dari perbedaan tersebut tentu
pula akan membawa perbedaan distribus dan frekuensi. Dari hasil penelitian (Andi
Ayumar dan Andi Yulia Kusuma, 2016) menyatakan bahwa Rhematoid Arthritis
lebih banyak diderita oleh perempuan karena dipengaruhi oleh peran hormonal
yang mencetus terjadinya arthritis rheumatoid. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perempuan lebih berisiko untuk menderita panyakit arthritis rheumatoid dibanding
laki-laki.
3. Genetik
Faktor genetik atau keturunan hanya berpengaruh pada beberapa jenis rematik
tertentu. Apabila ada anggota keluarga yang menderita arhritis rheumatoid, maka
keturunan nya kemungkinan besar akan terkena juga.

8
4. Faktor Infeksi
Beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk (host) dan merubah
reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya penyakit Rheumatoid
Arhtritis.
5. Heat Shock Protein (HSP)
HSP merupakan protein yang diproduksi sebagai respon terhadap stres. Protein
ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi
fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitop HSP
pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi
silang Limfosit dengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis
6. Faktor Lingkungan
Salah satu contohnya adalah merokok.
7. Perilaku Kesehatan
Kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh perilaku kesehatan, seperti
beberapa jenis makan dan latihan fisik. Jenis makanan yang dapat mempengaruhi
penyebab langsung terjadinya penyakit sebagai media transmisi dan sebagai faktor
yang mempengaruhi perjalanan penyakit. Latihan fisik seperti beolahraga yang
teratur dapat mencegah kerusakan sendi dan otot. Beberapa aktifitas yang
memepengaruhi terjadinya penyakit pada lanjut usia terutama pada bagian sendi
dan otot seperti beraktifitas yang berat. Mengkonsumsi makanan yang tinggi purin
secara berlebihan pada akhirnya akan menimbulkan penyakit, berbagai makanan
yang tinggi purin seperti daging unggas (angsa), jeroan, makanan yang diawetkan
serta beberapa minuman yang diawetkan dapat menimbulkan penyakit diantaranya
arthritis rheumatoid. Makanan yang banyak mengandung purin dapat
meningkatkan kadar asam urat yang menyebabkan terjadinya pengkristalan dalam
sendi.

