Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH KOMUNITAS II

“KONSEP KESEHATAN PRIA DEWASA


BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)”

Dosen Pengampu :
Ns. Herlina, M.Kep.,Sp.Kom

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 3 (A 2018-1)

Aisyah Zazirah 1811112294 Nadiatul Khairiyah 1811112310


Agnes Novita 1811112305 Nepta Yulita 1811112325
Bethari Karlinda 1811112122 Muhammad Alfin 1811110107
Desmita Aulia 1811112265 Cindyana Rosalinda 1811112172
Dita Fadhila 1811112136 Indah Adilla 1811112219
Eka Nofrida 1811112186 Mariah Al-qhibtiyah 1811112144
Intan Pratiwi Edison 1811112318 Mujahidah Hasibuan 1811112226
DOSEN PENGAMPU :
Khairiyatul Ummi 1811112329 Nurul Afdilla Fania 1811112196
Miftahul Jannah 1811112321 Winda Wiranti P. 1811112187
Rafika Putri Kesuma 1811112235

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Konsep Kesehatan Pria
Dewasa Benign Prostat Hyperplasia”. Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas
II pada Semester Genap (VI) Fakultas Keperawatan, jurusan Ilmu Keperawatan tahun ajaran
2021/2022.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, Februari 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
2.1 Konsep Kesehatan Pria Dewasa .................................................................................. 6
2.2 Masalah Kesehatan Yang Cenderung Pada Kelompok Pria (BPH) ............................ 8
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Masalah Kesehatan Pada Pria (BPH) ............................ 15
2.4 Prinsip Strategi Dan Intervensi Masalah Kesehatan Pada Pria (BPH) ........................ 18
2.5 Tingkat Pencegahan Pada Kesehatan Pria (BPH) Di Komunitas ................................ 24
2.6 Kebijakan Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Pada Pria (BPH) 27
2.7 Peran Perawat Dalam Menanggulangi Masalah Kesehatan Komunitas ...................... 33
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 39
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 39
3.2 Saran ............................................................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan , jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Oleh karena itu kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan karena akan mendasari peningkatan kualitas dan kuantitas hidup
dalam masyarakat. Sementara Kesehatan pada pria dewasa didefinisikan
sebagai suatu keadaan sehat baik secara fisik, mental, spritual, dan sosial
yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup produktif. Dalam mencapai
kehidupan yang produktif tidak semua pria dewasa hidup dalam keaadan
sehat, salah satu masalah kesehatan yang mungkin timbul pada pria dewasa
yaitu masalah kesehatan reproduksi. Kesehatan Reproduksi dapat diartikan
dengan suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan
kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi
yang pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari
penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual
yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah.
Benign Prostat Hyperplasia atau sering disebut pembesaran prostat
jinak adalah sebuah penyakit yang sering terjadi pada pria dewasa dimana
terjadi pembesaran prostat. Pemberan prostat menyebabkan gangguan miksi
yaitu retensio urin yang mengakibatkan supersaturasi urin, sehingga rentan
untuk terbentuknya batu buli. Beberapa gejala yang biasanya dirasakan oleh
penderita pembesaran prostat jinak yaitu nokturia, inkontinensia urin, aliran
urin tersendat-sendat, mengeluarkan urin disertai darah dan merasa tidak
tuntas setelah berkemih.
Menurut data WHO (2013), diperkirakan terdapat sekitar 70 juta
kasus degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju
sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus.
Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya diderita
oleh laki-laki berusia di atas 60 tahun. BPH dapat dialami oleh sekitar 70%

3
pria diatas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria
berusia diatas 80 tahun (Evi&Bimandama, 2018).
Adapun penyebab terjadinya kasus BPH sampai saat ini belum
diketahui pasti, namun beberapa hipotesis mengatakan bahwa BPH erat
berkaitan dengan peningkatan kadar dihidrotesteron (DHT) dan proses aging
(penuaan). Dalam BPH Tujuan terapi pada pasien adalah untuk
mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien
tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi objektif
kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya (Cooperberg, 2013).
Terapi spesifik berupa observasi pada penderita gejala ringan hingga tindakan
operasi pada penderita dengan gejala berat. Indikasi absolut untuk
pembedahan berupa retensi urine yang berkelanjutan, infeksi saluran kemih
yang rekuren, gross hematuria rekuren, batu buli akibat BPH, insufisiensi
renal dan divertikel buli

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana konsep kesehatan pria dewasa?
b. Apa masalah kesehatan yang cenderung pada kelompok pria (BPH)?
c. Apa faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pada pria (BPH)?
d. Apa prinsip strategi dan intervensi masalah kesehatan pada pria (BPH)?
e. Bagaimana tingkat pencegahan pada kesehatan pria di komunitas (BPH)?
f. Apa kebijakan kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan pada
pria (BPH)?
g. Bagaimana peran perawat dalam menanggulangi masalah kesehatan
komunitas?

1.3 Tujuan Penelitian


a. Untuk mengetahui konsep kesehatan pria dewasa (BPH).
b. Untuk mengetahui masalah kesehatan yang cendrung pada kelompok pria
(BPH)
c. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pada
pria (BPH)
d. Untuk mengetahui prinsip strategi dan intervensi masalah kesehatan pada

4
pria (BPH)
e. Untuk mengetahui tingkat pencegahan pada kesehatan pria (BPH) di
komunitas
f. Untuk mengetahui apa kebijakan kesehatan dalam penanggulangan
masalah kesehatan pada pria (BPH)
g. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat dalam menanggulangi
masalah kesehatan komunitas

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kesehatan Pria Dewasa


A. Definisi kesehatan pria dewasa
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan , jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi (UU Kesehatan No 23,1992). Oleh karena itu kesehatan
merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena akan
mendasari peningkatan kualitas dan kuantitas hidup dalam
masyarakat.Pembangunan kesehatan, yaitu: menggerakkan pembangunan
nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat
untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu, merata dan terjangkau, memelihara dan meningkatkan
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat serta lingkunganya (Depkes
RI, 1999).
Kesehatan pada pria dewasa adalah keadaan sehat baik secara fisik,
mental, spritual, dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk dapat
hidup produktif.

B. Pencegahan masalah kesehatan pada pria


1. Menjaga kebersihan daerah kelamin
Menjaga hygiene atau keberhasilan daerah kelamin terutama pada
daerah foreskin dari penis untuk mencegah terjadinya inflamasi.
2. Hindari pakai celana ketat
Tidak mengenakan celana yang ketat yang bisa menekan bagian
skrotum serta menghindari suhu udara panas yang ekstrim di daerah
skrotum.
3. Pemeriksaan skrotum
Pemeriksaan skrotum sendiri di rumah direkomendasikan untuk
dilakukan secara teratur setiap bulan sekali. Jika ada hal yang tidak
biasa, seperti mengalami rasa nyeri di sekitar skrotum, munculnya

6
pembengkakan atau bentuk yang tidak biasa di daerah skrotum,
segeralah periksakan diri ke dokter.

