Anda di halaman 1dari 62

MATERI INTI 3

TATA LAKSANA UMUM GIZI BURUK PADA BALITA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Tata laksana umum gizi buruk meliputi tata cara pemeriksaan gizi buruk
pada balita, empat fase pada perawatan dan pengobatan gizi buruk pada
balita, tata laksana umum gizi buruk pada balita.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu melakukan Tata Laksana
Umum Gizi Buruk pada Balita
B. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan tata cara pemeriksaan gizi buruk pada balita
2. Menjelaskan 4 (empat) fase pada perawatan dan pengobatan gizi
buruk pada balita
3. Melakukan Tata Laksana Umum Gizi Buruk pada balita

III. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan


Modul ini menguraikan tentang tata laksana umum gizi buruk pada balita
dengan pokok bahasan/ sub pokok bahasan di bawah ini:
1. Tata cara dan Pemeriksaan gizi buruk pada balita
2. Empat (4) fase pada perawatan dan pengobatan gizi buruk pada balita
3. Tata Laksana Umum Gizi Buruk pada Balita
a. Langkah-langkah penanganan gizi buruk pada balita
b. Tindakan dan pengobatan penyakit penyerta/ penyulit

IV. Bahan Belajar


1. Modul Pelatihan Pencegahan dan Tata laksana Gizi Buruk pada
Balita
2. Pedoman Pencegahan dan Tata laksana Gizi Buruk pada Balita,
Kemenkes, 2019
3. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk (Buku I), Kemenkes, 2013
4. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk (Buku II), Kemenkes,
2013
5. Bahan baku pembuatan formula (susu, gula, minyak, mineral mix, oralit,
air matang)
6. Home economic set
7. Food model

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 199
V. Langkah Pembelajaran
Berikut merupakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran:
Langkah 1:
Pengkondisian peserta (5 menit)
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
3. Fasilitator melakukan apresiasi kepada peserta sebelum pembelajaran
dimulai

Langkah 2:
Penyampaian Pokok Bahasan 1: Tatacara dan pemeriksaan gizi buruk pada
balita (20 menit)

1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan tentang tatacara pemeriksaan gizi


buruk pada balita.
2. Fasilitator melakukan ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, memberikan
latihan kasus, role play, praktik pembuatan formula dan ReSoMal.
3. Fasilitator menyampaikan materi dalam sesi ini dengan melibatkan partisipasi
aktif peserta.
4. Fasilitator melakukan review dan menyimpulkan sesi ini.

Langkah 3:
Penyampaian Pokok Bahasan 2: Empat Fase pada Perawatan dan
Pengobatan Gizi Buruk pada Balita (20 menit)
1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan tentang empat fase perawatan dan
pengobatan gizi buruk pada balita dengan metode ceramah tanya jawab.
2. Fasilitator menyampaikan materi dalam sesi ini dengan melibatkan partisipasi
aktif peserta.
3. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
4. Fasilitator melakukan review dan menyimpulkan sesi ini.

Langkah 4:
Penyampaian Pokok Bahasan 3: Tata Laksana Umum Gizi Buruk Pada
Balita (250 menit)
1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan tentang tata laksana umum gizi
buruk pada balita dengan metode ceramah tanya jawab, dan simulasi.
2. Fasilitator memberikan penugasan praktik pembuatan formula dan ReSoMal.
Pelaksanaan penugasan mengacu pada petunjuk praktik.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 200
Langkah 5:
Rangkuman (10 Menit)
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum seluruh materi dan dilanjutkan dengan memberikan
apresiasi atas partisipasi aktif peserta.

VI. URAIAN MATERI


1. Pokok Bahasan 1: Tatacara dan Pemeriksaan Gizi Buruk Pada Balita
Untuk menentukan status gizi buruk pada balita perlu dilakukan
pemeriksaan, sebagai berikut:
 Berat badan dan panjang/tinggi badan
 Lingkar lengan atas (LiLA)
 Edema bilateral

Berdasarkan klasifikasi WHO, kurang gizi akut dikelompokkan menjadi:


1) Gizi kurang
BB/PB (atau BB/TB) di antara -3 SD sampai kurang dari <-2 SD, LiLA di
antara 11,5 cm sampai kurang dari 12,5 cm
2) Gizi buruk
BB/PB (atau BB/TB) kurang dari -3 SD (bila PB > 45 cm), LiLA < 11,5 cm
(balita 6 – 59 bulan), atau edema bilateral yang bersifat pitting (tidak
kembali setelah ditekan).

Tabel 3.1 Klasifikasi Status Gizi Menurut WHO

Pada balita gizi buruk sering juga ditemukan satu atau lebih komplikasi medis
berikut:
a) Anoreksia;

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 201
b) Dehidrasi berat (muntah terus-menerus, diare);
c) Letargi atau penurunan kesadaran;
d) Demam tinggi;
e) Pneumonia berat (sulit bernapas atau napas cepat);
f) Anemia berat.

Setiap balita yang berobat ke tenaga medis atau berkunjung di fasilitas


kesehatan diperiksa dengan pendekatan MTBS, agar balita terlayani secara
komprehensif.

Prosedur yang dilakukan (jelaskan kepada keluarga, juga tentang kondisi


balita):
a) Anamnesis riwayat kesehatan balita: riwayat kelahiran, imunisasi,
menyusui dan makan (termasuk nafsu makan), penyakit dan riwayat
keluarga.
b) Pemeriksaan antropometri dan edema
i. Pengukuran berat badan, panjang atau tinggi badan
ii. Pengukuran LiLA
iii. Pemeriksaan edema bilateral
c) Pemeriksaan fisik:
i. Pemeriksaan fisik umum: kesadaran, suhu tubuh, pernafasan, nadi.
ii. Pemeriksaan fisik khusus: seperti tercantum pada formulir MTBS.
iii. Pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan.

Penentuan diagnosis dengan menggunakan checklist (MTBS) sebagai


berikut:

Checklist Anamnesis

Identitas yang jelas (nama orang tua, nama anak, jenis kelamin, umur,
tanggal lahir)
Anamnesis awal:

Muntah/diare (tampilan bahan muntah/diare, lama dan frekuensi)


Mata cekung (yang baru terjadi)
Kencing (terakhir kapan, kencing berkurang/sedikit, frekuensi jarang,
sakit)
Kapan tangan dan kaki teraba dingin.
Kesadaran menurun (tampak mengantuk dan tidak aktif).

Anamnesisi lanjutan:

Riwayat ASI/MP-ASI Riwayat pemberian makan (sebelumnya dan


beberapa hari sebelum sakit).
Adanya edema atau tampak makin kurus.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 202
Pernah kontak dengan penderita campak/TB.
Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir.
Riwayat penyakit (diare, ISPA, campak, TB, dll).
Berat lahir.
Riwayat tumbuh kembang (termasuk perkembangan motorik).
Mempunyai Kartu Menuju Sehat (KMS) dan melakukan penimbangan
rutin di posyandu.
Riwayat imunisasi dan pemberian vitamin A.
Penyebab kematian pada saudara kandung.
Keadaan sosial ekonomi.
Lanjutan Anamnesis lanjutan :
Pendidikan orang tua, dll.

Bagan 3.1 Alur penapisan balita gizi buruk/ kurang dan jenis layanan

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 203
yang diperlukan

Sesuai dengan rekomendasi WHO, tata laksana balita gizi buruk dapat dilakukan
dengan (lihat bagan 3.1):
1) Rawat jalan: untuk balita usia 6-59 bulan dengan gizi buruk tanpa
komplikasi. Layanan ini dilakukan di fasilitas kesehatan primer/puskesmas.
2) Rawat inap untuk:
 Bayi < 6 bulan dengan gizi buruk (dengan atau tanpa komplikasi);
 Balita gizi buruk usia 6-59 bulan dengan komplikasi dan/atau penyakit
penyerta yang diduga dapat menyebabkan gizi buruk;
 Semua bayi berusia di atas 6 bulan dengan berat badan kurang dari 4 kg.

Rawat inap dilakukan di puskesmas perawatan yang mampu memberi


pelayanan balita gizi buruk dengan komplikasi (kecuali pada bayi < 6 bulan
harus di rumah sakit), Therapeutic Feeding Centre, serta RS. Pada rawat
inap, keluarga tetap berperan mendampingi balita yang dirawat.

Evaluasi Pembelajaran:
1. Sebutkan cara menentukan gizi buruk
2. Sebutkan minimal tiga komplikasi medis pada balita gizi buruk
3. Jelaskan penapisan balita gizi buruk/ kurang dan jenis layanan yang dberikan

2. Pokok bahasan 2: 4 (empat) fase pada perawatan dan pengobatan


gizi buruk pada balita.
Pemulihan anak gizi buruk memerlukan waktu kurang lebih 6 bulan, namun
perawatan di layanan rawat inap dapat dilakukan sampai tidak ada komplikasi
medis, edema berkurang dan nafsu makan baik (tanpa melihat status gizi
berdasarkan indeks antropometri), tetapi pemulihan gizi hingga BB/PB atau
BB/TB > -2 SD dan/atau LiLA ≥12,5 cm dan tanpa edema bilateral dapat tetap
dilanjutkan dengan rawat jalan di layanan rawat jalan bila tersedia. Bila tidak
tersedia layanan rawat jalan, maka pemulihan gizi hingga sembuh dilakukan
di layanan rawat inap.

Sesuai dengan protokol tata laksana anak gizi buruk, terdapat 4 fase
perawatan dan pengobatan gizi buruk pada balita. Namun, tidak semua balita
gizi buruk akan menjalani 4 fase tersebut.
Fase stabilisasi dan transisi diberikan pada balita gizi buruk yang perlu
perawatan di layanan rawat inap, sedangkan fase rehabilitasi dapat diberikan
di layanan rawat jalan bila memang tersedia. Bila tidak tersedia layanan rawat
jalan, maka fase rehabilitasi hingga balita mencapai kriteria sembuh akan
dilakukan di layanan rawat inap.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 204
Perawatan dan pengobatan gizi buruk pada balita terdiri dari 4 fase, yaitu:
a) Fase Stabilisasi
Fase stabilisasi merupakan fase awal perawatan yang umumnya
berlangsung 1-2 hari, tetapi dapat berlanjut sampai satu minggu sesuai
kondisi klinis anak.
Tujuan fase stabilisasi adalah untuk menstabilkan kondisi fisiologis anak,
belum untuk menaikkan berat badan.

Kegawatdaruratan (misalnya hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi/syok) harus


segera diatasi, karena keterlambatan penanganan dapat mengakibatkan
kematian.

Pada fase ini diberikan energi 80-100 kkal/kgBB/hari dan protein 1-1,5
g/kgBB/hari berupa formula khusus (F75) dan pemberian terapi gizi ini
dilakukan secara bertahap.

b) Fase Transisi
Fase transisi adalah masa peralihan dari fase stabilisasi ke fase rehabilitasi
dengan tujuan memberi kesempatan tubuh untuk beradaptasi terhadap
pemberian energi dan protein yang semakin meningkat.

Dimulainya fase transisi ditandai oleh:


 Komplikasi medis teratasi;
 Nafsu makan pulih;
 Edema berkurang.

Pada fase ini pemberian energi dinaikkan secara bertahap dari 100 kkal/kg
BB menjadi 150 kkal/kgBB/hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari disertai
perubahan jenis formula dari F75 ke F100. Umumnya berlangsung selama 3
– 7 hari. Pada umumnya sudah terjadi kenaikan berat badan.

Pada akhir fase transisi, anak sudah dapat dirujuk ke pelayanan rawat jalan.
Bila tidak tersedia layanan rawat jalan, maka fase rehabilitasi dapat
dilanjutkan di layanan rawat inap.

c) Fase Rehabilitasi
Fase ini dalah fase pemberian makanan untuk tumbuh kejar. Pemberian
energi sebesar 150-220 kkal/kgBB/hari dalam bentuk F100 atau RUTF,
bertahap ditambah makanan yang sesuai BB. Umumnya berlangsung
selama 2 – 4 minggu.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 205
Kemajuan terapi dinilai dari kenaikan berat badan setelah fase transisi dan
mendapat F100 atau RUTF. Timbang dan catat berat badan setiap pagi
sebelum diberi makan. Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari
dalam gram/kgBB/hari.

Bila kenaikan berat badan:


- Kurang, apabila kenaikan berat badan kurang dari 5 g/kg BB/hari, balita
membutuhkan penilaian ulang lengkap
- Cukup, apabila kenaikan berat badan 5-10 g/kg BB/hari, perlu diperiksa
apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang tidak
terdeteksi
- Baik, apabila kenaikan berat badan lebih dari 10 g/kg BB/hari

ATAU
- Kurang, yaitu bila kenaikan berat badan kurang dari 50 g/kg BB/per
minggu, maka balita membutuhkan penilaian ulang lengkap
- Baik, yaitu bila kenaikan berat badan ≥ 50 g/kg BB/per minggu

d) Fase Tindak lanjut


Fase tindak lanjut adalah fase setelah anak dipulangkan dari tempat
perawatan. Pada fase ini merupakan lanjutan pemberian makanan untuk
tumbuh kejar dengan pemberian makanan keluarga dan Pemberian
Makanan Tambahan Pemulihan (PMT- P).