D. Strategi Intervensi Keperawatan Arthritis di Komunitas


Berbagai strategi dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan risiko arthritis di
masyarakat, hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan keterlibatan dan peran aktif
semua pihak (Allender & Spradly, 2005). Menurut Stanhope & Lanscater (2004),
strategi intervensi perawatan kesehatan di masyarakat meliputi proses kelompok,
pendidikan kesehatan, membangun partnership dan pemberdayaan dengan
menggunakan prinsip pengorganisasian masyarakat.
9
Beberapa strategi intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada masalah
kesehatan arthritis di komunitas, yaitu:
1. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah kegiatan memberikan pengetahuan sebagai upaya
untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam bentuk mencegah terjadinya penyakit
maupun melindungi diri dari berbagai masalah kesehatan yang dilakukan dengan
cara penyebaran informasi dan peningkatan motivasi masyarakat untuk berperilaku
hidup sehat (Pender, Murdaugh & Parson, 2006). Pendidikan kesehatan bertujuan
agar terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku individu, keluarga, kelompok
khusus dan masyarakat dalam membina serta memelihara perilaku hidup sehat
serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
(Nursalam & Efendi, 2008). Penerapan pendidikan kesehatan yang dapat diberikan
perawat dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemahaman
tentang arthritis, faktor risiko serta kesempatan untuk mencegah dan peningkatan
manajemen diri (Australian Health Department, 2019), yaitu:
a. Pentingnya diagnosis dini dan pengobatan arthritis inflamasi.
b. Manfaat aktivitas fisik, berhenti merokok, olahraga dan penurunan berat
badan untuk mengelola arthritis.Faktor risiko dan pencegahan arthritis
termasuk obesitas, aktivitas fisik, merokok dan cedera sendi.
c. Menghilangkan mitos umum terkait arthritis, misalnya: arthritis hanya
menyerang orang tua.
2. Proses Kelompok
Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi keperawatan komunitas yang
dilakukan bersamaan dengan masyarakat melalui pembentukan peer atau social
support berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat (Stanhope & Lanscater,
2004). Penerapan beberapa program yang dapat dilakukan oleh kelompok khusus
orang dengan masalah kesehatan arthritis (Kansan Health Department, 2013),
yaitu:
a. Arthritis Foundation Execise Program, merupakan program latihan fisik
menggunakan gerakan lembut yang cocok untuk setiap tingkat kebugaran
untuk menjaga sendi tetap fleksibel, otot kuat dan membantu mengurangi
rasa sakit yang terkait dengan arthritis.
b. Arthritis Foundation Aquatics Program, merupakan program latihan yang
dilakukan dibawah permukaan air hangat dengan menggerakkan sendi
10
utama melalui gerakan lembut untuk meningkatkan fleksibilitas dan
penguatan otot.
c. Arthritis Foundation Self-Help Program, merupakan program kelas
interaktif yang memungkinkan orang dengan arthritis dapat mempelajari
dan mempraktikkan strategi pengendalian nyeri dan gejala dari rekan-rekan
mereka melalui berbagi pendapat dan pemecahan masalah.
d. Chronic Disease Self-Management Program, program pendidikan
kelompok yang dirancang untuk melengkapi perawatan yang diberikan oleh
peserta tim perawatan kesehatan (relawan yang terlatih) dan memungkinkan
peserta untuk berbagi pengalaman dengan orang lain.
e. Enhance Fitness/Seniors Together Enhance Physical Success (STEPS),
merupakan program latihan fisik kelompok yang dirancang khusus untuk
orang dewasa yang lebih tua. STEPS ini diajarkan oleh instruktur
kebugaran bersertifikat nasional.
3. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment)
Strategi pemberdayaan bertujuan unttuk membantu masyarakat
mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, menciptakan
jejaring, negosiasi, lobbying dan mendapatkan informasi untuk meningkatkan
kesehatan (Nies & McEwen, 2007). Penerapan pemberdayaan masyarakat dalam
upaya menangani arthritis di masyarakat (Australian Health Department, 2019),
yaitu berdayakan orang yang memiliki masalah kesehatan arthritis dengan
informasi, pendidikan dan dukungan untuk mengelola kondisi mereka secara
efektif. Informasi dan pendidikan yang harus diterima orang dengan arthritis
meliputi kondisi dan perawatan mereka, kemungkinan prognosis atau tahapan
gejala yang muncul, obat-obatan, nyeri dan strategi manajemen nyeri, strategi
perawatan diri yang efektif seperti aktivitas fisik, mengkonsumsi makanan yang
sehat dan penurunan berat badan jika diindikasikan.
4. Kemitraan (partnership)
Kemitraan merupakan bentuk kerjasama aktif antara perawat komunitas,
masyarakat maupun lintas sektor yang bentuk kegiatannya berupa kolaborasi,
negosiasi dan sharing agar saling menguntungkan (Stanhope & Lancaster, 2004).
Penerapan kemitraan sebagai upaya pencegahan masalah kesehatan arthritis di
masyarakat (Australian Health Department, 2019), yaitu:

11
a. Membangun kemitraan dengan konsumen dan organisasi yang sesuai
(misalnya: kelompok penyakit kronis dan asosiasi kesehatan yang relevan)
dalam rangka memberikan pendidikan kesehatan.
b. Terlibat dengan pemerintah dan organisasi yang aktif dalam pencegahan
obesitas untuk meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara obesitas
dan arthritis.
c. Bermitra dengan organisasi yang mempromosikan olahraga dan aktivitas
fisik untuk mengadvokasi kebijakan, program dan infrastruktur guna
mendorong aktivitas fisik yang aman dan meningkat di setiap usia.

E. Tingkat Pencegahan di Komunitas


1. Prevensi Primer
Ditujukan bagi orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni
mereka yang belum menderita tetapi berpotensi untuk menderita. Perawat
komunitas harus mengenalkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya
dan upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Pencegahan primer merupakan pencegahan sebelum sakit atau disfungsi dan
diaplikasikan ke populasi sehat pada umunya, mencakup area penanganan yang
sangat luas, termasuk nutrisi, kebersihan, sanitasi, imunisasi, perlindungan
lingkungan, dan pendidikan kesehatan umum. Penelitian tentang penyebab
munculnya berbagai masalah kesehatan merupakan dasar dari upaya pencegahan
primer.
2. Prevensi Sekunder
Merupakan kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya perubahan derajat
kesehatan masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan. Bertujuan untuk
mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan
memberikan intervensi keperawatan sejak awal penyakit. Sejak awal sudah harus
diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit
menahun. Penyuluhan mengenai dan pengelolaannya secara mandiri memegang
peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien. System rujukan yang baik
akan sangat mendukung pelayanan kesehatan primer yang merupakan ujung
tombak pengelolaan.