4. Pemeriksaan kadar PSA


Testing dengan pemeriksaan kadar prostate specific antigen (PSA).
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan darah screening yang tersedia
bagi pria untuk mengetahui kelenjar prostat. Kadar yang lebih tinggi
daripada normal menunjukkan adanya gangguan fungsi kerja kelenjar
prostat, baik yang dikarenakan oleh adanya inflamasi, adanya kanker
prostat, atau tumor lainnya.
5. Melakukan olahraga teratur
Selain meningkatkan kesehatan jantung dan pembuluh darah,
olahraga juga bisa bermanfaat untuk menjaga kesehatan reproduksi.
Olahraga ini dianjurkan bisa dilakukan secara rutin setidaknya 30
menit per hari agar mendapatkan efek positif pada kesehatan
reproduksi.
6. Hindari rokok
Merokok termasuk masalah tingkah laku utama yang dapat
memengaruhi kesehatan reproduksi. Perokok kronis diketahui
memiliki kualitas dan kuantitas sperma yang rendah.
7. Hindari minum alkohol
Minum alkohol secara berlebihan telah terbukti bisa memengaruhi
kesehatan mental dan tubuh. Fungsi testis untuk memproduksi sperma
dan hormon diyakini akan tertanggung jika para pria rutin
mengonsumsi alkohol.
8. Berperilaku seksual secara sehat
Berperilaku seksual yang sehat dengan menghindari aktivitas
seksual berisiko untuk menghindari penyakit infeksi menular seksual
(IMS).
9. Makan bergizi
Untuk menjaga kesehatan reproduksi, para pria dianjurkan untuk
mempertahankan diet yang bergizi sehat dan seimbang, terutama
dengan mengurangi konsumsi lemak dan meningkatkan konsumsi

7
serat.
10. Hindari stres

2.2 Masalah Kesehatan Yang Cenderung Pada Kelompok Pria (BPH).


A. Definisi BPH
Pembesaran prostat jinak atau lebih dikenal sebagai BPH (Benign
Prostat Hyperplasia) merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hyperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. BPH dapat
dialami oleh sekitar 70% pria diatas usia 60 tahun. Angka ini akan
meningkat hingga 90% pada pria berusia diatas 80 tahun
(Evi&Bimandama, 2018).
BPH merupakan salah satu keadaan yang menyebabkan gangguan
miksi yaitu retensio urin yang mengakibatkan supersaturasi urin, sehingga
rentan untuk terbentuknya batu buli. Beberapa hipotesis yang diduga
sebagai penyebab timbulnya BPH diantaranya teori dihidrotestosteron,
teori ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, teori interaksi
stroma-epitel, teori berkurangnya kematian sel prostat, serta teori sel stem.
Menurut (Dipiro et al, 2015), Benign Prostat Hyperplasia atau
sering disebut pembesaran prostat jinak adalah sebuah penyakit yang
sering terjadi pada pria dewasa dimana terjadi pembesaran prostat. BPH
terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel epitel
berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon seks
dan respon sitokin. Pada penderita BPH hormon dihidrotestosteron (DHT)
sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin dapat memicu respon
inflamasi dengan menginduksi epitel. Prostat membesar mengakibatkan
penyempitan uretra sehingga terjadi gejala obstruktif yaitu: hiperaktif
kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah (Skinder et al, 2016).
Benign Prostat Hyperplasia (BPH) dikaitkan dengan gejala saluran
kemih bawah, gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita
pembesaran prostat jinak yaitu nokturia, inkontinensia urin, aliran urin
tersendat-sendat, mengeluarkan urin disertai darah dan merasa tidak tuntas
setelah berkemih (Dipiro et al, 2015).

8
B. Etiologi BPH
Saat ini etiologi BPH belum sepenuhnya dimengerti. Terdapat
banyak pendapat tentang hal ini. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah:
1. Teori Dihidrotestosteron
Pertumbuhan sel kelenjar prostat sangat dibutuhkan suatu
metabolit androgen yaitu dihidrotestosteron (DHT).
Dihidrotestosteron dihasilkan dari reaksi perubahan testosterone di
dalam sel prostat oleh enzim 5a-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH. DHT yang telah berikatan dengan reseptor androgen (RA)
membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi
sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat (Purnomo, 2012).
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun
sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara
estrogen:progesterone relative meningkat. Telah dketahui bahwa
estrogen didalam prostat berperan didalam terjadinya proliferasi sel-sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun,
tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar (Purnomo, 2012).
3. Interaksi stroma-epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator tertentu
(growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimlasi dari DHT
dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intakrin

9
atau autokrin serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu sendiri menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah
mekanisme fisiologis untuk mempertahankan homoestasis kelenjar
prostat. Saat pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam
keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah

C. Manifestasi klinis BPH


Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali
disertai dengan mengejan.
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
b. Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya
dapat terjadi pada malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih


bagian bawah, beberapa ahli dan organisasi urologi membuat sistem
penilaian yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri. Sistem

10
penilaian yang dianjurkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah
International Prostatic Symptoms Score (IPSS) (Purnomo, 2012).
IPSS merupakan pengembangan dari AUA symptom score yang
ditambah dengan satu pertanyaan mengenai kualitas hidup. IPSS berisi
tujuh pertanyaan mengenai gejala dan satu pertanyaan untuk menilai
kualitas hidup, dimana pasien dapat menilai keluhan secara kuantitatif
dalam skala 0-5. Nilai maksimal dari IPSS adalah 35. Derajat gejala
saluran kemih bagian bawah dikelompokkan menjadi tiga, nilai 0-8 derajat
ringan, 9-19 derajat sedang, dan 20 ke atas derajat berat. IPSS hanya
digunakan untuk menilai beratnya gejala, dan bukan merupakan faktor
diagnostik untuk menegakkan adanya BPH (Oelke, 2013)

D. Pemeriksaan penunjang BPH


Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi:
1. Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan
kesan keadaan tonus sfingter anus mukosa rectum kelainan lain seperti
benjolan dalam rectum dan prostat.
2. Ultrasonografi (USG) Digunakan untuk memeriksa konsistensi
volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual
urin.
3. Urinalisis dan kultur urine Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada
tidaknya infeksi dan RBC (Red Blood Cell) dalam urine yang
memanifestasikan adanya pendarahan atau hematuria (prabowo dkk,
2014).
4. DPL (Deep Peritoneal Lavage) Pemeriksaan pendukung ini untuk
melihat ada tidaknya perdarahan internal dalam abdomen. Sampel
yang di ambil adalah cairan abdomen dan diperiksa jumlah sel darah
merahnya.
5. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin Pemeriksaan ini untuk
menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data pendukung untuk
mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.
6. PA(Patologi Anatomi) Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel

11
jaringan pasca operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan
mikroskopis untuk mengetahui apakah hanya bersifat benigna atau
maligna sehingga akan menjadi landasan untuk treatment selanjutnya.

E. Penatalaksanaan BPH
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas
hidup pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat
keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi objektif kesehatan pasien yang
diakibatkan oleh penyakitnya (Cooperberg, 2013).
Terapi spesifik berupa observasi pada penderita gejala ringan
hingga tindakan operasi pada penderita dengan gejala berat. Indikasi
absolut untuk pembedahan berupa retensi urine yang berkelanjutan, infeksi
saluran kemih yang rekuren, gross hematuria rekuren, batu buli akibat
BPH, insufisiensi renal dan divertikel buli (Cooperberg, 2013).
1. Watchful Waiting
Penderita dengan BPH yang simptomatis tidak selalu
mengalami progresi keluhan, beberapa mengalami perbaikan spontan.
Watchful waiting merupakan penatalaksanaan terbaik untuk penderita
BPH dengan nilai IPSS 0-7. Penderita dengan gejala LUTS sedang
juga dapat dilakukan observasi atas kehendak pasien.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk
mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik
atau mengurangi volume prostat sebagai komponen statik. Jenis obat
yang digunakan adalah (Lepor dan Lowe , 2002) :
a. Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
1) Preparat non selektif: fenoksibenzamin,
2) Preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan
indoramin
3) Preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin,
terazosin, dan tamsulosin
4) Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride.