Evaluasi Pembelajaran:
1. Sebutkan tujuan dari fase stabilisasi pada kasus balita gizi buruk
2. Jelakan apa yang dimaksud dengan fase transisi pada kasus balita gizi buruk

3. Pokok Bahasan 3 : Tata Laksana Umum Gizi Buruk pada Balita


a. Langkah-langkah penanganan gizi buruk pada balita
Tindakan pengobatan dan perawatan anak gizi buruk dikenal dengan 10
(sepuluh) langkah Tata Laksana Anak Gizi Buruk, namun dalam
penerapannya sesuai dengan fase dan langkah seperti bagan 3.2
dibawah ini, tetapi beberapa langkah dapat dilakukan dalam waktu
yang bersamaan, tergantung dari kondisi klinis yang ditemukan.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 206
Bagan 3.2 10 (sepuluh) langkah Tata Laksana Anak Gizi Buruk

1) Langkah 1: Mencegah Dan Mengatasi Hipoglikemia


Semua balita gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia (kadar gula
darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dL), sehingga setiap balita gizi buruk diberi
makan atau larutan glukosa 10% segera setelah masuk layanan rawat inap.
Pemberian makan yang sering (tiap 2 jam) sangat penting dilakukan pada
anak gizi buruk. Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk
memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk dianggap
menderita hipoglikemia dan segera ditangani sebagai berikut:
a) Berikan 50 ml larutan glukosa 10% (1 sendok teh munjung gula pasir
dalam 50 ml air) secara oral/melalui NGT, segera dilanjutkan dengan
pemberian Formula 75 (F75).
b) F75 yang pertama, atau modifikasinya, diberikan 2 jam sekali dalam 24
jam pertama, dilanjutkan setiap 2-3 jam, siang dan malam selama
minimal dua hari.
c) Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal
pemberian F75.
d) Jika anak tidak sadar/letargi, berikan larutan glukosa 10% secara
intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/gula pasir 50
ml dengan NGT. Jika glukosa IV tidak tersedia, berikan satu sendok teh
gula ditambah 1 atau 2 tetes air di bawah lidah, dan ulangi setiap 20
menit untuk mencegah terulangnya hipoglikemi. Pantau jangan sampai
balita menelan gula tersebut terlalu cepat sehingga memperlambat
proses penyerapan.
e) Hipoglikemia dan hipotermia seringkali merupakan tanda adanya infeksi
berat.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 207
Pemantauan hipoglikemia dilakukan dengan mengulangi pengukuran gula
darah setelah 30 menit:
 Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi
pemberian larutan glukosa/gula 10%.
 Jika suhu aksilar < 36°C atau bila kesadaran memburuk, mungkin
hipoglikemia yang disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran
kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan
hipoglikemia).

Pencegahan:
(a) Beri F75 sesegera mungkin, berikan setiap 2 jam selama 24 jam
pertama. Bila ada dehidrasi, lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam, siang dan malam.
(b) Minta pengasuh untuk memperhatikan setiap kondisi balita,
membantu memberi makan dan menjaga balita tetap hangat.
(c) Periksa adanya distensi abdominal.

2) Langkah 2: Mencegah Dan Mengatasi Hipotermia


Hipotermia (suhu aksilar kurang dari 36°C) sering ditemukan pada balita gizi
buruk dan jika ditemukan bersama hipoglikemia menandakan adanya infeksi
berat. Cadangan energi anak gizi buruk sangat terbatas, sehingga tidak
mampu memproduksi panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
Tata Laksana:
a) Hangatkan tubuh balita dengan menutup seluruh tubuh, termasuk
kepala, dengan pakaian dan selimut.
b) Juga dapat digunakan pemanas (tidak mengarah langsung kepada
balita) atau lampu di dekatnya (40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh
balita), atau letakkan balita langsung pada dada atau perut ibunya (dari
kulit ke kulit/metode kanguru).

Pemantauan:
a) Ukur suhu aksila setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36,5°C
atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam.
Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 37°C.
b) Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama
pada malam hari.
c) Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia.

Pencegahan:
a) Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang
bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut.
b) Ganti pakaian dan seprei yang basah, jaga agar anak dan tempat
tidur tetap kering.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 208
c) Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu/setelah
mandi, selama pemeriksaan).
d) Biarkan anak tidur dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama
di malam hari.
e) Beri makan F75/modifikasinya setiap 2 jam, sesegera mungkin,
sepanjang hari/ siang-malam.
f) Hati-hati bila menggunakan pemanas ruangan atau lampu pijar.
Hindari penggunaan botol air panas dan lampu neon/TL.

Pemantauan:
a) Ukur suhu setiap 30 menit:
b) Hentikan pemanasan bila suhu tubuh sudah mencapai 37 °C.

WASPADAI HIPOTERMIA, BILA SUHU ANAK 36OC

3) Langkah 3 dan Langkah 4: Mencegah Dan Mengatasi Dehidrasi Dan


Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Diagnosis dan derajat dehidrasi pada balita gizi buruk sulit ditegakkan
secara akurat dengan tanda/gejala klinis saja. Semua balita gizi buruk
dengan diare/penurunan jumlah urin dianggap mengalami dehidrasi ringan.
Hipovolemia dapat terjadi bersamaan dengan adanya edema.

Tabel 3.2 Tanda-Tanda Dehidrasi

No TANDA CARA MEMERIKSA

1 BAB Cair Tanya ibu/ pengasuh apakah balita mengalami BAB cair saat ini
atau dalam beberapa hari terakhir.
Tinja berlendir dalam jumlah sedikit sering terjadi gizi buruk, tapi
tidak menyebabkan dehidrasi.

2 Mata Cekung Tanya ibu/pengasuh apakah mata cekung terjadi baru-baru ini
bersamaan dengan BAB cair atau sudah lama terjadi.

3 Haus Perhatikan, apakah anak ingin meraih cangkir saat melihat atau
diberi minuman. Saat minuman itu disingkirkan atau habis,
apakah tampak masih ingin minum lagi?

4 Frekuensi BAK kurang Kencing terakhir lebih dari 6 jam, maka curiga dehidrasi.

5 Tidak ada air mata Tidak ada air mata saat menangis.

Bukan tanda dehidrasi yang dapat diandalkan karena pada balita


gizi buruk, kelenjar lakrimalis menjadi atrofi sehingga tidak ada
produksi air mata.

6 Letargi Lemas, tidak waspada, tidak tertarik terhadap kejadian sekitar.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 209
No TANDA CARA MEMERIKSA

Tidak spesifik untuk dehidrasi pada gizi buruk karena ditemukan


juga pada kondisi hipotermia, hipoglikemia dan shok septik.

7 Anak gelisah dan rewel terutama bila disentuh/dilakukan tindakan

8 Mulut dan lidah kering Raba dengan jari yang kering dan bersih untuk menentukan
apakah lidah dan mulutnya kering.
Bukan tanda dehidrasi yang dapat diandalkan karena kelenjar
ludah mengalami atrofi sehingga mulut kering.

9 Turgor kulit lambat Tarik lapisan kulit dan jaringan bawah kulit pelan-pelan. Cubit
selama 1 detik dan lepaskan.
Jika kulit masih terlipat (belum kembali rata selama > 2 detik)
maka kulit/turgor kulit lambat.
Bukan merupakan tanda dehidrasi yang dapat diandalkan karena
turgor biasanya lambat pada gizi buruk walaupun tidak dehidrasi.
Tata Laksana (tergantung kondisi kegawatdaruratan yang ditemukan):
a) Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat
dengan syok.
b) Beri ReSoMal (lihat Tabel 3.3), secara oral atau melalui NGT, lakukan
lebih lambat dari rehidrasi pada anak dengan gizi baik:
- Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama;
- Selanjutnya, berikan ReSoMal 5-10 ml/kgBB/jam berselang-seling
dengan F75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.
Jumlah yang diberikan tergantung volume muntah/diare yang terjadi
dengan memperhatikan kemampuan anak.
c) Selanjutnya berikan F75 secara teratur setiap 2 jam.
d) Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare.
- Untuk usia < 2 tahun: 50-100 ml setiap buang air besar,
- usia ≥ 2 tahun: 100-200 ml setiap buang air besar.

Tabel 3.3. Cara membuat cairan ReSoMal


Bahan Jumlah
Oralit WHO* 1 sachet (200 ml)
Gula pasir 10 g
Larutan mineral-mix** 8 ml
Ditambah air sampai menjadi 400 ml
*2,6 g NaCl; 2,9 g trisodium citrate dihydrate; 1,5 g KCl; 13,5 g glukosa
**Lihat Tabel 3.6 untuk resep larutan mineral-mix

Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa digunakan mempunyai kadar


natrium tinggi dan kadar kalium rendah; cairan yang lebih tepat adalah
ReSoMal

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 210
Jika balita gizi buruk dalam keadaan syok atau dehidrasi berat tapi tidak
memungkinkan untuk diberi rehidrasi oral/melalui NGT, maka rehidrasi
diberikan melalui infus cairan Berikan RLG 5% (Ringer Laktat dan Larutan
Dekstrosa/Glukosa 10% dengan perbandingan 1:1) secara intravena (iv)
sebanyak 15 ml/kg BB selama 1 jam pertama.

Tabel 3.4 Kandungan serbuk mineral-mix (8 gram)

Mineral-mix juga telah tersedia dalam bentuk sachet. Cara membuat


larutan mineral-mix/larutan elektrolit: 1 sachet mineral-mix ditambah air
matang menjadi larutan elektrolit 20 ml.

Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap 30
menit selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya.
Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya
dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian. Periksalah:
 frekuensi napas dan nadi;
 frekuensi miksi dan jumlah produksi urin;
 frekuensi buang air besar dan muntah.

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan
mulai ada diuresis. Tanda membaiknya hidrasi antara lain: kembalinya air
mata, mulut basah, cekung mata dan fontanel berkurang dan turgor kulit
membaik. Namun, pada anak gizi buruk tanda tersebut sering tidak ada,
walaupun rehidrasi penuh telah terjadi; karena itu sangat penting untuk
memantau berat badan. Kelebihan cairan dapat berakibat gagal jantung
yang ditandai dengan kenaikan frekuensi napas ≥ 5x/menit dan
frekuensi nadi ≥ 25x/menit. Hentikan segera pemberian
cairan/ReSoMal dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.

Tabel 3.5 Cara Membuat Cairan Resomal Bila Larutan Mineral-Mix Tidak
Tersedia

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 211
Karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka dapat
diberikan MgSO4 40% IM 1 x/hari dengan dosis 0,3 ml/kg BB, maksimum 2
ml/hari.
Larutan mineral mix juga digunakan untuk pembuatan F75, F100 dan
ReSoMal. Jika tidak tersedia larutan mineral-mix siap pakai, buatlah larutan
dengan menggunakan bahan berikut ini.

Tabel 3.6 Larutan Mineral-Mix

Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan seperti pada
anak dengan gizi baik, kecuali digunakannya cairan ReSoMal sebagai
pengganti larutan oralit standar. ReSoMal mengandung 37,5 mmol Na, 40
mmol K, dan 3 mmol Mg per liter. Bila larutan mineral-mix tidak tersedia,
dapat dibuat larutan penggantinya (lihat Tabel 3.5).
 Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI.
 Berikan F75 sesegera mungkin. Berikan ReSoMal sebanyak 50-100 ml
setiap buang air besar cair.

Anak dengan dehidrasi juga sering kali mengalami gangguan


keseimbangan elektrolit seperti kalium dan natrium. Terdapat kelebihan
natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium serum mungkin rendah.
Edema dapat diakibatkan oleh keadaan ini. Jangan obati edema dengan
diuretikum. Pemberian natrium berlebihan dapat menyebabkan
kematian.

Tata laksananya:

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 212
a) Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan kalium, yang sudah
terkandung di dalam larutan mineral-mix yang ditambahkan ke dalam
F75, F100 atau ReSoMal.
b) Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi.

4) Langkah 5: Mengobati infeksi


Balita gizi buruk seringkali menderita berbagai jenis infeksi, namun sering
tidak ditemukan tanda/gejala infeksi bakteri, seperti demam. Karena itu,
semua balita gizi buruk dianggap menderita infeksi pada saat datang ke
faskes dan segera diberi antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia seringkali
merupakan tanda infeksi berat.

Tata laksana
a) Berikan kepada semua balita gizi buruk antibiotika dengan spektrum
luas.
b) Imunisasi campak jika balita berusia ≥ 6 bulan dan belum pernah
diimunisasi atau mendapatkan imunisasi campak sebelum usia 9 bulan.
Imunisasi ditunda bila balita dalam keadaan syok.