12
3. Prevensi Tersier
Merupakan kegiatan yang menekankan pada pengembalian individu pada
tingkat fungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga. Apabila sudah
muncul penyulit menahun, maka perawat komunitas harus berusaha mencegah
terjadinya kecacatan/komplikasi lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini
mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.

F. Kebijakan Kesehatan dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Arthritis


Berdasarkan Kemenkes RI
Menurut Permenkes RI No. 5 tahun 2014 kebijakan kesehatan arthritis sebagai
berikut:
1. Masalah Kesehatan
Penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi.
Pasien sering datang berobat pada saat sudah ada deformitas sendi yang bersifat
permanen.
2. Hasil Anamnesis (Subjective)
a. Keluhan
1) Nyeri sendi
2) Hambatan gerakan sendi
3) Kaku pagi
4) Krepitasi
5) Pembesaran sendi
6) Perubahan gaya berjalan
b. Faktor Risiko
1) Usia > 60 tahun
2) Wanita, usia >50 tahun atau menopouse
3) Kegemukan/ obesitas
4) Pekerja berat dengen penggunaan satu sendi terus menerus
3. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
a. Pemeriksaan Fisik
Tanda Patognomonis:
1) Hambatan gerak
2) Krepitasi
3) Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris
13
4) Tanda-tanda peradangan sendi
5) Deformitas sendi yang permanen
6) Perubahan gaya berjalan
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiografi
c. Penegakan Diagnosis (Assessment)
1) Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan radiografi.
2) Diagnosis Banding
a) Artritis Gout
b) Rhematoid Artritis
d. Komplikasi
1) Deformitas permanen
4. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
a. Penatalaksanaan
1) Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena)
dan berat ringannya sendi yang terkena.
2) Pengobatan bertujuan untuk mencegah progresivitas dan meringankan gejala
yang dikeluhkan.
3) Modifikasi gaya hidup, dengan cara:
a) Menurunkan berat badan
b) Melatih pasien untuk tetap menggunakan sendinya dan melindungi sendi
yang sakit.
4) Pengobatan Medikamentosa
a) Analgesik topikal
b) NSAID (oral):
(1) non selective: COX1 (Diklofenak, Ibuprofen, Piroksikam,
Mefenamat, Metampiron).
(2) selective: COX2 (Meloksikam).
5. Kriteria Rujukan
a. Bila ada komplikasi, termasuk komplikasi terapi COX 1
b. Bila ada komorbiditas
6. Sarana Prasarana : -

14
7. Prognosis
Prognosis umumnya tidak mengancam jiwa, namun fungsi sering terganggu dan
sering mengalami kekambuhan.