12
b. Fitofarmaka
3. Operatif
Tindakan operatif dilakukan apabila pasien BPH mengalami retensi
urin yang menetap atau berulang, inkontinensia overflow, ISK
berulang, adanya batu buli atau divertikel, hematuria yang menetap
setelah medikamentosa, atau dilatasi saluran kemih bagian atas akibat
obstruksi dengan atau tanpa insufisiensi ginjal (indikasi operasi
absolut). Selain itu adanya gejala saluran kemih bagian bawah yang
menetap setelah terapi konservatif atau medikamentosa merupakan
indikasi operasi relative (Oelke , et al, 2013).
4. Transurethral Resection of the Prostate (TURP)
Prosedur TURP merupakan 90% dari semua tindakan pembedahan
prostat pada pasien BPH. Menurut Wasson , et al (1995) pada pasien
dengan keluhan derajat sedang, TURP lebih bermanfaat daripada
watchful waiting. TURP lebih sedikit menimbulkan trauma
dibandingkan prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa
pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat memperbaiki
gejala BPH 20 hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga
100% (Tubaro , et al , 2000).
Komplikasi dini yang terjadi pada saat operasi sebanyak 18-23%,
dan yang paling sering adalah perdarahan sehingga membutuhkan
transfusi. Timbulnya penyulit biasanya pada reseksi prostat yang
beratnya lebih dari 45 gram, usia lebih dari 80 tahun, ASA II-IV, dan
lama reseksi lebih dari 90 menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari
1% (Uchida , et al, 1999).
Penyulit yang timbul di kemudian hari adalah: inkontinensia stress
<1% maupun inkontinensia 1,5%, striktura uretra 0,5- 6,3%,
kontraktur leher buli-buli yang lebih sering terjadi pada prostat yang
berukuran kecil 0,9-3,2%, dan disfungsi ereksi. Angka kematian akibat
TURP pada 30 hari pertama adalah 0,4% pada pasien kelompok usia
65-69 tahun dan 1,9% pada kelompok usia 80-84 tahun. Dengan teknik
operasi yang baik dan manajemen perioperatif (termasuk anestesi)

13
yang lebih baik pada dekade terakhir, angka morbiditas, mortalitas,
dan jumlah pemberian transfusi berangsur-angsur menurun (Uchida , et
al, 1999).
Resiko atau komplikasi dari TURP antara lain ejakulasi retrograde
sekitar 75%, impotensi 5-10%, inkontinensia 1%, dan komplikasi lain
berupa perdarahan, striktur uretra, kontraktur leher buli, perforasi dari
kapsul prostat, dan sindrom TURP (Cooperberg, 2013).
5. Transurethral Incicion of the Prostat (TUIP)
TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion)
direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30
cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan
adanya kecurigaan karsinoma prostat. Teknik ini dipopulerkan oleh
Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan mono insisi atau bilateral
insisi mempergunakan pisau Colling mulai dari muara ureter, leher
buli- buli-sampai ke verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula
prostat. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan lebih sedikit
menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu
memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun
tidak sebaik TURP.
6. Prostatektomi terbuka

Diindikasikan pada prostat yang terlalu besar untuk dilakukan


tindakan endoskopik, juga dapat dilakukan pada penderita dengan
divertikulum buli atau didapatkannya batu buli. Prostatektomi terbuka
dibagi menjadi 2 cara pendekatan yaitu suprapubik (Millin procedure)
dan retropubik (Freyer procedure) (Purnomo, 2012).
7. Terapi Invasif Minimal

Terapi invasif minimal untuk BPH yakni terapi laser Transurethral


Electrovaporization of the Prostat Microwave Hypertermia,
Transurethral Needle Ablation of the Prostat High Intencity Focused
Ultrasound dan Stent Intraurethral (Purnomo, 2012).

14
F. Komplikasi BPH
Menurut Widijanto ( 2011 ) komplikasi BPH meliputi :
1. Aterosclerosis
2. Infark jantung
3. Impoten
4. Haemoragik post operasi
5. Fistula
6. Struktur pasca operasi dan inconentia urin
7. Infeksi

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masalah Kesehatan Pada Pria.


A. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan
peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang
lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5α-reductase, yang
memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat
B. Usia
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada
buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena
pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam
mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi
karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala.
Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara
keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron,
dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar
dikonversikan oleh enzim 5-alfa-reduktase menjadi dihidrotestosteron
yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur
fungsi ereksi.
Tugas lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan otot dan
mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan usia,
kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan
turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas.

15
C. Ras

Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar
untuk terjadi BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki
insidensi BPH paling rendah.
D. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan
risiko terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain.
Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini,
semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena
BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko
meningkat 2 kali bagi yang lain.
E. Obesitas
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan
seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk
tubuh yang membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti
buah apel. Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual,
sehingga lama-lama organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu
deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis.
Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang
berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan
sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian
sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa
penimbunan lemak pada abdomen.
F. Pola diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium
berpengaruh pada fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah
seng, karena defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan testis
yang selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron. Selain itu,
makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan kadar
testosteron.
Risiko lebih besar terjadinya BPH adalah mengkonsumsi
margarin dan mentega, yang termasuk makanan yang mengandung

16
lemak jenuh. Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang
tinggi (terutama lemak hewani), lemak berlebihan dapat merusak
keseimbangan hormon yang berujung pada berbagai penyakit.
G. Aktivitas Seksual
Kalenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk
pembentukan hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan
seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar
prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi.
Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat
yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang
tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan
BPH.
H. Kebiasaan merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok
meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga
menyebabkan penurunan kadar testosteron.
I. Kebiasaan minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan
vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting
untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zink 10 kali lipat
dibandingkan dengan organ yang lain. Zink membantu mengurangi
kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran
hormon testosteron kepada DHT
J. Olahraga

Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang


lebih sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif
olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat
memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan
mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap
stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan
dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.

17
K. Penyakit Diabetes Mellitus

Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110


mg/dL mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk
laki-laki dengan penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali
terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.

2.4 Prinsip strategi dan intervensi keperawatan ( promosi kesehatan) pada


masalah kesehatan pria di komunitas.
A. Strategi Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat
1. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Promosi Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 74 Tahun 2015 tentang Upaya Peningkatan Kesehatan dan
Pencegahan Penyakit adalah proses untuk memberdayakan masyarakat
melalui kegiatan menginformasikan, mempengaruhi, dan membantu
masyarakat agar berperan aktif untuk mendukung perubahan perilaku
dan lingkungan serta menjaga dan meningkatkan kesehatan menuju
derajat kesehatan yang optimal.
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa,
Kanada pada tahun 1986 menghasilkan piagam Otawa (Ottawa
Charter). Di dalam piagam Ottawa tersebut dirumuskan ruang lingkup
promosi kesehatan, yang mencakup 5 aspek, yaitu:
a. Mengembangkan Kebijakan Berwawasan Kesehatan (Health
Public Policy)
Suatu ruang lingkup promosi kesehatan yang di tujukan kepada
para penentu atau pembuat kebijakan, agar mereka mengeluarkan
kebijakan-kebijakan publik yang mendukung atau menguntungkan
kesehatan. Para penentu kebijakan diberbagai sektor dan tingkatan
administrasi mempertimbangkan dampak kesehatan dari setiap
kebijakan yang dibuatnya.
b. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung (Supportive
Environment)