Imunisasi termasuk imunisasi campak pada balita gizi buruk diberikan


sebelum anak pulang dari tempat perawatan (fase rehabilitasi)

Pilihan antibiotika berspektrum luas


a) Bila tanpa komplikasi, beri amoksisilin (15 mg/kgBB per oral setiap 8
jam) selama 5 hari. Untuk bayi dengan berat badan < 3 kg, dosis
Amoksisilin 15 mg/kgBB per oral setiap 12 jam selama 5 hari.
b) Pada balita gizi buruk dengan komplikasi (hipoglikemia, hipotermia,
penurunan kesadaran/letargi, atau terlihat sakit) atau komplikasi
lainnya, maka berikan antibiotika parenteral (IM/IV):
- Ampisilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) selama 2 hari,
kemudian dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8
jam selama 5 hari); ditambah
Gentamisin (7,5 mg/kgBB IM atau IV) sehari sekali selama 7 hari.
- Untuk bayi dengan ber at badan < 3 kg, dosis Ampisilin (50
mg/kgBB IM atau IV setiap 8 jam) selama 2 hari, kemudian
dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 12 jam
selama 5 hari); ditambah
Gentamisin (7,5 mg/kgBB IM atau IV) sehari sekali selama 7 hari.
c) Pemilihan jenis antibiotika juga disesuaikan dengan pola resistensi
kuman setempat.
Catatan:
- Pemberian Gentamisin harus dilakukan dengan hati-hati. Tidak
boleh diberikan pada keadaan tidak ada diuresis dan pada bayi usia
< 2 minggu.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 213
- Metronidazole 7,5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari dapat
diberikan sebagai tambahan antibiotika berspektrum luas, namun
efektivitasnya belum ditegakkan dengan uji klinis.
d) Berikan terapi untuk penyakit infeksi sesuai dengan standar terapi yang
berlaku, seperti malaria, meningitis, TB dan HIV.

Pemantauan
Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotika tersebut di atas,
lanjutkan terapi sampai 10 hari. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan
penilaian ulang menyeluruh pada balita

5) Langkah 6: Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun
sering ditemukan anemia, zat besi tidak boleh diberikan pada fase awal,
dan baru diberikan setelah anak mempunyai nafsu makan yang baik dan
mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai Fase
Rehabilitasi). Zat besi dapat memperberat infeksi bila diberikan terlalu dini.
Pemberian zat gizi mikro sama dengan penjelasan sebelumnya.

Jika tenaga kesehatan menggunakan F75 dan F100 yang dibuat sendiri,
maka suplementasi zat gizi mikro diberikan seperti penjelasan pada Rawat
Jalan. Bila balita gizi buruk mendapat RUTF (dengan komposisi sesuai
dengan rekomendasi WHO), maka tidak perlu diberikan suplementasi zat
gizi mikro lagi, kecuali ditemukan tanda klinis kekurangan vitamin A pada
mata dan/atau ada riwayat menderita campak dalam 3 bulan terakhir, maka
balita diberi suplementasi vitamin A dosis tinggi sesuai umur.

6) Langkah 7: Memberikan makanan untuk fase stabilisasi dan transisi


Anak gizi buruk mengalami gangguan metabolisme dan fungsi organ,
khususnya sistem pencernaan, hati dan ginjal. Sistem pencernaan anak gizi
buruk mengalami gangguan karena terjadinya atrofi mukosa usus sehingga
produksi enzim pencernaan berkurang, khususnya ensim laktase. Oleh
karena itu, perlu diberi makanan khusus pada fase stabilisasi berupa F75
dengan jumlah energi 80-100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari dan
cairan 130 ml/kg BB/hari atau 100 ml/kg BB/hari bila ditemukan edema berat
(edema +++). Formula terapeutik F75, yang merupakan formula rendah
protein (pada fase ini protein tinggi dapat meningkatkan risiko kematian),
rendah laktosa, mengandung zat gizi makro dan mikro seimbang untuk
memastikan kondisi stabil pada balita.

F100 F100
F75 F100
dengan dengan
Bahan makanan Satuan F75 dengan dengan
susu skim susu full
sereal susu UHT*
bubuk cream

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 214
Susu skim bubuk g 25 25 85 - -
Susu full cream
g - - - 110 -
bubuk
Susu cair UHT plain ml - - - - 900
Gula pasir g 100 50 50 40
Tepung beras g - 35 - - -
Minyak sayur ml 27 27 60 30 30
Larutan elektrolit ml 20 20 20 20 20
Air ditambahkan
ml 1000 1000 1000 1000 1000
hingga menjadi
Nilai Gizi
Energi kkal 750 750 1000 998.8
Protein g 9 11 29 29.2
Laktosa g 13 13 42
Kalium mmol 40 42 59
Natrium mmol 6 6 19
Magnesium mmol 4,3 4.6 7.3
Seng mg 20 20 23
Tembaga (Cu) mg 2,5 2,5 2.5
% energi protein - 5 6 12
% energi lemak - 32 32 53
Osmolaritas mOsm/l 413 334 419
Tabel 3.7 Resep Formula WHO F75. Resep F75 dan F100

F75 dapat dibuat berdasarkan resep formula WHO F75. Resep F75 dan
F100 dan resep formula modifikasi dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Hal yang penting diperhatikan pada pemberian makanan pada Fase
Stabilisasi adalah:
a) Makanan rendah osmolaritas, rendah laktosa, diberikan dalam jumlah
sedikit tetapi sering.
b) Makanan diberikan secara oral atau melalui NGT. Pemberian
makanan parenteral dihindari. Pemberian makan dengan
menggunakan NGT dilakukan jika balita menghabiskan F75 kurang
dari 80% dari jumlah yang diberikan dalam dua kali pemberian
makan. Jumlah dan frekuensi pemberian F75 pada balita gizi buruk >
6 bulan tanpa edema atau edema + dan ++ dapat dilihat pada
lampiran 3.5.
c) Jumlah energi/kalori: 100 kkal/kgBB/hari dan protein: 1-1.5
g/kgBB/hari. Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat maka
diberi 100 ml/kgBB/hari).
d) Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa balita
menghabiskan F75 sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
e) Gunakan cangkir untuk memberi makan balita. Pada balita gizi buruk
yang sangat lemah, gunakan sendok, semprit atau syringe

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 215
Peningkatan jumlah dan frekuesi pemberian F75 dilakukan bertahap bila
makanan dapat dihabiskan dan tidak ada reaksi muntah atau diare. Jumlah
F75 yang diberikan disesuaikan dengan perubahan berat badan.

Pada balita gizi buruk dengan diare persisten akan lebih baik diberikan F75
yang berbahan serealia. Sebagian gula diganti dengan tepung beras atau
maizena, sehingga osmolaritasnya lebih rendah. Pembuatan F75 berbahan
serealia perlu dimasak dulu.

Pemantauan
Pemantauan dilakukan dengan mencatat setiap hari:
 Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan.
 Jumlah dan frekuensi muntah.
 Frekuensi defekasi dan konsistensi feses.
 Berat badan.

Fase stabilisasi bertujuan untuk menstabilkan kondisi anak dan


bukan untuk menaikkan berat badan.

Saat komplikasi medis sudah teratas, nafsu makan pulih dan edema
berkurang, maka balita gizi buruk sudah dapat masuk ke fase transisi.
Pada fase transisi diberikan terapi gizi dengan jumlah energi 100-150
kkal/kg BB/hari, protein 2-3 g/kg BB/hari dalam bentuk F100. Umumnya
pada fase ini mulai terjadi kenaikan berat badan.

Fase transisi bertujuan memberi kesempatan tubuh untuk


beradaptasi terhadap pemberian energi dan protein yang semakin
meningkat.

7) Langkah 8: Memberikan makanan untuk tumbuh kejar


Pada fase rehabilitasi terjadi replesi (pemulihan) jaringan tubuh sehingga
diperlukan energi dan protein yang cukup, diberikan energi 150-220 kkal/kg
BB/ hari, protein 4-6 g/kg BB/hari. Terapi gizi yang diberikan dapat berupa
F100 atau RUTF yang secara bertahap ditambah makanan padat gizi.

Pada fase tindak lanjut, pemberian makanan di rumah berupa makanan


keluarga dan PMT-P (energi 350 kkal dan protein 15 g).

8) Langkah 9: Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang


Pada anak gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku. Keterlibatan keluarga terutama ibu sangat diperlukan dalam
memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang anak. Oleh karena itu perlu
diberikan petunjuk kepada orang tua dan keluarga untuk memberikan

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 216
stimulasi perkembangan anak dengan penuh kasih sayang, sambil bermain,
bernyanyi dan menciptakan suasana yang menyenangkan.

Stimulasi diberikan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak


terhadap empat aspek kemampuan dasar anak yaitu kemampuan gerak
kasar, kemampuan gerak halus, kemampuan bicara dan bahasa serta
kemampuan sosialisasi dan kemandirian.
Stimulasi terstruktur dilakukan secara intensif setiap hari selama 15-30
menit.

9) Langkah 10: Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah


Persiapan untuk tindak lanjut di rumah dapat dilakukan sejak anak dalam
perawatan, misalnya melibatkan ibu dalam kegiatan merawat anaknya.
Kriteria sembuh dari gizi buruk apabila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan/atau
LiLA ≥12,5 cm dan tidak ada edema bilateral.
Bila balita keluar dari layanan rawat inap setelah sembuh (sesuai kriteria di
atas) maka anjurkan untuk kontrol teratur setelah pulang, 1x/minggu pada
bulan pertama, 1x/2 minggu pada bulan kedua, selanjutnya 1x/bulan sampai
6 bulan atau lebih.Selain itu dianjurkan juga untuk melengkapi imunisasi
dasar ataupun ulangan sesuai program PPI (Program Pengembangan
Imunisasi).

b. Tindakan dan Pengobatan Penyakit Penyerta/ Penyulit


1) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)/Pneumonia
Infeksi saluran pernapasan adalah infeksi yang mengenai bagian
manapun saluran pernapasan, mulai dari hidung, telinga tengah, faring
(tenggorokan), laring, bronkhi, bronchioli dan paru. Sebagian besar anak
mengalami 4-6 episode ISPA tiap tahun.
a) Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernapasan:
(1) Batuk
(2) Kesulitan bernapas
(3) Sakit tenggorokan
(4) Pilek
(5) Demam
(6) Sakit telinga
Anak yang menderita ISPA (batuk-pilek biasa) dapat berlanjut
menjadi infeksi akut pada paru-paru (pneumonia). Bila pneumonia
tidak diobati dengan antibiotika yang tepat sesuai dengan indikasi
maka anak dapat meninggal karena kekurangan oksigen maupun
sepsis.

b) Tanda-tanda klinis pneumonia:

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 217
(1) Batuk atau kesulitan bernapas
(2) Pernapasan cepat dan dangkal

Perhitungan napas dilakukan dalam 1 menit dan anak dalam


keadaan tenang (lihat gerakan napas yang tampak jelas di dada
atau di perut).

Bila umur anak: Napas cepat bila hitungan


napas:
Kurang dari 2 bulan 60 kali permenit atau lebih
2 bulan sampai < 12 bulan 50 kali permenit atau lebih
12 bulan sampai < 5 tahun 40 kali permenit atau lebih

(3) Tarikan dinding dada ke dalam


Tampak tarikan dinding dada ke dalam pada saat anak menarik
napas. Tarikan dinding dada terjadi karena usaha yang diperlukan
untuk menarik napas lebih besar daripada keadaan normal. Pada
anak yang normal bila menarik napas, dada dan perut akan
bergerak ke arah keluar. Untuk menilai tanda ini, anak harus
dalam keadaan tenang.

Hati-hati menilai tarikan dinding dada pada bayi < 2 bulan, bila ada
mungkin masih normal karena tulang dadanya masih lunak, tetapi jika
tampak tarikan ke dalam kuat  merupakan tanda pneumonia

(4) Pada auskultasi terdengar adanya ronki basah halus nyaring

Gambar 3.1 mengenali pneumonia pada anak bawah lima


tahun (balita)

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 218
Keterangan gambar:

Anak ini menunjukkan gejala tarikan dinding dada yang merupakan salah satu
tanda pneumonia. Seharusnya dinding dada mengembang ketika anak ini
menarik napas, tetapi dinding dadanya justru tertarik ke dalam (gambar kanan).

Penderita pneumonia berat juga mungkin disertai tanda-tanda lain


seperti napas cuping hidung

2) Diare Persisten
Diare Persisten adalah diare akut yang berlanjut sampai 14 hari atau
lebih. Diare persisten pada anak gizi buruk terjadi karena kerusakan pada
mukosa yang telah atropik dan mengalami metaplasia, sehingga dampak
patofisiologisnya menjadi lebih besar dan pemulihannya menjadi lebih
sulit dan lama. Bila tersedia, lakukan pemeriksaan mikroskopik tinja pada
balita gizi buruk.