G. Peran Perawat dalam Menanggulangi Arthritis


Peran perawat dalam menganggulangi masalah arthritis yaitu :
1. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu tindakan yang dilakukan petugas kesehatan
seperti perawat dengan memberikan pengetahuan atau informasi yang diberikan
kepada pasien, keluarga maupun anggota keluarga yang mengalami penyakit
Arthritis untuk menambah pengetahuan.
2. Pemberi Pelayanan
Pemberi pelayanan adalah memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga
yang sakit dan melakukan pengawasan terhadap pelayanan/ pembinaan yang
diberikan guna meningkatkan kemampuan merawat bagi keluarga.
3. Konselor
Konselor adalah sebagai penasihat bagi masyarakat untuk mengenal dan
menyediakan fasilitas kesehatan yang bisa terjangkau oleh masyarakat dan sumber
yang diperlukan masyarakat.
Sedangkan tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan:
1. Menstimulus kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan
kebutuhan kesehatan dengan cara pemberian informasi
2. Menstimulus keluarga untuk mememutuskan perawatan apa saja yang tepat
dilakukan untuk masalah tersebut dengan cara mengidentifikasi konsekuensi tidak
melakukan tindakan
3. Mengidentifikasi sumber-sumber yang tidak dimiliki keluarga
4. Mendemontrasikan cara perawatan, menggunakan alat dan fasilitas yang ada
dirumah
5. Membangun keluarga untuk menemukan cara membuat lingkungan sehat dan
nyaman dengan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin
6. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah kesehatan wanita di komunitas umumnya merupakan masalah yang
terkait dengan kesehatan reproduksi. Selain itu, salah satu penyakit terbanyak pada
lanjut usia adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) yaitu arthritis, menempati posisi
kedua sebagai masalah kesehatan yang paling sering dialami oleh wanita lanjut usia di
komunitas. Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik atau
penyakit autoimun dimana rheumatoid arthritis ini memiliki karakteristik terjadinya
kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan deformitas. Faktor-faktor yang
menyebabkan arthritis yaitu: usia, jenis kelamin, genetik, infeksi, HSP, lingkungan,
dan perilaku kesehatan.
Strategi intervensi arthritis yang bisa dilakukan di komunitas yaitu: pendidikan
kesehatan, proses kelompok, pemberdayaan masyarakat, dan kemitraan. Selain itu,
pencegahan yang bisa dilakukan untuk maslaah kesehatan arthritis di komunitas yaitu
Tindakan prevensi secara primer, sekunder dan tersier. Adapun kebijakan kesehatan
masalah kesehatan arthritis diatur dalam Permenkes RI No. 5 tahun 2014. Oleh karena
itu, diperlukan peran perawat sebagai pendidik, pemberi layanan kesehatan, dan
konselor untuk menekan angka arthritis di komunitas.

B. Saran
Arthritis umumnya dialami oleh wanita lanjut usia. Oleh karena itu, peran
perawat diperlukan untuk memberikan pendidikan kesehatan terutama pada
masyarakat/komunitas yang akan memasuki usia lanjut usia sehingga hal ini
diharapkan dapat menurunkan angka arthritis. Perawat juga dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang tepat sehingga masalah arthritis yang dialami klien di
masyarakat dapat teratasi dan dapat meningkatkan produktivitasnya di usia lanjut.

16
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J. A. & Spardley, B. W. (2005). Community health nursing: concept and practice.
5th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Australian Health Department. (2019). National strategic action plan for arthritis. Australia
Government.
Ayumar, A., & Kusuma, A. Y. (2016). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Puskesmas Tompobulu Kabupaten Gowa.
Mitra Sehat, Volume VI Nomor 1, Mei 2016.
Badan Pusat Statistik. (2013). Statistik Penduduk Lanjut Usia. Diakses: 21 Februari 2021,
http://www.bps.go.id.
Devi, R., Parmin., Nadira. (2019). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Kasus Arthritis
Rheumatoid Untuk Mengurangi Nyeri Kronis Melalui Pemberian Terapi Kompres
Hangat Serei. Kesehatan Tadulako, Vol. 5 No. 2, Mei 2019 : 1-71.
Elsi, M. (2018). Gambaran Faktor Dominan Pencetus Arthtritis Rheumatoid di Wilayah Kerja
Puskesmas Danguang Danguang Payakumbuh. Menara Ilmu, XII, No. 8, 98-99.
Hidayati, E. (2017). Buku Ajar Kesehatan Perempuan dan Perencanaan Keluarga. Jakarta:
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah.
Kansan Health Department. (2013). Kansan state plan for promoting the healt of people with
arthritis 2008-2013. Kansan Government.
Kemenkes RI. (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.
Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.
Meilandari, Winesha; Utami, Gamya Tri; Dewi, Ari Pristia. (2019). Activity of Daily Living
pada Lanjut Usia yang Menderita Rheumatoid Athtritis. JOM Fkp, 6 (1), 350.
Muhlisin. (2012). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Nies, M. A. & McEwan, M. (2007). Communy health nursing: promoting the health of
population. 3th Edition. Philadelphia: Davis Company.
Nursalam & Efendi, F. (2008). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

17
Siregar, Yafrinal. (2014). Gambaran Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Arthtritis Rheumatoid pada Lansia di Panti Jompo Guna Budi Bakti Medan. Jurnal
Ilmiah Keperawatan IMELDA, 2 (2), 105.
Stahhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community and public health nursing. 6th Edition.
Mosby.
Widyanto. (2014). Keperawatan Komunitas Dengan Pendekatan Praktis. Yogyakarta :
Sorowajan.

18

Anda mungkin juga menyukai