18
Ruang lingkup ini menciptakan suasana lingkungan (baik
fisik maupun sosial politik) yang mendukung sehingga masyarakat
termotivasi untuk melakukan upaya – upaya yang positif bagi
kesehatan.
c. Memperkuat Gerakan Masyarakat (Community Action)
Ruang lingkup ini memberikan dukungan terhadap kegiatan
masyarakat agar lebih berdaya dan berpasrtisipasi dalam upaya
mengendalikan faktor – faktor yang memengaruhi kesehatan.
Promosi kesehatan bekerja melalui kegiatan komunitas yang
konkret dan efisien dalam mengatur prioritas, membuat keputusan,
merencanakan strategi dan melaksanakannya untuk mencapai
kesehatan yang lebih baik.
d. Meningkatkan Keterampilan Individu (Personal Skill)
Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat yang
terdiri dari individu, keluarga, dan kelompok-kelompok. Sehingga
penting mengupayakan agar masyarakat tahu, mau, mampu
membuat keputusan yang efektif dalam upaya memelihara,
meningkatkan, dan mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Upaya ini akan lebih efektif dan efisien bila dilakukan melalui
pendekatan tatanan (setting).
e. Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Service)
Ruang lingkup ini dimaksudkan mengubah orientasi
pelayanan kesehatan agar lebih mengutamakan upaya preventif dan
promotif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Masyarakat bukan sekedar pengguna atau penerima pelayanan
kesehatan, tetapi sekaligus juga sebagai penyelenggara, dalam
batas - batas tertentu. Realisasi dari reorientasi pelayanan
kesehatan ini, adalah para penyelenggara pelayanan kesehatan
harus melibatkan diri, bahkan memberdayakan masyarakat agar
mereka juga dapat berperan bukan hanya sebagai penerima
pelayanan kesehatan, tetapi juga sekaligus sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan.

19
2. Strategi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan diselenggarakan dengan strategi:
a. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk menciptakan
kesadaran, kemauan, serta kemampuan individu, keluarga, dan
kelompok masyarakat dalam rangka meningkatkan kepedulian dan
peran aktif di berbagai upaya kesehatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehataan. Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan
dengan cara memfasilitasi proses pemecahan masalah melalui
pendekatan edukatif dan partisipatif dengan memperhatikan
kebutuhan, potensi, dan sosial budaya setempat.
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat ditetapkan secara
bertahap, mengingat kompleksnya situasi sosial, ekonomi,
pendidikan dan budaya yang berlaku dalam setiap kelompok
masyarakat. Kategori umum mengenai kemandirian masyarakat di
bidang kesehatan sudah bisa ditetapkan yaitu:
1) Mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan terutama di lingkungan
tempat tinggal mereka sendiri. Pengetahuan tersebut meliputi
pengetahuan tentang penyakit, gizi dan makanan, perumahan
dan sanitasi, serta bahaya merokok dan zat-zat yang
menimbulkan gangguan kesehatan.
2) Mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan
menggali potensi-potensi masyarakat setempat.
3) Mampu memelihara dan melindungi diri dari berbagai ancaman
kesehatan dengan melakukan tindakan pencegahan.
4) Mampu meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-
menerus melalui berbagai macam kegiatan seperti kelompok
kebugaran, olahraga, konsultasi dan sebagainya.
b. Advokasi
Pengertian umum dari kegiatan advokasi adalah, “strategi
untuk mempengaruhi para pengambil keputusan khususnya pada

20
saat mereka menetapkan peraturan, mengatur sumber daya dan
mengambil keputusan-keputusan yang menyangkut khalayak
masyarakat”. Hal tersebut menunjukkan bahwa Advokasi diartikan
sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang dianggap
mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau
kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu yang menjadi sasaran
advokasi adalah para pemimpin atau pengambil kebijakan (policy
makers) atau pembuat keputusan (decision makers) baik di institusi
pemerintah maupun swasta. Tujuan dari advokasi mencakup:
1) Komitmen politik (Political commitment)
Komitmen para pembuat keputusan atau penentu kebijakan
sangat penting untuk mendukung atau mengeluarkan
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat, misalnya untuk pembahasan kenaikan anggaran
kesehatan, contoh konkrit pencanangan Indonesia Sehat 2010
oleh presiden. Untuk meningkatkan komitmen ini sangat
dibutuhkan advokasi yang baik.
2) Mendapatkan dukungan kebijakan (Policy support)
Adanya komitmen politik dari para eksekutif, maka perlu
ditindaklanjuti dengan advokasi lagi agar dikeluarkan
kebijakan untuk mendukung program yang telah memperoleh
komitmen politik tersebut.
3) Mendapatkan penerimaan sosial (Social acceptance)
Artinya diterimanya suatu program oleh masyarakat. Suatu
program kesehatan yang telah memperoleh komitmen dan
dukungan kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah
mensosialisasikan program tersebut untuk memperoleh
dukungan masyarakat.
4) Bina Suasana (Dukungan Sosial)
Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau
lingkungan sosial yang mendorong individu anggota
masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang

21
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau
melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia
berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi
panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-
lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang
positif terhadap perilaku tersebut. Dukungan sosial adalah
strategi dukungan sosial dalam bentuk kegiatan untuk mencari
dukungan sosial melalui tokoh - tokoh masyarakat, baik tokoh
masyarakat formal maupun informal.
c. Metode Strategi dalam Promosi Kesehatan
Beberapa pemilihan metode promosi kesehatan adalah
sebagai berikut:
1) Ceramah
a) Mudah digunakan tapi sulit dikuasai
b) Membagi informasi, mempengaruhi pendapat, merangsang
pemikiran berdasarkan pesan verbal
c) Sasaran biasanya pasif, sedikit interaksi dengan narasumber
atau peserta lainnya
2) Media massa
a) Saluran komunikasi yang menjangkau sasaran luas
b) Umumnya sasaran tidak atau sedikit usaha untuk menerima
pesan
c) Strategi ini tidak efektif karena pesan tidak dapat
dikhususkan untuk sasaran tertentu
d) Strategi ini efisien karena biaya yang murah dalam skala
ekonomi
3) Instruksi individual
a) Dalam tatanan pasien, disebut konseling
b) Bersifat individual, digunakan bila perbedaan karakteristik
sasaran sangat besar
c) Penyuluh memberikan advokasi solusi permasalahan
kesehatan

22
d) berdasarkan kebutuhan individual
e) Tidak efisien bagi penyuluh, tapi efisien bagi sasaran
4) Simulasi
Simulasi adalah metode ekperiental di mana model situasi
nyata digunakan untuk merangsang atau membantu proses
pembelajaran. Semakin mirip dengan situasi nyata semakin baik
simulasi tersebut
a) Bentuk simulasi: permainan, drama, bermain peran, model
komputerisasi
b) Simulasi cocok untuk meningkatkan motivasi dan
mengubah sikap
5) Modifikasi perilaku
Memodifikasi perilaku spesifik berdasarkan prinsip
pengkondisian melalui rangsangan dan konsekuensi
6) Pengembangan masyarakat
a) Proses yang berorientasi kepada metode pengorganisasian
masyarakat yang menekankan pada pengembangan
kemampuan, keterampilan dan pemahaman pada masyarakat
tertentu
b) Strategi ini berdasarkan kemandirian, kesepakatan bersama
dalam pemecahan masalah.
c) Penyuluh bertindak sebagai fasilitator
d) Evaluasi strategi ini lebih sulit dibandingkan strategi lain
karenaefeknya terjadi dalam waktu yang lama
d. Aturan dalam Memilih Strategi Promosi Kesehatan
1) Pilih minimal tiga strategi
2) Umumnya, penggunaan media sering digunakan dalam
promosi kesehatan
3) Semakin lama program, semakin banyak strategi
4) Dimulai dengan strategi yang paling murah & sederhana
5) Semakin kompleks permasalahan perilaku yang akan
diintervensi, semakin banyak strategi yang digunakan

23
6) Strategi yang mempengaruhi faktor predisposisi umumnya
mempunyai efek yang singkat
B. Promosi Kesehatan atau Edukasi Pasien dengan Benign Prostatic
Hyperplasia
1. Menghindari konsumsi obat-obatan yang dapat menimbulkan retensi
urin, seperti anti-histamin dan dekongestan, kecuali atas anjuran
dokter. Pasien harus selalu memberitahukan adanya riwayat benign
prostatic hyperplasia sebelum dokter memberikan obat tertentu.
2. Mengurangi konsumsi cairan, terutama beberapa jam sebelum tidur.
3. Mengurangi konsumsi minuman yang dapat memicu diaresis seperti
kafein dan alkohol.
4. Membiasakan diri untuk miksi ganda, yaitu menunggu beberapa saat
setelah berkemih dan mencoba mulai bekemih kembali.
5. Menghindari kebiasaan mengejan saat miksi.
6. Pasien dengan benign prostatic hyperplasia sering menggunakan obat
herbal, akan tetapi obat-obatan tersebut sering kali tidak menunjukkan
manfaat dan tidak disarankan.