Diare pada anak gizi buruk seringkali melanjut menjadi diare persisten,
sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya dehidrasi.
Komposisi tubuh anak gizi buruk relatif mengandung lebih banyak cairan,
sehingga perlu berhati-hati dalam pemberian cairan pada fase stabilisasi,
baik secara oral maupun secara parenteral. Karena itu pula rehidrasi
pada anak gizi buruk tidak dianjurkan dengan pemberian cairan intravena
(iv), kecuali dalam keadaan syok, karena dikhawatirkan terjadi kelebihan
beban cairan (overload) yang dapat menyebabkan gagal jantung dan
kematian mendadak.

Rehidrasi: dengan ReSoMal


Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan ReSoMal (Rehidration
Solution for Malnutrition) 5-10 ml/kgBB/kali setiap 30 menit untuk 2 jam
pertama, selanjutnya 5-10 ml/kgBB/kali selang-seling dengan F75 setiap

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 219
1 jam sampai rehidrasi tercapai. Bila masih mendapat ASI, lanjutkan
pemberiannya setelah pemberian F75. Bila masih diare, setiap kali diare
beri ReSoMal 50-100 ml untuk anak <2 tahun dan 100-200 ml untuk anak
> 2 tahun.

Terapi Gizi: sesuai protokol terapi gizi untuk balita gizi buruk
Pada kasus tertentu, diare persisten dapat juga terjadi karena intoleransi
laktosa. Balita dengan intoleransi laktosa akan mengalami peningkatan
diare saat mendapatkan terapi gizi berbahan susu (seperti F75 dan F100)
dan kondisi membaik saat terapi gizi berbahan susu dikurangi atau
dihentikan. Diare juga dapat terjadi karena pemberian terapi gizi dengan
osmolaritas tinggi (hiperosmolar), seperti F75 dan F100
Untuk kondisi ini maka dapat diberikan F75 yang berbahan serelia.
Sebagian gula dapat diganti dengan tepung beras atau maizena,
sehingga osmolaritas lebih rendah.
Terapi medikamentosa:
Pemberian terapi antimikroba sebaiknya sesuai dengan hasil
pemeriksaan mikrokopis tinja.
(a) Diare berdarah (pemeriksaan mikroskopis yang hasilnya positif):
• Shigellosis: Sefiksim 1,5-3mg/kgBB selama 5 hari
• Amubiasis/ Giardiasis: Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi
3 dosis selama 5 hari
• Bila tidak memungkinkan pemeriksaan mikroskopis maka
ditata laksana sebagai shigellosis.
(b) Infeksi sekunder diberikan antibiotika dengan pilihan sebagai
berikut:
• Kombinasi Ampisilin 100 mg/kgBB/hari, IV tiap 8 jam dan
Gentamisin 5 mg/kgBB/hari, tiap 12 jam
• Seftriakson 100 mg/kgBB/hari, IV tiap 24 jam
• Seftazidim 100 mg/kgBB/hari, IV tiap 12 jam

Bila balita mendapatkan mineral mix yang terkandung dalam RUTF,


F75, F100 dan ReSoMal, maka tidak perlu diberi suplementasi Zinc.
Bila balita tidak mendapatkan mineral mix, maka balita gizi buruk
dengan diare perlu diberi Zinc.

Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan


tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi dan mengurangi
volume tinja. Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis:
 < 6 bulan diberikan 10 mg (1/2 tablet) Zinc per hari
 > 6 bulan diberikan 20 mg (1tablet) Zinc per hari

Pemberian Zinc diteruskan sampai 10 hari, walaupun diare sudah


membaik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejadian diare
selanjutnya selama 3 bulan ke depan.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 220
Pemberian antimikroba hanya atas indikasi. Obat anti muntah tidak
dianjurkan kecuali muntah berat. Obat antiprotozoa digunakan bila
terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia)

3) Kecacingan
Ditemukan cacing/telur cacing dalam tinja penderita atau keluar melalui
mulut. Cacing/telur cacing yang dapat ditemukan adalah Ascaris
lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus dan Trichuris
trichiura.

Pada balita gizi buruk dengan komplikasi, pemberian obat antihelmintik


diberikan setelah balita memasuki Fase Rehabilitasi. Berikan Pirantel
Pamoat dosis tunggal atau Albendazole dosis tunggal atau Mebendazole
100 mg per oral dua kali sehari selama 3 hari pada balita yang
terdiagnosa menderita kecacingan (hasil pemeriksaan tinja positif).
Sedangkan pada balita yang tidak terdiagnosa kecacingan, sebagai
tindakan preventif di daerah endemis tetap diberikan Mebendazole pada
hari ke-7 setelah dirawat inap (lihat Tabel 3.8)

Tabel 3.8 Jenis dan Dosis Obat Kecacingan

4) Tuberkulosis (TB)
Kecurigaan akan adanya TB pada anak ditindaklanjuti dengan
penegakkan diagnosis menggunakan sistem skoring. Anak dengan
jumlah skor > 6, harus ditata laksana sebagai pasien TB dan mendapat
Obat Anti TB (OAT).

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 221
Secara umum penegakan diagnosis TB pada anak didasarkan pada 4 hal,
yaitu:
a) Konfirmasi bakteriologis TB
b) Gejala klinis yang khas TB
c) Adanya bukti infeksi TB (hasil uji tuberkulin positif dan kontak erat
dengan pasien TB)
d) Gambaran foto toraks sugestif TB.

Indonesia telah menyusun sistem skoring untuk menegakkan diagnosis


TB pada anak.

Langkah awal pada alur diagnosis adalah pengambilan dan pemeriksaan


sputum:
a) Jika hasil pemeriksaan mikrobiologi (Batang Tahan Asam (BTA)/Tes
Cepat Molekular (TCM), sesuai dengan fasilitas yang tersedia)
positif, anak didiagnosis TB dan diberikan OAT.
b) Jika hasil pemeriksaan mikrobiologi (BTA/TCM) negatif atau
spesimen tidak dapat diambil, lakukan pemeriksaan uji tuberkulin
dan foto toraks maka:
(1) Jika tidak ada fasilitas atau tidak ada akses untuk uji tuberkulin
dan foto toraks:
 Jika anak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB
menular, anak dapat didiagnosis TB dan diberikan OAT.
 Jika tidak ada riwayat kontak, lakukan observasi klinis
selama 2 – 4 minggu. Bila pada follow-up gejala menetap,
rujuk anak untuk pemeriksaan uji tuberkulin dan foto toraks.
(2) Jika tersedia fasilitas untuk uji tuberkulin dan foto toraks, hitung
skor total menggunakan sistem skoring:
 Jika skor total ≥ 6, maka diagnosis TB dan obati dengan
OAT.
 Jika skor total < 6, dengan uji tuberkulin positif atau ada
kontak erat, maka diagnosis TB dan obati dengan OAT.
 Jika skor total < 6, dan uji tuberkulin negatif atau tidak ada
kontak erat, maka observasi gejala selama 2 – 4 minggu.
Bila menetap, evaluasi ulang kemungkinan diagnosis TB
atau rujuk ke fasilitas pelayanan yang lebih tinggi.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 222
Alur Diagnosis TB Paru Anak

Keterangan:
*) Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum
**) Kontak TB paru dewasa dan kontak TB paru anak terkonfirmasi
bakterologis
***) Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak ada respon dengan
pengobatan adekuat, evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya
komorbitas atau rujuk .

Penjelasan:
2) Pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis atau TCM) tetap
merupakan pemeriksaan utama untuk konfirmasi TB pada anak.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk memperoleh spesimen
dahak, diantaranya induksi sputum. Pemeriksaan mikroskopis

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 223
dilakukan 2 kali, dan dinyatakan positif jika satu spesimen diperiksa
memberikan hasil positif.
3) Observasi persistensi gejala selama 2 minggu dilakukan jika anak
bergejala namun tidak ditemukan cukup bukti adanya penyakit TB.
Jika gejala menetap, maka anak dirujuk untuk pemeriksaan lebih
lengkap. Pada kondisi tertentu dimana rujukan tidak memungkinkan,
dapat dilakukan penilaian klinis untuk menentukan diagnosis TB
anak.
4) Berkontak dengan pasien TB paru dewasa adalah kontak serumah
ataupun kontak erat, misalnya di sekolah, pengasuh, tempat
bermain, dan sebagainya.
5) Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan
perbaikan klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya
kemungkinan faktor penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis,
adanya penyakit penyerta gizi buruk, TB resistan obat maupun
masalah dengan kepatuhan berobat dari pasien. Yang dimaksud
dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang
ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.

Tabel 3.9 Sistem Skoring TB Anak


Parameter 0 1 2 3 Score

Kontak TB Tidak jelas - Laporan BTA (+)


keluarga,
BTA (-) /
BTA tidak
jelas/tidak
tahu
Uji tuberculin Negatif - - Positif (≥10mm
(Mantoux) atau ≥5mm pada
imunokompromis
Status gizi - Gizi Kurang* Gizi -
Buruk**
Demam yang - ≥2 minggu - -
tidak diketahui
Batuk kronis - ≥2 minggu - -

Pembesaran ≥1cm, lebih


kelenjar dari 1 KGB
limfekolli, aksila,
inguinal
Pembengkakan Ada - -
tulang/sendi pembengkak
panggul/lutut, an
falang
Foto toraks Normal/ Gambaran - -
tidak sugestif
ditemukan (mendukung)

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 224
Parameter 0 1 2 3 Score

kelainan TB
Skor total
Sumber: Petunjuk teknis manajemen dan tata laksana TB pada anak tahun 2016

Keterangan:
* Gizi kurang: BB/PB atau BB/TB ≥-3 - <-2 SD dan/atau LiLA ≥11,5 -
<12,5 cm dan tidak ada edema
** Gizi buruk: BB/PB atau BB/TB <-3 SD dan/atau LiLA,11,5 cm
dan/atau ada edema bilateral
Parameter sistem skoring:
Kontak dengan pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis
hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari
TB 01 atau dari hasil laboratorium.

Penentuan status gizi:


a. Berat badan dan panjang/tinggi badan dinilai saat pasien
datang (moment opname)
b. Dilakukan dengan indeks BB/PB atau BB/TB. Penentuan
status gizi untuk balita ≤6 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes
2016, sedangkan untuk anak >6 tahun merujuk pada standar WHO
2005, yaitu grafik IMT/U. 
c. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi
selama 1 – 2 bulan.  
Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa, dengan
tujuan utama pemberian obat anti TB sebagai berikut:
 Menyembuhkan pasien TB
 Mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnya
 Mencegah TB relaps
 Mencegah terjadinya dan transmisi resistensi obat
 Menurunkan transmisi TB
 Mencapai seluruh tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal
mungkin
 Mencegah reservasi sumber infeksi di masa yang akan datang

Beberapa hal penting dalam tata laksana TB anak adalah:


 Obat TB diberikan dalam paduan obat, tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi.
 Pengobatan diberikan setiap hari.
 Pemberian gizi yang adekuat.
 Mencari penyakit penyerta, jika ada ditata laksana secara bersamaan.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 225
Tabel 3.10 Dosis OAT Untuk Anak

Sumber: Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB pada anak tahun 2016

Pada balita gizi buruk dengan TB yang mendapatkan obat TB INH,


diberikan vitamin B6, sebagai berikut:
 10 mg bila mendapatkan dosis INH ≤200 mg/hari
 2 x 10 mg bila mendapatkan dosis INH >200 mg/hari

Tabel 3.11 Panduan OAT dan Lama Pengobatan TB Pada Anak

Sumber: Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB pada anak tahun 2016

Tabel 3.12 Dosis OAT Kombinasi Dosis Tetap (KDT) Pada TB Anak

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 226
Sumber: Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB pada anak tahun 2016

Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
1. Bayi dibawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam
bentuk KDT dan sebaiknya dirujuk ke RS
2. Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang
diberikan disesuaikan dengan BB saat itu.
3. Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan berat badan
ideal (sesuai umur).
4. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan
tidak boleh digerus).
5. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum,
atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
6. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam
setelah makan.
7. Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh
melebihi 10 mg/kgBB/hari.
8. Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat
tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer.

Status gizi pada balita dengan TB akan mempengaruhi keberhasilan


pengobatan TB dan juga sebaliknya. Balita gizi buruk dengan TB akan
meningkatkan risiko kematian pada balita.

Untuk informasi yang lebih lengkap dapat dilihat pada petunjuk teknis
manajemen dan tatalaksana TB pada anak tahun 2016

Bila anak belum pernah mendapat imunisasi BGG, imunisasi BCG


diberikan setelah pengobatan pencegahan selesai.

5) Malaria
Pada anak gizi buruk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria atau ada
riwayat kunjungan ke daerah risiko tinggi malaria dan ditemukan

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 227
tanda/gejala klinis malaria, perlu dilakukan pemeriksaan darah malaria
(bila memungkinkan).

a) Gejala Malaria
Gejala demam tergantung jenis malaria. Sifat demam akut
(paroksismal) yang didahului oleh stadium dingin (menggigil) diikuti
demam tinggi kemudian berkeringat banyak. Gejala klasik ini
biasanya ditemukan pada penderita non imun (berasal dari daerah
non endemis). Selain gejala klasik diatas, dapat ditemukan gejala lain
seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot.
Gejala tersebut biasanya terdapat pada orang-orang yang tinggal di
daerah endemis (imun).
b) Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Untuk malaria berat diagnosis ditegakkan berdasarkan
kriteria WHO.

Untuk anak <5 tahun diagnosis menggunakan MTBS namun pada


daerah endemis rendah dan sedang ditambahkan riwayat perjalanan
ke daerah endemis dan transfusi sebelumnya.

Pada MTBS diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk


dilakukan pemeriksaan sediaan darah.

Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan


sediaan darah secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat (Rapid
Diagnostic Test = RDT).

c) Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
1) Keluhan: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
2) Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria.
3) Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.
4) Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.

Setiap penderita dengan keluhan demam atau riwayat


demam harus selalu ditanyakan kunjungan ke daerah
endemis malaria
d) Pemeriksaan Fisik
a. Suhu tubuh aksiler > 37,5 °C
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sklera ikterik
d. Pembesaran Limpa (splenomegali)
e. Pembesaran hati (hepatomegali)

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 228
e) Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di
Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk
menentukan:
 Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
 Spesies dan stadium plasmodium.
 Kepadatan parasit/jumlah parasit.

2) Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit
malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi.

Sebelum menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk penggunaan


dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak
digunakan untuk mengevaluasi pengobatan.

Malaria Berat
Malaria berat adalah: ditemukannya Plasmodium falciparum atau
Plasmodium vivax stadium aseksual dengan satu atau lebih dari
manifestasi klinis sebagai berikut (WHO,2015):
a. Perubahan kesadaran (GCS < 11, Blantyre < 3)
b. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
c. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
d. Distres pernafasan
e. Edema paru (didapat dari gambaran radiologi atau saturasi oksigen <
92% dan frekuensi pernafasan > 30)
f. Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan sistolik <
70 mmHg.
g. Jaundice (bilirubin > 3mg/dL dan kepadatan parasit > 100.000 pada
Falcifarum)
h. Hemoglobinuria
i. Perdarahan spontan abnormal

Atau gambaran laboratorium sebagai berikut:


a. Hipoglikemi
b. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma < 15 mmol/L).
c. Anemia berat (Hb < 5 g/dL untuk endemis tinggi, < 7g/dL untuk
endemis sedang-rendah)
d. Hiperparasitemia (parasit > 2% eritrosit atau 100.000 parasit /μL di
daerah endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit /μl di
daerah endemis tinggi)
e. Hiperlaktatemia (asam laktat > 5 mmol/L)
f. Hemoglobinuria

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 229
g. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 3 mg/dL) atau urea darah
>20 mmol/liter

Obat pada malaria disesuaikan dengan jenis malaria yang ditemukan


melalui pemeriksaan mikroskopis. Penatalaksanaan kasus malaria berat
pada prinsipnya meliputi tindakan umum, pengobatan simptomatik, obat
anti malaria dan penanganan komplikasi. Obat anti malaria berat dengan
pilihan utama derivat artemisin parenteral yaitu artesunat
intravena/intramuskular, artemeter intramuskular.
Hindari pemberian obat malaria golongan kuinin/kina karena bersifat
toksis khususnya pada balita gizi buruk. Penggunaan artesunat lebih
aman dan efektif.
Untuk kasus berat malaria falciparum balita gizi buruk diberikan Artesunat
2,4 mg/kgBB IV (dosis awal) pada saat penerimaan, kemudian diberikan
1,2 mg/kgBB IV (dosis pemeliharaan) setelah 12 dari dosis awal untuk.
Bila tidak tersedia Artesunat parenteral, maka dapat diberikan Artemether
IM dengan dosis 3,2 mg/kgBB IM (dosis awal) pada saat penerimaan dan
kemudian 1,6 mg/kgBB per hari (dosis pemeliharaan) selama 3 hari.
Untuk pemberian obat malaria lengkap dapat merujuk pada Pedoman
pemberian Obat malaria pada Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria
tahun 2018.

Malaria Berat Dengan Anemia


a. Transfusi dengan Packed Red Cell (PRC) bila Hb < 7 g/dL, perlahan-
lahan. Hati-hati kelebihan cairan
b. Berikan diuretik (furosemid) pada edema paru atau gagal jantung.
c. Monitor masukan dan luaran cairan, perhatikan keseimbangan cairan
d. Periksa darah tepi lengkap
e. Teruskan pemberian obat anti malaria (Artesunat intravena)

Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi Malaria falsiparum, Malaria


knowlesi dan Malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum, knowlesi dan vivaks saat ini
menggunakan DHP di tambah Primakuin.
Dosis DHP untuk malaria falsiparum, malaria knowlesi sama dengan
malaria vivaks, Primakuin untuk malaria falsiparum dan malaria knowlesi
hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan
untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB.
Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan dan ibu hamil.
Pengobatan malaria falsiparum, malaria knowlesi dan malaria vivaks
adalah seperti yang tertera di bawah ini:

Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) +
Primakuin

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 230
Tabel 3.13 Pengobatan Malaria falsiparum dan Malaria knowlesi
menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin
Hari Jenis Jumlah Tablet per Hari Menurut Berat Badan
Obat
<5 5 – 6 >6 – 10 11–17 18– 30
kg kg kg kg kg

0-1 2-6 <6- 1-4 5-9


bulan bulan 11 tahun tahun
bulan
1-3 DHP ⅓ ½ ½ 1 1½

1 Primakuin - - ¼ ¼ ½
Sumber : Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria tahun 2018

Tabel 3.14 Pengobatan Malaria vivaks menurut berat badan


dengan DHP dan Primakuin
Hari Jenis Jumlah Tablet per Hari Menurut Berat Badan
Obat
<5 5–6 >6 – 10 11–17 18– 30 kg
kg kg
kg kg

0-1 2-6 <6-11 1-4 5-9


bulan bulan bulan tahun tahun
1–3 DHP ⅓ ½ ½ 1 1½

1 – 14 Primakuin - - ¼ ¼ ½

Sumber : Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria tahun 2018.

Catatan:
a. Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat
dapat berdasarkan kelompok umur.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 231
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat
badan.
c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan
ideal.
d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui


anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat primakuin, maka pengobatan diberikan secara mingguan
selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan
malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah
sakit.

a. Pengobatan malaria vivaks yang relaps


Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan
regimen DHP yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5
mg/kgBB/hari (harus disertai dengan pemeriksaan laboratorium enzim
G6PD).
b. Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan DHP yaitu DHP
ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya
sama dengan untuk malaria vivaks.
c. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan DHP 1 kali perhari selama 3
hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak
diberikan primakuin.
d. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax / P.Ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan DHP selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Tabel 3.15. Pengobatan infeksi campur P. falciparum P. vivax/P.ovale


dengan DHP + Primakuin
Hari Jenis Jumlah Tablet per Hari Menurut Berat
Obat Badan

<5 5–6 >6 – 10 11–17 18– 30


kg kg kg kg kg

0-1 2-6 <6-11 1-4 5-9


bulan bulan bulan tahun tahun
1–3 DHP ⅓ ½ ½ 1 1½

1 - 14 Primakuin - - ¼ ¼ ½
Sumber : Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria tahun 2018.

6) HIV/AIDS

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 232
Gizi buruk sering merupakan manifestasi HIV/AIDS pada anak. Tata
laksana Anak Gizi Buruk dengan HIV/AIDS sesuai dengan panduan tata
laksana gizi buruk pada umumnya. Skrining terhadap infeksi HIV bukan
merupakan pemeriksaan rutin pada anak gizi buruk. Anak gizi buruk yang
mengalami diare melanjut, oral trush (candidiasis oral) serta tidak
mengalami perbaikan dengan Tata laksana Anak Gizi Buruk, patut
dicurigai menderita HIV/AIDS.

Profilaksis kotrimoksazol diberikan kepada seluruh bayi lahir dari ibu


terinfeksi HIV sejak usia 6 minggu sampai terbukti tidak terinfeksi HIV
dengan uji diagnostik yang sesuai dengan usia (Permenkes
HK.01.07/MENKES/90/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana HIV).

Anti retroviral (ARV) diberikan sesuai dengan pedoman HIV/AIDS yang


tercantum pada Pedoman Tata laksana HIV

7) Gangguan pada mata Akibat Kekurangan Vitamin A


Gangguan pada mata Akibat Kekurangan Vitamin A (KVA) merupakan
salah satu penyulit pada anak gizi buruk. Oleh karena itu semua anak gizi
buruk harus diberikan Vitamin A dengan atau tanpa ditemukan kelainan
pada mata akibat kekurangan vitamin A.

Klasifikasi Xeroftalmia menurut WHO/USAID/UNICEF/HKI/IVACG,1996


sebagai berikut:
Xn : Rabun Senja
X1 A : Xerosis Konjungtiva (kekeringan pada konjungtiva)
X1 B : Xerosis Konjungtiva disertai bercak Bitot
X2 : Xerosis Kornea (kekeringan pada kornea)
X3 A : Keratomalasia atau ulserasi kornea < 1/3 permukaan kornea
X3 B : Keratomalasia atau ulserasi kornea ≥ 1/3 permukaan kornea
XS : Jaringan parut pada kornea
XF : Fundus Xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol

2) Xn (Buta Senja)
1) Terjadi akibat gangguan pada sel batang retina, sehigga sulit
beradaptasi di ruang yang kurang cahaya (remang-remang).
2) Penglihatan menurun pada senja hari.

3) X1A (Xerosis Konjungtiva)


1) Terjadi penumpukan keratin dan sel epitel.
2) Konjungtiva kering, hiperpigmentasi, tampak menebal dan berlipat-
lipat.
3) Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau
berubah warna kecoklatan.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 233
4) X1B (Xerosis Konjungtiva dengan bercak Bitot)
1) Tampak bercak putih seperti busa sabun pada bagian putih mata
(Bercak Bitot)
2) Hiperpigmentasi dan kerutan (Hyperpigmentation and wrinkle)
3) Keluhan orang tua, mata anaknya bersisik.

‘Foam-like’ substance
(Seperti busa sabun)

5) X2 (Xerosis Kornea)
1) Kekeringan meluas sampai kornea
2) Kornea tampak suram, kering dan permukaannya kasar

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 234
6) X3 (Keratomalasia)
(1) X3A:
a) kornea melunak
b) timbul ulkus yang besarnya <1/3 luas kornea
c) seringkali disertai tanda-tanda infeksi seperti conjunctival dan
ciliary injection.

(2) X3B:
a) kornea melunak
b) besar ulkus > 1/3 luar kornea
c) dapat terjadi perforasi kornea dan prolaps jaringan/isi bola mata
yang menyebabkan kebutaan.
Ulkus kornea > 1/3

Keratomalasia

(3)XS (Xeroftalmia Scar/Jaringan parut pada mata)


a) Mata tampak putih, bola mata mengecil
b) Meninggalkan bekas luka parut/sikatrik
c) Menjadi buta

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 235
Anak gizi buruk tanpa xeroftamia atau tidak pernah sakit campak
dalam 3 bulan terakhir, diberi vitamin A pada 1 kali pada hari
pertama. Bila ditemukan ada salah satu gejala xeroftalmia atau
pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir, diberi vitamin A
sebanyak 3 kali pada hari pertama, hari ke- 2 dan ke-15.

Tabel 3.16 Dosis vitamin A sesuai umur anak:


Umur Dosis

< 6 bulan 50.000 SI

6.12 Bulan 100.000 SI

>1 tahun 200.000 SI

Bila ditemukan adanya nanah atau peradangan pada mata,


diberikan tetes mata kloramfenikol atau tetes tetrasiklin (1%).

Bila ditemukan kekeruhan pada kornea serta ulkus pada kornea


diberikan dua macam obat yaitu tetes mata kloramfenikol 0,25% -
1% atau tetes tetrasiklin (1%) dan tetes mata atropin (1%).

Preparat yang mengandung kortikosteroid tidak perlu diberikan


pada gangguan mata akibat kekurangan vitamin A, karena dapat
memperberat kelainan pada matanya. Bila terjadi penyulit segera
rujuk ke dokter mata.

8) Gangguan Pada Kulit (dermatosis)


Gangguan pada kulit (dermatosis) berupa hipo/hiperpigmentasi,
deskuamasi (mengelupas), lesi ulserasi eksudatif (menyerupai luka bakar)
sering disertai infeksi sekunder. Gangguan kulit ini bisa disebabkan
karena kekurangan mikronutrien antara lain seng dan vitamin A.