Pencegahan benign prostatic hyperplasia dapat dilakukan dengan


menerapkan diet rendah lemak dan tinggi protein. Konsumsi daging merah
dan sayuran juga dapat menurunkan risiko benign prostatic hyperplasia
simtomatik. Pasien-pasien dengan risiko tinggi untuk mengalami benign
prostatic hyperplasia harus menjalani pemeriksaan paling tidak 6 bulan
sekali dan melakukan skrining untuk kanker prostat paling tidak 12 bulan
sekali.

2.5 Tingkat pencegahan pada kesehatan pria di komunitas.


Berdasarkan Levell dan Clark tingkatan pencegahan dalam komunitas
terdiri dari dua tahapan yaitu, Prepathogenesis Phase dan Pathogenesis Phase
A. Prepathogenesis Phase
Tahapan ini merupakan tahapan primary prevention atau pencegahan
primer. Pencegahan primer terjadi sebelum mengalami sakit atau

24
ketidakfungsian. Pencegahan primer merupakan suatu usaha agar
masyarakat yang berada dalam keadaan yang sehat optimum tidak jatuh
pada keadaan yang lebih buruk. Pencegahan ini melibatkan tindakan yang
diambil sebelum terjadinya masalah kesehatan dan mencakup aspek
promosi kesehatan dan perlindungan. Dalam aspek promosi kesehatan,
pencegahan primer berfokus pada peningkatan kesehatan secara
keseluruhan dari mulai individu, keluarga, dan kelompok masyarakat.
Sedangkan perlindungan kesehatan baik secara umum maupun khusus
ditujukan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan yang spesifik.
Pencegahan primer pada orang sehat yang memiliki faktor resiko
mengalami BPH menurut Purnomo (2011) yaitu:
1. Mengkonsumsi makanan yang mengandung Vitamin A, beta karoten,
isoflavom, vitoestrogen yang terdapat kedelai, likofen (anti oksidan
karotenoit yang banyak terdapat pada tomat), selenium ( terdapat ikan
laut, daging, biji-bijian),Vitamin E serta tinggi serat
2. Menghindari makanan yang berlemak tinggi
3. Menghindari konsumsi daging yang berlebihan
4. Membatasi makanan yang diawetkan atau yang mengangung penyedap
rasa
5. Menghindari paparan bahan kimia kadmium (Cd) yang banyak
terdapat pada alat listrik dan baterai.

B. Pathogenesis Phase
Tahap pathogenesis ini dapat dilakukan dengan dua kegiatan
pencegahan yaitu:
1. Secondary prevention (pencegahan sekunder)
Yaitu pencegahan terhadap masyarakat yang masih atau sedang
sakit. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah atau
menghambat timbulnya masalah kesehatan dengan tindakan deteksi
dini. Pencegahan ini dilakukan dengan dua kegiatan yaitu early
diagnosis and prompt treatment (diagnosis awal dan pengobatan
segera atau adekuat), antara lain melalui pemeriksaan kasus dini (early

25
case finding), pemeriksaam umum lengkap (general check up),
pemeriksaan missal (mas screening), survey terhadap kontak, sekolah
dan rumah (contactsurvey, school survey, household survey), kasus
(case holding), pengobatan adekuat (adekuat treatment). Kegiatan
kedua yaitu disability limitation (pembatasan kecacatan) berupa
penyempurnaan dan intensifikasi terhadap terapi lanjutan, pencegahan
komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban sosial
penderita, dan lain-lain.
Pencegahan sekunder ditujukan untuk melakukan deteksi dini,
diagnosa dan pengobatan terhadap penderita Kanker Prostat (BPH)
dengan tujuan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius. Menurut
Purnomo (2011), untuk membantu menegakakan diagnosis suatu
adenokarsinoma prostat dan mengikuti perkembangan penyakit tumor
ini terdapat beberapa penenda tumor, yaitu (1) PAP (Prostatic Acid
Phosphatase ) dihasilkan oleh sel asini prostat, dan disekresikan ke
dalam duktuli prostat dan (2) PSA ( Prostate Specefic Antigen ) yaitu
suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sitoplasma sel prostat, dan
berperan dalam melakukan likuefaksi cairan semen. Dengan demikian
maka perlu dilakukan pemeriksaan karsinoma prostat dengan
menggunakan :
1) Pemeriksaan fisik dengan menggunakan colok dubur
2) USG transrektal (TRUS)
3) Biopsi
4) CT scan dan MRI

2. Tertiary prevention (pencegahan tersier)


Yaitu usaha pencegahan terhadap masyarakat yang setelah sembuh
dari sakit serta mengalami kecacatan. Pencegahan ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya kecacatan/komplikasi lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut
menetap. Beberapa usaha pencegahan tersier yang dilakukan pada
masyarakat seperti:

26
1) Pendidikan kesehatan lanjutan
2) Terapi kerja (work therapy)
3) Perkampungan rehabilitasi sosial
4) Penyadaran terhadap masyarakat
5) Lembaga rehabilitasi dan partisipasi masyarakat

Dalam pencegahan ini dapat dilaksanakan melalui program


rehabilitasi untuk mengurangi ketidakmampuan dan meningkatkan
efisiensi hidup penderita. Kegiatan rehabilitasi ini meliputi aspek
medis dan sosial. Rehabilitasi sebagai tujuan pencegahan tersier lebih
dari upaya untuk menghambat proses penyakitnya sendiri yaitu
mengembalikan individu kepada tingkat yang optimal dari
ketidakmampuannya. Jadi pencegahan pada tahap ini dimaksudkan
untuk memperbaiki keadaaan masyarakat yang sudah jatuh pada tahap
sakit ringan, sakit, dan sakit berat agar dapat secepat mungkin kembali
ke tahap sehat optimum.
Pencegahan tersier pada penderita BPH dapat dilakukan dengan
penyinaran, terapi paliatif dan terapi hormonal. Terapi hormonal
digunakan secara jangka panjang, tujuannya adalah mengaruhi hormon
laki-laki, sehingga tumor primer dan metastasisnya mencapai remisi
untuk waktu lama. Menurut Purnomo (2011), ada beberapa teori
konsep pemberian terapi hormonal, yaitu :
1) Konsep Hugins, “Sel epitel prostat akan mengalami atrofi jika
sumber androgen ditiadakan”. Sumber androgen ditiadakan dengan
cara pembedahan atau dengan medikamentosa.
2) Konsep Labrie, menghilangkan sumber androgen yang hanya
berasal dari testis belum cukup, karena masih ada sumber androgen
dari kelenjar suprarenal yaitu sebesar ± 10% dari seluruh testoteron
yang ada di dalam tubuh. Sehingga labrie menganjurkan untuk
melakukan blockade androgen total.