Seng (Zn) berfungsi sebagai metaloenzim pada berbagai proses


metabolisme.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 236
a. Kekurangan Zn dapat menyebabkan:
1) Gangguan pertumbuhan
2) Dermatosis
3) Adaptasi gelap menurun
4) Gangguan imunitas
5) Rambut rontok
6) Gangguan fungsi pengecap yang mengakibatkan nafsu makan
menurun

Tanda-tanda kelainan pada kulit akibat defisiensi Zn:


1) Hipo/hiperpigmentasi
2) Deskuamasi/mengelupas
3) Lesi ulserasi eksudatif (menyerupai luka bakar) dan sering
disertai infeksi sekunder seperti candida.

Gambaran kelainan kulit:

(Sumber foto: RSCM (kiri) dan WHO, 2000, Management of Severe Malnutrition)

b. Pengobatan gangguan pada kulit berupa:


1) kompres pada bagian yang terkena dengan larutan NaCl.
2) beri krim yang mengandung Zn.
3) usahakan agar daerah perineum tetap kering
4) beri suplementasi seng (sudah terdapat dalam larutan mineral mix)
5) pengobatan infeksi sekunder yang sesuai dengan penyebabnya.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 237
Hindari penggunaan popok sekali pakai agar daerah kemaluan tetap
kering.

9) Anemia
Anemia adalah kadar hemoglobin (Hb) dibawah nilai normal yang
disebabkan karena kekurangan zat gizi, umumnya disebabkan oleh
kekurangan zat besi (Fe) dan atau asam folat yang diperlukan untuk
pembentukan Hb.

Tabel 3.17 Kadar Hb


Umur Nilai Hb normal (g/dL)

6 bulan – < 6 tahun 11,0

6 tahun – < 12 tahun 11,5

>12 tahun 12,0

Tanda-tanda klinis:
 Lesu, lemah, letih, lelah, lalai
 Daya tahan terhadap penyakit menurun
 Pucat (konjungtiva mata, telapak tangan, bibir, mukosa mulut)

Gambaran anemia:

(Sumber foto: WHO, 2000, Management of Severe Malnutrition)

Gambar di atas memperlihatkan telapak tangan anak yang


menderita anemia terlihat sangat pucat. Bandingkan telapak tangan
anak yang menderita anemia dengan telapak tangan orang sehat.

(a) Anemia Kekurangan Zat Besi (Fe)

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 238
Zat besi (Fe) berfungsi sebagai metaloenzim pada metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Selain itu juga diperlukan dalam
pertumbuhan, membentuk hemoglobin dan kekebalan tubuh.
Kekurangan zat besi akan menyebabkan terjadinya anemia
mikrositik hipokromik.

Pada bayi dan anak kebutuhan zat besi relatif lebih tinggi oleh
karena diperlukan untuk pertumbuhan. Kekurangan zat besi akan
mengakibatkan perubahan metabolisme sel dan fungsi jaringan.
Zat besi dalam makanan terdapat dalam bentuk heme iron dan non-
heme iron. Heme iron terdapat dalam daging (mioglobin) dan darah
(hemoglobin) lebih mudah diserap dan relatif tidak dipengaruhi oleh
komposisi makanannya. Sedangkan non-heme iron yang terdapat
dalam sayuran, serealia, dan beberapa bahan makanan asal hewan
seperti susu dan telur pada umumnya tidak dapat diserap dengan
baik. Absorpsi besi non-heme dipengaruhi oleh zat gizi lain yang
terdapat bersamaan dalam diet, baik yang meningkatkan absorpsi
seperti vitamin C maupun yang menghambat absorpsi seperti fitat,
kalsium, fosfat, tanin, dan lain-lain.

(b) Anemia Kekurangan Asam Folat


Kekurangan asam folat menyebabkan terjadinya anemia makrositik
megaloblastik, perubahan mukosa gastro-intestinum dan diare.
Kekurangan asam folat dapat terjadi apabila:
1. Diet sehari-hari tidak mengandung cukup asam folat
2. Cara memasak tidak baik
3. Adanya gangguan resorpsi/malabsorpsi
4. Konsumsi asam folat bersamaan dengan sulfadoksin,
pirimetamin, trimetoprim dapat terjadi reaksi antagonis.
5. Kebutuhan asam folat yang meningkat, misal pada bayi
prematur dan hematopoisis yang cepat.
6. Ekskresi tinggi, seperti pada kekurangan vitamin b12.

Tata laksana:
Anak gizi buruk umumnya disertai anemia, oleh karena itu setiap
anak gizi buruk diberi:
1. Asam folat pada hari pertama 5 mg, dilanjutkan 1 mg setiap
hari.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 239
2. Zat besi (fe) pada fase rehabilitasi dengan dosis 1-3
mg/kgbb/hari besi elemental. Zat besi tidak boleh diberikan
pada fase awal, dan baru diberikan setelah anak mempunyai
nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya
(biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi). Zat besi
dapat memperparah infeksi bila diberikan terlalu dini.

Bila tidak terjadi kenaikan Hb setelah pemberian Fe, perlu


dipikirkan penyebab anemia yang lain seperti malaria,
cacingan, kelainan genetic (Thalasemia)

Tabel 3.18 Pemberian Tablet Besi

Transfusi darah hanya diberikan pada anemia berat yaitu apabila Hb <
4,0 g/dl atau 4,0 – 6,0 g/dl disertai distres pernapasan atau tanda gagal
jantung.
Bila tidak ada tanda distres/gagal jantung berikan transfusi darah segar
sebanyak 10 mg/kg BB dalam waktu 3 jam. Bila ada tanda gagal jantung
berikan packed red cells dalam jumlah yang sama. Selain itu diberikan
furosemid 1 mg/kg BB secara iv pada saat transfusi dimulai.
Pemberian cairan (oral/NGT) harus dihentikan selama anak ditransfusi.
Reaksi transfusi harus diperhatikan seperti adanya demam, gatal atau
renjatan. Bila setelah ditransfusi tidak terjadi kenaikan Hb, maka
pemberian darah jangan diulangi lagi dan cari penyebabnya.

Evaluasi pembelajaran:
Peserta melaksanakan penugasan dengan diberikan
1. Praktik pembuatan formula dan resomal serta lati yang dikerjakan dalam
kelompok dapat lihat pada lampiran 3.1
2. Simulasi kasus anak dengan penyakit penyerta sesuai dengan lembar
penugasan yang ada di lampiran 3.4

VII. RANGKUMAN

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 240
Anak gizi buruk didiagnosis berdasarkan anamnesis (penyakit dan gizi),
pemeriksaan fisik (klinis dan antropometrik), pemeriksaan laboratorium dan
analisis diet. Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan,
demikian pula dengan pemeriksaan fisik.
Untuk menentukan status gizi buruk pada balita perlu dilakukan
pemeriksaan, Berat badan dan panjang/tinggi badan, Lingkar lengan atas
(LiLA) dan Edema bilateral. Balita yang mengalami gizi buruk sesuai dengan
protokol tata laksana anak gizi buruk, perlu dilakukan perawatan dan
pengobatan. Terdapat 4 fase perawatan dan pengobatan gizi buruk pada
balita. Namun, tidak semua balita gizi buruk akan menjalani 4 fase tersebut.

Fase stabilisasi dan transisi diberikan pada balita gizi buruk yang perlu
perawatan di layanan rawat inap, sedangkan fase rehabilitasi dapat diberikan
di layanan rawat jalan bila memang tersedia. Bila tidak tersedia layanan
rawat jalan, maka fase rehabilitasi hingga balita mencapai kriteria sembuh
akan dilakukan di layanan rawat inap.

Tindakan pengobatan dan perawatan anak gizi buruk dikenal dengan 10


(sepuluh) langkah Tata laksana Anak Gizi Buruk, namun dalam
penerapannya sesuai dengan fase. 10 langkah tersebut adalah:
1. Langkah 1: Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
2. Langkah 2: Mencegah dan mengatasi hipotermia
3. Langkah 3 dan 4: Mencegah dan mengatasi dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit
4. Langkah 5: Mencegah dan mengatasi dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit
5. Langkah 6: Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
6. Langkah 7: Memberikan makanan untuk fase stabilisasi dan transisi
7. Langkah 8: Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
8. Langkah 9: Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
9. Langkah 10: Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah

Balita gizi buruk sering diiringi dengan penyakit penyerta, penyakit


penyerta/penyulit yang ditemui pada balita gizi buruk adalah:
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)/Pneumonia
2. Diare Persisten
3. Kecacingan
4. Tuberkulosis (TB)
5. HIV/AIDS
6. Gangguan pada mata Akibat Kekurangan Vitamin A
7. Gangguan pada kulit (dermatosis)
8. Anemia

VIII. REFERENSI

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 241
1. Collins S and Sadler K. (2002). Outpatient Care for Severely
Malnourished Children in Emergency relief Programmes; A Retrospective
Cohort Study. Lancet, 2002;360.1824-30
2. Departemen Kesehatan. (2003). Keputusan Menkes RI No. 1216/
MENKES/ SK/XI/ 2001 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare.
3. Departemen Kesehatan. (2005). Keputusan Menkes RI No. 1611/
MENKES/ SK/ XI/ 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan imunisasi.
4. Departemen Kesehatan. (2006). Buku Saku Penatalaksanaan Kasus
Malaria.
5. Departemen Kesehatan. (2006). Deteksi dan Tatalaksana Kasus
Xeroftalmia Pedoman bagi Tenaga Kesehatan.
6. Departemen Kesehatan. (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis.
7. Departemen Kesehatan. (2006). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan
Kesehatan Dasar.
8. Departemen Kesehatan. (2010). Pedoman Manajemen Terpadu Balita
Sakit
9. Kementerian Kesehatan. (2016). Petunjuk Teknis Manajemen dan
Tatalaksana TB Anak
10. Kementerian Kesehatan. (2018). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS)
11. Kementerian Kesehatan. (2018). Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria
12. Organisasi Kesehatan Sedunia, Jenewa, Tatalaksana Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Pada Anak. Pedoman Praktis Penderita Rawat
Jalan.
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomo 15 Tahun 2017
Tentang Penanggulangan Kecacingan
14. Pudjiadi, Solihin. (2003). Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
15. Unicef, WHO, UNU (1998). Indicator for assessing iron deficiency and
strategies for its prevention.
16. Unit Kerja Koordinasi Respirologi, PP Ikatan Dokter Anak Indonesia.
(2006). Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak.
17. WHO. (2000). Management of Severe Malnutrition.
18. WHO. (2003) Ann Ashworth, Sultana Khanum, Alan Jackson and Claire
Schofield. Guidelines for the Inpatient treatment of severely Malnourished
Children, SEARO Technical Publication No. 24.
19. WHO. (2009). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 242
IX. LAMPIRAN
Lampiran 3.1 Lembar Penugasan

Penugasan 1 : Pokok Bahasan 3 (Sepuluh langkah tatalaksana gizi


buruk pada balita)
Tujuan : Peserta mendapatkan pengalaman belajar dengan
melakukan praktik pembuatan formula dan resomal
Metode : Praktik
Waktu : 90 menit (2 JPL)

Langkah Kegiatan:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan memberi penjelasan
tentang tata cara melakukan praktik. (10 menit)
2. Fasilitator meminta peserta bekerja dalam kelompok untuk praktik .
3. Setiap kelompok mendapatkan bahan dan peralatan untuk melakukan
praktik pembuatan formula dan resomal (5 menit)
4. Fasilitator memberikan kesempatan pada peserta untuk melakukan praktik
(40 menit)
5. Fasilitator memberikan kesempatan kepada kelompok untuk
mempresentasikan hasil kegiatan praktik (20 menit)
6. Fasilitator memberikan komentar dan klarifikasi hasil praktik (10 menit)

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 243
KELOMPOK I:
 ReSoMal (400 cc)
 F75 (250 cc)
 F75 (kering)
 F100 (250 cc)
 Memasak F75 dengan bahan tepung sebanyak 500 ml

Resep ReSoMal dan Formula:


Larutan Mineral mix:
1 sachet mineral mix dilarutkan dengan air matang yang sudah dingin sampai
dengan 20 cc. Larutan mineral mix digunakan untuk pembuatan ReSoMal, F75
dan F100.

Cara membuat F75 dan F100


Campurkan gula dengan minyak, aduk sampai homogen kemudian ditambahkan
susu skim, aduk sampai homogen (rata). Tambahkan larutan mineral mix dan air,
sesuai dengan volume yang sudah ditentukan.