2.6 Kebijakan kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan pria


berdasarkan kemenkes RI

27
Berbagai upaya telah dilakukan untuk pencegahan dan
penanggulangan Penyakit Tidak Menular terutama BPH, sejalan dengan
pendekatan WHO terhadap penyakit PTM Utama yang terkait dengan faktor
risiko bersama (Common Risk Factors). Di tingkat komunitas telah diinisiasi
pembentukan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM dimana dilakukan
deteksi dini faktor risiko, penyuluhan dan kegiatan bersama komunitas untuk
menuju Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (DIREKJEN,2018)
Menurut Departemen kesehatan (Depkes, 2010) Jumlah populasi Pria
di atas usia 65 pada menempati urutan ke-4 dengan 6,1% dari jumlah umur
lebih dari 65 Tahun di Negara-negara Asia tenggara. Tingginya jumlah Pria
dengan umur lebih dari 65 tahun, sedangkan untuk Benua Asia mencapai
764.000 jiwa merupakan Resiko Prevalensi tingginya penderita Benign
Prostatic Hyperplasia.
Masalah kesehatan dan penyakit yang rentan menyerang pria berikut ini :
A. Penyakit Jantung
Salah satu jenis penyakit jantung yang kerap menyerang pria
adalah aterosklerosis yang bisa juga disebut dengan pengerasan pada
pembuluh darah. Pada pria yang mengalami penyakit jantung, plak
kolesterol secara perlahan akan menyumbat pembuluh darah di jantung
dan otak.Saat plak tersebut menjadi tidak stabil, maka gumpalan darah
akan terbentuk sehingga menyebabkan penyumbatan pembuluh darah
arteri. Kondisi inilah yang kemudian dapat menyebabkan serangan jantung
atau stroke.

B. Kanker Prostat
Memiliki predikat sebagai salah satu kanker paling mematikan di
dunia, jumlah pria yang menderita kanker prostat di Indonesia masih
terbilang cukup tinggi. Kanker prostat menempati peringkat ketiga jenis
kanker yang paling sering diderita oleh pria di Indonesia. Menurut data,
dipercaya 1 dari 10 orang pria di Indonesia, terutama yang berusia lanjut,
menderita penyakit ini.

28
C. Depresi dan Bunuh Diri
Masih banyak orang yang menganggap remeh depresi. Padahal,
penyebab depresi bukan hanya karena suasana hati yang buruk. Namun,
bisa terjadi akibat gangguan emosional yang dapat mempengaruhi tubuh
serta kesehatan mental. Akibatnya, tidur, nafsu makan, hingga tingkat
energi akan terganggu.Di Indonesia sendiri, prevalensi gejala
depresi terhitung cukup tinggi yaitu sekitar 20%. Angka ini lebih tinggi
dari prevalensi gejala depresi global yaitu sekitar 12%. Karena itu, jangan
lagi remehkan kondisi yang satu ini. Jangan segan untuk memeriksakan
diri ke dokter spesialis kejiwaan apabila Anda telah merasakan gejala-
gejala depresi.

D. Diabetes
Penyakit diabetes seringkali terjadi tanpa kita sadari. Penyebab
utamanya, kadar gula dalam darah yang terlalu tinggi. Selain itu, terlalu
sering kencing dan gampang haus merupakan salah satu tanda utama
seseorang menderita penyakit diabetes.Kelebihan glukosa ibarat racun
yang dapat menyebabkan serangan jantung, kebutaan, stroke, hingga
amputasi. Oleh karena itu, agar mengurangi risiko terserang penyakit ini,
Anda wajib menerapkan gaya hidup yang sehat dan menjaga kadar gula
dalam darah.

E. Disfungsi Ereksi
Meski tak mengancam kehidupan, penyakit ini tetap harus
diantisipasi. Pasalnya, hampir dua pertiga pria berumur 70 tahun akan
terserang disfungsi ereksi. Kondisi yang kerap disebut dengan
impotensi ini juga dipercaya merupakan awal mula dari penyakit jantung.
Sedangkan, penyebab utamanya adalah aterosklerosis yang juga menjadi
penyebab gagal jantung dan stroke.

E. Kanker Paru-paru
Tak hanya mengerikan, kanker yang sering diakibatkan oleh
kebiasaan merokok ini juga begitu agresif dan hampir selalu metastatis
(menyebar ke organ lain). Sebelum menjadi lebih parah, kanker paru

29
biasanya menyebar lebih awal. Itulah mengapa, kanker ini susah dideteksi
ketika berada di tahap awal.Bahkan, kurang dari separuh pria yang
mengidap penyakit ini hanya memiliki harapan hidup selama setahun saja.
Saat ini, tidak ada tes screening yang efektif untuk menguji penyakit
kanker paru-paru.Melihat berbagai masalah kesehatan pria yang dapat
terjadi, Anda diharapkan dapat lebih waspada untuk mengantisipasinya.
Lakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin meski tidak memiliki keluhan
apapun sebagai langkah pencegahan serta deteksi dini berbagai penyakit.
Jangan lupa juga untuk selalu menjalani pola hidup sehat dengan olahraga
teratur dan makan makanan yang sehat dan bergizi.
Tidak hanya pada wanita, pria juga memiliki berbagai gangguan pada
kesehatan reproduksi yang dapat menyebabkan pria tidak subur. Berikut beberapa
diantaranya:
A. Varikokel
Salah satu masalah kesehatan reproduksi yang mungkin
dialami oleh seorang pria adalah varikokel. Varikokel ini adalah
pembengkakan pembuluh darah yang dapat membuat testis mengering.
Berdasarkan sebuah artikel yang dimuat pada Mayo Clinic, varikokel
adalah salah satu penyebab masalah tidak subur pada pria.
Hal ini diduga terjadi akibat perubahan temperatur pada testis
yang tidak normal. Varikokel dapat mengakibatkan berkurangnya
kualitas pada sperma. Akan tetapi, masalah pria yang satu ini masih
bisa diatasi, sehingga Anda masih dapat meningkatkan kembali
kualitas dan fungsi sperma. Di samping itu, Anda juga bisa
meningkatkan tingkat keberhasilan melakukan program bayi tabung.
B. Infeksi
Masalah kesehatan reproduksi pria yang juga tak kalah sering
terjadi adalah infeksi. Ada beberapa jenis infeksi yang dapat
mengganggu produksi sperma atau dapat merusak kesehatan sperma.
Infeksi yang dialami oleh pria juga berpotensi menyebabkan luka yang
menghalangi jalan sperma. Beberapa infeksi yang dapat menyebabkan

30
kondisi tersebut adalah epididimis dan beberapa infeksi menular
seksual lainnya seperti gonorrhea dan HIV.
Masalah kesehatan sperma yang satu ini memang dapat
menyebabkan kerusakan testis secara permanen. Akan tetapi, sperma
Anda masih bisa diselamatkan.
C. Masalah ejakulasi
Retrograde ejaculation atau ejakulasi terbalik adalah salah satu
masalah kesehatan reproduksi yang bisa Anda alami. Kondisi ini
terjadi saat air mani justru masuk ke dalam kandung kemih dan
bukannya keluar melalui penis saat Anda sedang ejakulasi.
Biasanya, masalah ini terjadi karena berbagai kondisi kesehatan
yang Anda alami. Sebagai contoh, Anda menderita diabetes,
menggunakan obat-obatan, pernah operasi kandung kemih, atau
gangguan prostat. Jika Anda mengalami masalah kesehatan reproduksi
yang satu ini, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter urologi.
D. Gangguan antibodi yang merusak sperma
Gangguan antibodi yang merusak sperma dapat mengganggu
kesehatan reproduksi bagi pria. Ada antibodi yang dihasilkan oleh sel-
sel sistem imun. Masalahnya, antibodi sering salah diidentifikasi
sebagai sperma.
Kondisi ini bisa menyebabkan antibodi yang menyerupai
sperma, lama kelamaan akan berusaha menggantikan posisi sperma
dan mengeliminasi keberadaan sperma yang sesungguhnya.
E. Tumor
Penyakit kanker dan keberadaan tumor di dalam tubuh Anda
juga bisa mengganggu kesehatan reproduksi pada pria. Mengapa
demikian? Pasalnya, penyakit kanker dan tumor dapat memengaruhi
organ reproduksi pria secara langsung melalui kelenjar yang
memproduksi hormon reproduksi.
Selain itu, pada sebagian kasus, tindakan untuk pengobatan
tumor atau kanker juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan

31
reproduksi. Sebagai contoh, penderita kanker yang harus operasi,
radiasi atau kemoterapi.
F. Ketidakseimbangan hormon
Hormon yang tidak seimbang di dalam tubuh rupanya bisa
menjadi salah satu penyebab masalah kesehatan reproduksi pria.
Bahkan, kondisi ini juga bisa menyebabkan pria tidak subur.
Biasanya, kondisi kesehatan yang memengaruhi kadar hormon
yang diproduksi oleh hipotalamus, kelenjar pituitari, kelenjar tiroid,
dan kelenjar adrenal.
G. Masalah kromosom
Masalah kromosom rupanya juga bisa menjadi salah satu
masalah kesehatan reproduksi. Salah satu masalah kromosom ini
adalah sindrom Klinefelter. Sindrom ini merupakan salah satu
gangguan kesehatan reproduksi yang diturunkan melalui genetik.
Masalah kromosom ini terjadi pada pria yang lahir dengan dua
kromosom X dan satu kromosom Y. Padahal, normalnya seorang pria
lahir dengan satu kromosom X dan satu kromosom Y. Masalah
kromosom ini menyebabkan pembentukan organ reproduksi pria
menjadi tidak normal. Oleh sebab itu, hal ini menjadi masalah
kesehatan reproduksi pria.
Ada pula beberapa kelainan genetik yang juga dapat
menganggu kesehatan reproduksi pada pria, seperti kistik fibrosis,
sindrom Kallmann, dan sindrom Kartagener.
H. Penyakit celiac
Ada lagi sebuah penyakit yang bisa menjadi masalah kesehatan
reproduksi pada pria, yaitu penyakit celiac. Penyakit ini terjadi akibat
sensitif terhadap pada protein yang bisa Anda temukan di dalam
makanan.
Jika Anda tidak peduli terhadap gangguan makan Anda ini,
lama-kelamaan Anda akan mengalami gangguan kesehatan reproduksi
yang berujung pada ketidaksuburan.

32
I. Operasi-operasi terdahulu
Operasi-operasi yang Anda jalani sebelumnya, ternyata juga
bisa menjadi salah satu penyebab Anda mengalami terjadi gangguan
pada kesehatan reproduksi. Pasalnya, ada beberapa operasi yang dapat
menghalangi Anda menghasilkan sperma saat Anda sedang
berejakulasi.
Sebagai contoh, operasi vasektomi dan operasi prostat adalah
dua dari beberapa jenis operasi yang mungkin menyebabkan Anda
memiliki gangguan kesehatan reproduksi.
Saat pria mengalami masalah kesehatan reproduksi, para pria
bisa pergi ke dokter urologi. Sebenarnya, dokter urologi adalah dokter
yang biasanya menangani masalah pada kandung kemih pria maupun
wanita. Akan tetapi, urolog juga dapat membantu mengatasi gangguan
kesehatan reproduksi pada pria. Dokter urologi dapat membantu
menangani masalah kesehatan reproduksi pria yang Anda alami, baik
yang terjadi pada penis, prostat, hingga testis.

2.7 Peran perawat dalam menaggulangi masalah kesehatan komunitas.


A. Pelaksana Asuhan keperawatan
Salah satu peran penting perawat adalah memberikan pelayanan
langsung kepada komunitas sesuai dengan kebutuhan komunitas atau
keluarga. Peran perawat ini sesuai dengan tahapan mulai dari pengkajian
sampai dengan evaluasi keperawatan. Sebagai pelaksana asuhan
keperawatan, perawat dapat berfungsi untuk:
1. Melakukan pengkajian secara komprehensif
2. Menetapkan masalah keperawatan komunitas
3. Menyusun rencana keperawatan dengan mempertimbangkan kebutuhan
dan potensi komunitas
4. Melakukan tindakan keperawatan langsung mencakup tindakan mandiri
(seperti melakukan perawatan luka, melatih napas dalam dan batuk
efektif, melatih latihan rentang gerak/rom, dan sebagainya), serta
tindakan kolaboratif (seperti pemberian obat TBC dan sebagainya)

33
5. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan
6. Mendokumentasikan semua tindakan keperawatan.
7. Sebagai komunikator
Dalam perannya sebagai komunikator, perawat mengidentifikasi
masalah klien dan kemudian mengkomunikasikannya secara lisan atau
tertulis kepada anggota lain dalam tim perawatan kesehatan atau
multidisiplin (Berman, Snyder and Franden, 2016).
8. Sebagai klinisi
Peran perawat yang paling utama terlihat adalah peran sebagai
klinisi. Peran klinisi dalam kesehatan komunitas yang dimaksud adalah
perawat memastikan layanan kesehatan yang diberikan tidak hanya
untuk individu dan keluarga, akan tetapi juga untuk kelompok dan
populasi (Hunt, 2009). Peran klinisi tersebut antara lain pemberian
pelayanan yang bersifat holistik, promosi kesehatan dan meningkatkan
pengetahuan (Nies and McEwen, 2015).

9. Sebagai pendidik
Inti dari pendidikan kesehatan adalah hubungan terapeutik antara
perawat dengan individu, keluarga dan komunitas. Peran pendidik
berguna dalam mempromosikan kesehatan masyarakat berdasarkan
dua alasan yaitu: klien komunitas biasanya tidak memiliki kondisi
sakit yang berat dan masih bisa menerima informasi kesehatan yang
diberikan (Ann Allender, Rector and Warner, 2010). Sebagai perawat
pendidik, perawat harus berusaha memfasilitasi pembelajaran klien.
Perawat dapat bertindak sebagai konsultan bagi individu dan
kelompok.

10. Sebagai advokat


Menurut Berman, Synder and Frandsen (2016), peran perawat
sebagai advokat dapat mewakili kebutuhan dan keinginan klien kepada
profesional kesehatan lainnya, seperti menyampaikan permintaan
informasi klien kepada penyedia layanan kesehatan. Selain itu,

34
membantu klien dalam menggunakan hak mereka dan membantu
mereka berbicara untuk diri mereka sendiri (Hunt, 2009).
Selain sikap di atas, tindakan lain yang dapat dilakukan perawat
sebagai pembela (advocate) adalah:
a. Menyediakan informasi yang dibutuhkan komunitas atau keluarga
untuk membuat keputusan
b. Memfasilitasi komunitas atau keluarga dalam mengambil
keputusan
c. Membuka akses ke provider agar komunitas atau keluarga
mendapatkan pelayanan yang terbaik (membangun jejaring kerja)
d. Menghormati hak klien
e. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
f. Melaksanakan fungsi pendampingan komunitas atau keluarga
g. Memberikan informasi terkait sumber-sumber pelayanan yang
dapat digunakan
h. Memfasilitasi masyarakat dalam memanfaatkan sumber-sumber
tersebut.