ReSoMal Bahan Jumlah


Oralit 1 sachet
Larutan mineral mix 8 cc
Gula pasir 10 gram
Ditambahkan air matang yang sudah dingin s/d 400 cc

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 244
Formula 75 dicairkan Susu skim 6,25 gram
untuk 250 cc Gula pasir 25 gram
Minyak sayur 7,5 gram
Larutan mineral mix 5 cc
Ditambahkan air matang dengan suhu > 70⁰ C s/d 250 cc
Formula 75 dalam Susu skim 6,25 gram
bentuk kering Gula pasir 25 gram
Minyak sayur 7,5 gram
Larutan mineral mix 5 cc
Disajikan dalam bentuk kering
Formula 100 Susu skim 21,25 gram
Gula pasir 12,5 gram
Minyak sayur 15 gram
Larutan mineral mix 5 cc
Ditambahkan air matang hangat s/d 250 cc
Formula 75 dengan Susu full cream 17,5 gram
tepung, susu full Gula pasir 35 gram
cream Minyak sayur 8,5 gram
Larutan mineral mix 10 cc
Tepung beras 17,5 gram
Ditambahkan air dan dimasak dengan api kecil s/d 500 cc
Catatan: Larutan mineral mix dicampurkan sebelum formula ditambah air, pada
formula bentuk kering tidak ditambah mineral mix

KELOMPOK II:
 ReSoMal (400 cc)
 F75 (250 cc)
 F100 (250 cc)
 F100 kering untuk 250 cc
 Memasak F75 dengan bahan tepung sebanyak 500 ml

Resep ReSoMal dan Formula :


Larutan Mineral mix:
1 sachet mineral mix dilarutkan dengan air matang yang sudah dingin s/d 20 cc.
Larutan mineral mix dapat digunakan untuk pembuatan ReSoMal, F75 dan F100.
ReSoMal Bahan Jumlah
Oralit 1 sachet
Larutan mineral mix 8 cc
Gula pasir 10 gram
Ditambahkan air matang yang sudah dingin s/d 400 cc
Formula 75 dicairkan Susu skim 6,25 gram
untuk 250 cc Gula pasir 25 gram
Minyak sayur 7,5 gram
Larutan elektrolit (mineral 5 cc
mix)
Ditambahkan air matang dengan suhu > 70⁰ C s/d 250 cc
Formula 100 Susu skim 21,25 gram

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 245
dicairkan untuk 250 Gula pasir 12,5 gram
cc Minyak sayur 15 gram
Larutan elektrolit (mineral 5 cc
mix)
Ditambahkan air matang dengan suhu > 70⁰ C s/d 250 cc

Formula 100 bentuk Susu skim 21,25 gram


kering untuk 250 cc Gula pasir 12,5 gram
Minyak sayur 15 gram
Larutan elektrolit (mineral 5 cc
mix)
Disajikan dalam bentuk kering

Formula 75 dengan Susu skim 12,5 gram


tepung dan susu skim Gula pasir 35 gram
sebanyak 500 ml Minyak sayur 13,5 gram
Larutan mineral mix 10 cc
Tepung beras 17,5 gram
Ditambahkan air dan dimasak dengan api kecil s/d 500 cc
Catatan: Larutan mineral mix dicampurkan sebelum formula ditambah air, pada formula bentuk
kering tidak ditambah mineral mix

KELOMPOK III:
 ReSoMal (400 cc)
 F75 (250 cc)
 F100 (250 cc)
 F100 kering untuk 250 cc
 Memasak F75 dengan bahan tepung sebanyak 500 ml

Larutan Mineral mix:


Satu sachet mineral mix dilarutkan dengan air matang yang sudah dingin s/d 20
cc.Larutan mineral mix dapat digunakan untuk pembuatan ReSoMal, F75 dan F-
100.

ReSoMal Bahan Jumlah


Oralit 1 sachet
Larutan mineral mix 8 cc
Gula pasir 10 gram
Ditambahkan air matang yang sudah dingin s/d 400 cc
Formula 75 dicairkan Susu fullcream 8,75 gram
untuk 250 cc Gula pasir 25,0 gram
Minyak sayur 4,25 gram
Larutan mineral mix 5 cc
Ditambahkan air matang dengan suhu > 70⁰ C s/d 250 cc

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 246
Formula 100 dicairkan Susu fullcream 27,5 gram
untk 250 cc Gula pasir 12,5 gram
Minyak sayur 7,5 gram
Larutan mineral mix 5 cc
Ditambahkan air matang dengan suhu > 70⁰ C s/d 250 cc
Formula 100 dalam Susu fullcream 27,5 gram
bentuk kering Gula pasir 12,5 gram
Minyak sayur 7,5 gram
Larutan mineral mix 5 cc
Disajikan dalam bentuk kering
Formula 75 dengan Susu full cream 17,5 gram
tepung, susu full cream Gula pasir 35 gram
Minyak sayur 8,5 gram
Larutan mineral mix 10 cc
Tepung beras 17,5 gram
Ditambahkan air dan dimasak dengan api kecil s/d 500 cc
Catatan: Larutan mineral mix dicampurkan sebelum formula ditambah air, pada formula bentuk
kering tidak ditambah mineral mix

Setiap kelompok menyiapkan bahan makanan yang dibutuhkan sesuai dengan


formula yang telah ditentukan.
Setiap kelompok menghidangkan dan menjelaskan hasil pembuatan formula

Alat dan bahan yang dipersiapkan


Home economic set:
1. Kompor : 5 (tiga) set (stove)
2. Termos air panas 2 liter : 3 (dua) buah (termos)
3. Sendok makan : 3 (dua) lusin
4. Sendok teh : ½ (setengah) lusin
5. Mangkuk sop : 1 (satu) lusin
6. Gelas ukur plastik : 5 (tiga) buah
7. Timbangan tepung : 5 (tiga) buah
8. Sendok pengaduk : 5 (tiga) buah
9. Panci ukuran 1 liter : 5 (tiga) buah
10. Gelas belimbing : 3 (dua) lusin
11. Piring makan plastik : 2 (satu) lusin
12. Baskom kapasitas 2 liter : 5 (tiga) buah
13. Spuit : 3 buah

Bahan pangan:
1. Dried Skim milk (DSM) : 1 kg
2. Full cream milk : 1 kg
3. Mineral Mix : 3 (tiga) sachet
4. Minyak Kepala : 100 ml
5. Gula pasir : ½ kg
6. Minyak sayur : 1 kg
7. Tepung beras : ½ kg
8. Oralit : 6 (enam) bungkus @ 200 ml

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 247
Lampiran 3.2

CARA MEMBUAT FORMULA

1. Formula 75 dan Formula 100


a. Timbang bahan makanan yang diperlukan (biasanya dibuat untuk 24 jam)
b. Campur gula dengan minyak aduk dengan sendok / alat pengaduk
stainlessteel.
c. Tambahkan susu bubuk skim/fullcream, aduk sampai tercampur. Takar
campuran menggunakan sendok takar (misal hasil menjadi 16 sendok
takar)
d. Bagi sesuai frekuensi minum per 24 jam (misal 8 x setiap minum = 16
sendok takar dibagi 8 = 2 sendok takar), tempatkan dalam botol/ gelas
kaca tertutup atau ditempatkan dalam kantong plastik bersih (kantong
plastik obat)
e. Tempel etiket pada setiap botol / gelas atau kantong plastik.
f. Formula dicairkan 10 menit sebelum jam pemberian, dengan cara
menambahkan air matang dengan suhu > 70⁰C (air mendidih didiamkan
selama 5 menit, hal ini bertujuan supaya semua bakteri mati) sampai
volume yang diperlukan. Aduk formula sampai larut merata, dengan
menggunakan alat pengaduk dari stanlessteel. Tambahkan mineral mix
sesuai takaran sebelum penambahan air.
g. F100 dalam bentuk kering (susu, gula, minyak) diberikan untuk
keperluan 2 x 24 jam, karena pada suhu ruang hanya dapat bertahan 2 x
24 jam. Mineral mix diberikan terpisah.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 248
2. Formula 75 Modifikasi:
a. Timbang bahan makanan yang diperlukan
b. Campur bahan; susu, gula, minyak, tepung dan 200 ml air matang
diblender sampai tercampur, bila tidak ada blender gunakan kocokan
tangan.
c. Tambahkan air sampai volume yang diperlukan, masukkan ke dalam
blender dan blender sampai tercampur.
d. Panaskan sampai mendidih dan tepung matang (kurang lebih 5 menit
setelah mendidih), sambil terus diaduk.
e. Matikan api kompor, tambahkan larutan mineral mix sesuai kebutuhan,
cek volume larutan, apabila kurang dari volume yang diperlukan,
tambahkan air matang.
f. Bagi larutan formula sesuai frekuensi minum per 24 jam, tempatkan
dalam botol/gelas tertutup yang sudah ditempel etiket, setelah dingin
simpan dalam lemari pendingin.
g. Sebelum diberikan, formula direndam dalam air panas selama 15 menit

Lampiran 3.3
LEMBAR PENILAIAN PRAKTIK PEMBUATAN RESOMAL DAN FORMULA

Kelompok :……………………………………….
Tanggal :……………………………………….
Berikan tanda CENTANG pada kolom menurut penilaian Saudara

NO ASPEK YANG DINILAI HASIL


OBSERVASI
Ya Tidak
A KELOMPOK
1. Ada kerjasama dalam kelompok
2. Peserta menyusun rencana dan menyiapkan bahan
kebutuhan pembuatan resomal dan formula
3. Menyiapkan alat pembuatan resomal dan formula
4. Mempresentasikan hasil pembuatan resomal dan formula
B KEGIATAN PEMBUATAN RESOMAL DAN FORMULA
1. Membuat resomal dan formula sesuai dengan tugas yang
diberikan
2. Menggunakan alat yang sesuai untuk pembuatan resomal
dan formula
3. Menggunakan bahan yang sesuai untuk kebutuhan
membuat resomal dan formula
4. Menimbang bahan yang diperlukan dengan benar

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 249
5. Membuat larutan mineral mix dengan benar
6. Membuat Formula 75 dengan benar
7. Membuat Formula 100 dengan benar
8. Menyajikan hasil pembuatan resomal dan formula pada
wadah yang sesuai
9. Merapikan alat dan bahan yang digunakan setelah selesai
proses pembuatan resomal dan formula

Lampiran 3.4
Penugasan 2 : Sub Pokok Bahasan 3 (Tindakan dan Pengobatan
Penyakit Penyerta/Penyulit)

Tujuan : Memberikan pengalaman belajar kepada peserta melalui


latihan kasus untuk dapat menentukan tindakan dan
pengobatan penyakit penyerta/ penyulit)
Metode : Latihan kasus
Waktu : 60 menit

Langkah penugasan:

1. Fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok dan masing-masing


kelompok minimal 5 orang
2. Fasilitator membagi kasus dan flip chart pada masing-masing kelompok
3. Fasilitator meminta masing-masing kelompok untuk mengerjakan latihan
kasus
4. Fasilitator meminta masing-masing kelompok memaparkan hasil latihan kasus
5. Fasilitator mengulas hasil latihan kasus dan merangkum

Alat Bantu:
Lembar studi kasus

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 250
Kasus 1:
Mena, perempuan, umur 4 tahun, dibawa ibunya ke Puskesmas dengan keluhan
Mena tampak makin kurus dan sering demam sejak 3 bulan yang lalu. Demam
tidak tinggi berlangsung hanya 3-4 hari tanpa disertai batuk-pilek dan sembuh
dengan pemberian obat penurun panas, tetapi sejak 2 minggu terakhir demam
terus menerus dan disertai batuk. Sudah berobat di Puskesmas tetapi belum ada
perbaikan. Nafsu makan menurun, hanya mau makan dengan lauk tertentu
seperti sayur bening bayam atau sayur asam, tempe atau tahu dan ikan asin,
kadang-kadang telur ½ butir atau ikan. Mena tidak suka susu kecuali susu kental
manis. Paman Mena yang tinggal serumah sedang dalam pengobatan untuk
batuk darah sejak 5 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang anak perempuan, tampak kurus,


lesu dan pucat. BB: 10,2 kg; TB: 95 cm dan LiLA 11,3 cm. Suhu: 37,8 OC,
frekuensi nafas 36x/menit dan frekuensi nadi 96x/menit. Kepala / wajah tidak ada
kelainan, leher terdapat pembesaran kelenjar getah bening multipel, besarnya >1
cm, tidak nyeri, tidak ada tanda peradangan. Torak: iga gambang, jantung dan
paru tidak ada kelainan, abdomen supel, hepar 1 jari di bawah arkus kosta, limpa
tidak teraba. Ekstremitas: hipotrofi otot, tidak ada edema. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb 8 g/dL, Lekosit 6.400/mm 3 dengan hitung jenis
limfositer. Bilasan lambung: BTA mikroskopik negatif. Tes tuberkulin negatif.
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis gizi pada Mena? Jelaskan alasannya
2. Apa penyakit penyerta pada Mena? Alasannya? (gunakan alur diagnosis TB
dan sistim skoring TB)
3. Bagaimana tata laksana penyakit penyertanya?
4. Apakah Mena perlu dirawat inap? Alasannya?