11. Sebagai manajer


Sebagai manajer, perawat melaksanakan arahan administratif
menuju pencapaian tujuan yang ditentukan dengan menilai kebutuhan
klien, perencanaan dan pengorganisasian untuk memenuhi kebutuhan
(Hunt, 2009). Proses manajemen seperti proses keperawatan,
menggabungkan serangkaian aktivitas atau fungsi pemecahan masalah:
perencanaan, pengorganisasian, memimpin, serta mengendalikan dan
mengevaluasi. Saat menjalankan fungsi ini, perawat kesehatan
komunitas paling bsering menjadi manajer partisipatif: yaitu mereka
bekerjasama dengan klien, profesional lainnya untuk merencanakan
dan mengimplementasikan layanan.
Sebagai manager kasus perawat komunitas harus dapat berfungsi
untuk melakukan tindakan sebagai berikut.

35
a. Mengidentifikasi kebutuhan komunitas terhadap pelayanan
kesehatan. Hal ini penting dilakukan agar pelayanan kesehatan
yang diberikan sesuai dengan kebutuhan komunitas.
b. Menyusun rencana asuhan keperawatan komunitas. Rencana ini
dibuat berdasarkan hasil pengkajian kebutuhan komunitas terhadap
pelayanan kesehatan.
c. Mengkoordinasikan aktivitas tim kesehatan multidisiplin sehingga
pelayanan yang diberikan dapat optimal dan tepat sasaran.
d. Menilai kualitas pelayanan keperawatan dan pelayanan kesehatan
yang telah diberikan. Sebagai manager, hal ini penting untuk
meningkatkan pengelolaan berikutnya.

12. Sebagai perencana


Perawat kesehatan komunitas terlibat dalam perencanaan sebagai
bagian dari peran manajer saat mengawasi sekelompok asisten
kesehatan rumah yang bekerja dengan klien dalam memberikan
perawatan dirumah. Rencana perawatan harus dirancang untuk
mencakup penetapan tujuan jangka pendek dan jangka panjang,
menjelaskan tindakan untuk melaksanakan tujuan, dan merancang
rencana untuk mengevaluasi perawatan yang diberikan. Fungsi
perencanaan digunakan bekerjasama dengan profesional lain
dikomunitas untuk menentukan tujuan yang tepat untuk tempat tinggal
dan pengobatan, dan untuk mengembangkan rencana tindakan untuk
dilaksanakan (Ann Allender, Rector and Warner, 2010).

13. Peran perawat dalam perencanaan pulang


Perencanaan pulang mengikuti proses keperawatan, dimulai
dengan penilaian pada pertemuan pertama, karena perawat perlu
mengetahui rencana dan harapan klien untuk mengelola asuhan (Hunt,
2009). Merencanakan dan menetapkan tujuan berfokus pada kebutuhan
dan kemampuan klien dan keluarga.

36
14. Sebagai peneliti
Perawat kesehatan komunitas dalam peranannya sebagai peneliti
perlu menyelidiki, mengembangkan dan mengevaluasi efektivitas
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit khusunya yang ada
dikomunitas (Nies and McEwen, 2015).

15. Sebagai pemberi pelayanan (caregiver)


Peran perawat sebagai pemberi layanan khususnya dilingkungan
komunitas adalah menangani dan merawat kesehatan komunitas
(Potter and Perry, 2010). Perawat dapat melayani sebagai penyedia
program layanan, penyedia pendidikan kesehatan dan peserta program
kesehatan.

16. Sebagai konselor


Sebagai konselor, perawat diharapkan dapat memberikan
informasi, menjadi pendengar yang baik untuk klien, menjadi orang
yang dapat dipercayai dan orang yang mendukung klien (Potter and
Perry, 2010). Melalui konseling, perawat dapat membantu klien dalam
mengambil keputusan, mengembangkan perasaan, sikap dan perilaku
baru (Potter and Perry, 2010; Berman, Synder and Frandsen, 2016).

17. Sebagai pemimpin


Perawat mengarahkan, mempengaruhi atau membujuk orang lain
untuk melakukan perubahan yang akan berdampak positif pada
kesehatan orang dan menggerakkan mereka menuju tujuan (Nies and
McEwen, 2015). Fungsi utama termasuk membujuk dan memotivasi
orang, mengarahkan kegiatan, memastikan komunikasi dua arah yang
efektif, menyelasaikan konflik dan mengoordinasikan rencana.

18. Sebagai kolaborator


Perawat sebagai kolaborator, artinya bekerjasama dengan orang
lain atau tenaga kesehatan lain dalam mencapai tujuan yang sama dan

37
bekerja sama sebagai mitra (Nies and McEwen, 2015). Contohnya
yaitu ketika adanya insiden tentang penggunaan obat-obatan terlarang.
Dalam hal ini, perawat dapat menginisiasi program konseling
bekerjasama dengan mahasiswa, orangtua, guru, psikolog dan pusat
rehabilitasi.

19. Sebagai agen pengubah (Change Agent)


Peran perawat sebagai agen pengubah atau alat pembuat perubahan
di komunitas meliputi memperkenalkan pendekatan-pendekatan baru
yang efektif dalam menangani masalah yang ada dikomunitas (Hunt,
2009).
20. Role Model
Pelayanan keperawatan komunitas bersifat berkelanjutan dan
berkesinambungan, tentu saja ini menuntut perawat untuk mampu
berinteraksi baik dengan komunitas. Dalam interaksi, ada proses
transformasi perilaku perawat yang dapat dipelajari oleh komunitas
atau keluarga. Proses inilah yang sebenarnya, bahwa perawat sedang
menjalankan perannya sebagai role model (contoh).

38
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan
jaringan selular kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan
endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang
berlapis kapsula dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses
penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009)
Depkes RI (2013), menyatakan di Indonesia, penyakit pembesaran prostat
jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih yakni kurang
lebih 13 juta penderita, maka dapat secara umumnya dinyatakan bahwa kira-
kira 0,8 juta pria atau 2,5% menderita penyakit BPH atau PPJ. Peran perawat
sebagai care provider yaitu memberikan pelayanan keperawatan kepada
individu yang difokuskan pada penanganan nyeri.
Peran perawat sebagai clien advocate, perawat juga berperan sebagai
pelindung klien, yaitu membantu untuk mempertahankan lingkungan yang
aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dari BPH dan melindungi klien khususnya anak dari efek
hospitalisasi yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik tertetu.
3.2 Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan nantinya.Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

39
DAFTAR PUSTAKA

Amalia Riski. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak


(Studi Kasus Di Rs Dr. Kariadi, Rs Roemani Dan Rsi Sultan Agung
Semarang). Semarang: Universitas Diponegoro.
Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto
Cooperberg MR, Presti JC, Shinohara K, & Carrol PR. (2013). Neoplasms of the
prostate glad in: McAninch JW, Lue TF, editors. Smith & Tanagho's general
urology. 18th edition New York: Mc Graw Hill. p.350-6 .
Haryono, Rudi.2012. Keperawatan medical bedah system perkemihan.Yogyakarta
:rapha publishing
Lepor, Herbert . Alpha-blockers for the treatment of benign prostatic hyperplasia .
Urologic Clinics of North America . 2016;43(3):311–23 .
Pakpahan, Martina dkk. 2020. Keperawatan Komunitas. Penerbit: Yayasan Kita
Menulis.
Prabowo Eko dan Pranata Eka. 2014 .Buku ajar asuhan keperawatan sistem
perkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika
Purnomo B. (2012). Dasar-Dasar Urologi. Ed. 3. Jakarta. Sagung Seto.
Widagdo, Wahyu. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan
Keluarga dan Komunitas. Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan.
Widijanto G. 2011. Nursing: Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit. PT
Indeks Permata Puri Media : Jakarta Barat

40

Anda mungkin juga menyukai