Kasus 2:

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 251
Koko, laki-laki, 2 tahun 4 bulan, dibawa neneknya ke Puskesmas karena mencret
yang sudah berlangsung > 2 minggu. BAB cair, kadang kental, 4-5x/hari
sebanyak 3-4 sendok makan, berlendir tetapi tidak ada darah. Sebelumnya anak
pernah mencret beberapa kali tetapi tidak berlangsung lama. Koko juga
seriawan, ada bercak putih di mulut. Muntah kadang-kadang saja. Anak sering
demam tidak tinggi kadang disertai batuk-pilek.
Koko mendapat ASI saja sampai usia 6 bulan, selanjutnya ditambah nasi tim. ASI
dihentikan pada usia 1 tahun karena sudah tidak keluar lagi, diganti dengan susu
SGM-2 sampai sekarang. Sekarang makan nasi hanya 3-4 sendok makan, 2-
3x/hari dengan telur / ikan/ ayam, tahu / tempe dan sedikit sayur. Kadang
dibelikan bubur ayam ½ mangkok atau biskuit 1-2 keping. Jarang diberi buah-
buahan.
Tiap bulan Koko dibawa ke Posyandu tetapi berat badan Koko lambat naiknya,
Koko merupakan anak pertama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang anak laki-laki, tampak sakit sedang,
kurus, kurang aktif. BB: 8,600 kg, TB: 84 cm, LiLA: 11,0 cm, suhu: 37,9 OC. Wajah
/ kepala tidak ada kelainan, mulut penuh dengan bercak putih/ aphtae, tonsil
T1/T1 berbercak putih. Leher: teraba kelenjar getah bening, multiple, sebesar
kacang hijau. Torak simetris, iga menonjol, jantung dan paru tidak jelas kelainan,
abdomen cekung, turgor masih baik, hepar 2 cm di bawah arkus kosta, limpa S1.
Ekstremitas: otot hipotrofi, tidak ada edema dan turgor kulit masih baik.
Pertanyaan:
1.Apa diagnosis gizi anak Koko? Jelaskan alasannya.
2.Apa penyakit penyerta pada Koko? Alasannya?
3. Bagaimana tata laksana penyakit penyertanya?
4. Apakah Koko perlu dirawat inap? Alasannya?

Kasus 3:
Wawan, laki-laki, 22 bulan, dibawa ibunya ke Puskesmas dengan keluhan ada
bercak putih seperti busa sabun pada mata kiri sedangkan bagian hitam mata
kanan tampak buram yang sudah berlangsung beberapa hari. Belum berobat
dan selama ini hanya diberi tetes mata Rohto. Sejak 1 minggu yang lalu timbul
bengkak di kedua punggung kaki.

Pada pemeriksaan didapatkan seorang anak laki-laki, tampak kurus, BB: 8.200 g,
PB: 81 cm, LiLA 11,3 cm. Mata kiri: tampak sklera kering dan ada massa putih
seperti busa sabun di bagian lateral mata. Mata kanan: sklera kering dan kornea
keruh/buram, tidak ada ulkus ataupun nanah. Kepala / bagian wajah lain dan
leher tidak ada kelainan. Torak: tampak tulang iga menonjol, jantung dan paru
dalam batas normal. Abdomen: lemas, Hati dan Limpa tidak teraba. Ekstremitas:
otot hipotrofi, tidak ada edema.
Pertanyaan:
1.Apa diagnosis gizi anak Wawan? Jelaskan alasannya.
2.Apa penyakit penyerta pada Wawan? Alasannya?
3. Bagaimana tata laksana penyakit penyertanya?
4. Apakah Wawan perlu dirawat inap? Alasannya?

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 252
Lampiran 3.5.

untuk anak gizi buruk usia > 6


Petunjuk pemberian F75

bulan tanpa edema atau dengan edema + dan ++


BB Volume of F75 setiap pemberian (ml)a0 Kebutuhan 80% dari
(kg) Setiap 2 Setiap 3 Setiap 4 sehari kebutuhan
jamb0 jamc0 jamd0 (130 ml/kg) sehari a
12 x 8x 6x (minimum)
pemberian pemberian pemberian
4.0 45 65 90 520 415
4.2 45 70 90 546 435
4.4 50 70 95 572 460
4.6 50 75 100 598 480
4.8 55 80 105 624 500
5.0 55 80 110 650 520
5.2 55 85 115 676 540
5.4 60 90 120 702 560
5.6 60 90 125 728 580
5.8 65 95 130 754 605
6.0 65 100 130 780 625
6.2 70 100 135 806 645
6.4 70 105 140 832 665

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 253
6.6 75 110 145 858 685
6.8 75 110 150 884 705
7.0 75 115 155 910 730
7.2 80 120 160 936 750
7.4 80 120 160 962 770
7.6 85 125 165 988 790
7.8 85 130 170 1014 810
8.0 90 130 175 1040 830
8.2 90 135 180 1066 855
8.8 95 145 195 1144 915
9.0 100 145 200 1170 935
9.2 100 150 200 1196 960
9.4 105 155 205 1222 980

BB Volume of F75 setiap pemberian (ml)a0 Kebutuhan 80% dari


(kg) sehari kebutuhan
Setiap 2 Setiap 3 Setiap 4
(130 ml/kg) sehari a
jamb0 jamc0 jamd0
(minimum)
12 x 8x 6x
pemberian pemberian pemberian
9.6 105 155 210 1248 1000
9.8 110 160 215 1274 1020
10. 110 160 220 1300 1040
0
a) Volume dalam kolom imi dibulatkan ke 5 ml terdekat
b) Pemberian minum setiap 2 jam pada hari pertama, ketika anak sedikit atau sudah tidak muntah, diare sedang (BAB encer < 5 ml per
hari) dan bisa menghabiskan hampir seluruh minuman, bisa dirubah menjadi 3 kali sehari.
c) Sesudah1 hari diberikan dengan frekuensi 3 kali sehari, jika tidak ada muntah dan diare berkurang bisa dirubah menjadi 4 kali sehari.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 254
Lampiran 3.6

Petunjuk pemberian F75 untuk anak gizi buruk usia 6 - 59 bulan dengan
pitting edema berat (+++)
BB Volume of F75 setiap pemberian (ml)a0 Kebutuhan 80% dari
dengan sehari kebutuhan
Setiap 2 Setiap 3 Setiap 4
edema ++ (100 ml/kg) sehari a
jamb0 jamb0 jamb0
+ (kg) (minimum)
12 x 8x 6x
pemberian pemberian pemberian
4.0 35 50 65 400 320
4.2 35 55 70 420 335
4.4 35 55 75 440 350
4.6 40 60 75 460 370
4.8 40 60 80 480 385
5.0 40 65 85 500 400
5.2 45 65 85 520 415
5.4 45 70 90 540 430
5.6 45 70 95 560 450
5.8 50 75 95 580 465
6.0 50 75 100 600 480
6.2 50 80 105 620 495
6.4 55 80 105 640 510

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 255
BB Volume of F75 setiap pemberian (ml)a0 Kebutuhan 80% dari
dengan sehari kebutuhan
Setiap 2 Setiap 3 Setiap 4
edema ++ (100 ml/kg) sehari a
jamb0 jamb0 jamb0
+ (kg) (minimum)
12 x 8x 6x
pemberian pemberian pemberian
6.6 55 85 110 660 530
6.8 55 85 115 680 545
7.0 60 90 115 700 560
7.2 60 90 120 720 575
7.4 60 95 125 740 590
7.6 65 95 125 760 610
7.8 65 100 130 780 625
8.0 65 100 135 800 640
8.2 70 105 135 820 655
8.4 70 105 140 840 670
8.6 70 110 145 860 690
8.8 75 110 145 880 705
9.0 75 115 150 900 720
9.2 75 115 155 920 735
9.4 80 120 155 940 750
9.6 80 120 160 960 770
9.8 80 125 165 980 785
10.0 85 125 165 1000 800
10.2 85 130 170 1020 815
10.4 85 130 175 1040 830
10.6 90 135 175 1060 850
10.8 90 135 180 1080 865
11.0 90 140 185 1100 880
11.2 95 140 185 1120 895
11.4 95 145 190 1140 910
11.6 95 145 195 1160 930
11.8 100 150 195 1180 945
12.0 100 150 200 1200 960
a) Volume dalam kolom imi dibulatkan ke 5 ml terdekat

b) Pemberian minum setiap 2 jam pada hari pertama, ketika anak sedikit atau sudah tidak muntah, diare sedang (BAB encer < 5 ml per hari) dan bisa

menghabiskan hampir seluruh minuman, bisa dirubah menjadi 3 kali sehari.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 256
BB Volume of F75 setiap pemberian (ml)a0 Kebutuhan 80% dari
dengan sehari kebutuhan
Setiap 2 Setiap 3 Setiap 4
edema ++ (100 ml/kg) sehari a
jamb0 jamb0 jamb0
+ (kg) (minimum)
12 x 8x 6x
pemberian pemberian pemberian
c) Sesudah1 hari diberikan dengan frekuensi 3 kali sehari, jika tidak ada muntah dan diare berkurang bisa dirubah menjadi 4 kali sehari

Lampiran 3.7

Petunjuk Pemberian F 100 Untuk Anak Gizi Buruk


Volume pemberian F100 per 4
jam Volume F100 per hari
BB
(6 kali pemberian per hari)
anak
Minimum Maximum
(kg) Minimum
Maximum (ml) a (150 (220
(ml)
ml/kg/hari) ml/kg/hari)
4.0 100 145 600 880
4.2 105 155 630 924
4.4 110 160 660 968
4.6 115 170 690 1012
4.8 120 175 720 1056
5.0 125 185 750 1100
5.2 130 190 780 1144
5.4 135 200 810 1188
5.6 140 205 840 1232
5.8 145 215 870 1276
6.0 150 220 900 1320
6.2 155 230 930 1364
6.4 160 235 960 1408
6.6 165 240 990 1452
6.8 170 250 1020 1496
7.0 175 255 1050 1540
7.2 180 265 1080 1588

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 257
7.4 185 270 1110 1628
7.6 190 280 1140 1672
7.8 195 285 1170 1716
8.0 200 295 1200 1760
8.2 205 300 1230 1804
8.4 210 310 1260 1848
8.6 215 315 1290 1892
8.8 220 325 1320 1936
9.0 225 330 1350 1980
9.2 230 335 1380 2024
9.4 235 345 1410 2068
9.6 240 350 1440 2112
9.8 245 360 1470 2156
10.0 250 365 1500 2200
a)
Volume setiap pemberian dibulatkan 5 ml terdekat.

Lampiran 3.8.

Petunjuk pemberian F100 diencerkan atau susu formula bayi atau F75
(edema) untuk formula tambahan bagi bayi usia < 6 bulan dengan ASI
(berdasarkan kebutuhan 100 kkal/kg/hari atau 130 ml/kg/hari)
F100 yang diencerkan atau F100 yang diencerkan atau
susu formula bayi susu formula bayi
(atau F75 bila edema) (atau F75 bila edema)
BB bayi (kg) ml per minum ml per minum
untuk 12 x per hari a untuk 8 x per hari a
< 1.3 15 25
1.3 – 1.5 20 30
1.6 – 1.8 25 35
1.9 – 2.1 25 40
2.2 – 2.4 30 45
2.5 – 2.7 35 45
2.8 – 2.9 35 50
3.0 – 3.4 40 60
3.5 – 3.9 45 65
4.0 – 4.4 50 75
4.5 – 4.9 55 85
5.0 – 5.4 60 90
5.5 – 5.9 65 100
6.0 – 6.4 70 105

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 258
6.5 – 6.9 75 115
a
Volume dibulatkan sampai 5 ml terdekat.

Lampiran 3.9

Petunjuk pemberian F100 diencerkan atau susu formula bayi (gizi buruk)
atau F75 (gizi buruk dengan edema) untuk pemberian makan bayi gizi buruk
usia < 6 bulan yang tidak mendapat ASI atau balita usia ≥ 6 bulan dengan
berat badan < 4 kg

F100 diencerkan atau susu F100 yang diencerkan atau susu


formula bayi formula bayi
(atau F75 bila ada edema)
BB bayi Stabilisasi (130 ml/kgBB/hari) Transisi (150- Rehabilitasi
(kg) 170 (200
ml/kgBB/hari) ml/kgBB/hari)
ml per minum ml per minum ml per minum ml per minum
untuk 12 x per untuk 8 x per untuk 8 x per untuk 6 x per
hari hari hari hari
< 1.3 15 25
1.3 – 1.5 20 30 30 50
1.6 – 1.8 25 35 40 60
1.9 – 2.1 25 40 45 70
2.2 – 2.4 30 45 50 80
2.5 – 2.7 35 45 55 90
2.8 – 2.9 35 50 60 100
3.0 – 3.4 40 60 70 115

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 259
3.5 – 3.9 45 65 80 130
4.0 – 4.4 50 75 90 150
4.5 – 4.9 55 85 100 165
5.0 – 5.4 60 90 110 180
5.5 – 5.9 65 100 120 200
6.0 – 6.4 70 105 130 215
6.5 – 6.9 75 115 140 230
a
Volume dibulatkan sampai 5 ml terdekat.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 260

Anda mungkin juga menyukai